Disusun oleh :
KELOMPOK II
MELLIA ANDRIANI
TEDDY IRAWAN
Disusun Oleh:
KELOMPOK II
Ardinata, S.Kep.,Ners.,M.Kep.
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, alhamdulillah kami ucapkan rasa syukur atas terselesaikannya
makalah tentang praktek profesi manajemen keperawatan. Sholawat
teriring salam semoga tertujukan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarga, sahabat, kepada orang-orang yang senantiasa menjalankan
sunnah Beliau.
Bandar Lampung,
April 2022
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………..
HALAMAN KONSUL……………………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………….
B. Tujuan……………………………………………………………………..
C. Manfaat…………………………………………………………………….
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Halusinasi...............................................................................
B. Klasifikasi Halusinasi...........................................................................
C. Proses
TerjadinyaHalusinasi.........................................................................................
....
D. Stressor Pencetus .................................................................................
E. Mekanisme Koping................................................................................
F. Sumber Koping .....................................................................................
G. Daftar MasalahKeperawatan dan Data yang perlu dikaji ...................
H. PohonMasalah ...............................................................................
I. Diagnose Medis.............................................................................
BAB III APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
A. Pengkajian...............................................................................................
B. Analisa Data...........................................................................................
C. Prioritas Masalah....................................................................................
D. .Catatan perkembangan.........................................................................
BAB IVPEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................................
B. Diagnosa ................................................................................................
C. Intervensi ............................................................................................
D. Implementasi Dan Evaluasi ...................................................................
BAB V KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memaparkan konsep dan teori halusinasi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
b. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi dengar
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran
c. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran
d. Mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada klien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
e. Mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada klien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
f. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran
g. Mampu membandingkan tindakan yang ada dengan jurnal penelitian.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Halusinasi
Pengertian halusinasi
a. Menurut (fontaine,2009; Satrio,dkk, 2015) halusinasi adalah terjadinya
penglihatan, suara, sentuhan , bau maupun rasa tanpa situmulus ekternal
terhadap organ-organ indra.
b. Sedangkan menurut (Towsend, 2009; Satrio, dkk 2015), halusinasi
merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalan indra dimana tidak terdapat
sitimulasi terhadap reseptor-reseptornya,halusinasi merupakan persepsi
sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari menunjukan
bahwa halusinasi dapat bermacam-macam yang meliputi halusinasi
pendengaran, penglihatan , penciuman, perabaan dan pengecapan.
c. Menurut (Stuart2009: Satrio, dkk 2015), halusinasi adalah distorsi persepsi
palsu yang terjadi pada respon neorobiologis yang maladaktif, klien
mengalami distorsi sensori yang nyata dan meresponnya, namun dalam
halusinasi situmulus internal dan ekternal tidak dapat di identifikasi.
d. Sedangkan (NANDA-I 2009-211; Satrio, dkk, 2015), juga mengatakan
bahwa halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah dan pola situmulus
yang diterima sertai penurunan berlebih atau distori atau kerusakan respon
beberapa situmulus.
e. Sedangkan (Sturat dan laraia 2005;Satrio, dkk, 2015) juga mejelaskan bahwa
70% klien skizofernia mengalami halusinasi dengar.persentase diatas
menunjukan bahwa halusinasi dengar merupakan halusinasi yang mayoritas
di jumpai pada klien skizofrenia.
B. Klasifikasi Halusinasi
a. Halusinasi penglihatan
Sedang pada halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat bayangan
yang sebenarnaya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang
telah meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuk nya menakutkan
(Cancro & lehman, 2000;Satrio, dkk, 2015). Isi halusinasi penglihatan klien
adalah klien melihat cahaya, bentuk geometris, kartun atau campuran antara
gambaran bayangan yang komplek, dan bayangan tersebut dapat
menyenangkan klien atau juga sebalik nya mengerikan ( struat &
laraia,2005; Satrio, dkk, 2015).
b. Halusinasi pendengaran
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai pada
klien skizoferinia.papolos dan papolos (2002, dalam fokan bahwa halusinasi
ntaine, 2009; Satrio, dkk, 2015) menyatkan halusinasi delusi mencapai 90%
merupakan masalah utama yang paling sering di jumpai 70%. Diperkuat oleh
(stuart dan laria 2005; Satrio, dkk, 2015) yang menyatakan bahwa klien
skizoferinia 70% mengalami halusinasi dengar. Senada dengan pertanyaan
diatas (Stuart 2009; Satrio, dkk, 2015) yang juga menyatakan bahwa
halusinasi yang paling sering dikaitkan dengan skizoferenia, skitar 70%
klien skizofrenia mengalami halusinasi dengar.
Pertanyaan diatas menunjukan bahwa perentase halusinasi dengar
merupakan perentase terbesar yang di temukan pada (copel 2007; Satrio,
dkk, 2015), halusinasi pendengaran paling sering terjadi pada skizofrenia,
ketika klen mendengar suara-suara,suara tersebut terpisah dari pikiran klien
sendri. Isi suara-suara tersebut mengancam dan menghina, sering sekali
suara tersebut memerintah klien untuk melakukan tindakan yang akan
melukai klien dan orang lain.
Menurut (Stuart 2009; Satrio, dkk, 2015), pada klien halusinasi dengar tanda
dan gejala dapat dikateristik dengar bunyi atau suara, paling sering dalam
bentuk suara, rentang dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara
tersebut membicarakan tentang pasien,sampai percakapan yang komplet
antara dua orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi.
c. Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa mencium aroma atau
bau tertentu sperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau
bau busuk atau bau yang tidak sedap ( cancro dan lehman, 2000 dalam
videbeck, 2008; Satrio, dkk, 2015).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh (Struat 2009; Satrio, dkk, 2015)
pada halusinasi penciuman, klien dapat mencium busuk,jorok,dan bau tengik
seperti darah,urin, atau tinja, kadang-kadang bau bias menyenangkan,
halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke,kejang, dan
demensia.
d. Halusinasi pengecapan
Sementara itu pada halusnasi pengecapan, isi berupa klien mengecap rasa
yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti
sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit atau
mungkin seperti rasa tertentu. Atau berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir
seperti darah, urine atau feces ( struat& laraia., 2005 ; Satrio, dkk, 2015).
e. Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik
yang menjalar keseluruh tubuh aatu binatang kecil yang merayap di kulit
( cancro& lehman;Satrio, dkk, 2015). Klien juga dapat mengalami nyeri atau
tidak nyaman tanpa adanya situmulus yang nyata, seperti sensasi listrik dan
bumi, benda mati ataupun dan orang lain (Struat& laraia, 2005;Satrio, dkk,
2015).
f. Halusinasi chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa pungsi tubuh seperti darah
berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan, atau bentuk urin
( videbeck, 2008;Satrio, dkk, 2015).
g. Halusinasi kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensai tubuh, gerakan
tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi gerakan
sambil berdiri tak bergeraak( videbeck, 2008; Satrio, dkk, 2015)
Fase- fase halusinasi sebagai berikut :
a. Comporting ( halusinasi menyenangkan,cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang itense seperti cemas,
kesepian, merasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenang kan untuk menghilangkan kecemasan.seseorang
mengenal bahwa pikiran pengalaman sensori berada dalam kesadaran control
jiika kecemasan tersebut
Bias dikelola.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1. Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tanpak tidak tepat
2. Menggerakan bibir tanpa membuat suara
3. Pergerkan mata yang tepat
4. Respon verbal yang lambat seperti asyik
5. Diam dan tanpak asik
b. Comdeming ( halusinasi menjijikan, cemas sedang )
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi
yang mulai merasa kehilangan control dan mungkin berusaha menjauh diri,
sertra merasa malu karna adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik
dari diri orang lain.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1. Ditandai dengan peningkatan kerja syisem syraf autonomic yang
menunjukan kecemasan missal nya terdapat peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
2. Rentangperhatian menjadi sempit
3. Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realias
1. Faktor predisposisi
Menurut stuart dan lansia (2005;stuart 2009;Lelono, S. K, dkk, 2015), faktor
presdisposisi yang dapat mengakibatkan terjadinya halusinasi pada klien
skizofrenia meliputi faktor biologi,psikologi dan juga sosialkultural.
a. faktor biologi
Menurut (videback 2008;Lelono, S. K, dkk, 2015), faktor biologi yang
dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah faktor
genetic,neurotomi,neurokimia serta imunovirologi.
Genetik
Secara genetic ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (copel,
2007;Lelono, S. K, dkk, 2015). Sedangkan Buchanan dan carpeter
(2000, dalam dalam stuart dan laraia,2005;stuart,2009;Lelono, S. K,
dkk, 2015) menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam
menurunkan skizofrenia adalah kromosom6.sedangkan kromosom
lain yang juga berperan adalah kromosoni 4, 8, 15, dan 22,(cracdock
et al 2006 dalam stuart, 2009;Lelono, S. K, dkk, 2015). Penelitian
lain juga menemukan gen GAD 1 yang tanggung jawab
memproduksi GABA, dimana pada klien skizofrenia tidak dapat
meningkat secara normal sesuai perkembangan pada daerah
frontal,dimana bagian ini berfungsi dalam proses berfikir dan
pengambilan keputusan (Hung et al, 2007;Lelono, S. K, dkk, 2015).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak
kembar yang menujukan anak kembar identik beresiko mengalami
skizofrenia sebesar 50% sedangkan pada kembar non
identik/fraternal beresiko 15% mengalami skizofrenia, angka ini
meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita
skizofrenia (Cancro&lehman,2000;Satrio, dkk, 2015) semua
penelitian ini menunjukan bahwa faktor genetic hanya sebagian kecil
penyebab terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada faktor lain
yang juga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya skixofrenia.
Neuroanatomi
Penelitian menunjukan kelainan anatomi,fungsional dan neurokimia
di otak klien skizofrenia hidup dan postmortem,penelitian
menunjukan bahwa kortek prefrontal dan system limbic tidak
sepenuhnya berkembang di otak klien dengan skizofrenia. Penurunan
volume otak mencerminkan penurunan baik materi putih dan materi
abu-abu pada neuron akson (Kuroki et al,2006; Satrio, dkk, 2015).
Hasil pemekrisaan computed tomography (CT)dan magnetic
resonance imaging (MRI), memperlihatkan penurunan volume otak
pada individu perkembangan skizofrenia, temuan ini memperlihatkan
adanya keterlambatan perkembangan jaringan otak dan atropi.
Pemeriksaan posistron Emission Termografi (PET)
menunjukan.penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal
selama tugas perkembangan kongnitif pada individu dengan
skizofrenia.penelitian lain juga menunjukan terjadinya penurunan
volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporalis
dan frontal (videback,2008;Satrio, dkk, 2015) perubahan pada kedua
lobus positif skizofrenia tersebut belum di ketahui secara pasti
penyebabnya.
Keadaan patologis yang terjuadi pada lobus temporalis dan frontalis
berkorelasi dengan terjadinya tanda-tanda positif negative dan
skizofrenia .(copel, 2007;Satrio, dkk, 2015) menyebutkan bahwa
tanda-tanda positif skizofrenia.seperti psikosis disebabkan karena
fungsi otak yang abnormal pada lobus temporalis .sedangkankan
tanda-tanda negatif seperti tidak ada kemauan atau motivasi dan
anhedonia disebabkan oleh fungsi otak yang abnormal pada lobus
frontalis.
Hal ini sesuai sadock dan sadock (2007 dalam towsen,2009;Satrio,
dkk, 2015) yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis
adalah aktivasi motorik,intelektual,perencanaan konseptual, aspek
kepribadian,aspek produksi bahasa . Sehingga apabila terjadinya
gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada
aktivitas motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan
juga emosi yang tidak stabil.sedangkan fungsi utama dan lobus
temporalis adalah pengaturan bahasa,ingatan dan juga emosi.
Sehingga gangguan yang terjadi pada kortek temporalis dan nucleus-
nukleus limbic yang berhubungan pada lobus temporalis akan
menyebabkan timbulnya gejala halusinasi.
Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotesis
disregulasi pada skizorfenia,gangguan terus menerus dalam satu atau
lebih neurotrasmiter dan neuromodulator mekanisme pengaturan
homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil atau tidak
menentu.teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif
terhadap dopamine,sedangkan apa area prefrontal mengalami
hipoaktif sehingga terjadio keseimbangan antara system
neurotransmitter dopamine dan serotonin serta yang lain
(Stuart,2009;Satrio, dkk, 2015)pernyataan memberi arti bahwa
neurotransmitter mempunyai peranan yang penting menyebabkan
terjadinya skizofrenia.
Beberapa refrensi menunjukan bahwa neurutransmiter yang berperan
menyebabkan skizofrenia adalah dopamine dan serotonin.satu teori
yang terkenal yang memperlihatkan dopamine sebagai penyebab,ini
di buktikan dengan obat-obatan yang menyekat reseptor dopamine
pascasinaptik mengurangi gejala psikotik dan pada kenyataan
semakin efektif obat tersebut dalam dalam mengurangi gejala
skizofrenia. Sedangkan serotonin berperan sebagai modulasi
dopamine,yang membantu mengontrol kelebihan dopamine,beberapa
peneliti yakin bahwa kelebihan serotonin itu sendiri berperan dalam
perkembangan skizofrenia,ini di buktikan dengan penggunaan obat
antipsikotik antipikal seperti klozapin (clozaril) yang merupakan
antagonis dopamine dan serotonin.penelitian menunjukan bahwa
klozapin dapat menghasilkan penurunan gejalapsikotik secara
dramatis dan mengurangi tanda-tanda negative skizofrenia
(O’connor,1998; Satrio, dkk, 2015).
Adanya overload reuptake neuro transmitter dopamine dan serotonin
menyebabkan kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur
penerima dan pengirim informasi terganggu. Keeadaan inilah yang
mengakibatkan informasi tidak dapat diprosessehingga terjadi
kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjai halusinasi dan
kesalahan dalam membuat kesimpulan yang berkembang menjadi
delusi.
Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menerntukan “Virus Skizofrenia” telah
berlangsung (Torrey et al, 2007; Satrio, dkk, 2015). Bukti campuran
menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap virus influenza
terutama selama trimester pertama, mungkinn menjadi salah satu
faktor penyebab skizofren pada beberapa orang tetapi tidak pada
orang lain ( brown et al, 2004;Satrio, dkk, 2015). Infeksi virus lebih
sering terjadi pada tempat-tempat keramaian dan musim dingin dan
awal musim semi dan dapat terjadi inutero atau pada anak usia dini
pada beberapa orang yang rentan (Gallagher et al, 2007;Satrio, dkk,
2015).
b. Faktor Psikologis
Selain faktor biologis diatas, faktor psilkologis juga ikut berperan
mengakibatkan terjadinya skizofren.Awal terjadinya skizofren
difokuskan pada hubungan dalam keluarga yang mempengaruhi
perkembangan ganggian ini, teori awal menunjukkan kurangnya
hubungan antara orang tua dan anak, serta disfungsi system keluarga
sebagai penyebab skizofren (Townsen, 2009;Satrio, dkk, 2015).
Penerlitian lain menyebutkan beberapa dengan skizofren menunjukkan
selain kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan
social, fungsin neuromotor dan respon emosional jauh sebelum mereka
menunjukkan gejala yang jelas dari skizofren (Schiffman et al, 2004
Satrio, dkk, 2015). (Sinaga 2007;Satrio, dkk, 2015) menyebutkan bahwa
lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar
pada perkembangan skizofren, pada masa kanak disfungsi situasi social
seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan hubungan
interpersonal yang kurang hangat diterima oleh anak sangat
mempengaruhi perkembangan neurogikal anak sehingga lebih rentan
mengalami skizofrenia di kemudian hari.
c. Faktor sosial Budaya
Adanya double bind dalam keluarga dan konflik dalam keluarga Torrey (
1995;Satrio, dkk, 2015). Juga menyebutkan bahwa salah satu faktor
social yang dapat menyebabkan terjadinya skizofren adalah adanya
disfungsi dalam pengasuhan anak maupun dinamika keluarga. Konflik
tersebut apabila tidak diatasi dengan baik maka akan menyebabkan
resiko terjadinya skizofren.
Berdasarkan (Townsend,2005;Satrio, dkk, 2015), faktor social cultural
meliputi disungsi dalam keluarga, konflik keluarga. Komunikasi double
bind serta ketidak mampuan seorang untuk memenuhi tugas
perkembangan. Hal ini didukung oleh (Seaward, 1997;Satrio, dkk, 2015)
menyebutkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh faktor interpersonal
yang meliputi komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang
berlebihan atua menarik diri dalam hubungan, dan kehilangan control
emosional. Pernyataan ini menunjukkan bahwa faktor sosial budaya
seperti pengalaman sosial dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
skizofrenia.
Pernyataan diatas didukung oleh penelitian (Tamer dkk,2002;Satrio, dkk,
2015) yang menunjukan bahwa karakteristik responden skizofrenia yang
mengalami halusinai adalah 216 orang berjenis kelamin laki-laki (70%)
dan berusia rata-rata 27 tahun. Hal berbeda dinyatakan oleh sinaga,
(2007) yang menyatakan bahwa prevalensi skizofrenia sama antara laki-
laki dan perempuan, tetapi berbeda dalam onset dan perjalanan penyakit.
Laki-laki mempunyai onset skizofrenia lebbih awal dibandingkan pada
wanita.
Penelitian (tamer dkk,1998;Satrio, dkk, 2015) juga menunjukan bahwa
76 responden skizofrenia tidak mempunyai pekerjaan (90%). Pekerjaan
sangat erat kaitanya dengan penghasilan dan ststus ekonomi individu.hal
ini di dukung oleh (sinaga,2007;Satrio, dkk, 2015) yang menyatakan
bahwa stress yang di alami oleh anggota kelompok kelompok sosial
ekonomi rendah berperan dalam perkembangan skizofrenia.
Masalah keluarga dan pendidikan dapat menjadi pencetus terjadinya
skizofrenia hal ini ditunjukan oleh penelitian (Tarrier dkk,1998;Satrio,
dkk, 2015) yang menemukan bahwa skizofrenia ditemukan pada 24
responden (33.33%) yang hidup sendiri dan 78 responden tidak
mempunyai pendidikan ataupun keahlian (91%). Hal ini menunjukan
bahwa memang kehidudan perkawinan dapat menjadi pencetus
terjadinya skizofrenia jika terjadi akumulasi masalah yang tidak dapat
diselesaikan (Hawari,2001;Satrio, dkk, 2015). Begiu juga pendidikan,
pendidikan dapat menjadi sumber koping individu yang dapat membantu
individu dalam mengatasi stress (Stuart & Laraia,2005;Satrio, dkk,
2015).
E. Mekanisme Koping
Pada klien skizofrenia , klien berusaha untuk melindungi dirinya dalam
pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya . klien akan melakukan
regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya , melakukan proyeksi
sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri yhang
berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan
terhadap pengalaman internal ( Stuart & Laraia,2005; Satrio, dkk, 2015)
F. Sumber koping
Berdasarkan (seteruat dan laraia, 2005;Satrio, dkk, 2015), sumber koping
merupakan hal yang penting dalam membantu klien dalam mengatasi
stressor yang di hadapinya.Sumber koping tersebut meliputi aset ekonomi,
sosial support, nilai kemmpuan individu mengatasi masalah. Apabila
individu mempunyai sumber koping yang adekuat maka ia akan mampu
beradaptasi dan mengatasi stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang ditunjukan individu
ketuka mengalami streres. Hal tersebut sesuai dengan (videbeck,2008;Satrio,
dkk, 2015) yang menyatakan bahwa keluarga merupakan salah satu sumber
pendukung yang utama dalam penyembuhan klien skizofrenia. Psikosis atau
skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang
memerlukan penyesuaian yang baik bagi klien dan keluarga. Proses
penyesuaian pasca psikotik terdiri dari empat fase: (1) disonansi kognitif
(psikosis aktif),(2) pencapaian wawasan ,(3) stabilitas dalam semua aspek
kehidupan(ketetapan kognitif), dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau
tujuan pendidikan (ordinariness). Proses multifase penyesuaian dapat
berlangsung 3 sampai 6 tahun ( Moller,2006, Satrio, dkk, 2015):
a. Efikasi / kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi
gejala dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama
memakan waktu 6 sampai 12 bulan.
b. Awal pengenalan diri / insight sebagaio proses mandiri melakukan
pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan.pencapaian keterampilan ini
memakan waktu 6 sampai 18 bulan bulan dan tergantung pada
keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c. Setelah mencapai pengenalan diri/ insight, proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan
reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan
dengan sekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d. Ordinariness / kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat
dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-
hari mencerminkan tujuan prepsychosis fase ini berlangsung selam 2
tahun. Sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap
penyakit , keuangan dan keetersediaan energi , dan kemampuan untuk
menyediakan dukungan yang berkelanjutan mempengaruhi jalanya
penyesuaian postpsychotic.
.
G. Daftar Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Di Kaji
1. Masalah keperawatan : Diagnosis Keperawatan NANDA-1 rentang respon
neurobiologis, skizofrenia dan gangguan psikotik(Stuart,2009;Satrio, dkk,
2015):
Anxiety
Impaired verbal Communication*
Confusion, Acute
Compromised family coping
Ineffective coping
Decisional conflict
Hopelessness
Impaired memory
Noncompliance
Disturbed personal identity
Ineffective role performance
Self care deficit (bathing/hygiene, dressing/grooming)
Disturbed sensory perception*
Impaired social interaction*
Social Interaction
Risk of suicide
Ineffective therapeutic regiment management
Disturbed thought processes*
2. Halusinasi
a. Penglihatan
Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain, benda
mati atau stimulus yang tak terlihat
Tiba lari ke ruangan lain
b. Pendengaran
Melirik mata ke kanan / ke kiri untuk mencari sumber suara
Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang
berbicara/benda mati di dekatnya
Terlibat pembicaraan dengan benda mati atau orang yang tidak
nampak
Menggerakan mulut seperti mengomel
c. Pengecapan
Meludahkan makanan atau minuman
Menolak makanan atau minum obat
Tiba-tiba meninggalkan meja makan
d. Penghirup
Mengkerutkan hidung seperti menghirup udara yang tak enak
Menghirup bau tubuh
Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain
Berespon terhadap bau dengan panic
e. Peraba
Menampar diri sendiri seakan akan memadamkan api
Melompat lompat di lantai seperti menghinidari sesuaatu yang
menyakitkan
f. Sintetik
Mengverbalisasi terhadap proses tubuh
Menolak menyelesaikan tugas yang mengguanakan bagian
tubuh yang diyakini tidak berfungsi
a) Data subjektif :
Pasien Mengatakan :
a) Melihat bayangan,sinar,bentuk geometris,bentuk kartun, melihat
bantu atau monster
b) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
c) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
d) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
e) Mencium bau-bauan seperti bau darah,urin atau feses.
f) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b) Data objektif
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Mengarahkan telinga kearah tertentu
4. Menutup telinga
5. Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
6. Ketakuatan pada sesuatu yang tidak jelas
7. Mencium sesuatu seperti membaui bau-bauan tertentu
8. Menutup hidung
9. Sering meludah
10. Muntah
11. Menggaruk-garuk permukaan kulit (kemenkes,2012;Satrio, dkk,
2015)
H. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
2. Diagnosis medis : Skizofrenia
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Keluarga
Kesimpulan status kesehatan jiwa keluarga adalah : Terdapat salah satu anggota
keluarga yang menderita gangguan jiwa halusinasi pendengaran
Observasi
Palpasi:
Bola mata teraba kenyal, tidak terdapat nyeri tekan.
Pemeriksaan Inspeksi:
Hidung - Lubang hidung simetris kanan dan kiri
- Hidung tepat berada di tengah wajah
- Tidak terdapat pernafasan cuping hidung
- Tidak terdapat bekas luka
- Tidak terdapat massa baik di dalam maupun di luar hidung
- Tidak terdapat secret, perdarahan dan polip pada bagian
dalam hidung
- Fungsi penciuman : baik
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan pada sinus-sinus hidung saat
dilakukan palpasi menggunakan ujung 3 jari.
Pemeriksaan Inspeksi:
Telinga - Daun telinga: Simetris kanan dan kiri
- Tidak tampak bekas luka pada daerah telinga dan sekitarnya
- Kondisi lubang telinga : tidak terdapat serumen dan tidak
terdapat perdarahan
- Fungsi pendengaran : baik
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri pada daerah tragus.
Pemeriksaan Inspeksi:
Mulut - Lipatan nasobial : tepat berada di tengah
- Bibir : tepat berada di tengah wajah, berwarna merah muda,
mukosa bibir lembab, tidak terdapat luka pada daerah bibir
- Gigi : gigi masih lengkap, terdapat karies giigi
- Gusi : berwarna merah muda,
- Tidak terdapat stomatitis (sariawan)
- Lidah : tepat berada di tengah, tampak bersih
- Ovula : tepat berada di tengah berwarna merah muda
- Tonsil : T1 (normal)
Pemeriksaan Inpeksi:
Leher - Tampak simetris
- Tidak terdapat pembengkakan di sekitar leher
- Warna sama dengan kulit sekitar
- Tidak terdapat bekas luka
Palpasi :
- Trakea : tidak teraba adanya deviasi trakea
- Kelenjar limfe : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar
limfe, dan tidak terdapat nyeri tekan
- Vena jugularis : tidak teraba adanya distensi vena jugularis
- Kelenjar tiroid : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar
tiroid.
Pemeriksaan Inspeksi:
Thorax - Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
- Tidak tampak bekas luka operasi, tidak ada lesi
- Warna kulit tampak sama
Palpasi :
- Pengembangan dinding dada teraba simetris kanan dan kiri
saat inspirasi dan ekspirasi
- Tidak teraba adanya massa
-Teraba getaran saat dilakukan pemeriksaan taktil fremitus
Perkusi :
- Pada ICS 3-5 sebelah kiri sternum terdengar pekak
Auskultasi :
- Tidak terdengar suara nafas tambahan (whezing)
Pemeriksaan Inspeksi:
Abdomen - Bentuk abdomen datar
- Warna kulit sama dengan warna di sekitarnya, tidak memar
- Tidak tampak massa
- Umbilikus : normal, tidak menonjol
- Tidak tampak pernafasan abdomen
Auskultasi :
- Bising usus terdengar 10x/menit
Perkusi :
- Terdengar timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi :
- Tidak terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah
(Hipogastrium), terdapat nyeri pada uluhati klien
- Tidak terdapat nyeri tekan pada McBurney
Pemeriksaan Inspeksi :
Genetalia - Kebersihan genetalia : tampak bersih
Pemeriksaan Inspeksi:
Muskoloskeletal - Persebaran warna kulit ekstremitas atas dan bawah merata
- Ekstremitas atas dan bawah simetris
- Tidak ada kelainan bentuk
- Tidak terdapat lesi pada ektermitas atas dan bawah.
Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan pada ekstremitas atas dan bawah.
- Saat dilakukan palpasi pada daerah pretibial, kulit dapat
kembali dengan cepat
IV . Pengkajian Keluarga
Genogram
Keterangan
Laki-laki
Perempuan
Klien
1. Tipe keluarga :
Dikeluarga Tn A menganut tipe keluarga patriaki dimana semua keputusan
diambil oleh sang KK yaitu Tn A.
3. Perkembangan keluarga :
a. Tahap perkembangan keluarga
Keluarga Tn A merupakan keluarga yang terbuka, Tn. A selalu
menyesuaikan peran masing-masing anggota kelyarganya dimana seorang
istri berperan layaknya istri dan anak-anaknyapun begitu, walaw anak
pertamanya sudah bekerja tetapi Tn A tidak pernah meminta anaknya untuk
berperan dalam menopang rumahtangganya.
4. Struktur keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
Di dalam keluarga Tn A dalam mengambil keputusan dan masalah selalu
dibicarakan sehingga masalah satu dengan yang lainnya didiskusikan, seperti
masalah anaknya mereka selalu berkomunikasi bagaimana menghadapinya.
5. Kondisi lingkungan
a. Karakteristik rumah
Rumah Tn A merupakan rumah yang permanen, dengan pentilasi dan kamar
mandi sesuai standar kesehatan.
B. Analisa Data
DO :
- Saat klien membicarakan
orang-orang sekitarnya klien
sering emosi dan marah.
- emosi klien sering berubah
- Klien berbicara dengan
3. lambat dan berulang
Ansietas
DS :
- Keluarga mengatakan cemas
jika anaknya marah-marah
kembali
- Keluarga mengatakan cemas
bila anaknya berbicara
sendiri terulang kembali
- Keluarga selalu bertanya
tentang penyakit anaknya
DO :
- Tampak wajah cemas dari
orang tua klien
- Tampak orangtua klien
selalu bertanya tentang
penyakit klien
Pohon Masalah
RPK
Isolasi Sosial
Diagnosa keperawatan
1. - Mengidentifikasi fokus S:
masalah klien - Mendengar suara berisik
- Membantu klien bila mendengar gelisah
mengidentifikasi halusinasi - Suara muncul saat sendiri
- Melatih klien O:
mengidentifikasi halusinasi - Kontak mata mudah
dengan menghardik teralih
- Melatih klien - Kadang-kadang suka
mengendalikan halusinasi menyendiri
dengan memanfaatkan A:
obat - GSP : Halusinasi
- Melatih klien
mengendalikan halusinasi Penglihatandan RPK
dengan cara bercakap- P:
cakap
- Melatih klien - Masalah belum teratasi
mengendalikan halusinasi lanjutkan intervensi
dengan kegiatan terjadwal
2.
- Mengidentifikasi fokus S:
masalah klien - Mendengar suara berisik
- Membantu klien sesekali bila mendengar
mengidentifikasi halusinasi gelisah
- Melatih klien - Suara muncul saat sendiri
mengidentifikasi halusinasi O:
dengan menghardik - Kontak mata mudah
- Melatih klien teralih
mengendalikan halusinasi - Kadang-kadang suka
dengan memanfaatkan menyendiri
obat A:
- Melatih klien - GSP : Halusinasi
mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap- Penglihatandan RPK
cakap P:
- Melatih klien
mengendalikan halusinasi - Masalah belum teratasi
3. dengan kegiatan terjadwal lanjutkan intervensi
- Mengidentifikasi fokus S :
masalah klien - Suara berisik mulai jarang
- Membantu klien didengar bila mendengar
mengidentifikasi halusinasi klien langsung mencari
- Melatih klien kesibukan
mengidentifikasi halusinasi - Klien berusaha untuk
dengan menghardik tidak sendirian
- Melatih klien O :
mengendalikan halusinasi - Kontak mata mulai fokus
dengan memanfaatkan - Klien jarang menyendiri
obat A:
- Melatih klien
- GSP : Halusinasi dan RPK
mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap- P :
cakap
- Melatih klien - Masalah belum teratasi
mengendalikan halusinasi lanjutkan intervensi
dengan kegiatan terjadi
Mengidentifikasi fokus S:
masalah keluarga - Keluarga mengatakan cemas
Membantu keluarga bila klien mulai mengurung
mengidentifikasi waham diri
pendengaran - Keluarga mengatakan
Melatih keluarga mengatasi bingung cara mengalihkan
waham dengan bersosialisasi waham klien
Melatih keluarga mengatasi - Keluarga mengatakan
waham klien dengan kreatifitas seperti apa yang
melakukan kegiatan bisa mengalihkan waham
berkreatifitas klien
O:
- keluarga selalu bertanya
tentang waham anaknya
- keluarga terlihat cemas
A:
Ansietas
P:
Lanjutkan intervensi
Mengidentifikasi fokus S:
masalah keluarga - keluarga mulai dapat
Membantu keluarga
mengidentifikasi waham menerangkan apa itu
pendengaran
Melatih keluarga mengatasi waham pendengaran
waham dengan bersosialisasi - Keluarga mulai
Melatih keluarga mengatasi
waham klien dengan membantu klien
melakukan kegiatan
berkreatifitas berinteraksi dengan
keluarga terdekat klein
- Keluarga mulai mencari
kegiatan apa saja yang
akan dilakukan klien
untuk mengalihkan
waham pendengarannya
O:
- Keluarga dapat menjawab
pertanyaan perawat
tentang waham
pendengaran
- Keluarga masih belum
dapat menyusun kegiatan
klien
A:
- Ansietas
P:
Mengidentifikasi fokus - Lanjutkan intervensi
masalah keluarga
Membantu keluarga
mengidentifikasi waham S:
pendengaran - Keluarga telah membuat
Melatih keluarga mengatasi
waham dengan bersosialisasi jadwal kegiatan apa saja
Melatih keluarga mengatasi yang akan dilakukan klien
waham klien dengan
melakukan kegiatan untuk mengalihkan
berkreatifitas
waham pendengarannya
O:
- Tampak tersusun kegiatan
klien dalam 1minggu
A:
- Ansietas
P:
hentikan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap pertama dan utama dalam proses keperawatan.
Tahap pengkajian dimulai dari pengumpulan data dan perumusan masalah klien.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokan menjadi faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber kopingdan
mekanisme koping
Hasil pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran, Dari hasil pengkajian ditemukan klien mendengar suara-suara gaduh
suara itu muncul pada saat klien sendiri saat pagi siang dan malam hari selama 5-7
menit klien merasa jengkel dan ingin marah ketika suara itu muncul. Dari kondisi
diatas bisa disimpulkan bahwa klien mengalami halusinasi pendengaran.
Masalah keluarga dan pendidikan dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia hal ini
ditunjukan oleh penelitian (Tarrier dkk,1998;Satrio, dkk, 2015) yang menemukan bahwa
skizofrenia ditemukan pada 24 responden (33.33%) yang hidup sendiri dan 78 responden
tidak mempunyai pendidikan ataupun keahlian (91%). Hal ini menunjukan bahwa
memang kehidudan perkawinan dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia jika terjadi
akumulasi masalah yang tidak dapat diselesaikan (Hawari,2001; Corolina, 2008;Satrio,
dkk, 2015). Berdasarkan teori diatas bahwa asumsi penulis terhadap data diatas bahwa
perilaku yang dilakukan klien seperti mendengar suara-suara tanpa ada wujudnya yang
berisi kegaduhan bermula ketika klien bercerai pada suami yang pertama dan saat itu
suami mengatakan dirinya jelek dan tidak berguna.
Berdasarkan teori di atas bahwa asumsi peneliti adalah faktor predisposisi yang
dialami oleh klien merupakan bagian dari faktor psikologis,bahwa pengalaman masalalu
yang tidak menyenangkan yang berupa bercerai (kegagalan dalam rumah tangga), frustasi
terhadap diri sendiri,merasa malu dan tidak berguna itu salah satu penyebab terjadinya
halusinasi pada klien.
B. DiagnosaKeperawatan
Berdasarkan teori dari Yusuf, dkk (2015), setelah data terkumpul dan didokumentasikan dalam
format pengkajian kesehatan jiwa, maka seseorang perawat harus mampu melakukan analisis data
dan menetapkansuatu kesimpulan terhadap masalah yang dialami pasien. Hasil kesimpulan
tersebut kemudian dirumuskan menjadi masalah keperawatan..klien biasanya memiliki lebih dari
satu masalah keperawatan.Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien adalah :
1. Diagnose pertama yang ditemukan pada klien yaitu halusinasi penglihatan ditandai
dengan Klien mengatakan melihat hantu atau bayangan. Klien mengatakan bayangan itu
datang pagi, siang dan sore hari tetapi paling sering pada malam hari. Klien merasa
jengkel dan ingin marah dan merasa jengkel ketika bayangan itu muncul. Klien
mengatakan bingung terhadap bayangan yang mengganggu tidak ada wujudnya.
2. Diagnose kedua yang ditemukan pada klien yaitu risiko perilaku kekerasan ditandai
dengan Klien mengatakan dirumah sering marah marah. Klien mengatakan pernah
memukul barang- barang dan temannya. Klien mengatakan jengkel dan ingin marah jika
melihat hantu atau bayangan
3. Diagnosa ketiga yang ditemukan pada klien yaitu ansietas detandai dengan keluaraga
memiliki ke khawatiran klien mengalami kekambuhan.
D. ImplementasiKeperawatan
Pada klien tindakan keperawatan yangtelahdilakukanuntukdiagnosakeperawatan
dengan halusinasi yaitu identfikasi halusinasi (isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi
pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi). Menjelaskan cara mengontrol halusinasi:
hardik, obat, becakap-cakap, melaukan kegiatan harian. Klien juga dilakukan latihan
terapi aktfitas kelompok (TAK) yaitu pada sesi 1: klien dilatih mengenali halusinasi,
SP1 yaitu latihan menghardik, sesi 2 latihan manfaat minum obat, sesi 3 latihan
bercakap-cakap kepada teman, perawat,sesi4 latihan kegiatan harian,sesi5 evaluasi
kemampuan mengendalikan halusinasi penglihatan.
Masalah keperawatan kedua resiko perilaku kekerasan yaitu pertama perawat
membantu klienuntuk mengendalikan perilaku kekerasan dengan latihan Tarik napas dalam, puk
bantal atau kasur, latihan manfaat minum obat, latihan 3 M (meminta, mengungkapkan,menolak).
Dan latihan berkenalan serta bercakap – cakap untuk mengurangi isolasi sosial klien
E. EvaluasiKeperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaituevaluasi proses dan evaluasi
formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan
(Afnuhazi,2015)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini diambil berdasarkan pendekatan proses asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Dari hasil pengkajian ini ditemukan klien mendengar bisikan-bisikan yang mengajak
bermain sehungga mengganggu pikirannya.Klien mengatakan bisikan itu datang setiap
klien sendirian. Dari kondisi diatas bisa disimpulkan bahwa klien mengalami halusinasi,
jenis halusinasi penglihatandan klien masuk dalam fase halusinasi comdeming
( halusinasi, cemas sedang). Respon klien termasuk kedalam respon maladaptif.
Dimungkinkan dari pemeriksaan maping genetik tidak ditemukan unsur genetic yang
mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa pada klien, dan kondisi klien dimungkinkan
mengalami kerusakan pada lobus prefrontal yang berfungsi sebagai aktivasi motorik,
intelektual, perencanaan konseptual, aspek kepribadian, aspek produksi bahasa bahwa
terdapat gangguan pada nenurotransmitter yaitu dopamine dan serotonin sehingga
menyebabkan kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjadi halusinasi dan
kesalahan dalam membuat kesimpulan yang berkembang menjadi delusi. Kemungkinan
tidak ada pengaruh imunvirologi yang menyebabkan klien mengalami gangguan jiwa dan
faktor psikologis yang menyebabkan klien mengalami gangguan jiwa adalah pengalaman
masa lalu faktor sosial budaya yang menyebabkan klien mengalami gangguan jiwa,
faktor interpersonal yang meliputi kominukasi yang tidak efektif, atau menarik diri dalam
hubungan dan kehilangan kontrol emosional. Klien mengatakan tidak mampu
menyelesaikan masalah sendiri faktor presipitasi penyebab klien mengalami gangguan
jiwa adalah penurunan fungsi lobus frontal yang menyebabkan gangguan pada proses
umpan balik dalam penyampaian informassi yang menyebabkan poses informasi
overload, klien mengalami kerusakan penilaian , klien tidak memiliki sumber koping
yang efektif baik dari asset material, social, support maupun nilain dan kemampuan
individu mengatasi masalah bahwa klien tidak mempunyai mekanisme koping yang baik
untuk dirinya.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul ada 1 berdasarkan prioritas yaitu Gangguan Sensori
Persepsi Halusinasi
3. Rencana keperawatan
Untuk mengontrol halusinasi selain dengan menggunakan Sp halusinasi seperti
menghardik, latihan obat, bercakap-cakap dan melatih kegiatan bisa juga dengan
menggunakan terapi kreatifitas tarik nafas dalam agar dapat mengontrol halusinasi yang
ada.
4. Implemnetasi keperawatan
Implementasi yang dilakukan adalah penerapan pedoman rencana tindakan Keperawatan
dan selanjutnya dapat menerapkan terapi aktivitas tarik nafas dalam
5. Evaluasi keperawatan
Dari implementasi asuhan keperawatan yang diberikan terhadap pasien halusinasi dengan
penerapan pedoman tindakan keperawatan didapatkan klien mampu menerapkan apa
yang diajarkan oleh perawat dan efektif dalam proses perbaikan klien.
B. SARAN
Hasil makalah ini diharapkan dapat menjadikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
1. Bagi penulis
Dapat menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan halusinasi.Meningkatkan
keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
2. Bagi profesi
Perawat dalam memberikan panduan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan
halusinasi sehingga klien mendapatkan penanganan tepat dan optimal
Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan Standart Operasional Prosedure dan
dilanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan gangguan persepsi
sensori:halusinasi pendegaran
3. Bagi Komunitas
Agar keluarga dan lingkungan terdekat mau membantu dan memanusiawikan pasien
ODGJ disekitarnya, sehingga ODGJ dapat kembali hidup niormal nantinya, taati instruksi
dokter dan terapkan latihan yang telah diberikan oleh perawat
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, R., & Utami, S. (2014). Efektifitas terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat
halusinasi pada pasien halusinasi dengar di RSJ Tampan Provinsi Riau (Doctoral
dissertation, Riau University).
Halawa, A. (2015). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 Terhadap
Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasienskizofrenia Di Ruang
Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur Surabaya. Jurnal Keperawatan, 4(1), 30-37.
Lahyuni, M. (2017).Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan Harga Diri Rendah Di
Kelurahan Andalas Wilayah Kerjapuskesmas Andalas Kota Padang.