Anda di halaman 1dari 60

PROPOSAL SEMINAR

EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI AUDIOVISUAL (MENONTON VIDIO)

TERHADAP PENURUNAN GEJALA HALUSINASI PADA Tn.P DI RUANG SIGMA

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH JAMBI TAHUN 2023

OLEH :

Absya Khoiry Sarah Lubis, S.Kep

Mega Putri Julianti, S.Kep

Sanggita Fitria, S.Kep

Wanda Fitria Ramadani, S.Kep

Zylla Zayshinta, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MOHAMMAD NATSIR BUKITINGGI

TP 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga Asuhan

Keperawatan ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima

kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik

pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca

praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih

banyak kekurangan dalam penyusunan asuhan keperawatan ini karena keterbatasan pengetahuan

dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari pembaca demi kesempurnaan asuhan keperawatan ini.

Jambi , 20 Februari 2023

Penyusun

i
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR PROPOSAL

Kelompok I

Judul : Efektivitas Pemberian Terapi Audiovisual (Menonton Video) terhadap

Penurunan Gejala Halusinasi pada Tn.P di Ruang Sigma Rumah Sakit Jiwa

Daerah Jambi Tahun 2023

Proposal ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

LEMBAR PENGISAHAN..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Tujuan....................................................................................................................5

C. Manfaat..................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi.......................................................................................7

B. Penerapan Terapi Menonton Video dalam Mengatasi Halusinasi.......................20

C. Asuhan Keperawatan Teoritis..............................................................................22

BAB III PENGKAJIAN

A. Identitas Klien......................................................................................................26

B. Alasan Masuk......................................................................................................26

C. Faktor Predisposisi...............................................................................................27

D. Pemeriksaan Fisik................................................................................................33

E. Analisa Data.........................................................................................................34

F. Intervensi Keperawatan.......................................................................................36

G. Evaluasi................................................................................................................45

iii
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian....................................................................................................47

B. Kemampuan Mengontrol Halusinasi Setelah diberikan Terapi Menonton.........49

C. Implementasi dan Evaluasi Pemberian Terapi Menonton dalam Mengontrol

Halusinasi............................................................................................................50

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................................51

B. Saran....................................................................................................................51

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa

bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di

butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta

mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya.

Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Kemenkes, 2013).

Skizofrenia merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa kronik, yang

menyebabkan penyakit otak persisten serius yang mengakibatkan perilaku psikotik,

pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memperoleh informasi. (Pardede. & Hasibuan,

2020). Seorang yang mengalami skizofrenia terjadi kesulitan berfikir dengan benar,

memahami dan menerima realita, gangguan emosi/perasaan, tidak mampu membuat

keputusan, serta gangguan dalam melakukan aktivitas atau perubahan perilaku. Pasien

skizofrenia 70% mengalami halusinasi (Stuart, 2013 ).

Prevalensi gangguan jiwa di seluruh dunia menurut data (WHO, 2017) terdapat

264 juta orang mengalami depresi, 45 juta orang menderita gangguan bipolar, 50 juta

orang mengalami demensia, dan 20 juta orang jiwa mengalami skizofrenia. Meskipun

prevalensi skizofrenia tercatat dalam jumlah yang relative lebih rendah dibandingkan

prevalensi jenis gangguan jiwa lainnya berdasarkan National Institute of Mental Health

(NIMH), skizofrenia merupakan salah satu dari 15 penyebab besar kecacatan di seluruh

dunia, orang dengan skizofrenia memiliki kecenderungan lebih besar peningkatan resiko

bunuh diri. Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementerian Republik Indonesia

1
menyimpulkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang menunjukkan Gejala

depresi dan Kecemasan, usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari

jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti halusinasi

mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Halusinasi

penglihatan menduduki peringkat kedua kasus terbanyak di Indonesia (setelah halusinasi

pendengaran) dengan ratarata 20%. Sementara jenis halusinasi yang lain yaitu halusinasi

pengecapan, penghidu,perabaan, kinesthetic, dan cenesthetic hanya meliputi 10%

(Riskesdas, 2018).

Menurut World Health Organization (WHO, 2019) Skizofrenia merupakan suatu

gangguan jiwa berat yang bersifat berat dan kronis yang menyerang 20 juta orang di

seluruh dunia. Skizofrenia merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan,

gangguan otak yang di tandai dengan pikiran kacau, waham, delusi, halusinasi, dan

perilaku aneh atau katatonik (Pardede & Laia, 2020). Negara berkembang seperti

Indonesia penderita gangguan jiwa dari data yang diambil (Riskesdas, 2018) penderita

skizofrenia mengalami peningkatan sebesar 5,3% terutama untuk skizofrenia berat seperti

gangguan perilaku hingga dengan pasung. Kasus tertinggi terdapat di Bali (11%), Di

wilayah Jawa Timur data yang tercatat 2018 penderita skizofrenia sebesar 7,5%

(Riskesdas, 2018).

Hasil studi yang telah dilakukan di ruang sigma RSJ Daerah Jambi didapatkan

bahwa dari 21 pasien, 2 pasien dengan masalah Resiko Perilaku Kekerasan (RPK), 2

pasien dengan masalah Defisit Perawatan Diri (DPD), 5 pasien dengan masalah Harga

Diri Rendah (HDR), 2 pasien dengan masalah isolasi sosial, dan selebihnya dengan

halusinasi.

2
Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah

satu dari kelima panca indera. Hal ini menunjukan bahwa halusinasi dapat bermacam-

macam yang meliputi halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan

pengecapan. Untuk mengatasi pasien gangguan jiwa pada pasien halusinasi terdapat

intervensi-intervensi keperawatan antaranya yaitu dengan teknik : membantu pasien

mengenali halusinasi, melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas terjadwal,

menggunakan obat secara teratur (Muhith, 2015).

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya halusinasi yaitu faktor biokimia.

Adanya stres berlebihan yang dialami seseorang menghasilkan suatu zat yang bersifat

halusinogenik neurokimia di dalam tubuh. Akibat stres berkepanjangan menyebabkan

teraktivasinya neurotransmitter otak. Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel

yang menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel

yang lain. Sambungan sel tersebut melepas zat kimia yang disebut neurotransmitter yang

membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke ujung sel yang lain. Pada orang

gangguan halusinasi sistem switch pada otak bekerja dengan abnormal. Sinyal-sinyal

persepsi yang datang dan dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai

sambungan sel yang dituju sehingga muncul gangguan singkat dan kuat, salah satunya

adalah halusinasi (Yosep & Sutini, 2016). Penderita halusinasi jika tidak ditangani

dengan baik akan berakibat buruk bagi pasien sendiri (seperti terjadinya risiko bunuh

diri), keluarga dan orang lain (seperti terjadinya risiko perilaku kekesaran bahkan

perilaku kekerasan), serta lingkungan (merusak lingkungan). Tindakan keperawatan yang

3
dapat dilakukan adalah menggunakan standar asuhan keperawatan jiwa (Nurhasanah,

2016).

Salah satu cara untuk menangani pasien dengan halusinasi adalah dengan kegiatan

terjadwal dengan menonton video. Menonton video merupakan salah satu terapi sensori

dalam terapi aktivitas kelompok. Tujuan diakukan stimulasi sensori menonton video

adalah menstimulasi semua pancaindra (sensori) agar memberi respon yang adekuat,

dimana terapi visualilsasi ini bermanfaat untuk mengurangi gejala halusinasi.

Beberapa cara untuk mengatasi masalah keperawatan gangguan persepsi sensori:

halusinasi, dilakukan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian (mengkaji tanda

dan gejala halusinasi yang dialami klien, pada tahap berapa halusinasi yang dialami

klien), diagnosa keperawatan (menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil

pengkajian pada klien), perencanaan (rencana asuhan keperawatan pada klien dengan

halusinasi terdiri dari 4 SP klien dan 3 SP keluarga), implementasi (dalam pelaksanaan

implementasi disesuai dengan kondisi klien) dan evaluasi (beberapa evaluasi klien

berdasarkan kriteria hasil pada perencanaan seperti klien dapat membina hubungan saling

percaya dengan perawat, klien mengenali halusinasinya, klien dapat mengontrol

halusinasinya) (Wahyudi, 2017). Beberapa cara mengontrol halusinasi yaitu dengan cara

menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas terjadwal dan minum obat dengan

teratur. Salah satu cara mengontrol halusinasi yang dilatihkan kepada pasien adalah

dengan melakukan aktivitas harian terjadwal. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk

mengurangi resiko halusinasi muncul lagi yaitu dengan prinsip menyibukkan diri

melakukan aktivitas yang teratur (Muhith, 2015).

4
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus

pada Tn P dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan penglihatan di

ruang sigma RSJ Daerah Jambi.

B. Tujuan

1) Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penerapan terapi menonton video pada pasien halusinasi di

ruang Sigma RSJD Jambi

2) Tujuan Khusus

a. Mengetahui tujuan dan manfaat terapi menonton video pada Tn. P dengan

gangguan persepsi sensori : Halusinasi Di RS Jiwa Daerah Jambi

b. Mengetahui prosedur pemberian terapi menonton video pada Tn.P dengan

gangguan persepsi sensori : Halusinasi Di RS Jiwa Daerah Jambi

C. Manfaat

1) Pasien

Diharapkan tindakan yang telah di ajakarkan dapat di terapkan secara mandiri untuk

mengontrol emosi dan untuk mendukung kelangsungan kesehatan pasien.

2) Keluarga

Diharapkan keluarga dapat memberikan dukungan moral, emosional dan spiritual

serta membantu dalam menerapkan asuhan keperawatan jiwa kepada pasien.

3) Bagi Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan lebih meningkatkan kualitas pelayanan sehingga dapat

melakukan asuhan keperawatan dengan baik

5
4) Bagi Mahasiswa

Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan meningkatkan

keterampilan serta mengaplikasikan secara langsung teori- teori yang didapat di

bangku perkuliahan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek rangsangan dari

luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca indra. Halusinasi

merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan

sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya

tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas

(Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh

pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)

dalam Zelika, (2015). Halusinasi pendengaran merupakan gangguan stimulus dimana

pasien mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam,

memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya)

(Trimelia, 2011). Sedangkan halusinasi pendengaran menurut (Damaiyanti, 2014),

merupakan suatu kondisi dimana klien mendengar suara-suara yang tidak

berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarnya.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi

pendengaran adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan persepsi

7
pendengaran berupa suara-suara palsu yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata

dan pasien mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas.

2. Respon Halusinasi

a) Respon Adaptif

Respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang

berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi

suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah tersebut.

Adapun respon adaptif yakni :

a. Pikiran Logis merupakan pandangan yang mengarah pada kenyataan yang

dapat diterima akal.

b. Persepsi Akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa

secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.

c. Emosi Konsisten dengan Pengalaman merupakan perasaan jiwa yang timbul

sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.

d. Perilaku Sosial dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan

individu tersebut yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak

bertentangan dengan moral.

e. Hubungan Sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang lain dalam

pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan.

b) Respon Psikososial

Adapun respon psikososial yakni:

a. Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan

mengambil kesimpulan.

8
b. Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang penerapan yang

benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.

c. Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang

diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.

d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas

kewajaran.

e. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang

lain, baik dalam berkomunikasi maupun berhubungan sosial dengan orang-

orang di sekitarnya.

c) Respon Maladaptif

Respon maladaptif merupakan respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan.

Adapun respon maladaptif yakni:

a. Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan

dengan keyakinan sosial.

b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah

terhadap rangsangan.

c. Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol emosi

seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,

dan kedekatan.

d. Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku berupa

ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di timbulkan.

9
e. Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang merasa kesepian tidak mau

berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. (Stuart, 2017).

3. Etiologi Halusinasi

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi menurut Yosep ( 2011 ) :

a. Faktor pengembangan

Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol

emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri

sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.

b. Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan

membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan,

kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

c. Faktor biokimia

Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di dalam

tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik

neurokimia dan metytranferase sehingga terjadi ketidaksembangan asetil kolin

dan dopamin.

d. Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah

terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif. Klien lebih memilih kesenangan

sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

1
e. Faktor genetik dan pola asuh Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga

menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi menurut (Rawlins,

1993 dalam Yosep, 2011).

a. Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan

yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi

alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat

diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat

berupa perintah memaksa dan manakutkan. Klien tidak sanggup lagi

menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien berbuat

sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya

halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang

menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang

dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengobrol

semua perilaku klien.

1
d. Dimensi sosial

Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat

membahayakan, klien asik dengan halusinasinya, seolah- olah ia merupakan

tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan

harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan

sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa

ancama, dirinya ataupun orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena

itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan

menupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalam

interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan klien tidak menyendiri

sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak

lagsung.

e. Dimensi spiritual

Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna,

hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya secara spiritual untuk

menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya

menjemput rejeki, memyalahkan lingkungan dan orang lain yang

menyebabkan takdirnya memburuk.

1
4. Klasifikasi Halusinasi

Klasifikasi halusinasi terbagi menjadi 5 menurut Yusuf (2015).

No Jenis Data Objektif Data Subjekti


Halusinasi
1. Halusinasi 1. Bicara atau tertawa 1. Mendengar suara atau
Pendengaran sendiri tanpa lawan kegaduhan
bicara 2. Mendengar suara yang
2. Marah- marah tanpa mengajak bercakap-
sebab cakap
mencondongkan 3. Mendengar suara yang
telinga ke arah menyuruh meakukan
tertentu sesuatu yang
3. Menutup telinga berbahaya
2. Halusinasi 1. Menunjuk nunjuk ke 1. Melihat bayangan,
Penglihatan arah tertentu sinar, bentuk
2. Ketakutan pada objek geometris, bentuk
yang tidak jelas kartun, melihat hantu
atau monster
3. Halusinasi 1. Menghidu seperti 1. Membaui bau bauan
Penghidu sedang membaui bau seperti bau darah,
bauan tertentu urine, feses
2. Menitup hidung 2. Kadang-kadang bau itu
menyenangkan
4. Halusinasi 1. Sering meludah 1. Merasakan rasa seperti
Pengecapan 2. Muntah darah, urine, feses

5. Halusinasi 1. Menggaruk garuk 1. Mengatakan ada


Perabaan permukaan kulit serangga di permukaan
kulit
2. Merasa seperti
tersengat listrik

1. Halusinasi Pendengaran

Data objektif antara lain: bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa sebab,

mengarahkan telinga kearah tertentu,klien menutup telinga.

1
Data subjektif antara lain: mendengarkan suara-suara atau kegaduhan,

mendengarkan suara yang ngajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang

menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

2. Halusinasi Penglihatan

Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang

tidak jelas.

Data subjektif anatar lain: melihat bayangan, sinar, bentuk kartun, melihat hantu

atau monster.

3. Halusinasi Penciuman

Data objektif antara lain: mencium seperti membaui bau-bauan tertentu dan

menutup hidung.

Data subjektif antara lain: mencium baubau seperti bau darah, feses, dan kadang-

kadang bau itu menyenagkan.

4. Halusinasi Pengecapan

Data objektif antara lain: sering meludah, muntah.

Data subjektif antara lain: merasakan seperti darah, feses, muntah.

5. Halusinasi Perabaan

Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan kulit.

Data subjektif antara lain: mengatakkan ada serangga dipermukaan kulit, merasa

seperti tersengat listrik.

1
5. Manifestasi Klinis Halusinasi

Tanda-tanda yang berkaitan dengan halusinasi pendengaran meliputi sebagai berikut :

Data Objektif :

a. Klien tampak bicara sendiri.

b. Klien tampak tertawa sendiri.

c. Klien tampak marah-marah tanpa sebab.

d. Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu.

e. Klien tampak menutup telinga. 6) Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu.

f. Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri.

Data Subjektif :

a. Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan.

b. Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya untuk bercakap-cakap.

c. Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya untuk melakukan sesuatu

yang berbahaya.

d. Klien mengatakan mendengar suara yang mengancam dirinya atau orang lain.

6. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Direja (2011), proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4 tahap, yaitu:

a. Tahap I (Comforting)

Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi

merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami ansietas, kesepian,

rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangan

ansietas, pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran. Perilaku klien yang

mencirikan dari tahap I (Comforting) yaitu tersenyum atau tertawa sendiri,

1
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang

lambat, diam dan berkonsentrasi.

b. Tahap II (Condeming)

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan

rasa antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori menakutkan, merasa

dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan control,

menarik diri dari orang lain. Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II yaiu dengan

terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian dengan

lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya, kehilangan

kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.

c. Tahap III (Controlling)

Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak

lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima pengalamansensorinya

(halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan kesepian bila pengalaman sensori

berakhir. Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit

berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya

beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan

berkeringat.

d. Tahap IV (Conquering)

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik. Karakteristiknya

yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti. Perilaku klien

pada tahap IV adalah perilaku panik, resiko tinggi mencederai, agitasi atau kataton,

tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

1
7. Mekanisme Koping Halusinasi

Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri

sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep (2016), diantaranya:

a. Regresi Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku

kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses

informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.

b. Proyeksi Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada orang

lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan

kerancuan identitas).

c. Menarik diri Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis.

Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, sedangkan

reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak

berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan

8. Penatalaksanaan Halusinasi

Penatalaksanaan Medis

a. Psikofarmakoterapi Terapi dengan menggunakan obat bertujuan untuk mengurangi

atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi perlu mendapatkan

perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun obatobatannya seperti :

1) Golongan butirefenon : haloperidol (HLP), serenace, ludomer. Pada kondisi akut

biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x 5 mg (IM), pemberian injeksi

biasanya cukup 3 x 24 jam. Setelahnya klien biasanya diberikan obat per oral 3 x

1,5 mg. Atau sesuai dengan advis dokter (Yosep, 2016).

1
2) Golongan fenotiazine : chlorpromazine (CPZ), largactile, promactile. Pada kondisi

akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg, apabila kondisi sudah stabil dosis

dapat dikurangi menjadi 1 x 100 mg pada malam hari saja, atau sesuai dengan

advis dokter (Yosep, 2016). 22

3) Terapi Somatis

Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan

gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi

perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik

pasien walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi

adalah perilaku pasien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT,

isolasi dan fototerapi (Kusumawati & Hartono, 2011).

a) Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk

membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik

pada klien sendiri atau orang lain.

b) Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan

kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3

joule) melalui elektrode yang ditempelkan beberapa detik pada pelipis

kiri/kanan (lobus frontalis) klien.

c) Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruangan

tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain,

dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi. akan tetapi tidak

dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri, klien agitasi yang disertai

1
dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta perilaku yang

menyimpang.

d) Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan

mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. cocok diberikan pada

klien dengan depresi.

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat

halusinasi sebaiknya pada pemulaan dilakukan secara individu dan usahakan terjadi

kontak mata jika perlu pasien di sentuh atau di pegang

b. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan

halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuasif. Perawat harus

mengamati agar obat yang diberikan betul ditelan serta reaksi obat yang diberikan.

c. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah

pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi

masalah yang ada.

d. Memberi aktivitas kepada pasien

Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya

berolahraga, bermain, atau melakukan kegiatan untuk menggali potensi keterampilan

dirinya.

1
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data pasien agar ada

kesatuan pendapat kesinambungan dalam asuhan keperawatan.

9. Penerapan Terapi Menonton Video Dalam Mengatasi Halusinasi

1) Defenisi Menonton Video

Menonton video merupakan salah satu terapi sensori dalam mengatasi timbulnya

halusinasi. Tujuan dilakukan stimulus sensori menonton video adalah menstimulus

semua pancaindra ( sensori )agar memberikan respon yang adekuat (Utama, 2023).

2) Manfaat

Dengan arahan, panduan, serta film yang tepat, terapi menonton video dapat

mengubah cara individu berfikir dan merasakan. Malalui video tersebut individu akan

mendapat wawasan , inspirasi, kelegaan emosional dan sebuah perubahaan alami

pada jiwanya. Pada pasien dengan gangguan jiwa, terapi visualilsasi ini dapat

menurunkan gejala halusinasi pada pasien.

3) Prosedur

Prosedur terapi menonton video menggunakan media dalam pelaksanaannya. Media

berupa gambar yang bergerak disertai dengan suara (Utama, 2007). Teknik ini dapat

menggunakan bantuan dari media elektronik seperti TV, Tablet, Handphone, dan

lain-lain.

2
Penggunaan teknik distraksi dengan menonton video dapat efektif dipengaruhi

oleh beberapa faktor yakni :

a. Komunikasi antar perawat dan klien

b. Media distraksiyang dipakai

c. Jangka waktu yang digunakan

d. Tingkat stres, cemas maupun depresi yang dialami

kilien Tahapan terapi menonton video

a. Tahapan perrtama, pilih film yang ingin di tonton

b. Tahap kedua, saat menonton filmnya, perlu mengakses 3 pola pikir yang berbeda,

1) Sadar/ Memperhatikan

Sadar yang dimaksud adalah menonton tanpa ada gangguan signifikan

sehingga tetap fokus. Menonton dengan perhatian atau kesadaran penuh dan

memperhatikan berbagai konten. Pola pikir ini juga akan mencakup proses

memperhatikan emosi yang dirasakan oleh karakter dan kemudian

memperhatikan perasaan yang dirasakan sebagai respon terhadap rangsangan

tersebut.

2) Terlibat secara emosional

Terlibat secara emosional berarti adanya perasaan yang sama antara apa yang

karakter film rasakan sehingga dapat merasakan apa yang karakter rasakan.

Semakin dalam mendengarkan karakter semakin merasakan apa yang ia

rasakan. Dengan begitu, lambat laun akanmampu mempelajari apa yang

dipelajari karakter tersebut.

2
3) Kritis

Pola pikir yang satu ini membantu untuk menjadikan video yang ditonton

tersebut sebagai pembelajaran. Dengan mengambil semua nilai nilai yang ada

pada video.

Asuhan Keperawatan Teoritis.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes

keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau

masalah pasien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial

dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa

faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan

yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :

a. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamain, tanggal pengkajian,

tanggal dirawat.

b. Alasan masuk Alasan pasien datang ke yayasan pemenang jiwa, biasanya

pasien sering berbicara sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan

tanpa tujuan, membanting peralatan dirumah, menarik diri.

c. Faktor predisposisi

1. Biasanya pasien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil

dalam pengobatan

2. Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam keluarga

3. Pasien dengan gangguan orientasi besifat herediter

4. Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu

2
d. Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi pada pasien dengan halusinasi ditemukan adanya riwayat

penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelainan stuktur otak, kekerasan dalam

keluarga, atau adanya kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau

tuntutan dalam keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan

pasien serta konflik antar masyarakat.

e. Fisik Tidak mengalami keluhan fisik.

f. Psikososial

1) Genogram

Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang mengalami

kelainan jiwa, pola komunikasi pasien terganggu begitupun dengan

pengambilan keputusan dan pola asuh.

2) Konsep diri

Gambaran diri pasien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada

bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai,

Identifikasi diri : pasien biasanya mampu menilai identitasnya, peran diri

pasien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat peran pasien

terganggu

Ideal diri tidak menilai diri, harga diri pasien memilki harga diri yang

rendah sehubungan dengan sakitnya.

3) Hubungan sosial : pasien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga.

4) Spiritual

2
Nilai dan keyakinan biasanya pasien dengan sakit jiwa dipandang tidak

sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah pasien biasanya

menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu

atau sangat berlebihan

10. Diagnosa Keperawatan

Dengan faktor berhubungan dan batasan karakteristik disesuaikan dengan keadaan yang

ditemukan pada tiap-tiap partisipan. Topik yang diteliti yakni kemampuan mengontrol

halusinasi dengar (Aji, 2019).

11. Intervensi Keperawatan

Rencana tindakan pada keluarga (Keliat, 2014) adalah ;

1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien

2. Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, proses terjadinya halusinasi,

jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya

halusinasi.

3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi :

menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan aktivitas.

4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya halusinasi.

5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan

6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow up

anggota keluarga dengan halusinasi.

12. Implementasi

1. Bina hubungan saling percaya (BHSP)

2. Identifikasi, waktu, frekuensi, situasi, respon pasien terhadap halusinasi

2
3. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

4. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat

5. Melatih pasien dengan cara bercakap-cakap

6. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan terjadwal

(Siti, 2021)

13. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan

respon pasien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan.halusinasi

pendengaran tidak terjadi perilaku kekerasan, pasien dapat membina hubungan saling

percaya, pasien dapat mengenal halusinasinya, pasien dapat mengontrol halusinasi dengar

dari jangka waktu 4x24 jam didapatkan data subjektif keluarga menyatakan senang

karena sudah diajarkan teknik mengontrol halusinasi, keluarga menyatakan pasien

mampu melakukan beberapa teknik mengontrol halusinasi. Data objektif pasien tampak

berbicara sendiri saat halusinasi itu datang, pasien dapat berbincang-bincang dengan

orang lain, pasien mampu melakukan aktivitas terjadwal, dan minum obat secara teratur (

Aji, 2019 )

2
BAB III

PENGKAJIAN

A. Identitas Klien

Nama : Tn. P

Jenis Kelamin :Laki- laki

Umur : 33 tahun

Agama : Islam

Status : Sudah menikah

Tanggal Pengkajian : 15 Februari 2023

B. Alasan Masuk

Pada saat pengkajian mengatakan diantar oleh keluarga ke RSJ dengan keluhan

terjadi perubahan perilaku kurang lebih 2 minggu sebelum di bawa ke RSJ. klien marah-

marah tanpa sebab, merusak barang barang di rumah. Klien sering keluyuran, dan sering

mendengar bisikan bisikan, sulit tidur, sering berbicara sendiri.

Klien diantar oleh keluarga dengan keluhan gelisah, diperparah dalam 2 minggu

sebelum masuk rumah sakit klien berbicara sendiri, pasien keluyuran, pasien marah-

marah, pasien memecahkan barang, pasien sulit tidur, pasien di rawat kesekian kali di

RSJ, terakhir di rawat tahun 2022

C. Faktor Predisposisi

Pada saat pengkajian klien mengatakan sebelumnya pernah di rawat di RSJ akan

tetapi pengobatan kurang berhasil. Klien tidak memiliki trauma seperti anaiaya seksual,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal akan tetapi klien pernah melihat aniaya

fisik di keluarga nya. Klien memiliki keluarga dengan gangguan jiwa yakni sepupunya.

2
D. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda Vital

TD = 120/82 mmHg S = 36,5 C

N = 87 x per menit P = 20X/i

b. Ukur

BB : 50 kg

TB : 165 cm

c. Keluhan Fisik

Klien mengeluh kaki pegal- pegal karena pengaruh obat

E. Psikososial

a. Genogram

2
Keterangan :

: Meninggal

: Laki laki

: Perempuan

: Pasien

Klien merupakan anak pertama dari 3 orang bersaudara, 2 perempuan 1 laki-laki,

klien tinggal serumah dengan ibu saja. Klien belum berkeluarga. Pola asuh dalam

keluarga baik, komunikasi di rumah juga baik tetapi terkadang adanya

kesalahpahaman antar keluarga . jika ada masalah klien sering bercerita ke teman

teman.

b. Konsep diri

1) Gambaran diri

Klien menganggap dirinya sempurna, tapi tidak ada yang istimewa

2) Identitas diri

Klien merupakan seorang laki-laki dengan umur 33 tahun, merupakan seorang

anak lelaki di keluarganya

3) Peran

Klien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara, klien mengatakan dulu mencari

uang dengan bekerja di perkebunan sawit bersama ibunya.

4) Ideal Diri

Klien memiliki cita-cita ingin sembuh dan bisa berkumpul kembali dengan

keluarga.

2
5) Harga diri

Klien merasa sedih dan putus asa karena tidak kunjung sembuh dan malu terhadap

penyakitnya.

Aktivitas Motorik :

Pasien tampak lesu dan bicara lemah

Alam Perasaan :

Pasien merasa sedih dan putus asa karena tak kunjung dijemput keluarga untuk pulang

dan berkumpul bersama keluarga, sedih tidak bisa bekerja lagi

Afek

Afek klien labil, terkadang apa yang dikatakan klien tidak konsisten berbeda- beda tiap

jawaban

Interaksi Selama Wawancara

Saat wawancara klien kooperatif, kontak mata dapat dipertahankan, mampu menjawab

pertanyaan yang diberikan

Persepsi

Sebelum masuk rumah sakit klien pernah mendengar suara-suara bisikan. Setelah dikaji

pasien masih sering mendengar bisikan yang menganggu. Isi bisikan seperti mengajak

bermain serta klien sering melihat sesuatu yang tidak nyata, seperti harimau, seperti

makhluk berjubah dan membawa nya bicara.

2
Proses Pikir

Pada saat wawancara klien mampu menjawab sesuai dengan pertanyaan yang diberikan,

tapi terkadang jawaban yang diberikan klien berbeda- beda tidak konsisten.

Memori

Klien masih mampu mengingat peristiwa yang terjadi pada masa lampaunya, atau daya

ingat jangka panjang dan mampu mengingat kejadian saat ini. Klien juga tau kapan

masuk rumah sakit jiwa

Tingkat Konsentrasi dan berhitung

Tingkat konsentrasi baik akan tetapi terkadang pasien mudah beralih dan kembali ke

cerita awal

Kemampuan Penilaian

Klien dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan. Ketika klien ditanya

apakah boleh meminta waktunya untuk bertanya-tanya, klien menjawab boleh

Daya Tilik Diri

Klien ingin pulang karena ia merasa di RSJ harus jaga sikap sedangkan di rumah tidak

perlu.

Masalah dengan Ekonomi

Klien bekerja di perkebunan sawit bersama ibunya, klien tidak mengeluh terkait

ekonominya

3
Aktivitas Motorik

Agitasi, pasien saat bercerita memiliki raut wajah yang tenang, menceritakan dengan baik

apa yang telah dialaminya

Alam Perasaan

Klien merasa putus asa akibat tidak bisa keluar dari RSJ dan tidak dijemput keluarga,

merasa bosan diRSJ

Hubungan Sosial

Klien mengatakan orang terdekat dengannya adalah teman temannya dan ibunya. Akan

tetapi ibunya sibuk bekerja. Klien sebelum sakit selalu bersosialisasi dengan

lingkungannya seperti kegiatan masyarakat (gotong royong). Selama di RSJ klien dapat

kurang bersosialisasin dengan pasien lainnya. Berbicara hanya sekedar, bicara

seperlunya.

Spiritual

Klien dan keluarga beragama islam, selama di RSJ klien tampak sering shalat, pasien

mengatakan jika mendengar bisikan-bisikan ia segera shalat.

Status Mental

a. Penampilan

Penampilan klien rapi, kulit bersih, rambut pendek warna hitam , kuku jari tidak

panjang, klien mandi 2 kali sehari pagi dan sore, rajin menggosok gigi dan mencukur

kumis.

3
b. Pembicaraan

Klien dapat memulai pembicaraan dengan menanyakan asal perawat. Wajah tenang

dan merasakan apa yang diceritakan. Pembicaraan jelas dan nyambung. Klien

memaparkan cerita dengan panjang lebar.

Mekanisme Koping

Klien mampu menyelesaikan masalah, Klien terkadang menhindari pembicaraan

Masalah Psikososial dan Lingkungan

Masalah dengan dukungan kelompok klien selalu bercerita tentang pemerintahan, ia

benci dengan pak Gubernur karena ia telah melakukan korupsi, masalah dengan

pertemanan tidak ada, masalah dengan lingkungan sekitar dan pendidikan tidak ada,

masalah dengan pekerjaan klien merasa minder karena penyakitnya ia tidak bisa

bekerja.

Kurang Pengetahuan tentang

Klien kurang pengetahuan terhadap penyakit yang dideritanya

Faktor Presifitasi, klien merasa putus asa, tidak berguna dan tidak berdaya karena

masalah ekonomi

Aspek Medic

Diagnosa Medic : Skizofenia

Terapi Medic :

- Risperidone 2g

- Lorazepam 2g

- Trihexyphenidil 2g

3
Daftar Masalah Keperawatan

1. Halusinasi

2. Resiko Perilaku Kekerasan

ANALISA DATA

No Data Masalah
1. DS : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
- Klien mengatakan sering mendengar
bisikan bisikan
- Klien mengatakan sering melihat
bayangan
- Klien mengatakan sering bicara
dengan bayangan yang tampak
olehnya
- Klien mendengar suara seperti suara
lelaki yang mengajak bercengkrama
- Klien mengatakan terkadang melihat
harimau
- Klien mengatakan sering makan
dengan bayangan yang ia lihat
- Klien mengatakan bayangan tersebut
sering masuk ke tubuhnya
- Klien mengatakan terkadang takut
Klien mengatakan suara sering
muncul pada sore hari
DO :
- Klien tampak senyum-senyum
sendiri
- Klien tampak berbicara sendiri
- Terkadang klien tampak
ketakutan
2. DS : Resiko Perilaku Kekerasan
- Klien mengatakan pernah
memukul sesama teman di
ruangan
- Klien mengatakan saat akan
masuk rumah sakit suka
merusak barang-barang di
rumah dan sering marah marah
DO :
- Sebelum dibawa ke rumah sakit

3
klien suka merusak barang
barang di rumah
- Klien di rawat untuk yang ke
sekian kalinya

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Halusinasi Tujuan : SP 1
Pendengaran Membina hubungan saling
1. Pasien mengendalikan percaya dengan perawat
halusinasinya 1. Identifikasi
2. Pasien dapat mengontrol halusinasi, isi,
halusinasinya frekuensi, waktu
3. pasien mengikuti terjadi, situasi
progrsm pengobatan pencetus, perasaan,
secara optimal respon,
Kriteria hasil : 2. Jelaskan cara
mengontrol
Setelah dilakukan tindakan halusinasi :
menghardik,
keperawatan diharapkan : minum obat,
bercakap-cakap
1. pasien dapat menyebutkan dan melakukan
halusinasinya aktivitas harian
2. Pasien dapat mengontrol 3. Latih cara
halusinasinya. mengontrol
halusinasi dengan
menghardik
4. Masukan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan
menghardik
SP 2
1. Mengevaluasi
kegiatan
menghardik, beri
pujian
2. Latih cara
mengontrol
halusinasi dengan
obat ( jelaskan 6
benar : Jenis guna,

3
dosis, frekuensi,
cara kontinuitas
minum obat)
3. Masukan pada
jadwal kegitan
untuk latihan
menghardik dan
minum obat
SP 3
1. Evaluasi kegiatan
latihan menghardik
dan obat beri
pujian
2. Latih cara
mengontrol
halusinasi dengan
bercakap cakap
saat terjadi
halusinasi
3. Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan
menghardik,
minum obat dan
bercakap-cakap
SP 4
1. Mengevaluasi
kegiatan latihan
menghardik dan
minum obat, beri
pujian
2. Latih cara
mengontrol
halusinasi dengan
menonton
TV/Video
(menjelaskan
pengertian
menonton,
menyebutkan alat
dan bahan, mampu
menjelaskan cara
menonton video
dan mengikuti
acara dari awal
sampai akhir,

3
menyuruuh pasien
menceritakan
kembali apa yang
di tonton oleh nya)
3. Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan
menghardik,
minum obat, dan
4. bercakap cakap

EVALUASI

No DX Kep Tindakan Keperawatan Evaluasi


D. 0085 Rabu 15 Februari 2023 Rabu, 15 Februari 2023
Gangguan Persepsi ( 10.00) (14.00)
Sensori : SP 1 Pasien S:
Halusinasi Membina hubungan saling - Klien mengatakan
percaya dengan perawat mendengar suara
5. Identifikasi halusinasi, bisikan- bisikan
isi, frekuensi, waktu - Klien mendengar suara
terjadi, situasi seperti suara lelaki
pencetus, perasaan, yang mengajak
respon, bercengkrama
6. Jelaskan cara - Klien mengatakan
mengontrol halusinasi terkadang melihat
: menghardik, minum harimau
obat, bercakap-cakap - Klien mengatakan
dan melakukan sering makan dengan
aktivitas harian bayangan yang ia lihat
7. Latih cara mengontrol - Klien mengatakan
halusinasi dengan bayangan tersebut
menghardik sering masuk ke
8. Masukan pada jadwal tubuhnya
kegiatan untuk latihan - Klien mengatakan
menghardik terkadang takut
Klien mengatakan
suara sering muncul
pada sore hari

O:
- Klien tampak
berbicara sendiri
- Klien tampak
senyum senyum

3
sendiri
- Terkadangklien
tampak ketakutan

A:
- Klien mampu
menceritakan isi
halusinasinya
- Klien dapat
menyebutkan
kapan halusinasiya
muncul
- Klien mampu
menjelaskan
frekuensi
halusinasi muncul

P:
- Diskusikan dengan
klien tentang cara
mengontrol
halusinasi dengan
cara menghardik
- Kontrak waktu
dengan klien untuk
pertemuan
selanjutnya untuk
membahas tentang
cara mengontrol
halusinasi dengan
cara minum obat
(SP 2)
Kamis, 16 Februari 2023 Kamis,16 Februari 2023
(09.00) (10.00)
SP 2 Pasien S:
4. Mengevaluasi - Klien tidak dapat
kegiatan menghardik, menyebutkan obat
beri pujian apa saja yang di
5. Latih cara mengontrol konsumsi
halusinasi dengan obat - Klien mengetahui
( jelaskan 6 benar : obat diminum pagi
Jenis guna, dosis, dan sore hari
frekuensi, cara
kontinuitas minum
O:
obat)
6. Masukan pada jadwal - Klien kooperatif

3
kegitan untuk latihan - Klien tidak dapat
menghardik dan menyebutkan
minum obat nama nama obat
yang di minum
- Klien dapat
menyebutkan
waktu minum obat
A:
- Mengontrol
halusinasi dengan
cara patuh minum
obat belum teratasi
P:
- Evaluasi klien cara
mengontrol
halusinasi dengan
cara patuh minum
obat secara teratur
- Kontrak waktu
dengan klien untuk
pertemuan
selanjutnya untuk
mengulang SP 2
Jum’at, 17 Februari 2023 S:
(09.00) - Klien dapat
SP 2 Pasien menyebutkan obat
1. Mengevaluasi apa saja yang di
kegiatan menghardik, konsumsi
beri pujian - Klien mengetahui
2. Latih cara mengontrol obat diminum pagi
halusinasi dengan obat dan sore hari
( jelaskan 6 benar :
Jenis guna, dosis,
frekuensi, cara
kontinuitas minum O :
obat)
- Klien kooperatif
3. Masukan pada jadwal
- Klien dapat
kegitan untuk latihan
menyebutkan apa
menghardik dan
kegunaan obat
minum obat
yang diminumnya
- Klien dapat
menyebutkan
waktu minum obat

3
A:

- Mengontrol
halusinasi dengan
cara patuh minum
obat teratasi
P:
- Evaluasi klien cara
mengontrol
halusinasi dengan
cara patuh minum
obat secara teratur
- Kontrak waktu
dengan klien untuk
pertemuan
selanjutnya untuk
melanjutkan SP 3
Bercakap-cakap
Sabtu, 18 Februari 2023 S:
(10.00) - Pasien mengatakan
SP 3 Pasien belum mendengar
1. Evaluasi kegiatan suara itu lagi hari
latihan menghardik ini
dan obat beri pujian - Pasien mengatakan
2. Latih cara mengontrol ia sudah
halusinasi dengan berbincang
bercakap cakap saat bincang dengan
terjadi halusinasi Tn. R
3. Masukkan pada jadwal - Pasien mengatakan
kegiatan untuk latihan jika bisikan datang
menghardik, minum ia mencoba
obat dan bercakap- menghardik dan
cakap berbicara dengan
teman-temannya.
O:
- Pasien kooperatif
- Kontak mata ada
- Pasien dapat
mempraktekkan
cara berbincang
dengan orang lain
A:
- SP 3 Halusinasi
tercapai
P:

3
- Pasien
mengoptimalkan
latihan berbincang
dengan orang lain
- Evaluasi cara
mengatasi
halusinasi dengan
menghardik,
minum obat dan
bercakap-cakap
- Latih pasien cara
mengontrol
halusinasi dengan
kegiatan yang
biasa dilakukan
pasien
- Lanjut SP 4
Mengontrol
halusinasi dengan
melakukan
kegiatan harian

Senin, 20 Februari 2023 S:


(09.30) - Klien mengatakan
tadi malam
SP 4 Pasien mendengar bisikan
1. Mengevaluasi tapi sebentar
kegiatan latihan - Klien mengatakan
menghardik dan alat untuk
minum obat, beri menonton video
pujian menggunakan tv/
2. Latih cara mengontrol handphone
halusinasi dengan O :
menonton Video
- Klien mampu
(menjelaskan
menyebutkan
pengertian dan tujuan
media untuk
terapi menonton,
menyebutkan media menonton
yang digunakan, - Klien belum
mampu menjelaskan mampu
prosedur menonton menjelaskan
video dan mengikuti prosedur menonton
acara dari awal sampai video
akhir, menyuruuh - Klien dapat
pasien menceritakan menceritakan
kembali apa yang di kembali apa yang
sudah ia tonton

4
tonton oleh nya) A:
3. Masukkan pada jadwal - Mengontrol
kegiatan untuk latihan halusinasi dengan
menghardik, minum cara menonton
obat, dan bercakap video belum
cakap teratasi
P:
- Evaluasi klien cara
mengontrol
halusinasi dengan
cara patuh minum
obat secara teratur
- Kontrak waktu
dengan klien untuk
pertemuan
selanjutnya untuk
mengulang SP 4
dengan menonton
video
Senin 20 Februari 2023 S:
(09.30) - Klien mengatakan
SP 4 Pasien stres hilang setelah
1. Mengevaluasi menonton video
kegiatan latihan - Klien dapat
menghardik dan menyebutkan apa
minum obat, beri tujuan terapi
pujian menonton video
2. Latih cara mengontrol - Klien mengatakan
halusinasi dengan alat untuk
menonton TV/Video menonton video
(menjelaskan menggunakan tv/
pengertian dan tujuan handphone
terapi menonton, - Klien mengatakan
menyebutkan media , cara menonton
mampu menjelaskan dengan memilih
prosedur menonton video yang akan di
video dan mengikuti tonton
acara dari awal sampai - Klien dapat
akhir, menyuruuh menyebutkan nilai
pasien menceritakan positif dari video
kembali apa yang di yang ditonton
tonton oleh nya)
- Masukkan pada jadwal O :
kegiatan untuk latihan - Klien mampu
menghardik, minum menyebutkan
obat, bercakap cakap tujuan terapi

4
dan menonton video menonton video
- Klien mampu
menyebutkan
media untuk
menonton
- Klien mampu
menjelaskan
prosedur menonton
video
- Klien dapat
menceritakan
kembali apa yang
sudah ia tonton
A:
- Mengontrol
halusinasi dengan cara
menonton video
teratasi

P:
- Evaluasi klien cara
mengontrol
halusinasi dengan
cara menonton
video
- Kontrak waktu
dengan klien untuk
pertemuan
selanjutnya

Evaluasi Pemberian Terapi Menonton dalam Mengontrol Halusinasi

1) Implementasi Keperawatan

a. Mengevaluasi kegiatan latihan menghardik dan minum obat, beri pujian

b. Latih cara mengontrol halusinasi dengan menonton Video(menjelaskan

pengertian dan tujuan terapi menonton, menyebutkan media yang digunakan,

4
mampu menjelaskan prosedur menonton video dan mengikuti acara dari awal

sampai akhir, menyuruuh pasien menceritakan kembali apa yang di tonton oleh

nya)

c. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, dan

bercakap cakap

2) Evaluasi

S:
- Klien mengatakan tadi malam mendengar bisikan tapi sebentar
- Klien mengatakan alat untuk menonton video menggunakan tv/ handphone
O:
- Klien mampu menyebutkan media untuk menonton
- Klien belum mampu menjelaskan prosedur menonton video
- Klien dapat menceritakan kembali apa yang sudah ia tonton
A:
- Mengontrol halusinasi dengan cara menonton video belum teratasi
P:
- Evaluasi klien cara mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat secara
teratur
- Kontrak waktu dengan klien untuk pertemuan selanjutnya untuk mengulang SP 4
dengan menonton video
S:
- Klien mengatakan stres hilang setelah menonton video
- Klien dapat menyebutkan apa tujuan terapi menonton video
- Klien mengatakan alat untuk menonton video menggunakan tv/ handphone
- Klien mengatakan cara menonton dengan memilih video yang akan di tonton
- Klien dapat menyebutkan nilai positif dari video yang ditonton
O:
- Klien mampu menyebutkan tujuan terapi menonton video
- Klien mampu menyebutkan media untuk menonton
- Klien mampu menjelaskan prosedur menonton video
- Klien dapat menceritakan kembali apa yang sudah ia tonton
A:
- Mengontrol halusinasi dengan cara menonton video teratasi

P:
- Evaluasi klien cara mengontrol halusinasi dengan cara menonton video
- Kontrak waktu dengan klien untuk pertemuan selanjutnya

4
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh terapi

menonton video terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pasien skizofrenia di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Jambi pada tanggal 15 Februari 2023 sampai 21 Agustus 2023. Data diperoleh

melalui pemberian terapi menonton video pada pasien skizofrenia.

Salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan dengan memberikan terapi audovisual

yakni dengan menonton video untuk mengontrol halusinasi pendengaran dan halusinasi

penglihatan pasien ( Fatmawati, 2019). Hasil evaluasi pada klien didapatkan hasil klien mampu

mengungkapkan aspek positif yang dimiliki, klien mengatakan sudah melakukan kegiatan yang

telah dilatih sesuai jadwal. Dari hasil observasi peneliti klien tampak bersemangat dan koperatif.

Hasil evaluasi klien sudah mulai mengalami kemajuan ditandai dengan klien mampu

mengidentifikasi halusinasinya dan mengetahui cara mengontrol halusinasinya, Evaluasi

keperawatan yang dilakukan sesuai dengan kriteria evaluasi yang telah dibuat sebelumnya pada

intervensi keperawatan, terlihat adanya perubahan yang lebih baik setelah dilakukannya tindakan

keperawatan. Berdasarkan hasil kasus kelolaan evaluasi keperawatan yang telah dilakukan dan

teori yang telah dijelaskan, kami berasumsi bahwa evaluasi keperawatan yang telah dilakukan

sesuai dan merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan.

A. Hasil Penelitian

Sebelum diberikan terapi menonton video halusinasi rata-rata kemampuan mengontrol

halusinasi masih kurang. Dimana ditunjukan dengan gejala klien masih sering berbicara

sendiri, masih senyum – senyum sendiri, lebih sibuk dengan aktifitas nya sendiri, namun

4
setelah diberikan terapi visualisasi selama 7 hari yang dimulai tanggal 15 s/d 21 Februari

2023, terapi ini diberikan 1 kali dalam 1 kali pertemuan, dimana 1 kali terapi ini berlangsung

selama 30 menit. Terapi ini dilakukan sesuai dengan pengkajian yang telah dilakukan

kepada Tn.P dimana Tn.P mengatakan halusinasinya muncul setiap pada jam 12 siang, jadi

terapi visualisasi ini dilakukan setiap hari tepat di jam 12:00 WIB sesuai dengan munculnya

halusinasi pada Tn.P.

Selama 7 hari pemberian terapi visualisasi Tn.P menunjukkan tanda gejala penurunan

halusinanya, dimana Tn.P mengatakan selama mengikuti terapi Tn.P mengatakan tidak ada

lagi mendengar suara-suara yang selama ini mengganggu Tn.P. Pada kasus Tn.P juga

mengalami halusinasi penglihatan, namun selama mengikuti terapi ini Tn.P mengatakan

tidak lagi melihat banyangan-banyangan.

Hasil penelitian yang didapatkan sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Reliani (2015) mengungkapkan bahwa kemampuan mengontrol halusinasi pasien

skizofrenia sebelum melaksanakan teknik mengontrol halusinasi sebagian besar dalam

klasifikasi kurang. Penelitian yang dilakukan oleh Stefanopoulou et all (2009) menyebutkan

bahwa sebagian besar pasien skizofrenia memiliki keterlambatan ingatan dan kesulitan fokus

dalam sebuah diskusi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Filatova et all (2017)

memaparkan bahwa pasien skizofrenia mengalami keterlambatan psikomotor sebelum

dilakukan terapi. Terapi menonton video rutin diberikan kepada pasien dengan durasi waktu

lima sampai sepuluh menit. Penelitian menurut (Sulayuningsih, 2016) di Surakarta tentang

pengalaman perawat dalam mengimplementasikan strategi pelaksaanaan (SP) tindakan

keperawatan pada pasien halusinasi didapatkan hasil bahwa merawat pasien halusinasi

membutuhkan suatu pemahaman dan teknik pendekatan. Menurut peneliti sebelum diberikan

4
terapi menonton pasien hanya mampu mengenal halusinasi yaitu mengenal isi, waktu,

frekuensi, situasi serta respon terhadap halusinasi.

Hasil evaluasi ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2017),

yang menyebutkan bahwa terapi distraksi visualisasi yang telah dilakukannya berpengaruh

pada pasien yang mengalami ganggua jiwa terutama halusinasi pendengaran yang dilakukan

dengab cara mengalihkan perhatian pasien dan menurunkan tingkat kewaspadaan pasien ke

hal lain sehingga stimulus sensori yang menyenangkan dapat merangsang sekresi endorphin

dan sudah berhasil dilakukan, ditandai dengan pasien mampu mengontrol rasa takut saat

halusinasi muncul setelah belajar pengontrolan halusinasi dengan SP ( strategi pelaksanaan)

dan halusinasi sudah tidak muncul

B. Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pasien Skizofrenia Setelah Diberikan Terapi

Menonton Video

Hasil menunjukan bahwa kemampuan mengontrol halusinasi sesudah diberikan

terapi menonton video, pasien dapat mengontrol halusinasinya, pasien dapat

berkonsentrasi menonton dan dapat mengambil makna dari apa yang di tontonnya,

sehingga mampu menjadi teknik distraksi bagi pasien dengan halusinasi. Klien mampu

menyebutkan tujuan menonton video, menyebutkan media apa saja yang digunakan

mampu menjelaskan cara menonton video, klien mampu menjelaskan cara menonton

video, menceritakan perasaan setelah menonton, kontak mata, klien memberi respon saat

menonton seperti raut wajah senyum, gembira. Menikuti kegiatan dari awal sampai akhir

. Klien yang telah mempunyai kemampuan mengontrol halusinasi akan segera melakukan

tindakan untuk melakukan halusinasinya saat muncul sehingga tidak akan berdampak

tanda dan gejala halusinasi seperti biacara sendiri atau senyum sendiri, tampak sedang

4
memperhatikan suatu tindakan mengikuti apa yang diperintahkan oleh isi halusinasinya.

Salah satu bentuk terapi audiovisual yang merupakan gabungan antara suara dan gambar

bergerak yang didesain untuk mendorong kemampuan pasien agar dapat mengontrol

halusinasinya lebih mendalam dengan harapan mengurangi gejala, perubahan perilaku,

meningkatkan fungsi sosial dan perbaikan kondisi (Tarigan, 2009). Perubahan perilaku

diawali dengan pemberian perlakuan atau terapi untuk meningkatkan kesadaran diri akan

kebutuhan berubah yang menghasilkan perilaku baru yang dapat dipertahankan (Kurt 48

Lewin dalam Ricky, 2014). Pendapat diatas didukung juga oleh hasil penelitian yang

dilakukan oleh (Utama, 2023) bahwa sebagian besar responden mampu mengontrol

halusinasi setelah diberikan Terapi individu dengan pendekatan terapi menonton video.

Dengan demikian terapi dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan

kemampuan mengontrol halusinasi. Kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi

dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik ekstemal maupun internal. Salah satu faktor

eksternal adalah lama hari rawat. Lama hari rawat dapat digunakan untuk melihat

seberapa efektif dan efisiennya pelayanan kesehatan jiwa yang telah diberikan, dapat

diukur dengan berapa lama hari perawatan dan kemampuan pasien setelah mendapatkan

terapi pengobatan dirumah sakit tersebut (Husain, 2008).

Menonton video dimulai dengan membina hubungan saling percaya antara

perawat dengan pasien. Bina hubungan saling percaya dapat berjalan dengan efektif

dengan menggunakan komunikasi terapeutik. Didapatkan hasil kemampuan yang

mengalami peningkatan kemampuan dalam mengontrol halusinasi pendengaran dan

penglihatan. Hal ini sesuai dengan (Desnalia, 2020) menonton video di ruang geranium

RSJD Dr. Soedjarwadi Jawa Tengah yang menunjukkan hasil bahwa pasien mampu

4
merespon tontonan video dan menceritakan makna video yang di tonton pada perasaan

pasien. Klien mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan terapi menonton video

keadaan subjek merasa nyaman, rileks, pandangan tidak kosong, dan bisikan suara

berkurang.

C. Implementasi dan Evaluasi Pemberian Terapi Menonton dalam Mengontrol

Halusinasi

1) Implementasi Keperawatan

a. Mengevaluasi kegiatan latihan menghardik dan minum obat, beri pujian

b. Latih cara mengontrol halusinasi dengan menonton Video (menjelaskan

pengertian dan tujuan terapi menonton, menyebutkan media yang digunakan,

mampu menjelaskan prosedur menonton video dan mengikuti acara dari awal

sampai akhir, menyuruuh pasien menceritakan kembali apa yang di tonton oleh

nya)

c. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, dan

bercakap cakap

2) Evaluasi

S:
- Klien mengatakan tadi malam mendengar bisikan tapi sebentar
- Klien mengatakan alat untuk menonton video menggunakan tv/ handphone
O:
- Klien mampu menyebutkan media untuk menonton
- Klien belum mampu menjelaskan prosedur menonton video
- Klien dapat menceritakan kembali apa yang sudah ia tonton
A:
- Mengontrol halusinasi dengan cara menonton video belum teratasi
P:
- Evaluasi klien cara mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat secara
teratur
- Kontrak waktu dengan klien untuk pertemuan selanjutnya untuk mengulang SP
4 dengan menonton video

4
S:
- Klien mengatakan stres hilang setelah menonton video
- Klien dapat menyebutkan apa tujuan terapi menonton video
- Klien mengatakan alat untuk menonton video menggunakan tv/ handphone
- Klien mengatakan cara menonton dengan memilih video yang akan di tonton
- Klien dapat menyebutkan nilai positif dari video yang ditonton
O:
- Klien mampu menyebutkan tujuan terapi menonton video
- Klien mampu menyebutkan media untuk menonton
- Klien mampu menjelaskan prosedur menonton video
- Klien dapat menceritakan kembali apa yang sudah ia tonton
A:
- Mengontrol halusinasi dengan cara menonton video teratasi

P:
- Evaluasi klien cara mengontrol halusinasi dengan cara menonton video
- Kontrak waktu dengan klien untuk pertemuan selanjutnya

4
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan Hasil Penelitian penerapan asuhan keperawatan jiwa pada pasien

dengan halusinasi di ruang Sigma RSJD Jambi. Penulis dapat mengambil kesimpulan

bahwa, Hasil pengkajian didapatkan bahwa klien terlihat mengalami halusinasi

pendengaran dan halusinasi penglihatan, ditandai dengan pasien berbicara sendiri,

senyum sendiri, tertawa bahkan marah marah sendiri. Pasien sering termenung dan

bibir tampak bergerak gerak seperti berbicara sendiri. Penerapan terapi menonton

video pada pasien dapat mengurangi tanda dan gejala halusinasi. Pasien dapat

mengontrol halusinasi dengan mengalihkan dengan menonton video sehingga mampu

memberikan ketenangan jiwa.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya sehingga

bisa menjadi bahan perbandingan sehingga bisa menjadi bahan perbandingan

dalam mengembangkan kasus asuhan keperawatan jiwa halusinasi.

2. Rumah Sakit Jiwa Jambi

5
Khusunya pemegang program kesehatan jiwa agar dapat konseling pada

pasien dan keluarga terkait bagaimana mengurangi resiko kekambuhan pada

pasien seperti melaksanakan strategi pelaksanaan halusinasi pasien dan keluarga.

5
DAFTAR PUSTAKA

Pardede, J. A. ( 2020). Ekspresi Emosi Keluarga Yang Merawat Pasien Skizofrenia. Jurnal

Ilmiah Keperawatan Imelda, 6(2), 117-122.

Stuart, G, W (2013). Prinsip Dan Praktek Keperawatan Dan Kesehatan Jiwa.Edisi Indonesia.

Jakarta Fakultas Keperawatan Indonesia.

World Health Organization. Mental health action plan 2013-2020. Switzerland: World Health

Organization.2013.http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/89966/1/9789241506021_eng

.pdf?ua=1 -Diakses Desember 2017

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

KementerianRItahun2018.http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/mater

i_rakorpop_20 18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses Agustus 2018.

Yosep, I & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa( Teori dan Aplikasi). Yogyakarta:

Andi.

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan

Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Zelika, AA & Deden D 2015, ‘Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada

Sdr. D di Ruang Nakula RSJD Surakarta’, Journal STIKES PKU Muhammadiyah

Surakarta. 12(2): 10-11.

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta : TIM

5
Damaiyanti dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.

5
Iyus, Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Jakarta : Refika Aditama

Yusuf, Ahmad Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Yusuf, Ahmad Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Yosep, I & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Kusumawati & Hartono (2011). Buku Ajar Keperawatan, Jakarta : Salemba

Afnuhazi, R., (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen

Publishing.

Aji, W. M. H. (2019). asuhan keperawatan orang dengan gangguan jiwa sKlien Skizofrenia. In

Jurnal Keperawatan ’Aisyiyah (Vol. 7, Nomor 1, hal. 25–29).

https://doi.org/10.33867/jka.v7i1.161

Anda mungkin juga menyukai