PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan sensori persepsi.
Pasien yang mengalami halusinasi biasanya merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Direja, 2011). Sensori dan persepsi
yang dialami pasien tidak bersumber dari kehidupan nyata, tetapi dari diri pasien itu
persepsi palsu.
Menurut data WHO (2016), Secara global di perkirakan 350 juta orang yang terkena
gangguan jiwa. Terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena
bipolar, 21 juta terkena skizofrenia halusinasi. Gangguan jiwa tersebar hampir merata di
seluruh dunia, termasuk di wilayah Asia Tenggara. Berdasarkan data dari World Health
Organization, hampir satu per tiga dari penduduk di wilayah Asia Tenggara pernah
gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara tidak
hanya di Indonesia saja. Beban penyakit atau burden of disase penyakit jiwa di tanah air
masih cukup besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2018, menunjukkan
bahwa prevalensi gangguan jiwa berat adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000
orang.
Berdasarkan data dari bagian Medical Record di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Utara, jumlah pasien gangguan jiwa yang tercatat di Rumah Sakit Jiwa pada
tahun 2017 sebanyak 201 orang yang dirawat inap dan pada tahun 2018 dari bulan Januari
hingga April tercatat 73 pasien yang dirawat inap diruang perawatan kabela tahun 2017 di
Sedangkan pasien yang mengalami gangguan halusinasi selalu meningkat setiap tahunnya.
Pada tahun 2019 bulan Februari didapatkan pasien yang mengalami halusinasi di ruangan
Chaery (2009) menyatakan bahwa dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang
panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Pada situasi ini pasien dapat
Data di rumah sakit jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2012 menunjukkan
bahwa pasien rawat inap yang menderita halusinasi memiliki presentasi 78% dari jumlah
pasien rawat inap seluruhnya di tahun tersebut. Data lain menunjukkan bahwa jumlah
penderita halusinasi pada bulan Januari 2012 yaitu: 128 orang, bulan Februari 2012: 90
orang, bulan Maret 2012: 132 orang, serta bulan April 2012: 140 orang, dengan 70% di
angka kejadian halusinasi, semakin jelas bahwa dibutuhkan peran perawat untuk
membantu pasien agar dapat mengontrol halusinasi dan mampu bercakap dengan orang
lain.
Peran perawat dalam menangani halusinasi di rumah sakit antara lain melakukan
penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok, dan melatih keluarga
dengan orang lain saat halusinasi muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal untuk
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Carolina (2009) menunjukkan bahwa
dengan penerapan TAK yang sesuai standar dapat membantu menurunkan tanda dan
gejala halusinasi sebesar 14% Kemampuan kognitif pasien meningkat 47% serta
responden didapatkan bahwa penerapan TAK mampu bercakap dengan orang lain, gejala
intervensi terjadi peningkatan nilai kemampuan bercakap dengan orang lain, sedangkan
pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan. Hasil dari kedua penelitian tersebut
halusinasi dan kemampuan bercakap dengan orang lain sebelum dan setelah diterapkan
masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di Indonesia. Penderita halusinasi
jika tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang
lain dan lingkungan. Melihat besarnya peranan perawat dalam penanganan pasien
halusinasi dan faktor pengetahuan yang sangat berpengaruh dalam kinerja perawat untuk
melakukan tindakan yang tepat dalam pemberian TAK pada klien halusinasi, sehingga
penulis tertarik untuk meneliti. ” Pengaruh aktivitas kelompok sesi III terhadap
kemampuan bercakap dengan orang lain pada pasien ganguan jiwa dengan halusinasi di
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat Pengaruh aktivitas kelompok sesi III terhadap kemampuan bercakap
dengan orang lain pada pasien ganguan jiwa dengan halusinasi di ruangan kabela RSJ
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
bercakap dengan orang lain pada pasien ganguan jiwa dengan halusinasi di ruangan
2. Tujuan Khusus
ganguan jiwa dengan halusinasi sebelum dilakukan aktifitas kelompok sesi III di
ganguan jiwa dengan halusinasi sesudah dilakukan aktifitas kelompok sesi III di
bercakap dengan orang lain pada pasien ganguan jiwa dengan halusinasi di ruangan
Penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan masukan bagi semua pihak
khususnya perawat yang bekerja di rumah sakit khusus daerah provinsi Sulawesi Utara
dalam membantu klien untuk mampu bercakap dengan orang lain pada pasien
sumbangan ilmiah serta merupakan salah satu bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi palsu berupa suara,
(persepsi) panca indera tanpa ada rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem panca indera terjadi pada saat kesadaran individu penuh atau baik.
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Farida,
2010).
adalah persepsi salah satu gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
(pikiran) tanpa disertai adanya rangsang eksternal (dunia luar) yang sesuai.
2. Jenis – jenis halusinasi
a. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
b. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa yang menyenangkan atau
menakutkan.
Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses, parfum atau bau yang
lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke, kejang atau dimensia.
d. Halusinasi Pengecapan
e. Halusinasi Perabaan
Merasa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Halusinasi Cenesthetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan
g. Halusinasi Kinestetika
a. Tahap I (comforting):
b. Tahap II (Condeming):
7) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.
d. Tahap IV (Conquering):
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik. Karakteristiknya
yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti.
Perilaku klien :
1) Perilaku panik.
Teori tahapan halusinasi ini dikuatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sihotang
dengan judul “Perubahan gejala halusinasi pasien jiwa sebelum dan sesudah TAK
stimulasi persepsi halusinasi di RS Grhasia Provinsi DIY” bahwa gejala halusinasi pada
4. Etiologi Halusinasi
(Dermawan & Rusdi, 2013) etiologi halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi, yaitu :
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tetapi yang paling sering ditemukan
seperti kelelahan yang luar biasa. Pengguna obat-obatan, demam tinggi hingga
terjadi delirium intoksikasi, alkohol dan kesulitan-kesulitan untuk tidur dan dalam
b. Dimensi emosional
Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebih yang tidak dapat
diatasi. Isi halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan yang tidak dapat
dikontrol dan menentang, sehingga menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
c. Dimensi intelektual
d. Dimensi sosial
kontrol terhadap diri, harga diri, maupun interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga
e. Dimensi spiritual
dan kecemasan serta menurunnya kualitas untuk menilai keadaan sekitarnya. Akibat
kehidupanya.
a. Teori psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari luar yang
b. Teori biokimia
Halusinasi terjadi karena respon metabolisme terhadap stress yang
dimetyltransferase.
5. Rentang Respons
a. Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsangan melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang
c. Emosi konsisten adalah manifestasi perasaan yang konsisten atau efek keluar disertai
d. Perilaku sesuai yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang
berlaku.
e. Hubungan sosial yaitu hubungan yang dinamis menyangkut antara individu dan
f. Proses pikiran kadang terganggu (ilusi) yaitu interprestasi yang salah atau
g. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
h. Emosi berlebihan atau kurang yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
i. Perilaku tidak sesuai atau tidak biasa yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata
j. Waham adalah sesuatu keyakinan yang salah dipertahankan secara kuat atau terus
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi
atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
l. Isolasi sosial yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dan
berinteraksi.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme Koping menurut Stuart (2010) yaitu perilaku yang mewakili upaya
untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
a. Regresif berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi
ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari – hari.
c. Menarik diri.
Halusinasi terjadi karena klien tersebut pada dasarnya memiliki koping yang tidak
efektif terhaap berbagai stresor yang menimpanya. Kondisi yang timbul karena kondisi
di atas adalah klien cnderung akan menarik diri dari lingkungan dan terjadilah isolasi
sosial. Kesendirian tersebut jika berlangsung lama akan menimbulkan halusinasi dan
semakin lama klien akan semakin menikmati dan asik dengan halusinasinya itu. Karena
adanya hal yang tidak nyata akan muncul perintah yang bisa menyuruh klien merusak
8. Masalah keperawatan
halusinasi, diantaranya adalah risiko mencederai diri, gangguan sensori atau persepsi,
halusinasi terdiri dari tindakan keperawatan untuk pasien dan tindakan keperawatan
untuk keluarga.
secara obtimal.
diskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar atau dilihat),
Menghardik halusiasi
kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk mengikuti apa yang ada dalam
pasien.
orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang
waktu luang untu sendiri yang dapat mencetuskan halusinasi. Pasein dapt
menyusun jadwal dari bangun pagi sampai tidur malam. Tahapannya adalah
benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).
terjadwal.
Tindakan keperawatan untuk keluarga memiliki tujuan agar keluarga dapat terlibat
dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di rumah serta keluarga dapat
1) Tindakan keperawatan
pendidikan kesehatan kepada kelurga agar menjadi pendukung yang efektif pada
pasien.
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pendekatan strategi pelaksanaan
(SP):
pasien.
suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi
proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau
sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum
A = analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan
P = perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
1. Pengertian kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Keliat & Akemat, 2011).
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi
serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptive. Kekuatan kelompok ada
pada kontribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu
3. Komponen kelompok
a. Struktur Kelompok.
stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam
kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu
b. Besar Kelompok.
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya
berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan
Laraia (2010) adalah 7-10 orang, menurut Lencester (2012) adalah 10-12 orang,
sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan Beck (2011) adalah 5-10 orang. Jika
c. Lama Sesi
Waktu optimal untuk sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah
dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart & Laraia, 2011).
Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan
finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat
satu kali/dua kali perminggu atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
d. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan
balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang
interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta
e. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga
peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja
kelompok yaitu (Stuart & Laraia, 2010) maintenance roles, task roles, dan
individual role. Maintenance Roles yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok
dan fungsi kelompok. Task Roles yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual
Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) menjelaskan bahwa peran perawat jiwa
2) Peran perawat bertugas sebagai leader dan co-leader, meliputi tugas menganalisa
3) Peran Perawat sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok
penderita, mengamati jalanya proses TAK dan menangani peserta atau anggota
baik individu maupun kelompok dan adanya anggota keompok yang drop out.
g. Kekuatan Kelompok
h. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada pada kelompok. Pengharapan terharap
perilaku kelompok pada masa yang akan dating berdasarkan pengalaman masa lalu
dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mempengaruhi
i. Kekohesifan
tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok.
Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu
4. Perkembangan kelompok
a. Fase prakelompok
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan dari
pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu perlu
Garis besar isi proposal adalah daftar tujuan umum dan khusus; daftar pemimpin
pemimpin untuk mencapai tujuan; daftar criteria anggota kelompok; uraian proses
seleksi anggota kelompok; uraian struktur kelompok: tempat sesi, waktu sesi, jumlah
anggota, jumlah sesi, perilaku anggota yang diharapkan, dan perilaku pemimpin
yang diharapkan; uraian tentang proses evaluasi anggota kelompok dan kelompok;
uraian alat dan sumber yang dibutuhkan; uraian dana yang dibutuhkan. Proposal
1) Tahap orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan.
kejujuran dan aturan komunikasi, misalnya hanya satu orang yang berbicara pada
satu waktu, norma perilaku, rasa memiliki atau kohesif antara anggota kelompok
2) Tahap konflik
Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini, sebagian ingin
atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Ada pula anggota
yang netral dan dapat membantu menyelesaikan konflik peran yang terjadi.
anggota dengan pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu
3) Tahap kohesif
Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu
sama lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini,
anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim
Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa perbedaan
c. Fase kerja
Pada fase ini kelompok sudah menjadi tim. Walaupun mereka bekerja keras
stabil dan realistis. Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai
tujuan dan tetap menjaga kelompok ke arah pencapaian tujuan. Serta mengurangi
dampak dari faktor apa saja yang dapat mengurangi produktifitas kelompok. Selain
kelompok agar segera melakukan strukturisasi. Pada akhir fase ini, anggota
kepercayaan diri dan kemandirian. Pada kondisi ini kelompok segera masuk ke fase
d. Fase terminasi
Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi
karena anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok. Evaluasi
Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan instrumen evalusai kemampuan individual
dari anggota kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan
digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Pada akhir sesi, perlu
pencapaian dan perilaku yang perlu dilatih pada klien diluar sesi.
a. Pengertian
dalam kelompok (Keliat, 2011). Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
sesi, yaitu sesi I klien mengenal halusinasi, sesi II klien mengontrol halusinasi
dengan orang lain, sesi IV klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
aktivitas terjadwal dan sesi V klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum
obat.
b. Tujuan
1) Tujuan umum
2) Tujuan khusus
dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, klien
dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal dan klien
Sesi yang digunakan dalam pelaksanaan TAK persepsi terdiri dari 5 sesi yaitu
Teori ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ragatika (2013)
dengan judul “Perbedaan TAK stimulasi dan stimulasi sensori terhadap kemampuan
d. Klien
Pelaksanaan TAK memiliki kriteria yaitu kriteria klien antara lain klien gangguan
orientasi realita yang mulai terkontrol dan klien yang mengalami perubahan
persepsi.
Proses seleksi pada TAK antara lain dengan mengobservasi klien yang masuk
masuk kriteria dan membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK, meliputi:
menjelaskan tujuan TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok dan aturan main
dalam kelompok.
e. Kriteria Hasil
Pelaksanaan TAK ini terdapat 3 kriteria hasil yaitu evaluasi struktur, evaluasi
hasil dan evaluasi proses. Evaluasi struktur meliputi kondisi lingkungan tenang,
kegiatan, posisi tempat dilantai menggunakan tikar, peserta sepakat untuk mengikuti
kegiatan, alat yang digunakan dalam kondisi baik, leader, Co-leader, Fasilitator dan
Evaluasi proses terdiri dari leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari
kepada kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok dan peserta mengikuti
digambarkan dan apa yang dilihat dan menyampaikan halusinasi yang dirasakan
dengan jelas.
f. Antisipasi Masalah
Purwaningsih & Karlina (2010) yaitu pelaksanaan TAK terdapat penangan pada
klien yang tidak aktif dalam aktivitas TAK diantaranya adalah dengan memanggil
klien dan memberi kesempatan pada klien untuk menjawab sapaan perawat atau
klien lain. Bila klien meninggalkan kegiatan tanpa izin, maka panggil nama klien
dan tanyakan alasan klien meninggalkan kegiatan, apabila klien lain ingin ikut maka
berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada klien yang telah dipilih,
katakan pada klien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin didikuti oleh klien
tersebut, jika klien memaksa beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi
a. Pengertian
mengatasi identitas hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang
adaptif (Keliat, 2010). Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah salah satu upaya
untuk memfasilitasi psikoterapi terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama
kelompok stimulasi sensori adalah upaya menstimulasi semua panca indra (sensori)
Tujuan umum TAK stimulasi sensori adalah klien dapat berespons terhadap
berespon terhadap suara yang di dengar, klien mampu berespons terhadap gambar
c. Karakteristik klien
d. Antisipasi masalah
2) Berikan dukungan dan rasa nyaman kepada klien sehingga klien mampu
suatu terapi.
4) Pasien lain yang bukan kelompok TAK ingin ikut TAK, tindakan berupa: peran
membujuk agar klien tetap ditempat untuk mengikuti TAK hingga selesai. Jika
C. Konsep Kemampuan Pasien
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar)
Perilaku yang dipelajari oleh klien untuk mengontrol halusinasi dimulai dengan
isi, frekuensi, waktu, situasi munculnya halusinasi dan respon klien terhadap halusinasi
yang muncul serta klien mengenal bahwa stimulus yang dialaminya hanya oleh dirinya
sendiri dan tidak realita. Setelah itu, klien diajarkan mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas terjadwal, dan patuh minum obat.
Agar klien mampu mengontrol halusinasinya secara mandiri perlu dilakukan latihan setiap
hari secara terjadwal sehingga tindakan yang dilakukan menjadi budaya klien untuk
mengontrol halusinasi di saat halusinasi muncul. Jadwal yang telah ditetapkan bersama
klien akan dievaluasi oleh perawat secara terus menerus hingga klien mampu melakukan
secara mandiri.
Perubahan perilaku yang diharapkan pada klien dengan gangguan sensori persepsi
halusinasi adalah klien mampu melakukan apa yang telah diajarkan untuk mengontrol
halusinasi dilakukan oleh perawat melalui asuhan keperawatan yang diberikan. Asuhan
akan diberikan dalam 4 kali pertemuan dan pada setiap pertemuan klien akan memasukan
kegiatan yang telah dilatih ke dalam jadwal kegiatan harian klien. Diharapkan klien
melatih kegiatan yang telah diajarkan untuk mengatasi masalah sebanyak 2-3 kali sehari.
Jadwal kegiatan akan dievaluasi oleh perawat pada pertemuan selanjutnya. Melalui jadwal
yang telah dibuat akan dievaluasi tingkat kemampuan klien mengatasi masalahnya, tingkat
kemampuan klien akan dikelompokan menjadi 3 yaitu mandiri, jika klien melaksanakan
kegiatan tanpa dibimbing dan tanpa disuru bantuan, jika klien mengetahui dan
diigatkan dan tergantung, jika klien tidak mengetahui dan tidak melaksanakan kegiatan
(Keliat, 2010).
Klien dikatakan telah memiliki kemampuan mengontrol halusinasi bila telah memiliki
kemampuan secara kognitif, efektif dan psikomotor. Klien dikatakan mampu mengontrol
halusinasi jika klien telah mengenal halusinasi yang dialaminya, mampu menyebutkan
keempat cara mengontrol halusinasi, mampu mempraktekkan keempat cara yang telah
Kemampuan yang perlu dimiliki klien halusinasi untuk mengontrol halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Menghardik
Mengatakan “Stop” hingga halusinasi pergi merupakan salah satu cara menghardik
halusinasi, atau katakan untuk tenang atau “Pergi” melawan atau menentang halusinasi
halusinasinya kepada orang lain karena mereka akan mendapatkan respon negatif dari
masalah bagi klien yang tidak dapat menyampaikan pengalamannya tersebut kepada
orang lain (Stuart & Laraian, 2010). Sehingga penting bagi klien untuk belajar
muncul. Klien diajarkan bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain tentang
kondisi yang dialaminya saat itu. Misalnya :”.....saya mulai mendengar suara-suara,
3. Melakukan aktivitas
pasien untuk melakukan aktivitas akan membantu pasien mengalihkan perhatian dan
Pasien halusinasi umumnya mempunyai respon yang baik terhadap pengobatan dengan
antipsikotik tunggal, terbukti dari perbaikan gejala positif pada 30-40% penderita
setelah 1 atau 2 bulan pengobatan. Pada pasien dengan kepatuhan minum obat yang
kurang perlu diberikan injeksi long acting dari jenis obat anti psikotik generasi kedua
(Sinaga, 2010).
pengobatan karena telah merasa lebih baik, lupa, atau merasa tidak penting untuk
minum obat secara teratur. Merupakan hal penting bagi klien halusinasi mengikuti
program pengobatan secara teratur sesuai anjuran dokter. Keluarga perlu juga
memahami tentang pemberian obat bagi penderita halusinasi (Stuart & Laraia, 2011).
Cara yang dapat digunakan untuk mengatahsi halusinasi, selain dari tindakan
A. Kerangka Konsep
B. Hipotesis
Ho : Tidak ada Pengaruh aktivitas kelompok sesi III terhadap kemampuan bercakap
dengan orang lain pada pasien ganguan jiwa dengan halusinasi di ruangan kabela
Ha : Ada Pengaruh aktivitas kelompok sesi III terhadap kemampuan bercakap dengan
orang lain pada pasien ganguan jiwa dengan halusinasi di ruangan kabela RSJ Prof.
C. Defenisi Oprasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional Pengaruh aktivitas kelompok sesi III terhadap kemampuan
bercakap dengan orang lain pada pasien ganguan jiwa dengan halusinasi di
ruangan kabela RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan one group pretest-postest yaitu penelitian yang
melihat pengaruh perlakuan yang diberikan kepada satu kelompok subjek, kelompok
pada respon hanya pada satu kelompok tanpa pembanding. Efektif perlakuan dinilai
1. Tempat Penelitian
Manado
2. Waktu Penelitian
1. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan gangguan jiwa Halusinasi
yang di rawat dengan jumlah 16 orang di di ruangan kabela RSJ Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Manado
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien jiwa halusinasi di ruangan kabela
D. Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket
yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada konsep dan teori terkait, yang
berisi data umum dan pernyataan yang berhubungan dengan pengaruh aktivitas kelompok
sesi III dengan kemampuan bercakap dengan orang lain. Adapun instrumen penelitian
3. Lembar Observasi.
isi oleh responden untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam pengisian
kuesioner.
2. Coding (Pengkodean), memberikan kode pada setiap jawaban dalam kuesioner yang di
3. Tabulating, yaitu mentabulasi data berdasarkan kelompok data yang telah ditentukan
4. Processing (proses / entri data), yaitu melakukan entri data dari kuesioner kedalam
5. Cleaning (pembersihan Data), yaitu pengecekan kembali data yang sudah dientri
F. Analisa Data
1. Analisa Univariat
dari variable independen dan dependen, dan di sajikan dalam bentuk tabel dan
diteliti.
2. Analisa bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
ada hubungan atau korelasi (Notoadmodjo, 2010). Analisis bivariat ini berfungsi
bercakap dengan orang. Uji statistika yang akan digunakan adalah uji t atau t test untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan antara masing – masing variable dan uji t atau t test
yang digunakan adalah paired-sampel t-test. Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 (nilai Alpha)
berarti Ho diterima atau tidak ada perbedaan peristaltik usus sebelum dan sesudah
dilakukan TAK sesi III. Jika nilai signifikansi < 0,05 (nilai Alpha) berarti Ho ditolak
G. Etika Penelitian
Indonesia Manado dan Program studi Ilmu Keperawatan serta permintaan ijin dari pihak
setelah mendapat persetujuan dari institusi tempat penelitian maka peneliti berhak untuk
dilakukan. Tujuan informed consent adalah agar responden mengetahui maksud dan
tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Subjek yang
responden dan subjek yang menolak tidak dipaksa untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini.
responden pada lembar kuesioner yang diisi oleh peneliti. Lembar tersebut hanya diberi
3. Kerahasian (Confidentiality)
Informasi yang telah diberikan responden di dalam kuesioner, hanya diketahui oleh
Carson.v.b.(2000). Mental Health Nursina :The Nurse Patien Journey. Philadelphia: W.B.
Sauders company.
Dermawan, R., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Depkes RI. 2014. Hasil Riskesdas 2014- Departeman Kesehatan Republik Indonesia. Diakses
dari: http://www.depkes.go.id/resource/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pdf
Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Fitria, N. (2009), Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Keliat, B.A, dkk. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Keliat dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, S. 2009. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.
Purwaningsih dan Karlina. 2010. Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Mitra cendeka.
Sinaga, B R. 2010. Skizofrenia dan diagnosis banding. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Skinner, B. F. (2013). Ilmu pengetahuan dan perilaku manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sulastri, Emi. 2010. Psikoterapi Islam Terhadap Penderita Skizofrenia Aksis IV. Skripsi
Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang
Stuart, G.W& Laraia, M.T. (2010). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. (7 th Ed)
St. Louis: Mosby
Y. D. Farida Kusumawati. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarata : Salemba Medika.
Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Jakarta : Refika Aditama
www.who.int/mental_health.
Lampiran 2
Tanggal/Waktu Penelitian :
Data Responden
1. No. Responden :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Lama Rawat :
Lampiran 3
SESI III
A. Tujuan
B. Setting
C. Alat
1. Spidol
D. Metode
1. Diskusi
2. Tanya jawab
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi yaitu klien dengan perubahan sensori persepsi;
halusinasi
2. Orientasi
b) jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin pada
terapis
3. Kerja
a. Terapis memperkenalkan diri (nama dan nama panggilan). Terapis meminta klien
memperkenalkan nama dan nama panggilan secara berurutan, dimulai dari klien
1) Isi halusinasi
2) Waktu terjadinya
3) Frekuensi halusinasi
c. Meminta klien menceritakan halusinasi yang dialami secara berurutan dimulai dari
klien yang ada di sebelah kiri terapis, seterusnya bergiliran searah jarum jam.
d. Saat seorang klien menceritakan pengalaman hausinasi, setelah cerita selesai terapis
4. Terminasi
a. Evaluasi
2) Terapis membuat kesepakatan dengan klien waktu dan tempat TAK berikutnya.
Petunjuk :
1. Tulis nama pangilan klien yang ikut aktivitas kelompok sesi 1 pada kolom nama
pasein
2. Untuk setiap pasien, beri penilaian tentang kemampuan mengenal halusinasi : isi,
waktu, situasi, dan perasaan. Beri tanda (V) jika pasien mampu dan beri tanda (X)