Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. J DENGAN GANGGUAN


KECEMASAN DI RUANGAN HAEMODIALISA
RSUD SAWAHLUNTO TAHUN 2020

OLEH
Ns. Devita Mulyan, S. Kep.
Nip.
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAWAHLUNTO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Ns. Devita Mulyan, S. Kep.

Nip : 19

Jabatan :

Golongan : III

Instansi : RSUD Sawahlunto

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. J Dengan Gangguan Kecemasan

Di Ruangan Haemodialisa RSUD Sawahlunto Tahun 2020

Telah disetujui oleh

Kasi Keperawatan Penulis

Tirta Sari, Skp., M. Kep. Ns. Devita Mulyan, S. Kep.

Nip. 197209222003122001 Nip. 19

Makalah ini penulis ajukan untuk pemenuhan syarat pengembangan angka profesi

angka kredit perawat di RSUD Sawahlunto.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan

karunia-Nya penyusunan makalah penelitian yang berjudul “Asuhan Keperawatan

Pada Tn. J Dengan Gangguan Kecemasan Di Ruangan Haemodialisa RSUD

Sawahlunto Tahun 2020” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun sebagai syarat

untuk melengkapi bahan pengajuan angka kredit.

Dalam penulisan makalah ini, penulis memperoleh dukungan baik moril

maupun materil dari berbagai pihak. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu

Penulis menyadari bahwa makalah penelitian ini belum sempurna. Untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan

makalah penelitian ini.

Sawahlunto, Desember 2020

Penulis

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan…………………………………………….…… i

Kata pengantar.................................................................................... ii

Daftar Isi ……………………………………………………….….... iii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang ………………………………….…. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………….… 2

C. Tujuan Penulisan …………………………………... 2

BAB II Tinjauan Kepustakan

A. Konsep dasar penyakit...................... .………........... 4

B. Asuhan Keperawatan...........................…………… 17

BAB III Tinjauan Kasus

A. Pengkajian…………………………………………...… 33

B. Analisa Data.................................................................... 38

C. Nursing care plan…....................................................... 41

D. Catatan Perkembangan................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 55

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hemodialisis adalah suatu proses memisahkan sisa metabolisme yang tertimbun

dalam darah dan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit juga asam basa melalui

sirkulasi ekstrakorporeal dengan menggunakan ginjal buatan. Beberapa aspek yang

mempunyai hubungan erat dengan masalah keperawatan antara lain : Ginjal buatan,

Dialisat, Pengolahan Air, Akses Darah, Antikoagulan, tekhnik Hemodialisa, Perawatan

Pasien Hemodialisa,  Kompliokasi akut hemodialisa dan pengelolaannya, peranan

perawat yang bekerja di luar HD (ruang perawatan biasa). Tindakan hemodialisa

dilakukan ketika ginjal sudah tidak dapat berfungsi dengan normal. Pada gagal ginjal

kronik maka hemodialisa bisa dilakukan seumur hidup bila tidak melakukan operasi

transplantasi ginjal.

Gangguan cemas menurut Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders

edisi ke lima (DSM V) didefinisikan sebagai kecemasan dan kekhawatiran berlebihan

mengenai aktivitas sehari-hari seperti sekolah atau pekerjaan, yang terjadi minimal

selama 6 bulan.1 Kecemasan dan kekhawatiran terkait dengan tiga (atau lebih) dari enam

gejala berikut: 1) gelisah, 2) mudah lelah, 3) kesulitan berkonsentrasi atau pikiran

menjadi kosong, 4) iritabel, 5)tegangotot, 6) gangguan tidur (kesulitan jatuh atau tetap

tertidur,atau tidur tidak puas). Umumnyapenderita mencari pengobatan bukan karena

gejalagangguan cemasnamun akibat gejala lain seperti gangguan tidur, nyeri otot,

dispepsia, gelisah, kelelahan, dan mudah marah.Gangguan cemas juga meningkatkan

risiko episode depresif, konsumsi alkohol, dan komplikasi pada penyakit somatik.

Penyakit ginjal kronik (PGK)merupakan suatu proses patofisiologis dengan

etiologi beragam yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif, dan
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang

ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang bersifat ireversibel, pada suatu tahapakan

memerlukan terapi pengganti ginjal berupadialisis atau transplantasi ginjal. Uremia

adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi secara sistemik akibat

penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.3

Kecemasan adalah salah satu masalah kesehatan mental yang paling umum terjadi

pada pasien hemodialisa. Prevalensi kecemasan di antara pasien hemodialisis adalah

31% -51%.Kecemasan dapat menurunkan kualitas hidup, meningkatkan kemungkinan

menggunakan strategi coping yang tidak efektif seperti alkohol atau penyalahgunaan

obat-obatan dan mengubah fungsi kognitif dan fisik. Hal ini juga dapat meningkatkan

risiko penyakit kardiovaskular dan tingkat kematian.

Tinjauan pada 55 studi penelitian oleh Murtagh, Addington-Hall, dan Higginson

tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi gejala kecemasan pada pasien

denganPGKadalah 12%-52%, dilanjutkan penelitian Cukor dkk tahun 2008 melaporkan

prevalensinya meningkat menjadi 45,7%. Penelitian Preljevic dkk tahun 2013

melaporkan bahwa 17% pasien menderita gangguan kecemasan dan 8,3% mengalami

komorbid depresi dengan gangguan kecemasan. Penelitian yang dilakukan Seeman

tahun 2018 menunjukkan prevalensi 56% pada pasien gejala kecemasan, dengan derajat

berikut 44% minimum, 30% rendah, 10% sedang, dan 16% tinggi. Gejala yang paling

sering dilaporkan adalah tidak rileks, perasaan takut mati, dan takikardia. Frekuensi

penggunaan obat anxiolitik adalah 14%. Pada penelitian ini juga disebutkan bahwa

kecemasan dan depresi dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup yang akan

meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Dengan demikian, gangguan depresi dan

kecemasan perlu ditangani ketika merawat pasien dialisis.


Penelitian Feroze dkk tahun 2012 penyebab kecemasan ini adalah kekhawatiran

menjalani tindakan hemodialisis rutin,adanya alat hemodialisa di dalam tubuh, dan

mendengar bunyi alarm mesin dialisis. Stres juga diidentifikasi sebagai faktor signifikan

yang mempengaruhi kualitas hidup pada populasi yang menjalani dialisis.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik membuat makalah asuhan

keperawatan Tn. J dengan gangguan kecemasan di ruangan Haemodialisa RSUD

Sawahlunto tahun 2020.

B. Rumusan Masalah

Rumusan dalam makalah ini adalah asuhan keperawatan Tn. J dengan gangguan

Kecemasan di ruangan haemodialisa RSUD Sawahlunto RSUD Sawahlunto.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan

kecemasan di ruangan Haemodialisa RSUD Sawahlunto

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui konsep dasar Haemodialisa

b. Mengetahui konsep dasar gangguan kecemasan

c. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gangguan kecemasan di ruangan

haemodialisa.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Gangguan Kecemasan

1. Definisi

Ansietas merupakan keadaan ketika individu atau kelompok mengalami

perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf autonom dalam

berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik (Carpenito, 2007).


Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak percaya diri. Keadaan emosi ini

tidak memiliki obyek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan

dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang

merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas

adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi

cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang berat tidak

sejalan dengan kehidupan. (Stuart, 2007).

Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan

sesuatu di luar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi

permasalahan (Asmadi, 2008).

Menurut Asmadi, 2008 ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai

asal ansietas, teori tersebut antara lain:

a. Teori psikoanalisis

Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili

dorongan insting dan impuls primitive seseorang, sedangkan superego

mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma

budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen

tersebut dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b. Teori interpersonal

Dalam pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap

penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga dihubungkan

dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan perpisahan


dengan orang yang dicintai. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain

ataupun masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi

cemas. Namun bila keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan

merasa tenang dan tidak cemas. Dengan demikian, ansietas berkaitan dengan

hubungan antara manusia.

c. Teori perilaku

Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan hasil frustasi.

Ketidakmampuan atau kegagalan dalam mencapai suatu tujuan yang

diinginkan akan menimbulkan keputusasaan. Keputusasaan yang

menyebabkan seseorang menjadi ansietas.

2. Rentang Respon Ansietas (Stuart, 2007)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

3. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :

1) Dalam pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian, id dan superego. Id mewakili

dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego


mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma –

norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi

hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut

terhadap tidak adanya penerimaan dari hubungan interpersonal.

Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan, trauma seperti

perpisahan dan kehilangan, sehingga menimbulkan kelemahan spesifik.

Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan

ansietas yang berat.

3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi, yaitu

segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Daftar tentang pembelajaran

meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya

dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan

ansietas pada kehidupan selanjutnya.

4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal

yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam

gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.

5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus

benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas

penghambat dalam aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga

mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis

berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya endorfin. Selain itu


telah dibuktikan kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata

sebagai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai

dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang

untuk mengatasi stressor.

b. Faktor Presipitasi

Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal.

Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :

1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan

fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk

melakukan aktivitas hidup sehari - hari.

2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan

identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

4. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Gangguan perilaku : kecemasan Core Problem

Koping individu tak efektif

Stressor
5. Klasifikasi

Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan,

yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa

baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam

Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu

ringan, sedang, berat dan panik.

a. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan

membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu

individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah,

berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut

Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :

1) Respons fisik

a) Ketegangan otot ringan

b) Sadar akan lingkungan

c) Rileks atau sedikit gelisah

d) Penuh perhatian

e) Rajin

2) Respon kognitif

a) Lapang persepsi luas

b) Terlihat tenang, percaya diri

c) Perasaan gagal sedikit

d) Waspada dan memperhatikan banyak hal

e) Mempertimbangkan informasi

f) Tingkat pembelajaran optimal


3) Respons emosional

a) Perilaku otomatis

b) Sedikit tidak sadar

c) Aktivitas menyendiri

d) Terstimulasi

e) Tenang

b. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu

yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut

Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :

1) Respon fisik :

a) Ketegangan otot sedang

b) Tanda-tanda vital meningkat

c) Pupil dilatasi, mulai berkeringat

d) Sering mondar-mandir, memukul tangan

e) Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi

f) Kewaspadaan dan ketegangan menigkat

g) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

2) Respons kognitif

a) Lapang persepsi menurun

b) Tidak perhatian secara selektif

c) Fokus terhadap stimulus meningkat

d) Rentang perhatian menurun

e) Penyelesaian masalah menurun

f) Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan


3) Respons emosional

a) Tidak nyaman

b) Mudah tersinggung

c) Kepercayaan diri goyah

d) Tidak sabar

e) Gembira

c. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,

memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008),

respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :

1) Respons fisik

a) Ketegangan otot berat

b) Hiperventilasi

c) Kontak mata buruk

d) Pengeluaran keringat meningkat

e) Bicara cepat, nada suara tinggi

f) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan

g) Rahang menegang, mengertakan gigi

h) Mondar-mandir, berteriak

i) Meremas tangan, gemetar

2) Respons kognitif

a) Lapang persepsi terbatas

b) Proses berpikir terpecah-pecah

c) Sulit berpikir

d) Penyelesaian masalah buruk


e) Tidak mampu mempertimbangkan informasi

f) Hanya memerhatikan ancaman

g) Preokupasi dengan pikiran sendiri

h) Egosentris

3) Respons emosional

a) Sangat cemas

b) Agitasi

c) Takut

d) Bingung

e) Merasa tidak adekuat

f) Menarik diri

g) Penyangkalan

h) Ingin bebas

d. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena

hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan

perintah. Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai

berikut :

1) Respons fisik

a) Flight, fight, atau freeze

b) Ketegangan otot sangat berat

c) Agitasi motorik kasar

d) Pupil dilatasi

e) Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun

f) Tidak dapat tidur


g) Hormon stress dan neurotransmiter berkurang

h) Wajah menyeringai, mulut ternganga

2) Respons kognitif

a) Persepsi sangat sempit

b) Pikiran tidak logis, terganggu

c) Kepribadian kacau

d) Tidak dapat menyelesaikan masalah

e) Fokus pada pikiran sendiri

f) Tidak rasional

g) Sulit memahami stimulus eksternal

h) Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi

3) Respon emosional

a) Merasa terbebani

b) Merasa tidak mampu, tidak berdaya

c) Lepas kendali

d) Mengamuk, putus asa

e) Marah, sangat takut

f) Mengharapkan hasil yang buruk

g) Kaget, takut

h) Lelah

6. Gejala Klinis

Keluhan (keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas),

antara lain sebagai berikut:


a. Cemas, khawatir, firasat, buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang .

d. Gangguan pola tidur, mimpi (mimpi yang menegangkan).

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

f. Keluhan (keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak napas, gangguan

pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

B. Konsep Dasar Haemodialisa

Hemodialisa di indonesia dimulai pada tahun 1970, dan sampai sekarang

telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan, umumnya dipergunakan ginjal

buatan yang kompertemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel

(hallow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur

yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang

mahal (Sudoyo et al. 2009)

1. Definisi

Hemodialisis adalah proses pembuangan zat zat sisa metabolisme, zat

toksik lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antara darah

dan cairan diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer (Wijaya dan Putri, 2017)

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien

dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek

(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal
stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi

jangka panjang atau permanen (Suharyanto dan Madjid, 2009).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hemodialisa

adalah suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal ginjal untuk proses

pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksik dan untuk memperbaiki

ketidakseimbangan elektrolit lainnya melalui membran 2semi permeabel sebagai

pemisah antara darah dan cairan diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer.

2. Tujuan

Hemodialisa bertujuan Membuang sisa produk metabolisme protein :

urea kreatinin dan asam urat, Membuang kelebihan cairan dengan

mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan,

Mempertahankan atau mengembanlikan sistem buffer tubuh, Mempertahankan

atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. (Wijaya dan Putri, 2017)

Hemodialisa menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi

(membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan

sisa metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan

cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat,

meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal

serta menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang

lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).

3. Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien gagal ginjal kronik dan

gagal ginjal akut untuk sementara samapai fungsi ginjal pulih (laju filtrasi

glomerulus <5 ml).

b. Pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:

Hiperkalemia (K+ darah>6 meq/l), Asidosis, Kegagalan terapi konservatif,

Kadar ureum /kreatinin tinggi dalam darah (ureum>200mg%, kreatinin

serum>6mEq/l, Kelebihan cairan, Mual dan muntah yang hebat

c. Intoksikasi obat dan zat kimia

d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat

e. Sindrom hepatorenal dengan kriteria : K+pH darah <7,10 asidosis,

Oliguria/an uria >5 hari, GFR <5ml/i pada CKD, ureum darah >200mg/dl

(Wijaya dan Putri, 2017)

Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila laju filtrasi

glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 mL/menit, yang di dalam praktek

dianggap demikian bila (TKK)<5mL/menit. Keadaan pasien yang hanya

mempunyai TKK <5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap

baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah :

a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata

b. K serum >6 mEq/L

c. Ureum darah 200mg/dl

d. pH darah <7,1

e. Anuria berkepanjangan (>5 hari)

f. Fluid overloaded (Sudoyo et al. (2010)


4. Kontra indikasi

a. Hipertensi berat (TD >200/100mmHg)

b. Hipotensi (TD <100mmHg)

c. Adanya perdarahan hebat

d. Demam tinggi (Wijaya dan Putri, 2017)

5. Prinsip Hemodialisa

Prinsip hemodialisa dengan cara difusi dihubungkan dengan pergeseran

partikel-partikel dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga

yang ditimbulkan oleh perbedahan konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi

membran dialisis, difusi menyebabkan pergeseran urea kreatinin dan asam urat

dari darah ke larutan dialisat.

Osmosa adalah Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semi

permiabel dari daerah yang kadar partikel partikel rendah ke daerah partikel

lebih tinggi, osmosa bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien

terutama pada pada.

Ultrafiltrasi Terdiri dari pergeseran cairan lewat membran semi periabel

dampak dari bertambahnya tekanan yang dideviasikan secara buatan,

Hemo:darah, dialisis memisahkan dari yang lain (Sudoyo et al, 2009)

6. Akses Sirkulasi Darah

a. Kateter dialisis perkutan yaitu pada vena pulmoralis atau vena subklavikula

b. Cimino : dengan membuat fistula interna arteriovenosa~ operasi (LA.Radialis

dan V. Sefalika pergelangan tangan) pada tangan non dominan. Darah dipirau
dari A ke V sehingga vena membesar hubungan ke sistim dialisi dengan 1

jarum di distal (garis arteri) dan diproksimal (garis vena), lama pemakaian -+

4 tahun, masalah yang mungkin timbul: Nyeri pada punksi vena,trombosis,

Aneurisme, kesulitan hemostatik post dialisa, Iskemia tangan. Kontra indikasi

: Penyakit perdarahan, Kerusakan prosedur sebelumnya, Ukuran pembuluh

darah klien/halus.

c. AV Graft : tabung plastik dilingkarkan yang menghubungkan arteri ke vena..

operasi graf seperti operasi fastula AV, digunakan 2-3 minggu setelah

operasi(Wijaya dan Putri, 2017)

Gambar 2.4 Akses Pembuluh Darah (https://www.sahabatginjal.com/penting-bagi-

anda/hemodialisis)
7. Prosedur pelaksanaan HD

Gambar 2.5 Prosedur Hemodialisa (http://4.bp.blogspot.com/)

Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu

tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompertemen yang terpisah.

Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen yang dibatasi oleh selaput

semipermeabel buatan (artifisial) dengan komposisi elektrolit mirip serum

normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan

darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut

berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah, sampai

konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses

dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke konpartemen cairan

dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen

cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi.

Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat pelarut

yang berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih

lambat dibanding molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat pelarut

tersebut makin tinggi bila konsentrasi di kedua kompartemen makin besar,


diberikan tekanan hidrolik dikompartemen darah, dan bila tekanan osmotik di

kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Cairan dialisis ini mengalir berlawaan

arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada

awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai konsentrasinya

sama dikedua kompartemen. (Pudji et al, 2009).

8. Penatalakasanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisis

Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar

tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk

terjadinya kematian pada pasien hemodialisis.

Status cairan menentukan kecukupan cairan dan terapi cairan

selanjutnya. Status cairan pada pasien CKD dapat dimanifestasikan dengan

pemeriksaan edema, tekanan darah, kekuatan otot, lingkar lengan atas, nilai

IDWG dan biochemical marker yang meliputi natrium, kalium, kalsium,

magnesium, florida, bikarbonat dan fosfat.

Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas

asupan protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70

meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi

kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk

dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada

ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-120 mEq.hari guna

mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan

menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum. Bila
asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara dialisis akan terjadi

kenaikan berat badan yang besar (wijaya dan putri, 2017)

Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui

ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,

antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk

memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat

dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek

toksik akibat obat harus dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2010).

9. Komplikasi

Wijaya dan Putri (2017) menjabarkan komplikasi hemodialisa sebagai berikut :

1. Hipotensi

Merupakan komplikasi akut yang sering terjadi, dimana insiden 15-30%.

Dapat disebabkan oleh karena penurunan volume plasma, disfungsi otonom,

vasodilatasi karena energy panas dan obat anti hipertensi.

2. Kram otot

Terjadi 20 % pasien yang menjalankan hemodialisa, dimana penyebab

idiopatik, namun diduga karena kontraksi akut yang dipacu oleh peningkatan

volume ekstrasluler.

A. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data Biografi :identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama, status

perkawinan, pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang, identitas


penaggung jawab, hubungan dengan pasien, no telepon, asuransi kesehatan

(jika ada).

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama/alasan masuk Rumah sakit

2) Riwayat kesehatan sekarang : dimulai dri akhir masa sehat, ditulis

dengan kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan dan

perjalanan penyakitnya seperti : faktor pencetus, sifat keluhan

(mendadak/berlahan-lahan/terus menerus/hilang timbul atau

berhubungan dengan waktu, lokalisasi dan sifarnya ( menjalar

/menyebar/berpindah/menetap), bearat ringannya keluhan

(menetap/cenderung bertambah atau berkurang), lamanya keluhan,

upaya yang dilakukan untuk mengatasi, keluhan saat pengkajian,

diagnosa medik

3) Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk

mengatasi, riwayat masuk RS), Alergi, Obat-obatan yang pernah

digunakan.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga, disertai

genogram.

5) Pengkajian lingkungan

Pengkajian lingkungan rumah, lingkungan klien bekerja, fokus pada

upaya keamanan klien, informasi tentang lingkungan rumah dan tempat


bekerja meliputi:tata ruang, kebersihan, resiko cidera, paparan polusi,

pencahayaan, susasana rumah,

c. Pola fungsional gordon

1) Pola management kesehatan/persepsi kesehatan

Persepsi terhadap penyakit yang dialaminya, Riwayat

penggunaan tembakau, alkohol, alergi (obat-obatan, makanan, reaksi

alergi), mengatur dan menjaga kesehatannya, pengetahuan dan praktik

pencegahan penyakit.

2) Pola nutrisi dan metabolik

Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum

dan sesudah sakit meliputi : jenis makanan dan minuman yang

dikonsumsi, frekuensi makan dan minum, porsi makan, makanan yang

disukai, nafsu makan (normal,meningkat, menurun), pantangan atau

alergi, penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis, kesulitan

menelan (disfagia). riwayat masalah kulit/penyembuhan (ruam,

kering, keringat berlebihan, penyembuhan abnormal, jumlah

minum/24 jam dan jenis (kehausan yang sangat), mengkaji ABCD

yaitu :A (Antropometri) : BB, TB, sebelum dan sesudah sakit

fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun), B (Biocemicle):

Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematoktit (cairan), Albumin

edema, C (Clinicel) : turgor kulit, konjungtiva, CRT, D (Diet) :

diet/suplment khusus, Instruksi diet sebelumnya.

3) Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi,

Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK) :

Frekuensi, Kesulitan/keluhan (disuria, noktiria, hematuria, retensia,

inkontinensia).

4) Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan diri

0 : Mandiri

1: dengan alat bantu

2: dibantu orang lain

3: dibantu orang lain dan peralatan

4: ketergantian / ketidakmampuan

5) Pola istirahat dan tidur

Lama tidur : (jam/malam, tidur siang , tidur sore), waktu kebiasaan

menjelang tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi

buruk), perasaan setelah bangun (merasa segar / tidak setelah tidur).

6) Pola kognitif dan Persepsi sensori

Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak ), bicara:

normal, genap, aphasia ekspresif, kemampuan berkomunikasi,

kemampuan memahami, tingkat ansietas , Pendengaran: DBN, Tuli,

tinitis, alat bantu dengar, Penglihatan (DBN, Buta, katarak,

kacamata, lensa kontak, dll), vertigo, ketidaknyamanan/nyeri /akut/

kronis, penatalaksaan nyeri

7) Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya, harga

dirinya, peran dirinya, ideal dirinya.


8) Pola hubungan peran

Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga

serumah, keluarga tinggal berjauhan, maslah keluarga berkenaan

dengan perawatan RS, kegiatan sosial : bagaimana hubungan dengan

masyarakat.

9) Pola seksual dan reproduksi

Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam pola

reproduksi, Pap smear terakhir, kepuasan dan tidak puasan klien

dalam pola seksualitas, kesulitan dalam pola seksualitas, masalah

seksual B. D penyakit

10) Pola koping dan toleransi stres

Perawat mengkaji kemampuan klien dalam mengelola stess,

Kehilangan/perubahan besar dimasa lalu, Hal yang dilakukan saat

ada masalah, Pengguanaan obat saat menghilangkan stres, Keadaan

emosi dalam sehari-hari (santai/tegang), keefektifan dalam

mengelola stress.

11) Pola nilai dan Keyakinan

Keyakinan Agama, budaya, Pengaruh agama dalam kehidupan.

d. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum: Kesadaran, Klien tampak sehat/ sakit/sakit berat

2) Tanda –tanda vital : TD, ND, RR, S

3) Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban,

Turgor kulit, Ada/tidaknya edema

4) Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi


5) Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris,

Odema palpebra, Palpebra, Sklera

6) Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi

keseimbangan, Sekret, Mastoid

7) Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan,

Kebersihan, Pendarahan, Sekret

8) Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda

radang (gigi,lidah,gusi), Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan

mulut

9) Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar

limfe, Kelenjar tiroid, Kaku kuduk

10) Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi

11) Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi

12) Abdomen : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi

13) Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan

warna

14) Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda

rangsangan meningkat, Saraf kranial, Reflek spikologis, Reflek

patologis

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko Ketidak efektifan perfusi jaringan ginjal (00203)

b. Gangguan rasa nyaman: cemas berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan (00102)
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulasi

(00026)

d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme

(00046)

e. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan faktor bologis (00002)

f. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen (00092)

g. Pola nafas tidak efektif berhubungan hiperventilasi (00032)(Heardman et

al, 2015)
3. Intervensi

No. Intervensi
Tujuan & KH Rasional
DX Keperawatan
1. Tujuan : Circulatory Care
Setelah dilakukan 1. Lakukan penilaian 1. Sebagai data
tindakan secara komprehensif dasar untuk
keperawatan selama fungsi sirkulasi menentukan
3x24 jam resiko perifer. (cek nadi intervensi
ketidak efektifan priper,oedema, selanjutnya
perfusi ginjal kapiler refil,
adekuat. temperatur
ekstremitas).
Kriteria Hasil: 2. Kaji nyeri
Circulation Status 2. Mengetahui
1. Membran persepsi dan
mukosa merah 3. Inspeksi kulit dan tingkatan nyeri
muda Palpasi anggota yang dirasakan
2. Conjunctiva tidak badan klien
anemis 4. Atur posisi pasien, 3. Mengetahui
3. Akral hangat ekstremitas bawah adanya edema
4. TTV dalam batas lebih rendah untuk ekstremitas
normal. memperbaiki 4. Posisi tersebut
5. Tidak ada edema sirkulasi. dapat
5. Monitor status memperbaiki
cairan intake dan sirkulasi
output
6. Evaluasi nadi,
oedema 5. Mengetahui
balance cairan
6. Mengetahui
7. Berikan therapi tingkatan edema
antikoagulan. pada klien dan
kondisi klien
7. Terapi
antikoagulan
dapat mencegah
terjadinya
penggumpalan
darah klien.

2. Tujuan: Fluid Management


Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan : 1. Mengetahui adanya
asuhan keperawatan timbang berat kelebihan volume
selama 3x24 jam badan,keseimbangan cairan pada klien
volume cairan masukan dan
seimbang. haluaran, turgor
kulit dan adanya
Kriteria Hasil: edema 2. Mengetahui output
Fluid Balance 2. Timbang cairan klien
1. Terbebas dari popok/pembalut jika
edema, efusi, diperlukan 3. Mengetahui status
anasarka 3. Pertahankan catatan balance cairan klien
2. Bunyi nafas intake dan output 4. Mencegah adanya
bersih,tidak yang akurat edema
adanya dipsnea 4. Batasi masukan 5. Pemasangan kateter
3. Memilihara cairan dapat melancarkan
tekanan vena 5. Pasang urin kateter output urine klien
sentral, tekanan jika diperlukan 6. Hasil lab
kapiler paru, 6. Monitor hasil lab menginterpretasika
output jantung yang sesuai dengan n status cairan dan
dan vital sign retensi cairan elektrolit klien
normal. (BUN , Hematokrit,
4. Pasien dapat osmolalitas urin  )
menjelaskan 7. Monitor vital sign 7. Mengetahui kondisi
indikator 8. Monitor indikasi umum klien
kelebihan cairan retensi / kelebihan 8. Indikasi
cairan (kreacles, retensi/kelebihan
CVP , edema, cairan dapat
distensi vena leher, menentukan
asietes) intervensi yang
9. Kaji lokasi dan tepat bagi klien
drajat edema 9. Lokasi dan derajat
edema dapat
menentukan
seberapa berat
10. Berikan diuretik kelebihan volume
sesuai interuksi cairan klien
11. Kolaborasi
dokter jika tanda 10. Diuretic dapat
cairan berlebih meningkatkan
muncul memburuk output cairan klien
12. Jelaskan pada 11. Dapat dilakukan
pasien dan keluarga terapi yang tepat
rasional pembatasan pada klien
cairan
12. Mencegah klien
13. Menjelaskan dari kelebihan
cara diit pasien cairan dan keluarga
dapat memantau
14. Kolaborasi asupan cairan klien
pemberian cairan 13. Klien dapat
sesuai terapi. mengetahui diit
yang tepat untuk
menjaga
Fluid Monitoring kondisinya
1. Tentukan riwayat 14. Pemberian cairan
jumlah dan tipe yang tepat dapat
intake cairan dan mencegah klien
eliminasi dari kelebihan
2. Tentukan cairan
kemungkinan faktor
resiko dari ketidak
seimbangan cairan 1. Sebagai data dasar
(hipertermia, terapi dalam menentukan
diuretik, kelainan intervensi
renal, gagal jantung, selanjutnya
diaporesis, disfungsi 2. Untuk mengetahui
hati, dll ) tindakan yang tepat
3. Monitor berat badan untuk mengatasi
masalah
4. Monitor serum dan
elektrolit urine
5. Monitor adanya
distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan
penambahan BB
6. Monitor tanda dan 3. Mengetahui adakah
gejala dari odema keleibihan volume
Hemodialysis therapy cairan
1. Bekerja secara 4. Mengetahui kadar
kolaboratif dengan cairan dan elektrolit
pasien untuk 5. Mengetahui adanya
menyesuaikan kelebihan volume
panjang dialisis, cairan
peraturan diet,
keterbatasan cairan
dan obat-obatan 6. Edema dapat
untuk mengatur menjadi tanda
cairan dan elektrolit kelebiihan cairan
pergeseran antara
pengobatan. 1. Terapi hemodialisa
sesuai prosedur
dapat mengurangi
kelebihan cairan
dan sisa metabolism
di tubuh
3. Tujuan : Pressure management
Setelah dilakukan 1. Monitor kulit akan 1. Kemerahan dapat
asuhan keperawatan adanya kemerahan menjadi tanda
selama 3x24 jam kerusakan
diharapkan integritas kulit.
gangguan integritas 2. Monitor tanda dan 2. Infeksi dapat
kulit teratasi dengan gejala infeksi pada menjadikan
area insisi integritas kulit
Kriteria Hasil: 3. Anjurkan pasien menjadi rusak
1. Tidak ada tanda – menggunakan 3. Pakaian yang
tanda infeksi pakaian yang longgar dapat
2. Ketebalan dan longgar mengurangi rasa
teksture jaringan nyeri pada kulit
normal yang rusak
3. Menunjukan 4. Hindari kerutan
pemahaman pada tempat tidur 4. Kerutan di
dalam proses tempat tidur
perbaikan kulit dapat
dan mencegah 5. Jaga kebersihan menyebabkan
terjadinya cidera kulit agar tetap nyeri pada kulit
berulang bersih dan kering yang rusak
4. Menunjukan 6. Mobilisasi pasien 5. Menjaga
terjadinya proses (ubah posisi pasien integritas kulit
penyembuhan setiap dua jam agar tetap bagus
luka sekali)
7. Oleskan lotion atau 6. Mobilidsasi rutin
minyak baby oil dapat mencegah
pada daerah yang dekubitus
tertekan.
7. Lotion dapat
melembabkan
kulit
4. Tujuan : Nutritional
Setelah dilakukan Management 1. Mual dan muntah
asuhan keperawatan 1. Monitor adanya dapat menjadi
selama 3x24 jam mual dan muntah data untuk
nutrisi seimbang dan menentukan
adekuat. status nutrisi
2. Monitor status 2. Mengetahui
Kriteria Hasil: nutrisi. adanya gangguan
Nutritional Status nutrisi pada klien
1. Nafsu makan 3. Sebagai data
meningkat 3. Monitor adanya penguat untuk
2. Tidak terjadi kehilangan berat mengetahui
penurunan BB badan dan adanya gangguan
3. Masukan nutrisi perubahan status nutrisi
adekuat nutrisi. 4. Hasil lab dapat
4. Menghabiskan 4. Monitor albumin, menjadi data
porsi makan total protein, pendukung
5. Hasil lab normal hemoglobin, dan menentukan
(albumin, kalium) hematocrit level intervensi
yang
menindikasikan
status nutrisi dan
untuk perencanaan
treatment
selanjutnya. 5. Intake nutrisi
5. Monitor intake yang adekuat
nutrisi dan kalori dapat
klien. meningkatkan
status nutrisi
6. Makanan sedikit
6. Berikan makanan tapi sering dapat
sedikit tapi sering meningkatkan
nafsu makan
klien
7. Berikan perawatan 7. Perawatan mulut
mulut sering dapat
meningkatkan
8. Kolaborasi dengan nafsu klien
ahli gizi dalam 8. Diet yang sesuai
pemberian diet dapat
sesuai terapi menyeimbangka
9. Monitor masukan n status nutrisi
makanan / cairan klien
dan hitung intake 9. Masukan
kalori harian makanan yang
adekuat dapat
meningkatkan
status nutrisi
klien
5 Tujuan: Activity Therapy
Setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk 1. Mengetahui
tindakan keperawata mengidentifikasi tingkat aktivitas
selema 2x24 jam aktivitas yang yang mampu
pasien diharapkan mampu dilakukan. dilakukan klien
masalah intoleransi 2. Bantu untuk
aktivitas dapat mendapatkan alat 2. Alat bantu dapat
teratasi dengan bantuan aktivitas membantu
seperti kursi roda, aktivitas klien
Kriteria Hasil : krek.
1. Mampu 3. Bantu pasien dan
melakukan keluarga untuk 3. Kekurangan
aktivitas sehari mengidentivikasi aktivitas klien
hari (ADLS) kekurangan dalam dapat menjadi
secara mandiri beraktivitas data untuk
2. Berpartipasi 4. Bantu klien untuk menentukan
dalam aktivitas mengembangkan intervensi yang
fisik tampa motivasi diri dan tepat
disertai penguat
peningkatan 5. Kolaborasikan 4. Motivasi diri
tekanan darah, dengan tenaga dapat
nadi dan RR medik dalam meningkatkan
3. Status respirasi : merencanakan kepercayaan diri
pertukaran gan program terapi yang klien
dan ventilasi tepat.
adekuat 5. Terapi yang tepat
4. Mampu dapat
berpindah : meningkatkan
dengan atau kondisi klien
tampa bantuan
alat

6. Tujuan : Respiratory
Setelah dilakukan Monitoring 1. Menjadi data
asuhan keperawatan 1. Monitor rata – rata, dasar dalam
selama 1x24 jam kedalaman, irama menentukan
pola nafas adekuat. dan usaha respirasi intervensi yang
2. Catat pergerakan tepat
Kriteria Hasil: dada,amati 2. Mengetahui
Respiratory Status kesimetrisan, adanya gangguan
1. Peningkatan penggunaan otot pola nafas klien
ventilasi dan tambahan, retraksi
oksigenasi yang otot supraclavicular
adekuat dan intercostal
2. Bebas dari tanda 3. Monitor pola nafas :
tanda distress bradipena, takipenia, 3. Mengetahui
pernafasan kussmaul, adanya gangguan
3. Suara nafas yang hiperventilasi, pernafasan pada
bersih, tidak ada 4. Auskultasi suara klien
sianosis dan nafas, catat area
dyspneu (mampu penurunan / tidak 4. Mengetahui
mengeluarkan adanya ventilasi dan adanya suara
sputum, mampu suara tambahan nafas tambahan
bernafas dengan
mudah, tidak ada Oxygen Therapy
pursed lips) 1. Auskultasi bunyi
4. Tanda tanda vital nafas, catat adanya
dalam rentang crakles 1. Mengetahui
normal 2. Ajarkan pasien adanya gangguan
nafas dalam pola nafas klien
2. Nafas dalam
dapat
3. Atur posisi meningkatkan
senyaman mungkin oksigenasi klien
4. Batasi untuk
beraktivitas 3. Memberikan rasa
nyaman dan
rileks
5. Kolaborasi 4. Aktivitas yang
pemberian oksigen berlebihan dapat
menyebabkan
pasien kelelahan
dan dispnea
5. Pemberian
oksigen dapat
meningkatkan
oksigenasi klien
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Tanggal Rawat : No Medrec :


12 Desember 2020 203406
Tanggal Pengkajian : Diagnosa Medis
12 Desember 2020 CKD on HD

IDENTITAS KLIEN

Nama : Tn. J
Umur : 54 th
Jenis : Laki-laki
kelamin
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : IRT
Agama : ISLAM
Status : Menikah
Marital
Suku / : Minang
Bangsa
Alamat : Lumindai
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. A

Umur : 39 th

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Lumindai

Hubungan Dengan Klien : anak kandung


RIWAYAT KESEHATAN

1. Alasan Haemodialisa

Sesak lebih kurang sudah 2 hari, oedema pada ekstremitas, riwayat sakit ginjal

menahun. Hasil labor ureum kreatinin meningkat

2. Keluhan Utama

Sesak sejak 1 minggu yang lalu meningkat sejak 2 hari sebelum masuk

rumah sakit, oedema di kaki dan acites sejal 1 bulan yang lalu. Batuk

berdahak sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, aktivitas terganggu.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Sesak, oedema dikaki, acites dan batuk berdahak

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien memiliki riwayat CKD dan pernah dirawat dengan alasan yang

sama

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien

KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI

1. Feeding □ □√ □ Total Care


Mandiri Dibantu
2. Toileting □ □√ □ Total Care
Mandiri Dibantu
3. Bathing □ □ □√ Total
Mandiri Dibantu Care
4. Grooming □ □√ □ Total Care
Mandiri Dibantu
PEMERIKSAAN FISIK

1. Kesadaran : Compos mentis kooperatif

2. Tanda Vital

a. Suhu : 36,60 C

b. Tekanan Darah :146/86 mmhg

c. Nadi :117 x /i

d. Respirasi : 32 x /i

e. Saturasi O2 : 95%

3. Data pengkajian fisik focus

Tampak acites pada perut dan oedema pada kaki atau ekstemitas bawah

4. Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Hasil rapid test : non reaktif

Elektrolit : Na = 134 nmol/l, K = 5,7 NMOL/L, Cl= 93 nmol/l

Haemoglobin : 14,9 gr/dl

Leukosit : 10500/mm3

Ureum : 135

Kreatini : 4,2

5. Program Terapi:

a. Nutrisi :

Makanan lunak rendah garam 3 kali sehari


b. Cairan :

Cairan infus Ringer Lactat 1 kolf/ 24 jam

6. Penggunaan alat bantu: Oksigen sungkup sederhana 5-8 l/i

DATA PENGETAHUAN

Pasien mengetahui tentang penyakitnya, karena takut akan di haemodialisa pasien

cukup lama dirawat di rumah.

DATA PSIKOSOSIAL SPIRITUAL

Pasien tampak memiliki hubungan baik dengan keluarganya dan tampak


melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya
B. ANALISA DATA

Etiologi/factor
Data Subjektif dan Objektif Masalah/Diagnosa
yang
berhubungan
DS: Kurang pengetahuan kecemasan
-Pasien mengatakan perutnya tentang proses penyakit
bengkak sejak 1 bln yang lalu
- pasien mengatakan bengkak pada
kaki sejak 1 minggu yang lalu
- Pasien mengatakan cemas akan
proses haemodialisa sehingga takut
ke rumah sakit
DO
- pat tampak acites dan oedema pada
ekstremitas bawah
- pat tampak menggunakan otot bantu
pernafasan
-Tekanan Darah:146/86 mmhg

Nadi :117 x /i
Respirasi: 32 x /i
Saturasi O2 : 95%

DS: Kelebihan volume Pola nafas tidak efektif


-Pasien mengatakan perutnya cairan
bengkak sejak 1 bln yang lalu
- pasien mengatakan bengkak pada
kaki sejak 1 minggu yang lalu
- pasien mengatakan sesak
DO :
- Tampak oedema pada kaki
- tampak acites
- produksi urine ± 0,3 cc/jam/kg bb
- Respirasi: 32 x /i

Saturasi O2 : 95%
Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas:

a. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit


b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelebihan volume cairan
C. RENCANA KEPERAWATAN

No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


DX
1
2.
1.
D. IMPLEMENTASI, EVALUASI dan CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal/jam No DX Implementasi Evaluasi


12 Desember 1

2020
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Bayhakki. 2013. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta:
EGC
Heardman. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017.
EGC: Jakarta
Huddak and Gallo 2010, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary
Counseling Terhadap Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien
Hemodialisa, Tesis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ika 2015.Laporan Pendahuluan “Chronic Kidney Disease (CKD)”dilihat 4 Mei
2018.
Joy et al (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishig
Kirana 2015. Laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien Chronic
Kidney Disease
McAlexcander 2016,Faruq 2017, Upaya Penurunan Volume Cairan Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronis, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Oscar 2017,Situasi Penyakit Ginjal Kronik Sudoyo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing
Suharyanto, T. Madjid A, 2009.Asuhan Keperewatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan . Jakarta: Penerbit Trans Info Media
Syaifudin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keparawatan & Kebidanan Ed 4 Jakarta: EGC
Wijaya dan Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Wilson 2012, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling
Terhadap Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa,
Tesis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai