1.
Terbagi
menjadi
dua
subdivis
yaitu
telensefalon
dan
merupakan
lobus
terkecil
sebagai
pusat
Nuclei saraf cranial V, VI dan VII terletak dalam pons, yang juga
menerima informasi dari saraf cranial VIII.
3) Otak belakang (rombensefalon)
Terbagi menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon dan
mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan
serebelum. Mielensefalon menjadi medulla oblongata. Rongga pada
tabung saraf tidak berubah dan berkembang menjadi ventrikel otak
dan kanal sentral medulla spinalis. Lapisan pelindung otak terdiri dari
rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut
meninges.
Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan
durameter. Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis,
serta melekat erat pada otak. Lapisan araknoid terletak di bagian
eksternal piameter dan mengandung sedikit pembuluh darah. Runga
araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan mengandung
cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung
serta selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter
di bawahnya. Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan
terdiri dari dua lapisan.
Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada
beberapa sisi spesifik. Cairan serebrospinal yang berada di ruang
subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk melindungi
jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari
luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml,
volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml
(rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml.
80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel
maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak
0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan
serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Meningen adalah
selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersifat
non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang
3.
Saraf Cranial
Dua pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak.
Beberapa saraf cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian
besar tersusun dari serabut sensorik dan serabut motorik dan gabungan dari
serabut sensorik dan motorik.
Bagian saraf dari serabut sensorik:
a. Saraf Olfaktorius
Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium
olfaktori mukosa nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus
olfaktori dan menjalar melalui traktus olfaktori sampai ke ujung lobus
temporal (girus olfaktori), tempat persepsi indera penciuman berada.
b. Saraf Optik
Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina
di bawa ke badan sel aksonyang membentuk saraf optik.Setiap saraf
optik keluar dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga
cranial melaui foramen optik. Seluruh serabut memanjang saat traktus
optik, bersinapsis pada sisi lateral nuclei genikulasi thalamus dan
menonjol ke atas sampai ke area visual lobus oksipital untuk persepsi
indera penglihatan.
c. Saraf Vestibulokoklearis
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi.Cabang
koklear atau auditori menyampaikan informasi dari reseptor untuk
indera pendengaran dalam organ korti telinga dalam ke nuclei koklear
pada medulla, ke kolikuli inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi
pada thalamus dan kemudian ke area auditori pada lobus temporal.
Bagian saraf dari serabut motorik:
a. Saraf Abdusen
Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf
motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang
menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa
pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons.
b. Saraf Fasial
Merupakan saraf motorik dimana neuron motorik terletak dalam
nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk
kelenjar air mata dan kelenjar saliva.
Saraf Spinal
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui rasiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua
radiks bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah
saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke korda melalui
neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen. Saraf spinal
diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra tempat
munculnya saraf tersebut.
Saraf serviks 8 pasang, C1 C8. Saraf toraks 12 pasang, T1 T12. Saraf
lumbal 5 pasang, L1 L5. Saraf sacral 5 pasang, S1 S5. Saraf koksigis, 1
pasang. Sistem saraf tepi terdiri dari 12 pasang saraf serabut otak (saraf cranial)
yang terdiri dari 3 pasang saraf sensorik, 5 pasang saraf motorik dan 4 pasang
saraf gabungan.31 pasang saraf sumsum tulang belakang (saraf spinal) yang
terdiri dari 8 pasang saraf leher,12 pasang saraf punggung,5 pasang saraf
pinggang, 5 pasang saraf pinggul dan 1 pasang saraf ekor.
Otak dan sumsum tulang belakang berkomunikasi dengan seluruh bagian
tubuh melalui cranial nerves (saraf-saraf kepala) dan spinal nerves (saraf-saraf
tulang belakang). Sarafsaraftersebut adalah bagian dari sistem saraf perifer
yang membawa informasi sensoris ke sistem saraf pusat dan membawa pesanpesan dari sistem saraf pusat ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar di seluruh tubuh
atau disebut juga dengan sistem saraf somatik.
5.
6.
Saraf Simpatis
Syaraf bermyelin yang keluar dari syaraf spinal torakal 1 sampai
dengan lumbal 2 atau 3. Neuron neuron preganglionik dan post ganglilonik
simpatis .Setiap jaras simpatis dari medulla. Jaringan yang terangsang terdiri
atas dua neuron yakni neuronpreganglionik dan neuron postganglionic.
8.
Saraf Parasimpatis
Serat-serat syaraf parasimpatis meninggalkan sistem syaraf pusat
melalui syaraf cranial III,VII,IX,X, Syaraf sakral spinal ke 2 dan ke 3 dan
kadangkala syaraf sakral 1 dan 4 . Sifat-sifat dasar fungsi simpatis dan
parasimpatis. Serat simpatis dan parasimpatis mensekresi salah satu dari
neurotarnsmitter asetilkolin atau norepinefrin. Serat yang mensekresi
asetilkolin disebut serat kolinerjik, serat yang mensekresi norepinefrin disebut
serat adrenergik (dari adrenalin sama dengan epinefrin).
Semua neuron preganglionik simpatis dan parasimpatis bersifat
kolinerjik. Hampir semua neuron post ganglionik parasimpatis bersifat
kolinergik dan Hampir semua neuron post ganglionik simpatis bersifat
adrenerjik. Karena itu asetilkolin disebut transmitter parasimpatis dan
norepinefrin disebut transmitter simpatis.
9.
menanjol dan organel lain seperti konpleks golgi dan mitochondria, tetapi
nucleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat bereplikasi.
b. Dendrit
Perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek serta
berfungsi untuk menghantar impuls ke sel tubuh.
c. Akson
Suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrit.
Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel
lain (sel otot atau kelenjar) atau ke badan sel neuron yang menjadi asal
akson.
2. Epidemologi
Stroke adalah penyebab kematian ketiga pada orang dewasa dan lansia
di Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke lebih dari
200.000. Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun.
Dua per tiga kasus stroke terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun.
Berdasarkan data dari seluruh dunia, penyakit stroke adalah penyebab kematian
tersering pertama dan kedua dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai
penyebab kecacatan (Price, 2006).
Stroke iskemik merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian
yang tinggi. Angka kematian tersebut berbeda antara populasi kulit hitam dan
kulit putih. Angka kematian pada pria kulit hitam adalah 50,9 per 100.000
populasi dan 39,2 per 100.000 wanita kulit hitam. Sedangkan angka kematian
pada pria kulit putih adalah 26,3 per 100.000 dan 22,9 per 100.000 pada wanita
kulit putih. Alasan yang tepat mengenai perbedaan ini tidak diketahui dengan
pasti, tetapi diperkirakan bahwa faktor genetik, geografi dan budaya ikut
berpengaruh (Wikipedia, 2009).
Jumlah penderita stroke di Indonesia kian meningkat dari tahun ke
tahun. Sekitar 28,5% penderita penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia.
Berdasarkan hasil laporan bagian Rekam Medis RS Sanglah Denpasar,
didapatkan data pasien yang menderita stroke tahun 2002 sebagai berikut :
pasien yang rawat inap 659 orang, dimana 310 orang (47%) diantaranya
dengan SH, 349 orang (53%) dengan SNH dengan jumlah pasien meninggal
dunia 149 orang, rawat jalan sebanyak 1482 orang. Tahun 2003, pasien rawat
inap dengan stroke 738 orang, dirawat dengan SH sebanyak 340 orang (47%),
SNH 398 orang (54%) dan yang meninggal dunia 129 orang, dirawat jalan
sebanyak 1409 orang. Tahun 2004 rawat inap sebanyak 662 orang, dirawat
dengan SH 255 orang (44,6%), dengan SNH 367 orang (55,4%), meninggal
dunia 107 orang, pasien rawat jalan 1528 orang. Data di atas menunjukkan
tingginya angka kejadian SNH dibanding SH.
3. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab Stroke non hemoragik
diakibatkan oleh:
menyebabkan
iskemia
jaringan
kongesti
disekitarnya.Beberapa
menimbulkanoedema
dan
dibawah
menyebabkan
ini
dapat
otak
trombosis
otak:
yang
dapat
keadaan
Ateroskelosis,
terjadi
jika
Sedangkan Hipertensi
hipotensi
dapat
ini
sangat
mengakibatkan
parah
dan
pecahnya
menahun.
maupun
non
hemoragik disebabkan
oleh
trombosis akibat
plak
aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari
pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak yang secara
perlahan
akan memperbesar
ukuran
plak sehingga
terbentuk
trombus
(Sudoyo, 2006).
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan
terbawa
hingga terperangkap
dalam
pembuluh darah
distal,
lalu
terjadi perusakan
memicu
membran
sel
serangkaian radikal
lalu mengkerut
dan
bebas
tubuh
Karena ada penurunan kontrol volunter maka kemampuan batuk juga akan
berkurang dan mengakibatkan penumpukan sekret sehingga
pasien akan
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
scan
hemoragik
mengidentifikasi
adanya
efek
tumor
atau
dan
massa
dan aneurisme.
10. Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk
menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk
diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60
menit setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini
mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan
menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.
a. Penatalaksanaan Umum
1) Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak
adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan eficitnial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan
untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana
kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target Pco 2 arteri
adalah 32-36 mmHg.
Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi
edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse
oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya
hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada
stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial,
hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.
2) Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi
intravena dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko
tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung.
Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.
b. Penatalaksanaan Non Farmakologi (Arif Muttaqin, 2008).
1) Terapi antikoagulan
Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien dengan
riwayat ulkus, uremia dan kegagalan hepar.
2) Penytonin (dilantin) dapat di gunakan untuk mencegah kejang .
3) Enteris-coated, misalnya aspirin dapat digunakan untuk menghancurkan
trombotik dan embolik
11. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Sudoyo (2006) meliputi hipoksia serebral,
penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cidera, embolisme.
a. Hipoksia serebral
b. Penurunan aliran darah serebral
c. Luasnya area cidera
d. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus lokal.
12. Prognosis
Dari penelitian ditemukan bahwa, rasio mortilitas pada 30 hari setelah
stroke adalah sebesar 28%, rasio mortalitas pada stroke iskemik adalah 19%
dan ketahanan hidup pasien 1 tahun paska stroke iskemik adalah 77%. Stroke
berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah defisit, yang paling penting adalah sifat
dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis.
Secara keseluruhan, didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10
tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia
lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode
akut, sekitar satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen,
sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional (George et al,
2009).
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Non
Hemoragik
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa (ras kulit hitam),
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk memimta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan adanya penurunan
atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intracranial. Keluhan perubahan juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kemungkinan adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes mellitus, penyakit jangtung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, penyakit
jantung, cacat pada bentuk pembuluh darah (factor genetic paling
berpengaruh), gaya hidup dan pola makan keluarga (biasanya sulit diubah),
diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
g. Riwayat psikososiospiritual
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Dalam pola penanganan
stress, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
Karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam
pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah
spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan
pada salah satu sisi tubuh.
h. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan
Pada pasien dengan stroke biasanya menderita obesitas,dan hipertensi
2) Pola nutrisi metabolic
Pada pasien dengan penyakit stroke non hemoragik biasanya terjadi
penurunan nafsu makan, mual dan muntah selama fase akut
(peningkatan tekanan intracranial), kehilangan sensori (rasa kecap)
pada lidah, pipi dan tenggorokan, peningkatan lemak dalam darah.
3) Pola eliminasi
Pada pasien dengan penyakit stroke biasanya terjadi perubahan pola
berkemih seperti inkontinensia urine, distensi abdomen (distensi
kandung kemih berlebihan), dan bising usus negative.
4) Pola aktivitas latihan
Pada pasien dengan penyakit stroke biasanya merasa kesulitan untuk
melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis (hemilegia), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat
(nyeri / kejang otot) serta kaku pada tengkuk.
5) Pola istirahat tidur
Selama fase akut (peningkatan tekanan intracranial), pasien dengan
penyakit stroke mengalami ketergangguan / kenyamanan tidur dan
istirahat karena nyeri dan sakit kepala.
6) Pola kognitif persepsi
Pasien dengan penyakit stroke terjadi gangguan pada fungsi kognitif,
penglihatan, sensasi rasa, dan gangguan keseimbangan
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Pada pasien dengan penyakit stroke akan terjadi pada peningkatan
rasa kekhawatiran klien tentang penyakit yng dideritanya serta pada
pasien juga akan mengalami harga diri rendah.
karena
pasien
mengalami
masalah
bicara
dan
jaringan
cerebral
berhubungan
dengan
DIAGNOSA
Ketidakefektifan
perfusi
cerebral
NOC
NOC :
Circulation status
jaringan
Tissue perfusion
berhubungan
cerebral
Kriteria
Hasil
NIC
NIC
Peripheral
: Management
:
Sensation
(manajemen
sensasi
perifer)
1. Monitor
adfanya
kapiler
diastole
dalam
rentang
yang
mpul
2. Monitor
adanya
paretese
diharapkan
3. Instruksikan keluarga
Tidak ada ortostatik
untuk mengobservasi
hipertensi
jika ada isi atau
Tidak ada tanda
tanda
peningkatan
tekanan
intracranial
dengan
jelas
laserasi
4. Gunakan
sarung
analgetik
8.
Monitor
adanya
sesuai
dengan
tromboplebitis
kemampuan
9.
Diskusikan mengenai
Menunjukkanperhati
penyebab perubahan
an, konsentrasi dan
sensasi
orientasi
Memproses
informasi
Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukkan
fungsi
membaik,
Hambatan
mobilitas
berhubungan
gerakan involunter
NOC
fisik Joint
movment
Active
dengan gangguan Mobility level
Selft care : ADLs
neuromuskular
NIC
Exercise
therapy
ambulation
1. Memonitoring
sign
:
vital
sebelum/
Transfer
performance
Kriteria hasil :
Klien
meningkat
meningkatkan
kekuatan
kemampuan
berpindah
saat latihan
2. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana
ambulasi
sesuai
peningkatan
perasaan
respon pasien
dan
dengan
kebutuhan
3. Bantu klien
untuk
menggunakan tongkat
saat
berjalan
dan
teknik
ambulasi
5. Kaji
kemampuan
psien dalam ambulasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan
ADLs
ADLs
pasien
8. Berikan alat bantu
jika
klien
memerlukan
9. Ajarkan
bagaimana
posisi
bantuan
dan
pasien
merubah
berikan
jika
diperlukan
3
Hambatan
NOC :
NIC :
komunikasi
Pencegahan aspirasi
Ketidakefektifaan
Aspirasi Precautions
verbal
berhubungan
dengan perubahan
system saraf pusat
pola menyusui
Status menelan
tindakan
pribadi
untuk
mencegah
pengeluaran
cairan
dan
padat
partikel
kedalam paru
Status menelan : fase
esophagus
penyaluran
cairan
faring
ke
lambung
Status menelan : fase
oral : persiapan ,
penahanan,
dan
pergerakan
cairan
1. Memantau
tingkat
kesadaran,
reflex
kemampuan
menelan
2. Memonitor
status
paru
,menajaga/mempertah
ankan jalan nafas
3. Posisi
tegak
derajat
atau
mungkin
4. Jauhkan
90
sejauh
manset
trakea meningkat
5. Jauhkan pengaturan
hisap yang tersedia
6. Menyuapkan maknan
dalam jumlah kecil
7. Periksa penempatan
tabung
NG
atau
gastrostomy sebelum
mulut
Status menelan : fase
menyusui
8. Periksa tabung NG
:penyaluran
sebelum makan
9. Hindari
makan,jika
faring
pewarna
mempertahankan
makanan
mulut
Kemampuan
dalam
dalam
tabung pengisi NG
10. Hindari
cairan
atau menggunakan zat
pengental
11. Penawaran
menelan adekuat
Pengiriman bolus ke
hipofaring
selaras
dengan
menelan
Kemampuan
menjadi potongan
konsekuensi
prosedur pengobatan
Tidak ada kerusakan
tenggorokan
wajah,
menelan,
menggerakkan lidah,
atau reflus muntah
Pemulihan
pasca
prosedur pengobatan
Kondisi pernafasan,
ventilasi adekuat
Mampu melakukan
non
terhadap
pengobatan
parenteral
Mengidentifikasi
factor
emosi
psikologis
potongan kecil
13. Permintaan
dalam
obat
bentuk
obat
mujarab
14. Istirahat
fisiologis
Penegtahuan tentang
perawatan
bolus
untuk
otot
menjadi
sebelum menelan
12. Potong makanan
rongga mulut
Mampu mengontrol
atau
reflex
mengosongkan
otot
atau
yang
menghambat
menelan
Dapat mentoleransi
atau
menghancurkan
pil
sebelum pemberian
15. Jauhkan
kepala
tempat
tidur
ditinggikan 30 sampai
45
menit
setelah
makan
16. Sarankan
pidato/berbicara
patologi
berkonsultasi, sesuai
17. Sarankan barium
menelan
kue
video
fluoroskopi,sesuai
atau
ingesti
makanan
cairan
dan bayi
Hidrasi
ibu
tidak
ditemukan
Pengetahuan
mengenai
cara
menyusui
Kondisi pernafasan
adekuat
Tidak
terjadi
gangguan neurologis
4
Gangguan
NOC
NIC
menelan
Kriteri hasil
Komunikasi:
simple
penerimaan,
interpretsi
dan
bertemu,
setiap
jika
diperlukan
ekspresi pesan
3. Konsultasikan dengan
Lisan tulisan dan non
dokter
kebutuhan
verbal meningkat
terapi wicara
Komunikasi ekspresif
4. Dorong pasien untuk
(kesulitan berbicara) :
berkomunikasi secara
ekspresi peran verbal
mengulangi
yang bermakna
permintaan
Komunikasi reseptif 5. Dengarkan
(kesuliatan
mendengar)
penerimaan
dengan
penuh perhatiaan
6. Berdiri
didepan
pasien
ketika
berbicara
dan 7. Gunakan kartu baca,
interpretasi
pesan
kertas pensil, bahasa
verbal dan/ atau non
tubuh, gambar, daftar
komunikasi
verbal
Gerakan
kosa
terkoordinasi
mampu
mengkoordinasi
gerakan
dalam
menggunakan isyarat
Pengolahan informasi
kata,
jika
diperlukan
9. Berikan
anjuran
tentang
memperoleh, mengatr
alat
dan
(misalnya,
menggunakan
informasi
Mampu mengontrol
penggunaan
bantu
ketidak
terhadap
mampuan
berbicara
Mampu
prostesi
positive,
diperlukan
11. Anjurkan
dan
pujian
jika
pada
pertemuan kelompok
12. Anjurkan kunjungan
memanajemen
kemampuan
fisik
yang dimiliki
Mampu
mengkomunikasikan
kebutuhan
bicara
trakeoesofagus
laring buatan
respon ketakutan dan 10. Berikan
kecemasan
bahasa
dengan
lingkungan sosial
memberi
stimulas komunikasi
13. Anjurkan
ekspresi
diri dengan cara lain
dalam menyampaikan
informasi
(bahasa
isyarat)
Communication
Enhancemen
Hearing Deficit
Communication
Visual Deficit
Anxiety Reducation
Active Listening
Evaluasi
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler.
Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
Tidak ada ortostatik hipertensi
Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intracranial (tidak lebih
dari 15 mmhg)
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan :
Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
Menunjukkanperhatian, konsentrasi dan orientasi
Memproses informasi
Membuat keputusan dengan benar
Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
3) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf
pusat.
Dapat mempertahankan makanan dalam mulut
Kemampuan menelan adekuat
Pengiriman bolus ke hipofaring selaras dengan reflex menelan
Kemampuan untuk mengosongkan rongga mulut
Mampu mengontrol mual dan muntah
menelan
Dapat mentoleransi ingesti makanan tanpa tersedak atau aspirasi
Menyusui adekuat
Kondisi menelan bayi
Memelihara kondisi gizi: makanan adan asupan cairan ibu dan bayi
Hidrasi tidak ditemukan
Pengetahuan mengenai cara menyusui
Kondisi pernafasan adekuat
Tidak terjadi gangguan neurologis