Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN JIWA KOMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN TERHADAP Tn D DENGAN

HALUSINASI PENDENGARAN DIDESA MANDAH

Disusun oleh :

KELOMPOK II

ANINDHITA DESMA EMNI

DAMAYAN BAGUS PRASETYO

ENI TRIYANA DEWI

MELLIA ANDRIANI

MOCH ALFAN NURRUDIN

RINI UTAMI HAUZANI

SUKMA VIDIA CHOIRUNNISA

TEDDY IRAWAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN JIWA KOMUNITAS

Disusun Oleh:
KELOMPOK II

Pringsewu, April 2022


Mengetahui Pembimbing Akademik

Ardinata, S.Kep.,Ners.,M.Kep.
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, alhamdulillah kami ucapkan rasa syukur atas terselesaikannya
makalah tentang praktek profesi manajemen keperawatan. Sholawat
teriring salam semoga tertujukan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarga, sahabat, kepada orang-orang yang senantiasa menjalankan
sunnah Beliau.

Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada pembimbing Akademik dan


pembimbing klinik yang turut membantu kami dalam penyusunan
makalah ini.Makalah ini kami susun dengan mendapatkan referensi dari
beberapa sumber, dan apabila dalam penyusunan makalalah ini masih
banyak kekurangan baik dalam segi penulisan dan penyusunan tata
bahasa kami mohon maaf.

Akhir kata kami berharap semoga makalah praktek profesi


manajemen keperawatan ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung,

April 2022
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………..
HALAMAN KONSUL……………………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………….
B. Tujuan……………………………………………………………………..
C. Manfaat…………………………………………………………………….
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Halusinasi...............................................................................
B. Klasifikasi Halusinasi...........................................................................
C. Proses
TerjadinyaHalusinasi.........................................................................................
....
D. Stressor Pencetus .................................................................................
E. Mekanisme Koping................................................................................
F. Sumber Koping .....................................................................................
G. Daftar MasalahKeperawatan dan Data yang perlu dikaji ...................
H. PohonMasalah ...............................................................................
I. Diagnose Medis.............................................................................
BAB III APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

A. Pengkajian...............................................................................................
B. Analisa Data...........................................................................................
C. Prioritas Masalah....................................................................................
D. .Catatan perkembangan.........................................................................
BAB IVPEMBAHASAN

A. Pengkajian ............................................................................................
B. Diagnosa ................................................................................................
C. Intervensi ............................................................................................
D. Implementasi Dan Evaluasi ...................................................................
BAB V KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Lampiran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kesehatan menurut WHO (2015) adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial
yang lengkap dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan.Sedangkan
kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi perasaan sejahtera secara subyektif, suatu
penilaian diri tentang perasaan mencakup aspek konsep diri, kebugaran dan
kemampuan pengendalian diri (Herawati, (2020).
Menurut Townsend (2009 dalam Satrio,dkk, 2015) gangguan jiwa adalah
respon maladaptif terhadap stressor dari dalam dan luar lingkungan yang
berhubungan dengan perasaan dan perilaku yang tidak sejalan dengan budaya atau
kebiasaan atau norma setempat dan mempengaruhi interaksi sosial individu,
kegiatan dan fungsi tubuh.
Menurut World Health Organization (2015), masalah kesehatan jiwa diseluruh
dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius, paling tidak ada satu
dari empat orang didunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada
sekita 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa Lahyuni,
(2017).
Hasil Risksedas tahun 2018 menunjukan, terdapat 0,17 % penduduk Indonesia
yang mengalami gangguan mental berat (skizofrenia) atau secara absolute terdapat
400 ribu jiwa lebih penduduk Indonesia. Bila dilihat menurut provinsi, prevalensi
gangguan jiwa berat paling tinggi ternyata terjadi provinsi aderah istimewa
Yogyakarta (DIY). Hasil Rikesdas tahun 2018 menunjukan, sekitar 3 dari setiap
1.000 orang penduduk DIY mengalami gangguan jiwa berat. Sedangkan di
Provinsi Lampung terdapat 0,08% penduduk mengalami Gangguan Mental Berat
(Skizofrenia).
Skizofrenia merupakan suatu syndrome klinis atau proses penyakit yang
mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan
dan perilaku yang aneh dan terganggu (Videback, 2008 dalam Satrio, dkk 2015)
sedangkan Menurut WHO (2009) dalam Satrio, dkk (2015) skizofrenia merupakan
gangguan jiwa berat yang dikarakteristikan dengan terjadinya distorsi persepsi,
pikiran, dan emosi yang tidak sesuai.
Penyebab Skizofrenia belum pasti.Kemungkinan besar tidak ada faktor
tunggal.Penyakit ini mungkin hasil dari kombinasi termasuk faktor biologis,
psikologis dan sosial lingkungan (Stuart, 2009 dalam Satrio, 2015).
Halusinasi merupakan salah satu gejala postif dari Skizofrenia. Halusinasi
adalah suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana tidak terdapat
stimulasi terhadap resptor-reseptornya, halusinasi merupakan persepsi sensori yang
salah yang mungkin meliputi slaahs atu dari kelima panca indra. Hal ini
menunjukan bahwa halusinasi dapat bermacam-macam yang meliputi halusinasi
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan (Townsend, 2009
dalam Satrio, dkk 2015). Data yang biasa didapatkan pada pasien halusinasi adalah
klien mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap, melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hantu atau monster, mencium bau-bauan seperti bau darah, urin,
feses. Klien berbicara sendiri, tertawa sendiri, mengarahkan telinga kearah tertentu,
ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas dan menunjuk-nunjuk kearah tertentu.
Menurut Struart dan Laraia (2005; dalam Satrio, dkk 2015) menjelaskan bahwa
70% klien Skizofrenia mengalami halusinasi dengar.Persentase diatas menunjukan
bahwa halusinasi dengar merupakan halusinasi yang mayoritas dijumpai pada klien
Skizofrenia.
Berdasarkan angka kejadian diatas membuktikan bahwa masih banyaknya
pasien dengan masalah utama halusinasi.Halusinasi dapat menyebabkan
kecemasan atau ansietas,bunuhdiri,menciderai diri,menciderai orang lain serta
lingkungan. Oleh karena itu, kami tertarik untuk mengangkat kasus jiwa
komunitas terhadap keluarga Tn A, dengan asuhan keperawatan jiwa komunitas
terhadap Tn D dengan halusinasi dengar didesa Mandah

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memaparkan konsep dan teori halusinasi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
b. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi dengar
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran
c. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran
d. Mampu membuat intervensi  atau rencana keperawatan pada klien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
e. Mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada klien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
f. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan  gangguan
persepsi sensori :  halusinasi pendengaran
g. Mampu membandingkan tindakan yang ada dengan jurnal penelitian.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Halusinasi
Pengertian halusinasi
a. Menurut (fontaine,2009; Satrio,dkk, 2015) halusinasi adalah terjadinya
penglihatan, suara, sentuhan , bau maupun rasa tanpa situmulus ekternal
terhadap organ-organ indra.
b. Sedangkan menurut (Towsend, 2009; Satrio, dkk 2015), halusinasi
merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalan indra dimana tidak terdapat
sitimulasi terhadap reseptor-reseptornya,halusinasi merupakan persepsi
sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari menunjukan
bahwa halusinasi dapat bermacam-macam yang meliputi halusinasi
pendengaran, penglihatan , penciuman, perabaan dan pengecapan.
c. Menurut (Stuart2009: Satrio, dkk 2015), halusinasi adalah distorsi persepsi
palsu yang terjadi pada respon neorobiologis yang maladaktif, klien
mengalami distorsi sensori yang nyata dan meresponnya, namun dalam
halusinasi situmulus internal dan ekternal tidak dapat di identifikasi.
d. Sedangkan (NANDA-I 2009-211; Satrio, dkk, 2015), juga mengatakan
bahwa halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah dan pola situmulus
yang diterima sertai penurunan berlebih atau distori atau kerusakan respon
beberapa situmulus.
e. Sedangkan (Sturat dan laraia 2005;Satrio, dkk, 2015) juga mejelaskan bahwa
70% klien skizofernia mengalami halusinasi dengar.persentase diatas
menunjukan bahwa halusinasi dengar merupakan halusinasi yang mayoritas
di jumpai pada klien skizofrenia.
B. Klasifikasi Halusinasi
a. Halusinasi penglihatan
Sedang pada halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat bayangan
yang sebenarnaya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang
telah meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuk nya menakutkan
(Cancro & lehman, 2000;Satrio, dkk, 2015). Isi halusinasi penglihatan klien
adalah klien melihat cahaya, bentuk geometris, kartun atau campuran antara
gambaran bayangan yang komplek, dan bayangan tersebut dapat
menyenangkan klien atau juga sebalik nya mengerikan ( struat &
laraia,2005; Satrio, dkk, 2015).

b. Halusinasi pendengaran
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai pada
klien skizoferinia.papolos dan papolos (2002, dalam fokan bahwa halusinasi
ntaine, 2009; Satrio, dkk, 2015) menyatkan halusinasi delusi mencapai 90%
merupakan masalah utama yang paling sering di jumpai 70%. Diperkuat oleh
(stuart dan laria 2005; Satrio, dkk, 2015) yang menyatakan bahwa klien
skizoferinia 70% mengalami halusinasi dengar. Senada dengan pertanyaan
diatas (Stuart 2009; Satrio, dkk, 2015) yang juga menyatakan bahwa
halusinasi yang paling sering dikaitkan dengan skizoferenia, skitar 70%
klien skizofrenia mengalami halusinasi dengar.
Pertanyaan diatas menunjukan bahwa perentase halusinasi dengar
merupakan perentase terbesar yang di temukan pada (copel 2007; Satrio,
dkk, 2015), halusinasi pendengaran paling sering terjadi pada skizofrenia,
ketika klen mendengar suara-suara,suara tersebut terpisah dari pikiran klien
sendri. Isi suara-suara tersebut mengancam dan menghina, sering sekali
suara tersebut memerintah klien untuk melakukan tindakan yang akan
melukai klien dan orang lain.
Menurut (Stuart 2009; Satrio, dkk, 2015), pada klien halusinasi dengar tanda
dan gejala dapat dikateristik dengar bunyi atau suara, paling sering dalam
bentuk suara, rentang dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara
tersebut membicarakan tentang pasien,sampai percakapan yang komplet
antara dua orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi.
c. Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa mencium aroma atau
bau tertentu sperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau
bau busuk atau bau yang tidak sedap ( cancro dan lehman, 2000 dalam
videbeck, 2008; Satrio, dkk, 2015).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh (Struat 2009; Satrio, dkk, 2015)
pada halusinasi penciuman, klien dapat mencium busuk,jorok,dan bau tengik
seperti darah,urin, atau tinja, kadang-kadang bau bias menyenangkan,
halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke,kejang, dan
demensia.
d. Halusinasi pengecapan
Sementara itu pada halusnasi pengecapan, isi berupa klien mengecap rasa
yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti
sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit atau
mungkin seperti rasa tertentu. Atau berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir
seperti darah, urine atau feces ( struat& laraia., 2005 ; Satrio, dkk, 2015).
e. Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik
yang menjalar keseluruh tubuh aatu binatang kecil yang merayap di kulit
( cancro& lehman;Satrio, dkk, 2015). Klien juga dapat mengalami nyeri atau
tidak nyaman tanpa adanya situmulus yang nyata, seperti sensasi listrik dan
bumi, benda mati ataupun dan orang lain (Struat& laraia, 2005;Satrio, dkk,
2015).
f. Halusinasi chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa pungsi tubuh seperti darah
berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan, atau bentuk urin
( videbeck, 2008;Satrio, dkk, 2015).

g. Halusinasi kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensai tubuh, gerakan
tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi gerakan
sambil berdiri tak bergeraak( videbeck, 2008; Satrio, dkk, 2015)
Fase- fase halusinasi sebagai berikut :
a. Comporting ( halusinasi menyenangkan,cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang itense seperti cemas,
kesepian, merasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenang kan untuk menghilangkan kecemasan.seseorang
mengenal bahwa pikiran pengalaman sensori berada dalam kesadaran control
jiika kecemasan tersebut
Bias dikelola.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1. Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tanpak tidak tepat
2. Menggerakan bibir tanpa membuat suara
3. Pergerkan mata yang tepat
4. Respon verbal yang lambat seperti asyik
5. Diam dan tanpak asik
b. Comdeming ( halusinasi menjijikan, cemas sedang )
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi
yang mulai merasa kehilangan control dan mungkin berusaha menjauh diri,
sertra merasa malu karna adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik
dari diri orang lain.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1. Ditandai dengan peningkatan kerja syisem syraf autonomic yang
menunjukan kecemasan missal nya terdapat peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
2. Rentangperhatian menjadi sempit
3. Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realias

c. Controlling ( pengalaman sensori berkuasa, cemas berat )


Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman
halusinasinya.Isi halusinasi bisa menjadi menarik/ memikat. Seseorang
mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori berakhir:
1. Arahan yang disertai halusinasi tidak hanya dijadikan obyek saja oleh
klien tetapi mun gkin diikuti/dituruti
2. Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
3. Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
4. Tanpak tanda kecemasan berat seperti berkeringtat,teremor, tidak mampu
mengikuti perintah.

d. Conquering ( melebur dalam pengaruh halusinasi, panic )


Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari
halusinasi.halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari
bila tidak ada itrvensi traupetik.
Perilaku yang dapat di observasi:
1. Perilaku klien tanpak seperti dihantui tremor dan panic
2. Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
3. Aktifitas fisik yang menggambarkan klien menunjukan isi dari halusinasi
misalnya kelien melakukan kekerasan, igatasi, menariik diri atau
katatonia.
4. Klien tidak dapat berespon pada arah kompleks
5. Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang
4. Rentang respon neorobiologis

RESPON ADAFTIF RESPON MALADAFTIF

1.Pikirn logis 1.kadang proses 1.gangguan


2.persepsi akurat fikir terganggu proses fikir
3.emosi konsisten 2.ilusi (waham)
dengan 3.emosi 2.halusinasi
pengalaman 4.prilaku tidak 3.RPK
4.prilaku sesuai biasa 4.prilaku tidak
5.menarik diri terorganisir
5.isolasi sosial
C. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi sering secara umum diemukan pada klien skizoferinia. Proses
terjadinya halusinasi pada klien skizofrenia dapa dijelaskan berdasarkan model
adaptasi struat dan laraia ( 2005; struart , 2009;Lelono, S. K, dkk, 2015 ) yaitu
faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian stressor, sumber koping dan juga
mekanisme koping.

1. Faktor predisposisi
Menurut stuart dan lansia (2005;stuart 2009;Lelono, S. K, dkk, 2015), faktor
presdisposisi yang dapat mengakibatkan terjadinya halusinasi pada klien
skizofrenia meliputi faktor biologi,psikologi dan juga sosialkultural.
a. faktor biologi
Menurut (videback 2008;Lelono, S. K, dkk, 2015), faktor biologi yang
dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah faktor
genetic,neurotomi,neurokimia serta imunovirologi.
 Genetik
Secara genetic ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (copel,
2007;Lelono, S. K, dkk, 2015). Sedangkan Buchanan dan carpeter
(2000, dalam dalam stuart dan laraia,2005;stuart,2009;Lelono, S. K,
dkk, 2015) menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam
menurunkan skizofrenia adalah kromosom6.sedangkan kromosom
lain yang juga berperan adalah kromosoni 4, 8, 15, dan 22,(cracdock
et al 2006 dalam stuart, 2009;Lelono, S. K, dkk, 2015). Penelitian
lain juga menemukan gen GAD 1 yang tanggung jawab
memproduksi GABA, dimana pada klien skizofrenia tidak dapat
meningkat secara normal sesuai perkembangan pada daerah
frontal,dimana bagian ini berfungsi dalam proses berfikir dan
pengambilan keputusan (Hung et al, 2007;Lelono, S. K, dkk, 2015).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak
kembar yang menujukan anak kembar identik beresiko mengalami
skizofrenia sebesar 50% sedangkan pada kembar non
identik/fraternal beresiko 15% mengalami skizofrenia, angka ini
meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita
skizofrenia (Cancro&lehman,2000;Satrio, dkk, 2015) semua
penelitian ini menunjukan bahwa faktor genetic hanya sebagian kecil
penyebab terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada faktor lain
yang juga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya skixofrenia.
 Neuroanatomi
Penelitian menunjukan kelainan anatomi,fungsional dan neurokimia
di otak klien skizofrenia hidup dan postmortem,penelitian
menunjukan bahwa kortek prefrontal dan system limbic tidak
sepenuhnya berkembang di otak klien dengan skizofrenia. Penurunan
volume otak mencerminkan penurunan baik materi putih dan materi
abu-abu pada neuron akson (Kuroki et al,2006; Satrio, dkk, 2015).
Hasil pemekrisaan computed tomography (CT)dan magnetic
resonance imaging (MRI), memperlihatkan penurunan volume otak
pada individu perkembangan skizofrenia, temuan ini memperlihatkan
adanya keterlambatan perkembangan jaringan otak dan atropi.
Pemeriksaan posistron Emission Termografi (PET)
menunjukan.penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal
selama tugas perkembangan kongnitif pada individu dengan
skizofrenia.penelitian lain juga menunjukan terjadinya penurunan
volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporalis
dan frontal (videback,2008;Satrio, dkk, 2015) perubahan pada kedua
lobus positif skizofrenia tersebut belum di ketahui secara pasti
penyebabnya.
Keadaan patologis yang terjuadi pada lobus temporalis dan frontalis
berkorelasi dengan terjadinya tanda-tanda positif negative dan
skizofrenia .(copel, 2007;Satrio, dkk, 2015) menyebutkan bahwa
tanda-tanda positif skizofrenia.seperti psikosis disebabkan karena
fungsi otak yang abnormal pada lobus temporalis .sedangkankan
tanda-tanda negatif seperti tidak ada kemauan atau motivasi dan
anhedonia disebabkan oleh fungsi otak yang abnormal pada lobus
frontalis.
Hal ini sesuai sadock dan sadock (2007 dalam towsen,2009;Satrio,
dkk, 2015) yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis
adalah aktivasi motorik,intelektual,perencanaan konseptual, aspek
kepribadian,aspek produksi bahasa . Sehingga apabila terjadinya
gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada
aktivitas motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan
juga emosi yang tidak stabil.sedangkan fungsi utama dan lobus
temporalis adalah pengaturan bahasa,ingatan dan juga emosi.
Sehingga gangguan yang terjadi pada kortek temporalis dan nucleus-
nukleus limbic yang berhubungan pada lobus temporalis akan
menyebabkan timbulnya gejala halusinasi.
 Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotesis
disregulasi pada skizorfenia,gangguan terus menerus dalam satu atau
lebih neurotrasmiter dan neuromodulator mekanisme pengaturan
homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil atau tidak
menentu.teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif
terhadap dopamine,sedangkan apa area prefrontal mengalami
hipoaktif sehingga terjadio keseimbangan antara system
neurotransmitter dopamine dan serotonin serta yang lain
(Stuart,2009;Satrio, dkk, 2015)pernyataan memberi arti bahwa
neurotransmitter mempunyai peranan yang penting menyebabkan
terjadinya skizofrenia.
Beberapa refrensi menunjukan bahwa neurutransmiter yang berperan
menyebabkan skizofrenia adalah dopamine dan serotonin.satu teori
yang terkenal yang memperlihatkan dopamine sebagai penyebab,ini
di buktikan dengan obat-obatan yang menyekat reseptor dopamine
pascasinaptik mengurangi gejala psikotik dan pada kenyataan
semakin efektif obat tersebut dalam dalam mengurangi gejala
skizofrenia. Sedangkan serotonin berperan sebagai modulasi
dopamine,yang membantu mengontrol kelebihan dopamine,beberapa
peneliti yakin bahwa kelebihan serotonin itu sendiri berperan dalam
perkembangan skizofrenia,ini di buktikan dengan penggunaan obat
antipsikotik antipikal seperti klozapin (clozaril) yang merupakan
antagonis dopamine dan serotonin.penelitian menunjukan bahwa
klozapin dapat menghasilkan penurunan gejalapsikotik secara
dramatis dan mengurangi tanda-tanda negative skizofrenia
(O’connor,1998; Satrio, dkk, 2015).
Adanya overload reuptake neuro transmitter dopamine dan serotonin
menyebabkan kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur
penerima dan pengirim informasi terganggu. Keeadaan inilah yang
mengakibatkan informasi tidak dapat diprosessehingga terjadi
kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjai halusinasi dan
kesalahan dalam membuat kesimpulan yang berkembang menjadi
delusi.
 Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menerntukan “Virus Skizofrenia” telah
berlangsung (Torrey et al, 2007; Satrio, dkk, 2015). Bukti campuran
menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap virus influenza
terutama selama trimester pertama, mungkinn menjadi salah satu
faktor penyebab skizofren pada beberapa orang tetapi tidak pada
orang lain ( brown et al, 2004;Satrio, dkk, 2015). Infeksi virus lebih
sering terjadi pada tempat-tempat keramaian dan musim dingin dan
awal musim semi dan dapat terjadi inutero atau pada anak usia dini
pada beberapa orang yang rentan (Gallagher et al, 2007;Satrio, dkk,
2015).
b. Faktor Psikologis
Selain faktor biologis diatas, faktor psilkologis juga ikut berperan
mengakibatkan terjadinya skizofren.Awal terjadinya skizofren
difokuskan pada hubungan dalam keluarga yang mempengaruhi
perkembangan ganggian ini, teori awal menunjukkan kurangnya
hubungan antara orang tua dan anak, serta disfungsi system keluarga
sebagai penyebab skizofren (Townsen, 2009;Satrio, dkk, 2015).
Penerlitian lain menyebutkan beberapa dengan skizofren menunjukkan
selain kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan
social, fungsin neuromotor dan respon emosional jauh sebelum mereka
menunjukkan gejala yang jelas dari skizofren (Schiffman et al, 2004
Satrio, dkk, 2015). (Sinaga 2007;Satrio, dkk, 2015) menyebutkan bahwa
lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar
pada perkembangan skizofren, pada masa kanak disfungsi situasi social
seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan hubungan
interpersonal yang kurang hangat diterima oleh anak sangat
mempengaruhi perkembangan neurogikal anak sehingga lebih rentan
mengalami skizofrenia di kemudian hari.
c. Faktor sosial Budaya
Adanya double bind dalam keluarga dan konflik dalam keluarga Torrey (
1995;Satrio, dkk, 2015). Juga menyebutkan bahwa salah satu faktor
social yang dapat menyebabkan terjadinya skizofren adalah adanya
disfungsi dalam pengasuhan anak maupun dinamika keluarga. Konflik
tersebut apabila tidak diatasi dengan baik maka akan menyebabkan
resiko terjadinya skizofren.
Berdasarkan (Townsend,2005;Satrio, dkk, 2015), faktor social cultural
meliputi disungsi dalam keluarga, konflik keluarga. Komunikasi double
bind serta ketidak mampuan seorang untuk memenuhi tugas
perkembangan. Hal ini didukung oleh (Seaward, 1997;Satrio, dkk, 2015)
menyebutkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh faktor interpersonal
yang meliputi komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang
berlebihan atua menarik diri dalam hubungan, dan kehilangan control
emosional. Pernyataan ini menunjukkan bahwa faktor sosial budaya
seperti pengalaman sosial dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
skizofrenia.
Pernyataan diatas didukung oleh penelitian (Tamer dkk,2002;Satrio, dkk,
2015) yang menunjukan bahwa karakteristik responden skizofrenia yang
mengalami halusinai adalah 216 orang berjenis kelamin laki-laki (70%)
dan berusia rata-rata 27 tahun. Hal berbeda dinyatakan oleh sinaga,
(2007) yang menyatakan bahwa prevalensi skizofrenia sama antara laki-
laki dan perempuan, tetapi berbeda dalam onset dan perjalanan penyakit.
Laki-laki mempunyai onset skizofrenia lebbih awal dibandingkan pada
wanita.
Penelitian (tamer dkk,1998;Satrio, dkk, 2015) juga menunjukan bahwa
76 responden skizofrenia tidak mempunyai pekerjaan (90%). Pekerjaan
sangat erat kaitanya dengan penghasilan dan ststus ekonomi individu.hal
ini di dukung oleh (sinaga,2007;Satrio, dkk, 2015) yang menyatakan
bahwa stress yang di alami oleh anggota kelompok kelompok sosial
ekonomi rendah berperan dalam perkembangan skizofrenia.
Masalah keluarga dan pendidikan dapat menjadi pencetus terjadinya
skizofrenia hal ini ditunjukan oleh penelitian (Tarrier dkk,1998;Satrio,
dkk, 2015) yang menemukan bahwa skizofrenia ditemukan pada 24
responden (33.33%) yang hidup sendiri dan 78 responden tidak
mempunyai pendidikan ataupun keahlian (91%). Hal ini menunjukan
bahwa memang kehidudan perkawinan dapat menjadi pencetus
terjadinya skizofrenia jika terjadi akumulasi masalah yang tidak dapat
diselesaikan (Hawari,2001;Satrio, dkk, 2015). Begiu juga pendidikan,
pendidikan dapat menjadi sumber koping individu yang dapat membantu
individu dalam mengatasi stress (Stuart & Laraia,2005;Satrio, dkk,
2015).

2. Faktor presipitasi Halusinasi


Kondisi normal, otak mempunyai peranan penting dalam meregulasi
sejumlah informasi.Informasi normal diproses melalui aktifitas neoron.
Situmulus visual dan audiotory dideteksi dan di saring oleh kan pada kelien
skizoferinia terjadi mekanisme yang abnormal dalam memperoses informasi
adalah faktor kesehehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu ( Stuart&
laria, 2005; Satrio, dkk, 2015).
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik diotak
yang mengatur jumlah dan waktu dalam peroses informasi.Stimuli
penglihatan dan pendengaran pada awal nya disaring oleh hipoyalamus dan
dikirim untuk diperoses oleh lobus frontal dan bila informasi yang
disampaikan terllu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut
salah, lobus frontal mengirimkan pesan operload ke ganglia basal dan
diingatkan lagi hipotalamus untuk memperlambat tranmisi kelobus frontal.
Penurunan fungsi lobus frontal menyebabkan ganguan pada peroses umpan
balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan peroses informasi
overload ( struat& laraia, 2005; Satrio, dkk, 2015). Setersor persipitasi yang
lain adanya abnormal pada pintu mekanisme pada klien skizofrenia, pintu
mekanisme adalah peroses elektrik yang melibatkan elektolit, hal ini memicu
penghambatan saraf dan rangsang aksi dan umpan balik yang terjadi pada
sistem saraf. Penurunan pintu mekanisme/gating proses ini ditujukan dengan
ketidakmampuan individu dalam memilih sitimuli secara selektif ( Hong et
al., 2007 dSatrio, dkk, 2015).

D. Penilaian terhadap stressor


Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individu ketika
menghadapi stressor yang datang. (Menurut sinaga,2007;Satrio, dkk, 2015),
faktor biologis,psikososial dan lingkungan saling menentegrasi atau sama
lain saat individu mengalami setres sedangkan individu sendiri memiliki
kerentanan ( diatesis ), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress maka akan
menimbilkan gejala skizofrenia. Model diatesis setres diatas sama seperti
model adaptasi (struat dan laria, 2005;Satrio, dkk, 2015). Penilaian
seseorang terhadap seteresor terdiri dari dan respon kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku dan sosial. Hal ini memberikan arti bahwa apabila
individu mengalami suatu stressor maka ia akan merupakan stressor maka ia
akan merespon stressor tersebut dan akan tanpak melalui tanda dan gejala
yang muncul.

E. Mekanisme Koping
Pada klien skizofrenia , klien berusaha untuk melindungi dirinya dalam
pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya . klien akan melakukan
regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya , melakukan proyeksi
sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri yhang
berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan
terhadap pengalaman internal ( Stuart & Laraia,2005; Satrio, dkk, 2015)

F. Sumber koping
Berdasarkan (seteruat dan laraia, 2005;Satrio, dkk, 2015), sumber koping
merupakan hal yang penting dalam membantu klien dalam mengatasi
stressor yang di hadapinya.Sumber koping tersebut meliputi aset ekonomi,
sosial support, nilai kemmpuan individu mengatasi masalah. Apabila
individu mempunyai sumber koping yang adekuat maka ia akan mampu
beradaptasi dan mengatasi stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang ditunjukan individu
ketuka mengalami streres. Hal tersebut sesuai dengan (videbeck,2008;Satrio,
dkk, 2015) yang menyatakan bahwa keluarga merupakan salah satu sumber
pendukung yang utama dalam penyembuhan klien skizofrenia. Psikosis atau
skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang
memerlukan penyesuaian yang baik bagi klien dan keluarga. Proses
penyesuaian pasca psikotik terdiri dari empat fase: (1) disonansi kognitif
(psikosis aktif),(2) pencapaian wawasan ,(3) stabilitas dalam semua aspek
kehidupan(ketetapan kognitif), dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau
tujuan pendidikan (ordinariness). Proses multifase penyesuaian dapat
berlangsung 3 sampai 6 tahun ( Moller,2006, Satrio, dkk, 2015):
a. Efikasi / kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi
gejala dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama
memakan waktu 6 sampai 12 bulan.
b. Awal pengenalan diri / insight sebagaio proses mandiri melakukan
pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan.pencapaian keterampilan ini
memakan waktu 6 sampai 18 bulan bulan dan tergantung pada
keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c. Setelah mencapai pengenalan diri/ insight, proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan
reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan
dengan sekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d. Ordinariness / kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat
dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-
hari mencerminkan tujuan prepsychosis fase ini berlangsung selam 2
tahun. Sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap
penyakit , keuangan dan keetersediaan energi , dan kemampuan untuk
menyediakan dukungan yang berkelanjutan mempengaruhi jalanya
penyesuaian postpsychotic.
.
G. Daftar Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Di Kaji
1. Masalah keperawatan : Diagnosis Keperawatan NANDA-1 rentang respon
neurobiologis, skizofrenia dan gangguan psikotik(Stuart,2009;Satrio, dkk,
2015):
 Anxiety
 Impaired verbal Communication*
 Confusion, Acute
 Compromised family coping
 Ineffective coping
 Decisional conflict
 Hopelessness
 Impaired memory
 Noncompliance
 Disturbed personal identity
 Ineffective role performance
 Self care deficit (bathing/hygiene, dressing/grooming)
 Disturbed sensory perception*
 Impaired social interaction*
 Social Interaction
 Risk of suicide
 Ineffective therapeutic regiment management
 Disturbed thought processes*

(*Diagnosis keperawatan primer rentang respon neurobiologis ,


skizofrenia dan gangguan psikotik)

2. Halusinasi

a. Penglihatan
 Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain, benda
mati atau stimulus yang tak terlihat
 Tiba lari ke ruangan lain
b. Pendengaran
 Melirik mata ke kanan / ke kiri untuk mencari sumber suara
 Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang
berbicara/benda mati di dekatnya
 Terlibat pembicaraan dengan benda mati atau orang yang tidak
nampak
 Menggerakan mulut seperti mengomel
c. Pengecapan
 Meludahkan makanan atau minuman
 Menolak makanan atau minum obat
 Tiba-tiba meninggalkan meja makan
d. Penghirup
 Mengkerutkan hidung seperti menghirup udara yang tak enak
 Menghirup bau tubuh
 Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain
 Berespon terhadap bau dengan panic
e. Peraba
 Menampar diri sendiri seakan akan memadamkan api
 Melompat lompat di lantai seperti menghinidari sesuaatu yang
menyakitkan
f. Sintetik
 Mengverbalisasi terhadap proses tubuh
 Menolak menyelesaikan tugas yang mengguanakan bagian
tubuh yang diyakini tidak berfungsi

3. Tanda dan Gejala Secara umum

a) Data subjektif :
Pasien Mengatakan :
a) Melihat bayangan,sinar,bentuk geometris,bentuk kartun, melihat
bantu atau monster
b) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
c) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
d) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
e) Mencium bau-bauan seperti bau darah,urin atau feses.
f) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b) Data objektif
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Mengarahkan telinga kearah tertentu
4. Menutup telinga
5. Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
6. Ketakuatan pada sesuatu yang tidak jelas
7. Mencium sesuatu seperti membaui bau-bauan tertentu
8. Menutup hidung
9. Sering meludah
10. Muntah
11. Menggaruk-garuk permukaan kulit (kemenkes,2012;Satrio, dkk,
2015)
H. Pohon Masalah

Gangguan Sensori Persepsi:Halusinasi

Resiko Perilaku Kekerasan

Isolasi Sosial

Pohon masalah gangguan persepsi sensori : Halusinasi ( Keliat ,2010;Satrio, dkk,


2015).

I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
2. Diagnosis medis : Skizofrenia
A. PENGKAJIAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KELUARGA

PADA KELUARGATn A DI DESA MANDAH

I. Identitas Keluarga

Nama Kepala Keluarga :Tn A


Umur : 50 th
Jenis Kelamin : Laki- laki
Status Perkawinan : kawin
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tani
Alamat : Desa mandah
Anggota Keluarga :4 orang

N Nam L/ Pdd Agam Pekerjaa Hub Kondisi Kesehatan


o a P k a n denga
Seha Resiko Ganggua
n KK
t Masalah n Jiwa
Psikososi
al
1. Ny S P SMP Islam IRT Istri Baik Tdk ada Tdk ada
2. Nn P SM Islam Peg. Anak Baik Tdk ada Tdk ada
W A Swasta
3. Tn D L SMP Islam TOT Anak Tida DPD Halusina
k si
sehat
4. Tn F L SMP Islam Pelajar Anak Baik Tdk ada Tdk ada
5.

II. Status Kesehatan Jiwa


1. Didalam keluarga Tn A terdapat satu anaknya yang nomor kedua yang
mengalami gangguan jiwa sejak 1 tahun yang lalu, menurut keluarga 1 tahun
yang lalu anaknya sehabis pulang dari pondok selalu menyendiri dan kadang-
kadang ngobrol sendiri serta sesekali membanting pintu, setiap ditanya anaknya
mengatakan bahwa beliau mendengar bisikan-bisikan yang gak jelas, dan klien
mulai jarang keluar kamar,klien mulai jarang membersihkan diri dan kadang-
kadang tertawa sendiri.Atas inisiatip orangtua klien tidak lagi dibawa kepondok
2. Menurut Tn A sejak 1 tahun yang lalu klien dibawa orang tuanya ke kiyai untuk
dilakukan rukiyah dan pengobatan tetapi belum ada perkembangan dan oleh
saran anaknya klien dibawa ke RS Jiwa kurungan nyawa, setelah rutin rawat
jalan selama 2 bulan klien mulai rutin mengkonsumsi obat Jiwa dan telah
berlangsung selama 6 bulan . Dan semenjak meminum obat tersebut klien mulai
tenang dan mulai mau berkumpul dengan keluarga walaw belum bersosialisasi
dengan tetangga.
3. Tidak ada anggota keluarga Tn A yang mengalami gangguan jiwa seperti Tn D

Komponen Ya / Jelaskan (siapa dan


Tidak kapan)
Kehilangan anggota keluarga / orang yang Tidak ada
di cintai
Masalah ekonomi dan pekerjaan/ Tidak ada
mengganggur/ PHK
Kehilangan harta benda / barang berharga Tidak ada
Kehilangan anggota tubuh akibat trauma Tidak ada
Menderita penyakit menahun/ kronis : Tidak ada
TBC, hipetens, jantung, ginjal, kencing
manis, rematik dll.
Masalah pendidikan (tidak naik kelas / Tidak ada
putus sekolah/ dll)
Penolakan / kegagalan Tidak ada
Kekerasan dalam keluarga/ masyarakat Tidak ada
(aniaya fisik/ psikologi/ seksual)
Tindakan kriminal Tidak ada
Memiliki peran yang baru Tidak ada
Lain lain : sebutkan Tidak ada

Kesimpulan status kesehatan jiwa keluarga adalah : Terdapat salah satu anggota
keluarga yang menderita gangguan jiwa halusinasi pendengaran

III. Pemeriksaan Fisik

Observasi

Keadaan umum Cukup


Kesadaran Composmentis
GCS 4-5-6
TD 90/60 mmHg
Nadi 90x/menit
Suhu 36,2 °C
Respirasi 20 x/menit
Pemeriksaan Kulit Inspeksi:
dan Kuku Warna kulit: warna kulit sawo matang, persebaran warna
kulit merata, tidak ada lesi, kuku tampak pendek dan bersih.
Palpasi:
Kondisi kulit: lembab
Turgor kulit: < 2 detik
CRT: < 2 detik
Pemeriksaan Inspeksi:
Kepala Bentuk kepala: Normal
Rambut: Warna rambut hitam, persebaran rambut tidak merata
sedikit beruban.
Kondisi kepala bersih, tidak terdapat lesi, tidak tampak massa.
Palpasi:
Kepala: Tidak ada nyeri tekan
Pemeriksaan Inspeksi:
Mata - Ada kontak mata dan tidak kosong
- Mata simetris kanan dan kiri
- Alis mata : simetris kanan dan kiri, persebaran alis merata
berwarna hitam.
- Bulu mata : persebaran bulu mata merata
- Palpebra : normal
- Terdapat kantung mata
- Conjungtiva : agak pucat
- Sklera : berwarna putih susu
- Reflek cahaya : (+/+)
- Pupil : isokor
- Fungsi penglihatan : klien dapat mengikuti pergerakan sesuai
yang ditunjukkan.

Palpasi:
Bola mata teraba kenyal, tidak terdapat nyeri tekan.

Pemeriksaan Inspeksi:
Hidung - Lubang hidung simetris kanan dan kiri
- Hidung tepat berada di tengah wajah
- Tidak terdapat pernafasan cuping hidung
- Tidak terdapat bekas luka
- Tidak terdapat massa baik di dalam maupun di luar hidung
- Tidak terdapat secret, perdarahan dan polip pada bagian
dalam hidung
- Fungsi penciuman : baik

Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan pada sinus-sinus hidung saat
dilakukan palpasi menggunakan ujung 3 jari.

Pemeriksaan Inspeksi:
Telinga - Daun telinga: Simetris kanan dan kiri
- Tidak tampak bekas luka pada daerah telinga dan sekitarnya
- Kondisi lubang telinga : tidak terdapat serumen dan tidak
terdapat perdarahan
- Fungsi pendengaran : baik

Palpasi :
Tidak terdapat nyeri pada daerah tragus.
Pemeriksaan Inspeksi:
Mulut - Lipatan nasobial : tepat berada di tengah
- Bibir : tepat berada di tengah wajah, berwarna merah muda,
mukosa bibir lembab, tidak terdapat luka pada daerah bibir
- Gigi : gigi masih lengkap, terdapat karies giigi
- Gusi : berwarna merah muda,
- Tidak terdapat stomatitis (sariawan)
- Lidah : tepat berada di tengah, tampak bersih
- Ovula : tepat berada di tengah berwarna merah muda
- Tonsil : T1 (normal)

Pemeriksaan Inpeksi:
Leher - Tampak simetris
- Tidak terdapat pembengkakan di sekitar leher
- Warna sama dengan kulit sekitar
- Tidak terdapat bekas luka

Palpasi :
- Trakea : tidak teraba adanya deviasi trakea
- Kelenjar limfe : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar
limfe, dan tidak terdapat nyeri tekan
- Vena jugularis : tidak teraba adanya distensi vena jugularis
- Kelenjar tiroid : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar
tiroid.

Pemeriksaan Inspeksi:
Thorax - Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
- Tidak tampak bekas luka operasi, tidak ada lesi
- Warna kulit tampak sama

dengan daerah sekitarnya


- Tidak tampak otot bantu pernafasan
- Bentuk dada : normal
- Tidak tampak kelainan bentuk tulang belakang

Palpasi :
- Pengembangan dinding dada teraba simetris kanan dan kiri
saat inspirasi dan ekspirasi
- Tidak teraba adanya massa
-Teraba getaran saat dilakukan pemeriksaan taktil fremitus

Perkusi :
- Pada ICS 3-5 sebelah kiri sternum terdengar pekak

Auskultasi :
- Tidak terdengar suara nafas tambahan (whezing)

Pemeriksaan Inspeksi:
Abdomen - Bentuk abdomen datar
- Warna kulit sama dengan warna di sekitarnya, tidak memar
- Tidak tampak massa
- Umbilikus : normal, tidak menonjol
- Tidak tampak pernafasan abdomen

Auskultasi :
- Bising usus terdengar 10x/menit

Perkusi :
- Terdengar timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi :
- Tidak terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah
(Hipogastrium), terdapat nyeri pada uluhati klien
- Tidak terdapat nyeri tekan pada McBurney

Pemeriksaan Inspeksi :
Genetalia - Kebersihan genetalia : tampak bersih

Pemeriksaan Inspeksi:
Muskoloskeletal - Persebaran warna kulit ekstremitas atas dan bawah merata
- Ekstremitas atas dan bawah simetris
- Tidak ada kelainan bentuk
- Tidak terdapat lesi pada ektermitas atas dan bawah.

Palpasi:
- Tidak terdapat nyeri tekan pada ekstremitas atas dan bawah.
- Saat dilakukan palpasi pada daerah pretibial, kulit dapat
kembali dengan cepat

IV . Pengkajian Keluarga

Genogram

Keterangan

Laki-laki

Perempuan

Klien

1. Tipe keluarga :
Dikeluarga Tn A menganut tipe keluarga patriaki dimana semua keputusan
diambil oleh sang KK yaitu Tn A.

2. Status sosial ekonomi keluarga :


Ekonomi keluarga Tn A termaksud menengah keatas karena Tn A didesanya
merupakan petani yang sukses.

3. Perkembangan keluarga :
a. Tahap perkembangan keluarga
Keluarga Tn A merupakan keluarga yang terbuka, Tn. A selalu
menyesuaikan peran masing-masing anggota kelyarganya dimana seorang
istri berperan layaknya istri dan anak-anaknyapun begitu, walaw anak
pertamanya sudah bekerja tetapi Tn A tidak pernah meminta anaknya untuk
berperan dalam menopang rumahtangganya.

b. Pencapaian tugas perkembangan


Dalam pencapaian tugas keluarga Tn A bependapat bahwa keluarganya telah
berhasil dalam menjalankan perannya masing-masing dan masalah yang
dihadapi anaknya Tn A berpendapat itu merupakan cobaan dari sang Khaliq

4. Struktur keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
Di dalam keluarga Tn A dalam mengambil keputusan dan masalah selalu
dibicarakan sehingga masalah satu dengan yang lainnya didiskusikan, seperti
masalah anaknya mereka selalu berkomunikasi bagaimana menghadapinya.

b. Struktur peran keluarga


Anggota keluarga Tn A berperan dengan sesuai perannya masing-masing

c. System pendukung keluarga


Dikeluarga Tn A dukungan satu dengan yang lainnya sangat diterapkan dan
kakak serta adik dari Tn D tidak pernah malu dengan penyakit yang diderita
saudaranya.

5. Kondisi lingkungan
a. Karakteristik rumah
Rumah Tn A merupakan rumah yang permanen, dengan pentilasi dan kamar
mandi sesuai standar kesehatan.

b. Karakterisktik tetangga dan komunitas


Warga didesa Tn A sangat ramah dan tipe yang saling membantu, bila ada
kegiatan lingkungan selalu bergotong royong
c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan lingkungan masyarakat
Dilingkungan rumah Tn A baik laki-laki maupun perempuan memiliki
pengajian rutinan yang selalu diikuti keluarga Tn A dan bila ada warganya
yang sakit perkumpulan pengajian selalu menyambangi dan memberikan
sedikit bantuan.
6. Fungsi keluarga
Dikeluarga Tn A menjadikan keluarga adalah tempat berbagi keluh kasah baik
suka maupun duka, tempat kembalinya untuk pulang dan berteduh

7. Stress dan mekanisme koping


Menurut Tn A anak-anaknya selalu diajarkan untuk selalu mengembalikan
masalah dengan sang khaliq sehingga dapat menghindari dari stres, oleh sebab
itu Tn A merasa binggung dengan anaknya yang menjadi halusinasi dan menurut
dokter Tn D ada kemungkinan pernah mengalami trauma fisik yang mungkin
didapat dari pondok tetapi keluarga tidak mengetahuinya.

8. Nilai dan keyakinan


Keluarga Tn A sangat agamais dan sangat taat dalam menjalankan ajaran
agamanya

IV. Tugas kesehatan Keluarga


1. Kemampuan mengenal masalah kesehatan
Karena adanya anak yang pertama yang membantu masalah kesehatan anaknya
oleh sebab itu anaknya dapat cepat dibawa konsultasi diRS jiwa, sehingga
sekarang anaknya sudah dapat bersosialisasi dengan keluarga walaw dengan
lingkungan belum rutin dilakukan.

2. Kemampuan mengambil keputusan


Tn A sangat tegas dalam mengambil keputusan sehingga anak-anaknya sangat
patuh dengan keputusan yang dibuat Tn A

3. Kemampuan melakukan perawatan kesehatan


Keluarga Tn A mampu melakukan perawatan kesehatan Tn D semenjak
dilakukan pengobatan diRS sebelumnya Tn A dan keluarga tidak tau bagaimana
melaukan perawatan masalah anaknya.

4. Kemampuan melakukan modifikasi lingkungan


Walaw telah rutin melakukan pengobatan medis Tn A masih melakukan
pengobatan dengan kiyai agar spiritual klien tetap terisi

5. Pemanfaatan fasilitas kesehatan


Sesekali bila Tn A tidak sempat ke RS klien dibawa kepuskesmas untuk
meneruskan obat yang habis.

B. Analisa Data

No. Data focus Diagnosa keperawatan Ttd/ nama


1. DS : Gangguan persepsi kelompok 2
- Klien mengatakan kadang- sensori: Halusinasi
kadang masih mendengar dengar (GSP) :
bisikan-bisikan mengajak
bermain
- Klien mengatakan bisikan
akan hilang bila klien sibuk
bekerja atau tidak sendirian
DO :
- Klien tampak sedikit
bingung
- Kontak mata sesekali masih
tidak fokus
2. Risiko perilaku
DS : kekerasan
- Klien mengatakan dirumah
sering marah marah
- Klien mengatakan sering
memukul barang- barang
bila klien sebal/ emosi
- Klien mengatakan jengkel
dan ingin marah jika melihat
hantu

DO :
- Saat klien membicarakan
orang-orang sekitarnya klien
sering emosi dan marah.
- emosi klien sering berubah
- Klien berbicara dengan
3. lambat dan berulang
Ansietas
DS :
- Keluarga mengatakan cemas
jika anaknya marah-marah
kembali
- Keluarga mengatakan cemas
bila anaknya berbicara
sendiri terulang kembali
- Keluarga selalu bertanya
tentang penyakit anaknya
DO :
- Tampak wajah cemas dari
orang tua klien
- Tampak orangtua klien
selalu bertanya tentang
penyakit klien
Pohon Masalah

RPK

Kebingungan akut GSP : Halusinasi Gangguan pola tidur


Penglihatan

Isolasi Sosial

Koping individu kurang efektif

Diagnosa keperawatan

1. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan


2. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Ansietas
C. Intervensi keperawatan jiwa
No. Tujuan Evaluasi Rencana tindakan

1. Tujuan umum : Klien setelah 3 kali pertemun - Identifikasi


mampu mengontrol klien menunjukan tanda- fokus masalah
halusinasi yang tanda percaya kepada klien
dialaminya perawat dan mengenali - Bantu klien
masalah yang dialami, mengidentifikasi
Tujuan khusus : dengan kriteria : halusinasi
Klien mampu  Ekspresi wajah - Latih klien
menunjukkan tanda- bersahabat mengidentifikasi
tanda percaya kepada  Menunjukan rasa halusinasi
perwat dan mengenaai senang dengan
masalah yang dialami  Ada kontak mata menghardik
 Mau berkenalan - Latih klien
Bersedia menceritakan mengendalikan
masalah yang dialami halusinasi
dengan
memanfaatkan
obat
- Latih klien
mengendalikan
halusinasi
dengan cara
bercakap-cakap
- latih klien
mengendalikan
halusinasi
dengan kegiatan
2 terjadwal
Tujuan umum : Klien
Setelah 3x pertemuan
mampu mengontrol  Identifikasi
kekerasan yang klien menunjukan tanda-
dialaminya fokus masalah
tanda percaya kepada
Tujuan khusus : klien
perawat dan mengenali
Klien mampu  Bantu klien
menunjukkan tanda- masalah yang dialami,
tanda percaya kepada mengidentifikasi
perwat dan mengenaai  klien menjelaskan
perilaku
masalah yang dialami perilaku kekerasan
kekerasan
yang dilakukan
 Latih klien
 klien
mengendalikan
mengendalikan
perilaku
perilaku kekerasan
kekerasan
yang dilakukan
dengan cara fisik
dengan latihan
: TND dan PB/PK
D. Implementasi dan evaluasi

No. Implementasi Evaluasi Paraf

1. - Mengidentifikasi fokus S:
masalah klien - Mendengar suara berisik
- Membantu klien bila mendengar gelisah
mengidentifikasi halusinasi - Suara muncul saat sendiri
- Melatih klien O:
mengidentifikasi halusinasi - Kontak mata mudah
dengan menghardik teralih
- Melatih klien - Kadang-kadang suka
mengendalikan halusinasi menyendiri
dengan memanfaatkan A:
obat - GSP : Halusinasi
- Melatih klien
mengendalikan halusinasi Penglihatandan RPK
dengan cara bercakap- P:
cakap
- Melatih klien - Masalah belum teratasi
mengendalikan halusinasi lanjutkan intervensi
dengan kegiatan terjadwal
2.
- Mengidentifikasi fokus S:
masalah klien - Mendengar suara berisik
- Membantu klien sesekali bila mendengar
mengidentifikasi halusinasi gelisah
- Melatih klien - Suara muncul saat sendiri
mengidentifikasi halusinasi O:
dengan menghardik - Kontak mata mudah
- Melatih klien teralih
mengendalikan halusinasi - Kadang-kadang suka
dengan memanfaatkan menyendiri
obat A:
- Melatih klien - GSP : Halusinasi
mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap- Penglihatandan RPK
cakap P:
- Melatih klien
mengendalikan halusinasi - Masalah belum teratasi
3. dengan kegiatan terjadwal lanjutkan intervensi

- Mengidentifikasi fokus S :
masalah klien - Suara berisik mulai jarang
- Membantu klien didengar bila mendengar
mengidentifikasi halusinasi klien langsung mencari
- Melatih klien kesibukan
mengidentifikasi halusinasi - Klien berusaha untuk
dengan menghardik tidak sendirian
- Melatih klien O :
mengendalikan halusinasi - Kontak mata mulai fokus
dengan memanfaatkan - Klien jarang menyendiri
obat A:
- Melatih klien
- GSP : Halusinasi dan RPK
mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap- P :
cakap
- Melatih klien - Masalah belum teratasi
mengendalikan halusinasi lanjutkan intervensi
dengan kegiatan terjadi

 Mengidentifikasi fokus S:
masalah keluarga - Keluarga mengatakan cemas
 Membantu keluarga bila klien mulai mengurung
mengidentifikasi waham diri
pendengaran - Keluarga mengatakan
 Melatih keluarga mengatasi bingung cara mengalihkan
waham dengan bersosialisasi waham klien
 Melatih keluarga mengatasi - Keluarga mengatakan
waham klien dengan kreatifitas seperti apa yang
melakukan kegiatan bisa mengalihkan waham
berkreatifitas klien
O:
- keluarga selalu bertanya
tentang waham anaknya
- keluarga terlihat cemas
A:
Ansietas
P:
Lanjutkan intervensi

 Mengidentifikasi fokus S:
masalah keluarga - keluarga mulai dapat
 Membantu keluarga
mengidentifikasi waham menerangkan apa itu
pendengaran
 Melatih keluarga mengatasi waham pendengaran
waham dengan bersosialisasi - Keluarga mulai
 Melatih keluarga mengatasi
waham klien dengan membantu klien
melakukan kegiatan
berkreatifitas berinteraksi dengan
keluarga terdekat klein
- Keluarga mulai mencari
kegiatan apa saja yang
akan dilakukan klien
untuk mengalihkan
waham pendengarannya
O:
- Keluarga dapat menjawab
pertanyaan perawat
tentang waham
pendengaran
- Keluarga masih belum
dapat menyusun kegiatan
klien
A:
- Ansietas
P:
 Mengidentifikasi fokus - Lanjutkan intervensi
masalah keluarga
 Membantu keluarga
mengidentifikasi waham S:
pendengaran - Keluarga telah membuat
 Melatih keluarga mengatasi
waham dengan bersosialisasi jadwal kegiatan apa saja
 Melatih keluarga mengatasi yang akan dilakukan klien
waham klien dengan
melakukan kegiatan untuk mengalihkan
berkreatifitas
waham pendengarannya
O:
- Tampak tersusun kegiatan
klien dalam 1minggu
A:
- Ansietas
P:
hentikan intervensi

BAB IV

PEMBAHASAN

Pembahasan Asuhan keperawatan pada halusinasi, yang dihubungkan dengan proses


asuhan keperawatan yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut :

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap pertama dan utama dalam proses keperawatan.
Tahap pengkajian dimulai dari pengumpulan data dan perumusan masalah klien.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokan menjadi faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber kopingdan
mekanisme koping
Hasil pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran, Dari hasil pengkajian ditemukan klien mendengar suara-suara gaduh
suara itu muncul pada saat klien sendiri saat pagi siang dan malam hari selama 5-7
menit klien merasa jengkel dan ingin marah ketika suara itu muncul. Dari kondisi
diatas bisa disimpulkan bahwa klien mengalami halusinasi pendengaran.

Berdasarkan data pengkajian awal yang harus diketahui pada halusinasi


pendengaranmerupakan suatu bentuk persepsi atau pengalan indra dimna tidak
terdapat sitimulasi terhadap reseptor-reseptor nya,halusinasi merupakan persepsi
sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari menunjukan bahwa
halusinasi dapat bermacam-macam yang meliputi halusinasi pendengaran,
penglihatan , penciuman, perabaan dan pengecapan ((Towsend, 2009; Satrio, dkk
2015). Menurut (fontaine,2009; Satrio dkk, 2015) halusinasi adalah terjadinya
penglihatan, suara, sentuhan , bau maupun rasa tanpa situmulus ekternal
terhadap organ-organ indra. Menurut (Stuart 2009: Satrio, dkk, 2015),
Menurut teori (Direja, 2011) seseorang mengalami kekambuhan adalah
ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah, stimulus lingkungan, konflik
interpersonal, status mental, putus obat, penyalahgunaan narkoba atau alkohol,
ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya dalam
menempatkan diri.
Berdasarkan teori diatas bahwa asumsi penulis dengan data yang didapatkan yaitu
salah satu faktor yang memperberat timbulnya kekambuhan pada klien halusnasi
pendengaran karena putus pengobatan atau tidak memberikan dorongan dan motivasi
kepada partisipan dan juga tidak memberikan pengobatan sehingga mengakibatkan
lambatnya proses penyembuhan pada partisipan halusinasi pendengaran.

Masalah keluarga dan pendidikan dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia hal ini
ditunjukan oleh penelitian (Tarrier dkk,1998;Satrio, dkk, 2015) yang menemukan bahwa
skizofrenia ditemukan pada 24 responden (33.33%) yang hidup sendiri dan 78 responden
tidak mempunyai pendidikan ataupun keahlian (91%). Hal ini menunjukan bahwa
memang kehidudan perkawinan dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia jika terjadi
akumulasi masalah yang tidak dapat diselesaikan (Hawari,2001; Corolina, 2008;Satrio,
dkk, 2015). Berdasarkan teori diatas bahwa asumsi penulis terhadap data diatas bahwa
perilaku yang dilakukan klien seperti mendengar suara-suara tanpa ada wujudnya yang
berisi kegaduhan bermula ketika klien bercerai pada suami yang pertama dan saat itu
suami mengatakan dirinya jelek dan tidak berguna.

Berdasarkan teori di atas bahwa asumsi peneliti adalah faktor predisposisi yang
dialami oleh klien merupakan bagian dari faktor psikologis,bahwa pengalaman masalalu
yang tidak menyenangkan yang berupa bercerai (kegagalan dalam rumah tangga), frustasi
terhadap diri sendiri,merasa malu dan tidak berguna itu salah satu penyebab terjadinya
halusinasi pada klien.

B. DiagnosaKeperawatan

Berdasarkan teori dari Yusuf, dkk (2015), setelah data terkumpul dan didokumentasikan dalam
format pengkajian kesehatan jiwa, maka seseorang perawat harus mampu melakukan analisis data
dan menetapkansuatu kesimpulan terhadap masalah yang dialami pasien. Hasil kesimpulan
tersebut kemudian dirumuskan menjadi masalah keperawatan..klien biasanya memiliki lebih dari
satu masalah keperawatan.Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien adalah :

1. Diagnose pertama yang ditemukan pada klien yaitu halusinasi penglihatan ditandai
dengan Klien mengatakan melihat hantu atau bayangan. Klien mengatakan bayangan itu
datang pagi, siang dan sore hari tetapi paling sering pada malam hari. Klien merasa
jengkel dan ingin marah dan merasa jengkel ketika bayangan itu muncul. Klien
mengatakan bingung terhadap bayangan yang mengganggu tidak ada wujudnya.
2. Diagnose kedua yang ditemukan pada klien yaitu risiko perilaku kekerasan ditandai
dengan Klien mengatakan dirumah sering marah marah. Klien mengatakan pernah
memukul barang- barang dan temannya. Klien mengatakan jengkel dan ingin marah jika
melihat hantu atau bayangan
3. Diagnosa ketiga yang ditemukan pada klien yaitu ansietas detandai dengan keluaraga
memiliki ke khawatiran klien mengalami kekambuhan.

Sejumlah masalah keperawatan tersebut akan saling berhubungan dan dapat


digambarkan dengan pohon masalah, minimal harus ada tiga masalah sebagai penyebab

(causa), masalah utama (core problem), dan akibat (effect) (Yusuf,dkk,2015).


Berdasarkan teori diatas bahwa asumsi peneliti didapatkan bahwa diagnosa utama
yang timbul adalah halusinasi pendengaran menjadi core problem.
C. IntervensiKeperawatan
Rencana intervensi keperawatan disesuaikan dengan diagnosa keperawatan yang muncul
setelah melakukan pengkajian dan rencana intervensi keperawatan di lihat pada tujuan
khusus (Yosep dalam Muhith,2015).

D. ImplementasiKeperawatan
Pada klien tindakan keperawatan yangtelahdilakukanuntukdiagnosakeperawatan
dengan halusinasi yaitu identfikasi halusinasi (isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi
pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi). Menjelaskan cara mengontrol halusinasi:
hardik, obat, becakap-cakap, melaukan kegiatan harian. Klien juga dilakukan latihan
terapi aktfitas kelompok (TAK) yaitu pada sesi 1: klien dilatih mengenali halusinasi,
SP1 yaitu latihan menghardik, sesi 2 latihan manfaat minum obat, sesi 3 latihan
bercakap-cakap kepada teman, perawat,sesi4 latihan kegiatan harian,sesi5 evaluasi
kemampuan mengendalikan halusinasi penglihatan.
Masalah keperawatan kedua resiko perilaku kekerasan yaitu pertama perawat
membantu klienuntuk mengendalikan perilaku kekerasan dengan latihan Tarik napas dalam, puk
bantal atau kasur, latihan manfaat minum obat, latihan 3 M (meminta, mengungkapkan,menolak).
Dan latihan berkenalan serta bercakap – cakap untuk mengurangi isolasi sosial klien
E. EvaluasiKeperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaituevaluasi proses dan evaluasi
formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan
(Afnuhazi,2015)
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini diambil berdasarkan pendekatan proses asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Dari hasil pengkajian ini ditemukan klien mendengar bisikan-bisikan yang mengajak
bermain sehungga mengganggu pikirannya.Klien mengatakan bisikan itu datang setiap
klien sendirian. Dari kondisi diatas bisa disimpulkan bahwa klien mengalami halusinasi,
jenis halusinasi penglihatandan klien masuk dalam fase halusinasi comdeming
( halusinasi, cemas sedang). Respon klien termasuk kedalam respon maladaptif.
Dimungkinkan dari pemeriksaan maping genetik tidak ditemukan unsur genetic yang
mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa pada klien, dan kondisi klien dimungkinkan
mengalami kerusakan pada lobus prefrontal yang berfungsi sebagai aktivasi motorik,
intelektual, perencanaan konseptual, aspek kepribadian, aspek produksi bahasa bahwa
terdapat gangguan pada nenurotransmitter yaitu dopamine dan serotonin sehingga
menyebabkan kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjadi halusinasi dan
kesalahan dalam membuat kesimpulan yang berkembang menjadi delusi. Kemungkinan
tidak ada pengaruh imunvirologi yang menyebabkan klien mengalami gangguan jiwa dan
faktor psikologis yang menyebabkan klien mengalami gangguan jiwa adalah pengalaman
masa lalu faktor sosial budaya yang menyebabkan klien mengalami gangguan jiwa,
faktor interpersonal yang meliputi kominukasi yang tidak efektif, atau menarik diri dalam
hubungan dan kehilangan kontrol emosional. Klien mengatakan tidak mampu
menyelesaikan masalah sendiri faktor presipitasi penyebab klien mengalami gangguan
jiwa adalah penurunan fungsi lobus frontal yang menyebabkan gangguan pada proses
umpan balik dalam penyampaian informassi yang menyebabkan poses informasi
overload, klien mengalami kerusakan penilaian , klien tidak memiliki sumber koping
yang efektif baik dari asset material, social, support maupun nilain dan kemampuan
individu mengatasi masalah bahwa klien tidak mempunyai mekanisme koping yang baik
untuk dirinya.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul ada 1 berdasarkan prioritas yaitu Gangguan Sensori
Persepsi Halusinasi

3. Rencana keperawatan
Untuk mengontrol halusinasi selain dengan menggunakan Sp halusinasi seperti
menghardik, latihan obat, bercakap-cakap dan melatih kegiatan bisa juga dengan
menggunakan terapi kreatifitas tarik nafas dalam agar dapat mengontrol halusinasi yang
ada.

4. Implemnetasi keperawatan
Implementasi yang dilakukan adalah penerapan pedoman rencana tindakan Keperawatan
dan selanjutnya dapat menerapkan terapi aktivitas tarik nafas dalam

5. Evaluasi keperawatan
Dari implementasi asuhan keperawatan yang diberikan terhadap pasien halusinasi dengan
penerapan pedoman tindakan keperawatan didapatkan klien mampu menerapkan apa
yang diajarkan oleh perawat dan efektif dalam proses perbaikan klien.

B. SARAN
Hasil makalah ini diharapkan dapat menjadikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.

1. Bagi penulis
Dapat menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan halusinasi.Meningkatkan
keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
2. Bagi profesi
Perawat dalam memberikan panduan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan
halusinasi sehingga klien mendapatkan penanganan tepat dan optimal
Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan Standart Operasional Prosedure dan
dilanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan gangguan persepsi
sensori:halusinasi pendegaran

3. Bagi Komunitas
Agar keluarga dan lingkungan terdekat mau membantu dan memanusiawikan pasien
ODGJ disekitarnya, sehingga ODGJ dapat kembali hidup niormal nantinya, taati instruksi
dokter dan terapkan latihan yang telah diberikan oleh perawat
DAFTAR PUSTAKA

Adliyani, Z. O. N. (2015). Pengaruh perilaku individu terhadap hidup sehat. Jurnal


Majority, 4(7), 109-114.

Anggraini, K., & Nugroho, A. (2013).Pengaruh menghardik terhadap penurunan tingkat


halusinasi dengar pada pasien skizofrenia di RSJD DR. Aminogondohutomo
Semarang. Karya Ilmiah.

Damayanti, R., & Utami, S. (2014). Efektifitas terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat
halusinasi pada pasien halusinasi dengar di RSJ Tampan Provinsi Riau (Doctoral
dissertation, Riau University).

Dermawan, D. (2017). Pengaruh Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi


Pendengaran di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta. Profesi (Profesional Islam): Media
Publikasi Penelitian, 15(1), 74.

Halawa, A. (2015). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 Terhadap
Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasienskizofrenia Di Ruang
Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur Surabaya. Jurnal Keperawatan, 4(1), 30-37.

Herawati, N., & Afconneri, Y. (2020).Perawatan Diri Pasien Skizofrenia dengan


Halusinasi. Jurnal Keperawatan Jiwa, 8(1), 9.

Lahyuni, M. (2017).Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan Harga Diri Rendah Di
Kelurahan Andalas Wilayah Kerjapuskesmas Andalas Kota Padang.

Huda, Amin., dan Kusuma. Hardhi.(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction Jojga.

Anda mungkin juga menyukai