Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH TERAPI OKUPASI KERJA BERKEBUN TERHADAP HUBUNGAN

INTERPERSONAL PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL


THE EFFECT OF GARDENING OCCUPATIONAL THERAPY TOWARD INTERPERSONAL
RELATIONSHIP ON SOCIAL ISOLATION PATIENTS
I Made Dwisaputra1, Ni Ketut Ayu Mirayanti1, I Nengah Budiawan2
1STIKes Wira Medika PPNI Bali
2Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali2
ABSTRAK
Klien jiwa dengan perilaku isolasi sosial sangat sulit untuk mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain. Penanganan yang dapat diberikan pada klien dengan isolasi sosial adalah terapi medis dan terapi
psikososial. Salah satu terapi psikososial yang dapat diberikan adalah Terapi Okupasi Kerja Berkebun. Penelitian ini
menggunakan Quasi-Eksperimen Design dengan rancangan pre-test and post-test with control group design. Sampel
terdiri dari 20 orang, 10 orang untuk kelompok perlakuan dan 10 orang untuk kelompok kontrol. Pengumpulan data
dengan menggunakan check list dengan cara observasi. Hasil uji paired t-test didapatkan p = 0,022 < 0,05 yang berarti
terdapat peningkatan hubungan interpersonal pada kelompok perlakuan sesudah diberikan terapi okupasi berkebun,
sedangkan tidak terdapat perubahan hubungan interpersonal pada kelompok kontrol p = 0,138 > 0,05. Hasil uji t-test
independent p = 0,007 < 0,05 yang berarti H0 ditolak. Ada pengaruh terapi okupasi kerja berkebun terhadap hubungan
interpersonal pada klien dengan isolasi sosial. Perawat disarankan memberikan terapi okupasi kerja berkebun untuk
meningkatkan hubungan interpersonal pada klien isolasi sosial.
Kata kunci : Terapi okupasi kerja berkebun, hubungan interpersopnal, klien isolasi sosial
ABSTRACT
Social isolation patients are really difficult to develop social and emotional relationship with other people. Treatment can
be given to social isolation patients are medical therapy and psychosocial therapy. One of psychosocial therapy can be
given is gardening occupational therapy. This study used Quasi-Experiment Design with pre-test and post-test with
control group design. Number of sampling were 20 respondents divided to 10 respondents on experiment group and
another 10 respondents on control group. Data collected used check list with observation. Paired t-test result showed p =
0,022 < 0,05 that means there was increase of interpersonal relationship on experiment group after after given gardening
occupational therapy, meanwhile there was no change of interpersonal relationship on control group with p = 0,138 >
0,05. T-test independent p = 0,007 < 0,05 that mean Ho rejected. There is effect of gardening occupational therapy
toward interpersonal relationship on social isolation patients. Its recommended fot the nurse to give gardening ocupation
therapy to develop interpersonal relationship on social isolation patients.
Keywords : Gardening Occupational Therapy, Interpersonal Relationship, Social isolation Patients
Alamat korespondensi
Email

: Lingk. Kajakangin, Beng-Gianyar


: Detrabagus@gmail.com

PENDAHULUAN
450 juta orang di dunia mengalami masalah
gangguan kesehatan jiwa. Menurut Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), prevalensi
gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia
1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di
DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali,
dan Jawa Tengah. data studi pendahuluan yang
dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali pada
bulan maret 2014, jumlah klien dengan gangguan
jiwa yang dirawat inap sebanyak 310 orang. Dari
310 orang klien yang dirawat inap didapatkan 96
orang (30,96 %) mengalami halusinasi, 73 orang
(23,54 %) dengan perilaku kekerasan, 70 orang
(22,58 %) dengan isolasi sosial, 36 orang (11,61

Perkembangan kebudayaan masyarakat


banyak membawa perubahan dalam segala segi
kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi
kehidupan individu baik yang sifatnya positif atau
negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik,
mental dan sosial seseorang. Kondisi lingkungan
sosial yang semakin keras, dapat menjadi
penyebab meningkatnya jumlah masyarakat yang
mengalami gangguan kejiwaan (Yosep, 2010).
Menurut data World Health Organization (WHO,
2006), masalah gangguan kesehatan jiwa di
seluruh dunia memang sudah menjadi masalah
yang sangat serius. WHO memperkirakan sekitar
112

I Made Dwisaputra, dkk: Pengaruh Terapi Okupasi Kerja Berkebun


adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah
menemukan bahwa intervensi psikososial dapat
memperkuat perbaikan klinis. Modalitas psikososial
harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen
terapi obat dan harus mendukung regimen tersebut.
Sebagian besar klien mendapatkan manfaat dari
pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan
psikososial (Kaplan dan Sadock, 2010). Salah satu
terapi psikososial yang dapat dilakukan pada klien
dengan isolasi sosial adalah terapi okupasi, karena
dengan okupasi atau pekerjaan klien jiwa akan
dikembalikan ke arah hidup yang normal dan dapat
meningkatkan minatnya sekaligus memelihara dan
mempraktikan keahlian yang dimilikinya sebelum sakit
sehingga dia akan tetap sebagai seseorang yang
produktif (Nasir & Muhith, 2011). Terapi okupasi adalah
suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang
untuk melaksanakan tugas yang telah ditetapkan
(Direja, 2011). Terapi okupasi mampu menciptakan
kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan
orang lain dan masyarakat sekitarnya.

%) dengan waham, 33 orang (10,64 %) dengan


harga diri rendah dan 2 orang (0,64 %) dengan
resiko tinggi bunuh diri. Dari data tersebut, angka
klien yang dirawat dengan isolasi sosial cukup
tinggi dan dampak yang ditimbulkan jika tidak
ditanggulangi maka perlu dilakukan penanganan
yang tepat terhadap masalah klien dengan isolasi
sosial tersebut.
Isolasi sosial adalah suatu gangguan
hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptif dan masalah
yang ada pada isolasi sosial adalah terggangunya
fungsi seseorang dalam hubungan sosial baik dari
segi komunikasi verbal maupun nonverbal,
Depkes RI (dalam Yosep, 2010). Klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup berbagi pengalaman (Dermawan dan
Rusdi, 2013). Pada mulanya klien dengan isolasi
sosial merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga
merasa tidak aman dalam berhubungan dengan
orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan
yang penuh permasalahan, ketegangan,
kecemasan
dimana
tidak
mungkin
mengembangkan kehangatan emosional dalam
hubungan positif dengan orang lain yang
menimbulkan rasa aman. Klien semakin tidak
dapat melibatkan diri dalam situasi baru, semakin
sering klien isolasi sosial, semakin banyak kesulitan
yang dialami dalam mengembangkan hubungan
sosial dan emosional dengan orang lain.
Dari segi sosial kultural, interaksi sosial
merupakan hal yang utama dalam kehidupan
bermasyarakat, sebagai dampak adanya
kerusakan interaksi sosial isolasi sosial akan
menjadi suatu masalah besar dalam fenomena
kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang
merupakan suatu elemen penting dalam
mengadakan hubungan dengan orang lain atau
lingkungan disekitarnya (Nasution, 2009).
Hubungan interpersonal terbentuk ketika proses
pengolahan pesan baik verbal maupun nonverbal
secara timbal balik terjadi dan hal ini dinamakam
komunikasi interpersonal (Sofa, 2008). Jadi ketika
harus mempelajari hubungan interpersonal,
berarti juga memperlajari komunikasi antar
manusia, karena tanpa komunikasi tidak akan
terjalin hubungan itu sendiri (Musliha dan
Fatmawati, 2010).

Memperhatikan pelaksanaan terapi


okupasi kerja berkebun di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Bali, bahwa telah berpuluh-puluh tahun
dilakukan sebagai kegiatan di unit rehabilitasi,
dan selama itu pula belum pernah dilakukan
penilaian terhadap efektivitasnya pada klien
ataupun efektivitas metode yang diberikan, baik
melalui suatu evaluasi internal maupun
penelitian yang independen (Tirta dan Putra,
2008). Berdasarkan uraian diatas, peneliti
tertarik untuk meneliti Pengaruh terapi okupasi
kerja terhadap hubungan interpersonal pada
klien dengan isolasi sosial.
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah Quasi-Eksperimen Design.
Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi
tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol
variabel-variabel
luar
yang
mempengaruhi
pelaksanaan
eksperimen
(Sugiyono, 2010). Rancangan penelitian ini
mengungkapkan hubungan sebab akibat yang
melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok
perlakuan. Penelitian ini menggunakan rancangan
pre-test and post-test with control group design
dengan teknik sampling Nonprobability sampling
dengan teknik purposive sampling. Dalam
rancangan ini, kelompok perlakuan diberikan
intervensi berupa terapi okupasi kerja berkebun
sedangkan kelompok kontrol tanpa intervensi
terapi okupasi kerja berkebun. Pada kedua
kelompok, baik itu kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol diawali dengan pre-test, dan

Penatalaksanaan klien dengan gangguan


jiwa di Rumah Sakit Jiwa Bali di Bangli seperti medikasi
antipsikotik berupa pemberian obat-obat psikofarmaka
dalam perbaikan klinis. Walaupun medikasi antipsikotik

113

Keperawatan Jiwa, Komunitas dan Manajemen Desember Vol. 1 No. 2 2014


setelah
pemberian
perlakuan
diadakan
pengukuran kembali (post-test), (Nurasalam,
2008). Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal
5 juni sampai 7 juli 2014 di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Bali. Populasi klien dengan isolasi sosial
yang di rehabilitasi di Unit Rehabilitasi Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Bali sebanyak 30 orang
kemudian diseleksi berdasarkan kriteria inklusi
dan eklusi didapatkan sampel sebanyak 20 orang
yang dibagi menjadi 10 orang kelompok perlakuan
dan 10 orang kelompok kontrol.

hubungan interpersonal dengan skor 4, 30 % (3


orang ) dengan skor 5, 30 % (3 orang) dengan
skor 6, 10 % ( 1 orang) dengan skor 7.
Tabel 2
Data Distribusi Frekuensi Hubungan Interpersonal
Post-Test (Perlakuan dan Kontrol)Di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi
Bali Tahun 2014
Skor
HI

Post-Test
Perlakuan Perlakuan Kontrol Kontrol
(f)
(%)
(f)
(%)
2
0
0%
2
20%
3
0
0%
1
10%
4
2
20%
0
0%
5
0
0%
4
40%
6
2
20%
1
10%
7
4
40%
2
20%
8
2
20%
0
0%
Total
10
100%
10
100%

HASIL PENELITIAN
Data yang dikumpulkan adalah data
skor pre-test dan post-test hubungan
interpersonal pada klien isolasi sosial pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
dengan menggunakan lembar observasi
komunikasi verbal dan nonverbal. Setelah data
terkumpul selanjutnya dilakukan analisis data
menggunakan komputer. Uji yang digunakan
adalah Uji Paired t-test untuk menganalisis
hubungan interpersonal pre-post test pada
kelompok perlakuan dan kontrol, uji t-test
independent untuk menganalisis pengaruh
terapi okupasi kerja berkebun terhadap
hubungan interpersonal pada klien isolasi
sosial. Berikut adalah data hubungan
interpersonal pre-test dan post-test pada
kelompok perlakuan dan kontrol dan hasil uji
statistic menggunakan uji paired sample T- test.
Data disajikan dalam tabel berikut.

Dari tabel 2 di atas pada kelompok perlakuan


terdapat 2 orang (20 %) memiliki skor hubungan
interpersonal dengan skor 4, 20 % (2 orang)
dengan skor 6, 40 % (4 orang) dengan skor 7, 20
% (2 orang) dengan skor 8 dan pada kelompok
kontrol terdapat 2 orang (20 %) memiliki skor
hubungan interpersonal dengan skor 2, 10 % (1
orang) dengan skor 3, 40 % (4 orang) dengan
skor 5, 1 orang (10 %) dengan skor 6, 20 % (2
orang) dengan skor 7.

Tabel 1
Data Distribusi frekuensi Hubungan Interpersonal
Pre-Test (Perlakuan dan Kontrol)Di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi
Bali Tahun 2014

Tabel 3
Hasil Uji Paired T-Test Hubungan Interpersonal
Pre-test dan Post-test pada kelompok perlakuan Di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
Tahun 2014

Skor
HI

Pre-Test
Perlakuan Perlakuan Kontrol Kontrol
(f)
(%)
(f)
(%)
4
1
10%
3
30%
5
3
30%
3
30%
6
5
50%
3
30%
7
1
10%
1
10%
Total
10
100%
10
100%

Hubungan
Interpersonal
Perlakuan
Pre Test
Post Test

Ratarata

10
10

5,60
6,40

-2,753

0,022

Berdasarkan hasil uji paired t-test seperti


tabel 3 untuk menganalisa hubungan interpersonal
pada klien dengan isolasi sosial sebelum dan
sesudah diberikan terapi okupasi kerja berkebun
pada kelompok perlakuan didapatkan nilai p =
0,022 (p < 0,05) yang berarti ada perbedaan
hubungan interpersonal (komunikasi verbal dan
nonverbal) pada klien dengan isolasi sosial
sebelum dan sesudah diberikan terapi okupasi

Dari tabel 1 di atas pada kelompok perlakuan


terdapat 1 orang (10 %) memiliki skor hubungan
interpersonal dengan skor 4, 30 % (3 orang)
dengan skor 5, 50 % ( 5 orang) dengan skor 6, 10
% (1 orang) dengan skor 7 dan pada kelompok
kontrol terdapat 30 % (3 orang) memiliki skor
114

I Made Dwisaputra, dkk: Pengaruh Terapi Okupasi Kerja Berkebun


kerja berkebun pada kelompok perlakuan. Pada
analisis deskriptif didapatkan mean pada pre-test
sebesar 5,60 dan pada post test sebesar 6,40
dengan selisih rata-rata pre-test dan post-test
sebesar 0,8 ini berarti rata-rata perubahan nilai
hubungan interpersonal sebesar 0,8 dari sebelum
perlakuan dan sesudah diberi perlakuan.

hubungan interpersonal pada klien dengan isolasi


sosial.
PEMBAHASAN
Hasil uji paired t-test seperti pada tabel 3
didapatkan nilai p = 0,022 (p < 0,05) yang berarti
ada perbedaan hubungan interpersonal pada klien
dengan isolasi sosial sebelum dan sesudah
diberikan terapi okupasi kerja berkebun pada
kelompok perlakuan. Pada pre-test perlakuan
terdapat 1 orang (10 %) memiliki skor hubungan
interpersonal dengan skor 4, 30 % (3 orang)
dengan skor 5, 50 % (5 orang) dengan skor 6, 10
% (1 orang) dengan skor 7 dan pada post-test
terdapat 2 orang (20 %) memiliki skor hubungan
interpersonal dengan skor 4, 20 % (2 orang)
dengan skor 6, 40 % (4 orang) dengan skor 7, 20
% (2 orang) dengan skor 8. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Putra (2013), yang meneliti pengaruh terapi
okupasi terhadap kemandirian melaksanakan
perawatan diri pada klien dengan harga diri
rendah di rumah sakit jiwa provinsi bali tahun
2013. Didapatkan hasil p value = 0,000 < = 0,05
yang berarti terdapat peningkatan kemandirian
klien dengan menarik diri setelah dilakukan terapi
okupasi.

Tabel 4
Hasil Uji Paired T-Test Hubungan Interpersonal
Pre-Test Dan Post-Test Pada Kelompok Kontrol Di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2014
Hubungan
Interpersonal
kontrol
Pre Test
Post Test

Ratarata

10
10

5,20
4,70

1,627

0,138

Berdasarkan hasil uji paired t-test seperti


tabel 4 untuk menganalisa hubungan interpersonal
pre-test dan post-test pada kelompok kontrol
didapatkan nilai p = 0,138 (p > 0,05) yang berarti
tidak ada perbedaan hubungan interpersonal
(komunikasi verbal dan nonverbal) yang signifikan
pada klien dengan isolasi sosial pre-test dan posttest pada kelompok kontrol. Berdasarkan analisis
deskriptif didapatkan mean pada pre-test sebesar
5,20 dan pada post test sebesar 4,70 dengan
selisih rata-rata pre-test dan post-test sebesar 0,5
ini berarti rata-rata perubahan nilai hubungan
interpersonal sebesar 0,5 dari pre-test dan posttest.

Menurut Dermawan dan Rusdi (2013)


penatalaksanaan klien isolasi sosial diberikan
terapi meliputi antipsikotik, walaupun medikasi
antipsikotik adalah inti dari pengobatan
skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa
intervensi psikososial dapat memperkuat
perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus
diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen
terapi obat dan harus mendukung regimen
tersebut. Sebagian besar klien mendapatkan
manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan
antipsikotik dan psikososial (Kaplan dan Sadock,
2010).
Pada penelitian ini digunakan salah satu
intervensi psikososial berupa terapi okupasi kerja
berkebun yang merupakan salah satu bentuk
terapi psikologis di bidang kesehatan dengan
menggunakan aktivitas yang dilakukan untuk
membangkitkan minat dan kesehatan klien
dengan isolasi sosial. Terapi okupasi dapat
meningkatkan minat, hubungan sosial dan
kepercayaan klien (Djunaidi & Yitnarmurti, 2008).
Terjadinya peningkatan hubungan interpersonal
pada kelompok perlakuan sesudah diberikan
terapi okupasi kerja berkebun karena terapi
okupasi mampu menciptakan kondisi tertentu
sehingga
klien
dapat
mengembangkan

Tabel 5
Hasil Uji T-Test Independent Pengaruh Terapi
Okupasi Kerja Berkebun Terhadap Hubungan
Interpersonal Pada Klien Dengan Isolasi sosial Di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2014
Selisih
Hubungan
Interpersonal
Pre-Post Test
Perlakuan
Kontrol

Ratarata

10
10

-0,80
0,50

3,074

0,007

Berdasarkan hasil uji t-test independent


seperti pada tabel 10, untuk menganalisa
pengaruh terapi okupasi kerja berkebun terhadap
hubungan interpersonal pada klien dengan isolasi
sosial, didapatkan niai p = 0,007 (p < 0,05) yang
berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi ada
pengaruh terapi okupasi kerja berkebun terhadap

115

Keperawatan Jiwa, Komunitas dan Manajemen Desember Vol. 1 No. 2 2014


digunakan sebagai referensi sehingga klien tidak
mendapatkan tuntunan dan arahan tentang cara
berperilaku. Klien juga kurang mendapatkan
motivasi dan informasi informasi tentang
pentingnya melakukan hubungan dengan orang
lain. Keadaan ini menyebabkan klien pada
kelompok kontrol menunjukan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai
berdiam diri, menghindar dari orang lain. Hal ini
sesuai dengan pendapat Stuart dan Sundeen
(dalam Antara, 2010) yang menyatakan bahwa
hambatan yang sering dialami akibat menderita
psikosis, yang akhirnya menggangu pemenuhan
kebutuhan sosial sebagai akibat ketidakpuasan
terhadap proses hubungan karena kurangnya
peran serta dan respon lingkungan yang negatif
sehingga tidak ada stimulus yang menyebabkan
klien dengan isolasi sosial kemampuan untuk
memberikan respon terhadap stimulus menjadi
terganggu.
Setelah dilakukan uji t-test independent
seperti pada tabel 5, didapatkan p value = 0,007
(p < 0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima.
Jadi ada pengaruh terapi okupasi kerja berkebun
terhadap hubungan interpersonal pada klien
dengan isolasi sosial. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariastuti
(2010) yang melakukan penelitian tentang
pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi
terhadap hubungan interpersonal pada klien
menarik diri di rumah sakit jiwa provinsi bali 2010,
didapatkan nilai signifikan 0,000 < 0,05, berarti
ada perbedaan pengaruh TAK: Sosialisasi
terhadap hubungan interpersonal pada klien
dengan menarik diri yang diberikan TAK:
Sosialisasi dengan yang tanpa diberikan TAK:
Sosialisasi.
Hal ini disebabkan karena terapi okupasi
kerja berupa aktivitas berkebun mampu
menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat
mengembangkan kemampuannya untuk dapat
berhubungan dengan orang lain dan masyarakat
sekitarnya, selain itu dapat membatu klien dalam
menemukan kegiatan sesuai dengan bakat dan
kondisinya (Riyadi dan Purwanto, 2009). Melalui
aktivitas
manusia
dihubungkan
dengan
lingkungan, kemudian mempelajarinya, mencoba
keterampilan atau pengetahuan, mengekpresikan
perasaan, memenuhi kebutuhan fisik maupun
emosi, mengembangkan kemampuan, dan
sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup.
Aktivitas yang dilakukan klien diharapkan dapat
menjadi tempat untuk berkomunikasi lebih baik
dalam mengekpresikan dirinya (Nasir & Muhith,
2011).

kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan


orang lain dan masyarakat sekitarnya, selain itu
dapat membatu klien dalam menemukan kegiatan
sesuai dengan bakat dan kondisinya (Riyadi dan
Purwanto, 2009). Terapi okupasi kerja berkebun
yang diberikan dapat memberikan kesempatan
untuk klien agar dapat saling bersosialisasi
dengan klien lain yang mengikuti terapi. Aktifitas
yang diberikan juga aktifitas yang dikenal oleh
klien sehingga klien merasa ikut bertanggung
jawab terhadap aktifitas tersebut. Sesuai dengan
pendapat Nasir dan Muhith (2011), yang
menyatakan terapi okupasi dapat digunakan
sebagai media untuk dapat mengerti masalahnya
dan mencoba mengatasinya dengan bimbingan
terapis.
Berdasarkan hasil uji paired t-test seperti
pada tabel 4, didapatkan nilai p value = 0,138 (p >
0,05) yang berarti tidak ada perbedaan hubungan
interpersonal yang signifikan pada klien dengan
isolasi sosial pre-test dan post-test
pada
kelompok kontrol. Pada pre-test pada kelompok
kontrol terdapat 30 % (3 orang) memiliki skor
hubungan interpersonal dengan skor 4, 30 % (3
orang ) dengan skor 5, 30 % (3 orang) dengan
skor 6, 10 % ( 1 orang) dengan skor 7 dan pada
post-test terdapat 2 orang (20 %) memiliki skor
hubungan interpersonal dengan skor 2, 10 % (1
orang) dengan skor 3, 40 % (4 orang) dengan
skor 5, 1 orang (10 %) dengan skor 6, 20 % (2
orang) dengan skor 7.
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Esi
(2012) yang meneliti pengaruh terapi aktivitas
kelompok sosialisasi sesi 1-3 terhadap kemampuan
komunikasi nonverbal klien menarik diri tahun 2012,
didapatkan p = 0,083 > 0,05 yang berarti pada
kelompok kontrol tidak ada responden yang

dinyatakan baik dalam melakukan komunikasi


nonverbal.
Pada kelompok kontrol menunjukkan tidak
adanya perbedaan nilai hubungan interpersonal
yang signifikan pada pre-test dan post-test karena
pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan
berupa terapi okupasi kerja berkebun sehingga
klien dengan isolasi sosial tidak ada stimulus yang
membantu klien memperbaiki kemampuannya
dalam bersosialisasi. Klien pada kelompok kontrol
mengalami
keterbatasan
media
dalam
bersosialisasi yang menyebabkan klien kesulitan
dalam memfokuskan perhatian dan belajar untuk
dapat berhubungan dengan orang lain. Klien
cenderung
hanya
berdiam
diri,
tidak
memperhatikan keadaan sekitarnya, kesulitan
fokus dan berespon terhadap aktivitas yang
dilakukan. Keterbatasan orang-orang yang dapat
116

I Made Dwisaputra, dkk: Pengaruh Terapi Okupasi Kerja Berkebun


Dalam proses terapi okupasi kerja
berkebun klien diajari melalui tuntunan oleh
fasilitator untuk melakukan tindakan tertentu
seperti belajar cara memperkenalkan diri,
kemampuan berkenalan dengan orang lain
maupun
kemampuan
bekerjasama
saat
melakukan suatu pekerjaan. Klien juga dituntun
untuk fokus dan berespon terhadap aktivitas yang
dilakukan sehingga klien belajar fokus dan
berespon pada stimulus yang diberikan dengan
positif. Selain itu, disebabkan karena pada saat
pelaksanaan terapi okupasi klien diberikan
reinforcement positive atau penguatan positif yang
salah satunya melalui pujian pada tugas-tugas
yang telah berhasil pasien lakukan seperti klien
mampu melakukan aktivitas sehari hari dengan
baik. Dengan memberikan reinforcement positive,
klien merasa dihargai dan keinginan bertambah
kuat untuk melakukan sosial dengan orang lain.
Pendapat tim kerja WHO tentang analisa yang
menyebabkan seseorang itu berperilaku salah
satunya karena orang-orang penting sebagai
referensi. Fasilitator yang memberikan terapi
okupasi kerja berkebun dianggap oleh klien
sebagai orang penting atau berpengaruh
sehingga apa yang dikatakan/dilakukan oleh
fasilitator akan dicontoh oleh klien. Hal ini sesuai
dengan teori Premack (dalam ariastuti, 2010),
tentang prinsip penguatan telah menekankan
bahwa penguat dapat dianggap bermanfaat
sebagai respon (aktifitas). Menurut Bandura
tentang teori belajar sosial mengatakan bahwa
pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan
menggunakan model atau contoh.
Pemberian terapi okupasi kerja berkebun
pada klien dengan isolasi sosial akan dapat
membantu mengatasi situasi sosial dengan lebih
baik dan dapat mengalihkan perhatian atau
pikiran seseorang dari hal-hal yang kurang
menyenangkan sehingga menjadi aktif dan lincah
untuk melakukan pekerjaan dan bersosialisasi
dengan orang lain. Pernyataan ini diperkuat oleh
penelitian Kekar (2002) menyatakan bahwa
pasien dengan psikosa yang berat, secara
langsung bertanggung jawab dalam disfungsi
semua aspek kehidupan sehari-hari. Terapi
okupasi lebih dititik beratkan pada pengenalan
kemampuan yang masih ada pada seseorang
kemudian memelihara atau meningkatkannya
sehingga dia mampu mengatasi masalahmasalahnya, menggunakan terapi okupasi
(pekerjaan atau kegiatan) sebagai media. Saat
kegiatan pasien bebas memilih kegiatan yang
telah dipilih oleh terapis, sehingga apapun
kegiatan yang dipilih oleh pasien akan lebih efektif

karena pasien merasa dirinya berarti, puas dan


mampu menyelesaikan aktivitasnya dengan baik
sehingga pasien mengalami perbaikan fungsional
(Nasir dan Muhith, 2011).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang
pengaruh terapi okupasi kerja berkebun terhadap
hubungan interpersonal pada klien isolasi sosial di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2014,
dapat ditarik kesimpulan, kemampuan hubungan
intepersonal klien isolasi sosial pada kelompok
perlakuan maupun kontrol sebelum diberikan
terapi okupasi kerja berkebun (pre-test)
menunjukkkan sebagian besar sampel pada
kelompok
perlakuan
memiliki
hubungan
interpersonal dengan skor 6 dan pada kelompok
kontrol, terdapat 3 orang (30 %) yang mendapat
skor 6, sedangkan kemampuan hubungan
intepersonal klien isolasi sosial pada kelompok
perlakuan maupun kontrol sebelum diberikan
terapi okupasi kerja berkebun (post-test)
menunjukkkan sebagian besar sampel pada
kelompok
perlakuan
memiliki
hubungan
interpersonal dengan skor 7 dan pada sebagian
besar sampel kelompok kontrol memiliki
hubungan interpersonal dengan skor 5. Setelah
dilakukan uji paired t-test didapatkan nilai p =
0,022 (p < 0,05) yang berarti ada perbedaan
hubungan interpersonal pada klien dengan isolasi
sosial sebelum dan sesudah diberikan terapi
okupasi kerja berkebun pada kelompok perlakuan.
Setelah dilakukan uji paired t-test didapatkan nilai
p = 0,138 (p > 0,05) yang berarti tidak ada
perbedaan hubungan interpersonal pada klien
dengan isolasi sosial pre-test dan post-test pada
kelompok kontrol. Hasil analisis menggunakan uji
t-test independent, didapatkan niai p = 0,007 (p <
0,05) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi
ada pengaruh terapi okupasi kerja berkebun
terhadap hubungan interpersonal pada klien
isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
tahun 2014.
Saran
Untuk dapat meningkatkan hubungan
interpersonal pada klien isolasi sosial peneliti
mengharapkan agar bagi perawat di rumah sakit
jiwa provinsi bali dapat menerapkan terapi
okupasi kerja berkebun sesuai dengan pedoman
pelaksanaan terapi okupasi kerja berkebun
sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan
hubungan interpersonal pada klien dengan isolasi
117

Keperawatan Jiwa, Komunitas dan Manajemen Desember Vol. 1 No. 2 2014


Kaplan, M.D. & Sadock, M.D. 2010. Sinopsis
Psikiatri (Jilid 1). Jakarta: BinaRupa
Aksara

sosial serta dapat meningkatkan pengetahuan


dan keterampilan sehingga dalam pemberian
pelayanan kesehatan jiwa dapat memberikan
hasil yang maksimal dalam pemulihan kondisi
klien. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
observasi dapat dilakukan sepanjang waktu untuk
menilai hubungan interpersonal klien, dan memilih
sampel penelitian berdasarkan kesamaan
karakteristik ruang rawat inap tempat sampel
dirawat.

Kekar.

KEPUSTAKAAN

2002. Pengaruh Keluarga dalam


Kekambuhan Skizofrenia dan Intervensi
Psikososial Sebagai Upaya Pencegahan
(Suatu Tinjauan Kepustakaan) Jiwa:
Majalah Psikiatri. Indonesian Psychiatry
Quarterly: XXIII. No. 4. Jakarta: Yayasan
Kesehatan Jiwa Dharma Wangsa

Artana, K.S. 2010. Pengaruh Terapi Aktivitas


Kelompok Sosialisasi Terhadap Tingkah
Laku Klien Menarik Diri di BPK RSJ
Provinsi Bali di Bangli. Program Studi
Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika
PPNI Bali

Kusumawati & Hartono. 2010. Buku Ajar


Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Citrawati & Suseno. 2009. Hubungan Antara


Komunikasi
Interpersonal
Dengan
Teamwork Pada Group Band Musik.
(Dipublikasikan)Http://Psychology.Uii.Ac.I
d/Images/Stories/Jadwal_Kuliah/NaskahPublikasi-05320188.Pdf, diakses tanggal
29 maret 2014

Musliha & Fatmawati, S. 2010. Komunikasi


Keperwatan (Plus Materi Komunikasi
Terapeutik). Yogjakarta: Nuha Medika

Muhammad, A. 2004. Komunikasi Organisasi,


Edisi Kesatu. Jakarta: Bumi Aksara

Nasir, A & Muhith, A. 2011. Dasar-Dasar


Keperawatan Jiwa: Pengatar dan Teori.
Jakarta: Salemba Medika
Nasution, M. L. 2009. Gangguan Alam Perasaan:
Menarik
Diri,
(Online),
(http://library.usu.ac/download/fk/keperaw
atan-mahnum.pdf, diakses 28 maret
2014

Dermawan & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa;


Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogjakarta; Gosyen
Publishing

Notoatmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian


Keperawatan. Jakarta: Rineka Cipta

Djunaedi & Yitnarmuti. 2008. Psikoterapi


Gangguan jiwa. Jakarta: PT. Buana Ilmu
Populer.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan


Metodologi Penelitian Ilmu Keparawatan.
Jakarta: Salemba Medika

Esi, M. 2012. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok


Sosialisasi
Sesi
1-3
Terhadap
Komunikasi Nonverbal Klien Menarik Diri
Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun
2012. Program Studi Ilmu Keperawatan
Stikes Wira Medika Bali (skripsi tidak
dpublikasika).

Rakhmat, J. 2008. Psikologi Komunikasi.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Riyadi. S & Purwanto. T. 2009. Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogjakarta: Graha
Ilmu

Herman, A & Direja, S. 2011. Buku Ajar Asuhan


Keperawatan Jiwa. Yogjakarta: Nuha
Medika

Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan


Penuntun Praktis Bagi Pemula.
Yogjakarta: Mitra Cendikia

Kaplan, M.D. & Sadock, M.D. 2010. Buku Ajar


Psikiatri Klinis (Edisi 2). Jakarta: EGC

Sofa. 2008. Komunikasi Interpersonal, (Online)


(http://massofa.wordpress.com/2008/04/1
6/komunikasi-interpersonal, diakses 27
maret 2014
118

I Made Dwisaputra, dkk: Pengaruh Terapi Okupasi Kerja Berkebun

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 2006. Buku Saku


Keperawatan Jiwa. Edisi pertama,
Jakarta : EGC
Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta
Soyomukti .N. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Yogjakarta: Ar-Ruzz Media
Tirta, G.R & Putra, R.E. 2008. Terapi Okupasi
Pada Klien Skizofrenia Di Rumah Sakit
Jiwa
Provinsi
Bali.
Available:
http://www.scribd.com/doc/34035718/Bali
Rai Tirta-Terapi-Okupasi diakses tanggal
3 maret 2014
WHO. 2010. Kesehatan Jiwa, online. Available:
www. mediaindonesia. Com (30 Januari
2013)
Yudi, H & Farida. K, 2010. Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
Yosep .I. 2010. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi).
Bandung: Refika Aditama

119

Anda mungkin juga menyukai