Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

PNEUMOPERITONEUM

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di


Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh :

Yanuar Mahatma Hata Sari


20120310108

Diajukan Kepada :

dr. Rofi Siswanto MSc., Sp. Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA
BAGIAN ILMU RADIOLOGI
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2017
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

PNEUMOPERITONEUM

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Radiologi
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh :

Yanuar Mahatma Hata Sari


20120310108
Bantul, .......

Dokter Penguji :

dr. Rofi Siswanto MSc., Sp. Rad

2
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN COVER...........................................................................................................1

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................4

BAB II KASUS....................................................................................................................5

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................9

BAB IV KESIMPULAN....................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

Pneumoperitoneum adalah istilah yang menggambarkan adanya udara bebas/free air pada

intraperitoneal. Pneumoperitoneum ini bisa merupakan tanda keadaan yang tidak berbahaya,

namun seringkali menggambarkan situasi kegawatdaruratan. Diagnosis dan penanganan yang

cepat adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa pasien. Pemeriksaan X- foto polos abdomen

maupun thoraks merupakan modalitas imaging pilihan pertama untuk mendiagnosis adanya

pneumoperitoneum. Bila secara klinis terdapat tanda perforasi, dan pada X- foto polos ditemukan

adanya pneumoperitoneum, maka keadaan ini merupakan indikasi bedah emergensi. Penyebab

paling umum pneumoperitoneum adalah perforasi organ berongga abdomen yang dapat

disebabkan oleh karena trauma, perforasi ulkus peptikum, divertikulitis, maupun tumor maligna.

Sekitar 70 % perforasi dari ulkus akan memperlihatkan adanya udara bebas.

Pemeriksaan X- foto polos konvensional yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya

pneumoperitoneum adalah X foto thorax posisi tegak, X- foto polos abdomen 3 posisi tegak

(erek), supine, dan left lateral dekubitus (LLD). Beberapa hal yang penting menyangkut teknik

pemeriksaan dan persiapannya perlu diperhatikan, agar dapat mendeteksi adanya udara

bebas meskipun dalam jumlah sedikit.

Pneumoperitonem dalam jumlah sedikit dapat dengan mudah terlihat dibawah dome

diafragma pada X- foto polos posisi erek. Namun, seringkali pasien dalamkondisi

emergensi hanya memungkinkan untuk menjalani foto abdomen posisi supine, sehingga

perlu perhatian dalam interpretasi tanda tanda pneumoperitoneum pada posisi abdomen

supine. Pada 56 % kasus dengan pneumoperitoneum, adanya free air dapat dideteksi

dengan foto abdomen posisi supine.

4
BAB II

KASUS

A. Identitas Pasien

Nama Lengkap : Tn. H

Umur/JK : 42 Tahun / Laki-laki

Alamat : Bantul

Pekerjaan : Petani

Dokter yang merawat : dokter jaga IGD

B. Anamnesa:

KELUHAN UTAMA: Nyeri ulu hati.

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada ulu hati. Nyeri

dirasakan tiba-tiba. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri dada. Mual (-),

muntah (-), sesak (-), pusing (-)

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. KU : Kesakitan
2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Vital Sign :
- TD : 140/80 mmHg
- Nadi : 63 x/menit
- Suhu : 36,3 oC
- Respirasi :16 x/menit
4. Kepala : Normocephal
5
5. Mata : Sclera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), reflek cahaya (+/+)
6. Thorax
Paru-paru Jantung
Inspeksi : Simetris Palpasi : Ictus cordis teraba
Palpasi : Vokal fremitus simetris Auskultasi : BJ 1-II reguler
Perkusi : Sonor BJT (-)
Auskultasi : SDV (+/+), suara tambahan (-/-)
7. Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+)
8. Ekstremitas : Akral dingin (-), Oedem (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Radiologi : Foto Polos abdomen diambil pada saat pasien masuk IGD

Deskripsi : Foto thoraks posisi AP duduk. Deskripsi : Foto polos abdomen posisi
Tampak gambaran lusen berbentuk bulan
lateral dekubitus kiri.
sabit diantara diafragma kanan dan hepar Gambaran radiolusen antara batas lateral
(Semilunar shadow). kanan dari hepar dan permukaan
Kesan : Pneumoperitoneum.
peritoneum. (Decuitus abdominal sign).
Kesan : Pneumoperitoneum.

6
Deskripsi : Foto polos abdomen posisi AP-Supine.
Peritoneal fat line baik
Psoas line baik
kontur hepar normal
Distribusi udara usus normal.
Double wall sign/Riglers sign
Kesan : Sesuai gambaran Pneumoperitoneum.
E. Diagnosis
Diagnosis : Pneumoperitoneum
Diagnosis banding : Syndrom Chilaiditi, Abses suphrenic, Linear atelectasis pada

dasar paru.
F. Terapi
- Rantin 2x1
- Ivorages 3x1.

BAB III

PEMBAHASAN

1. ANATOMI
A. PERITONEUM

Peritoneum merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.

Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu

coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding

enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm,

dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian

menjadi peritonium.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

7
Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika

serosa).

Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina

parietalis.

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis

Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale

mendekati peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat

terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak

mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal

peritonium sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih

mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk

oleh peritoneum parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut

disebut cavum peritonei dengan demikian:

1. Duodenum terletak retroperitoneal;

2. Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung

mesenterium;

3. Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;

4. Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat

penggantung disebut mesocolon transversum;

5. Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung

mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal;


8
6. Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung

mesenterium.

2. PNEUMOPERITONEUM
A. DEFINISI
Pneumoperitoneum adalah adanya udara bebas dalam ruang peritoneum

yang biasanya terkait dengan perforasi dari usus kecil. Namun, setiap viskus

berongga dapat menyebabkan terjadinya pneumoperitoneum. Penyebab paling

umum dari pneumoperitoneum adalah perforasi saluran pencernaan yaitu lebih dari

90%. Perforasi dari lambung atau duodenum yang disebabkan oleh ulkus peptikum

dianggap penyebab paling sering dari pneumoperitoneum. Pneumoperitoneum juga

dapat diakibatkan karena pecahnya divertikular atau trauma abdomen. Ini

biasanya muncul dengan tanda-tanda dan gejala peritonitis, dan temuan radiologis

yang paling umum adalah adanya gambaran lusen diantara diafragma kanan

dengan hepar atau diafragma kiri dengan lien.


B. ETIOLOGI
Ada banyak penyebab untuk pneumoperitoneum dan bervariasi tergantung pada

usia. Pada neonatus, penyebab yang paling mungkin adalah perforasi lambung

sekunder enterocolitis necrotizing atau obstruksi usus. Selain itu, mungkin ada

penyebab iatrogenik, seperti perforasi dari tabung nasogastrik atau dari ventilasi

mekanis. Pada bayi yang lebih tua dan anak-anak, penyebab terbanyak adalah trauma

tumpul dengan pecahnya viskus berongga, trauma penetrasi, perforasi saluran

pencernaan (dari ulkus lambung atau duodenum, ulkus stres, kolitis ulserativa dengan

megakolon toksik, penyakit Crohns, obstruksi usus), pengobatan steroid, infeksi pada

peritoneum dengan organisme gas membentuk atau pecahnya abses, atau mungkin

karena masalah dada seperti Pneumomediastinum. Penyebab utama terjadinya

pneumoperitoneum adalah:

9
1. Ruptur viskus berongga (yaitu perforasi ulkus peptikum, necrotizing enterocolitis,

Megakolon toksik, penyakit usus inflamasi)

2. Faktor iatrogenik (yaitu pembedahan perut terakhir, trauma abdomen, perforasi

endoskopi, dialisis peritoneal, paracentesis)

3. Infeksi rongga peritoneum dengan organisme membentuk gas dan atau pecahnya

abses yang berdekatan

4. Pneumatosis intestinalis

C. MANIFESTASI KLINIS
Presentasi klinis pasien pneumoperitoneum bervariasi, tergantung pada

penyebab pneumoperitoneum. Penyebab yang ringan biasanya gejalanya

asimtomatik, namun pasien dapat mengalami nyeri abdomen samar akibat perforasi

viskus abdomen. Selanjutnya bisa berkembang menjadi peritonitis. Tanda dan

gejala berbagai penyebab perforasi peritoneum mungkin seperti kaku perut, tidak

ada bising usus, nyeri epigastrium atau bisa sampai mengalami syok.
D. DIAGNOSIS
Temuan gas bebas intraperitoneal biasanya diasosiasikan dengan perforasi

dari viskus berongga dan membutuhkan intervensi bedah dengan segera.

anamnesis menyeluruh dan pemeriksaan fisik tetap yang paling penting dalam

menegakkan diagnosa pneumoperitoneum. Cara terbaik untuk mendiagnosis udara

bebas adalah dengan cara foto polos Thorax AP setengah duduk. Udara akan

terlihat tepat di bawah hemidiaphragma, sela antara diafragma kanan dan hati. Jika

foto polos Thorax erect tidak dapat dilakukan, maka pasien ditempatkan di sisi

posisi lateral dekubitus kiri dan udara dapat dilihat sela antara hati dan dinding

perut. Foto polos, jika benar dilakukan, dapat mendiagnosa udara bebas di

peritoneum. Computed Tomography bahkan lebih sensitif dalam diagnosis

10
pneumoperitoneum. CT dianggap sebagai standar kriteria dalam penilaian

pneumoperitoneum. CT dapat memvisualisasikan jumlah 5 cm udara atau gas.

11
Pencitraan radiologis Pneumoperitoneum

1. Foto polos

Pada pasien dengan suspect pneumoperitoneum, foto polos merupakan

modalitas diagnostik lini pertama. Hal ini dikarenakan kemudahan untuk melakukan

dan mendapatkan akses untuk foto dan harganya yang murah. Setidaknya diambil 2

foto, meliputi foto abdomen posisi supine dan foto Thorax posisi erect atau left

lateral dekubitus. Udara bebas walaupun dalam jumlah yang sedikit dapat terdeteksi

pada foto polos. Pasien tetap berada pada posisi tersebut selama 5-10 menit

sebelum foto diambil. Pada foto polos abdomen atau foto Thorax posisi erect,

terdapat gambaran udara (radiolusen) berupa daerah berbentuk bulan sabit

(Semilunar Shadow) diantara diafragma kanan dan hepar atau diafragma kiri dan

lien. Juga bisa tampak area lusen bentuk oval (perihepatik) di anterior hepar. Pada

posisi lateral dekubitus kiri, didapatkan radiolusen antara batas lateral kanan dari

hepar dan permukaan peritoneum. Pada posisi lateral dekubitus kanan, tampak

Triangular Sign seperti segitiga yang kecil-kecil dan berjumlah banyak karena pada

posisi miring udara cenderung bergerak ke atas sehingga udara mengisi ruang-ruang

di antara incisura dan dinding abdomen lateral. Pada proyeksi abdomen supine,

berbagai gambaran radiologi dapat terlihat yang meliputi Falciform Ligament Sign

dan Rigler`S Sign. Proyeksi yang paling baik adalah lateral dekubitus kiri, dimana

udara bebas dapat terlihat antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan

peritoneum. Posisi ini dapat digunakan untuk setiap pasien yang sangat kesakitan.

12
Gambar 4. Radiolusen diantara diafragma Gambar 5. Morrisons Pouch sign.
kanan dengan hepar. (semilunar shadow). Sumber
Sumber www.wikiradiography.net/page/Pneu
www.wikiradiography.net/page/Pneumoper moperitoneum
itoneum

13
Gambar 5. 4. Udara bebas Gambar 7. Pada posisi lateral dekubitus kiri
Gambar 6. Triangle sign.
diantara
pada kantong
diafragma
Morrisons
kanan terlihat Decubitus abdominal sign. Sumber
Sumber
dengan cap
(doges hepar
sign).
(semilunar
Sumber
www.wikiradiography.net/p www.wikiradiography.net/page/Pneumoperitone
shadow).
www.wikiradiography.net/
Sumber
age/Pneumoperitoneum um
www.wikiradiography.net/
page/Pneumoperitoneum
page/Pneumoperitoneum

Gambar 8.10.9.Continuous
Urachus
Double
Diaphragm
bubble
sign. sign. Sumber
sign.
Sumber
www.wikiradiography.ne
www.wikiradiography.ne
t/page/Pneumoperitoneu
t/page/Pneumoperitoneu
m
m

14
Gambar 11. Riglers signGambar
atau 12. Falciform
double wall sign. Dindingligament
luar sign. Sumber
dan dalam usus nampak. www.wikiradiography.net/pag
Sumber e/Pneumoperitoneum
www.wikiradiography.net/page/
Pneumoperitoneum

Gambar 13. Foot ball


sign.

Sumber
www.wikiradiography.net/
page/Pneumoperitoneum

2. Ultrasonography

Pemeriksaan USG juga dapat dilakukan jika ada kontraindikasi pada pemeriksan foto

polos pasien suspek pneumoperitoneum, seperti pada ibu hamil. USG juga lebih

direkomendasikan pada pasien neonatus dan anak-anak. Pada hasil pemeriksaan,

pneumoperitoneum tampak sebagai area dimana terjadi peningkatan echogenitas dengan

dengung artefak. Koleksi udara bebas yang terlokalisasi karena perforasi usus juga bisa

tampak bila ada abnormalitas lain yang tampak seperti penebalan dinding usus.
15
Pada pencitraan USG, pneumoperitoneum tampak sebagai daerah linier peningkatan

ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau distal ring down. Pengumpulan udara terlokalisir

berkaitan dengan perforasi usus dapat dideteksi, terutama jika berdekatan dengan

abnormalitas lainnya, seperti penebalan dinding usus. Dibandingkan dengan foto polos

abdomen, ultrasonografi memiliki keuntungan dalam mendeteksi kelainan lain, seperti cairan

bebas intraabdomen dan massa inflamasi. Tetapi, kekurangan penggunaan USG yaitu

kesulitan membedakan udara bebas intraabdominal dengan udara intraluminal usus. Selain

itu, tanda-tanda sonografik khusus untuk udara bebas intraabdominal juga terbatas .

Gambar 14. Tampak artefak berbentuk komet karena udara bebas di ruang
subphrenic anterior dan menyebabkan muncul bayangan (Tanda panah, gambar
kiri). Tampak dilatasi usus halus dengan adanya sedikit cairan antar usus.

http://www.wikiradiography.net/page/Pneumoperitoneum

3. CT Scan
16
CT Scan merupakan gold standard dalam mendeteksi pneumoperitoneum. Tetapi,

modalitas CT Scan jarang digunakan untuk pasien dengan suspek pneumoperitoneum

karena harganya yang cukup mahal dan ada foto polos yang sudah bisa menunjang

diagnosis pneumoperitoneum. Dalam pemeriksaan CT, pasien diposisikan supine

sehingga udara bebas intra abdomen dapat naik ke bagian anterior dan dapat

dibedakan dengan udara di usus. CT juga dapat mendeteksi udara bebas walaupun

hanya sedikit. Namun, CT tidak selalu dapat menbedakan antara pneumoperitoneum

yang disebabkan oleh kondisi benigna atau kondisi lain yang membutuhkan operasi

segera. Pneumoperitoneum dengan udara di anterior kadang sulit dibedakan dengan

udara pada usus yang dilatasi. Sebagai tambahan, dengan CT sulit untuk melokalisasi

perforasi, adanya udara bebas pada peritoneum merupakan temuan nonspesifik. Hal

ini dapat disebabkan oleh perforasi usus, paska operasi, atau dialisis peritoneal.

Gambar 15. Tampak udara bebas


diatas hepar dan usus (tanda
panah merah) Ligamen falciform
tampak dikelilingi udara
disekitarnya (tanda panah putih).

Gambar 16. CT Scan dengan


kontras melalui liver
menunjukkan kumpulan udara
bebas di anterior liver. 17
Sumber
www.wikiradiography.net/page/
Pneumoperitoneum
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pneumoperitoneum dapat terlihat sebagai area dengan intensitas rendah pada

gambar semua potongan. Pneumoperitoneum dapat secara tidak sengaja ditemukan

dengan MRI, karena MRI bukan modalitas pencitraan pertama. Adanya peristaltis

usus dapat mengaburkan dinding abdomen.

Gambar 17. Gambaran udara


bebas pada peritoneum (panah
kuning).

Sumber
http://reference.medscape.com/fig
15.html

E. PENATALAKSANAAN

Prinsip tatalaksana dan prognosis tergantung dari penyebab utamanya. Ketika

seorang pasien diduga mengalami pneumoperitoneum, langkah pertama dalam


18
pengobatan adalah mencari tahu penyebabnya, untuk pendekatan pengobatan yang tepat.

Ini membutuhkan pemeriksaan diagnostik tambahan selain anamnesa pasien. Dalam

beberapa kasus, pengobatan konservatif adalah yang terbaik, dengan dokter menunggu

dan melihat lebih teliti untuk melihat apakah tubuh pasien mampu menghilangkan gas

sendiri. Jika pneumoperitoneum adalah komplikasi dari infeksi, maka operasi

untuk memperbaiki masalah ini diperlukan secepat mungkin. Perforasi dan

infeksi dengan cepat dapat menyebabkan kematian dengan segera.

19
BAB IV

KESIMPULAN

Pneumoperitoneum merupakan keadaan dimana terdapat udara bebas

terperangkap di rongga peritoneum, yang sebagian besar disebabkan oleh perforasi

organ berongga (terutama viscus) akibar tauma. Pneumoperitoneum dapat dideteksi

menggunakan pemeriksaan radiologis seperti foto polos abdomen, CT scan dan

Ultrasonografi. Foto polos merupakan modalitas diagnosis lini pertama dengan foto

thorax AP duduk. Hasil pemeriksaan diharapkan terdapat adanya radiolusen seperti

udara dibawah hemidiafragma. Foto polos abdomen juga dapat dilakukan, diharapkan

dapat menemukan udara bebas intraperitoneal. Pada daerah usus, hasil yang

diharapkan adalah menemukan Riglers sign atau double wall sign. Pada

pneumoperitoneum yang masif, dapat ditemukan gambaran Football sign. Pada pasien

terdapat tanda pneumoperitoneum yakni gambaran radiolusen berbentuk bulan sabit

(semilunar shadow) di antara diafragma kanan dengan hepar, Riglers sign, dan

decubitus abdominal sign pada foto polos abdomen posisi lateral dekubitus kiri.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. 1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 9.

Jakarta : EGC.

2. Breen ME, Dorfman M, Chan SB: Pneumoperitoneum without peritonitis: a case report.

Am J Emerg Med 2008, 26:841. e1-2

3. Abdominal X-rays made easy. 2nd edition, James D. Begg Churchill Livingstone,

Elsevier, 2006

4. Khan, Ali Nawaz. North Manchester General Hospital Pennine Acute NHS Trust, UK.

Penumoperitoneum Imaging. http://emedicine.medscape.com/article/372053-overview.

Diakses pada tanggal 13 November 2016 Pukul 10.00.

5. Mettler, Fred A., Department of Radiology, New Mexico Federal Regional Medical

Center. Essensial of Radiology. Elsevier. 2005.

6. Mansjoer , Arif, dkk. 2000. Bedah Digestif. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi

Ketiga (pp 240-252). Jakarta: Balai Penerbit FKUI

7. Silberberg , Phillip. 2006. Pneumoperitoneum. Kentucky, USA

8. Pearce, Evelyn. C. (2006); Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis,.

PT.GramediaPustaka Utama, Jakarta.

9. Kasznia-Brown J, Cook C. Radiological signs of pneumoperitoneum: a pictorial review.

Br J Hosp Med (Lond). 2007;67 (12): 634-9.

10. Chen SC, Wang HP, Chen WJ. Selective use of ultrasonography for the detection of

pneumoperitoneum. Acad Emerg Med. 2002 Jun. 9(6):643-5.


21
11. Fuller, MJ. 2011. Pnuemoperitoneum.

12. Diunduh dari http://www.wikiradiography.com/page/Pneumoperitoneum pada 8 Oktober

2012Pitiakoudis. 2011. Spontaneus Idiophatic Pneumoperitoneum Presenting as An

Acute Abdomen : A Case Reports . USA : National Library of Medicine.

22

Anda mungkin juga menyukai