DI SUSUN
OLEH :
SUBHAN
NIM 010030170 B
LEMBAR PENGESAHAN
Subhan
NIM. 010030170 B
Mengetahui
Pembimbing Akademik
Harmayeti, SKp.
NIP. 140..
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit
neurologik yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke
meru pakan kelainan fungsi otek yang timbul mendadak yang disebabkan karena
terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja.
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentukbentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
Di seluruh dunia, angka kejadian rata-rata stroke sekitar 180 per 100.000 per
tahun (0,2 %) dengan angka prevalensi 500-600 per 100.000 (0,5 %).
Pada kenyataannya banyak pasien yang datang ke RS dalam keadaan kesadaran
yang menurun (coma). Keadaan seperti ini memerlukan penanganan dan perawatan
yang bersifat : umum, khusus, rehabilitasi serta rencana pemulangan kliean.
Perawatan umum klien terdiri dari perawatan 6 B dan perawatan fungsi luhur.
Tahap rehabilitasi
bertujuan
CVA BLEEDING
(STROKE HEMORAGIK)
DEFINISI
Gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan aleh karena gangguan peredaran darah
otak, dimana secara mendadak (beberapa detik) atau secara cepat (beberapa jam)
timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal diotak yang terganggu
(Djunaedi W, 1992).
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya perawatan kritis CVA hemoragik memulai
awitan yang mendadak
desease.
ANATOMI DAN FISIOLOGIS OTAK
Otak adalah organ tubuh yang kecil, akan tetapi memegang peranan penting,
sehingga alat tubuh ini perlu dilindungi dengan kokoh dan disimpan dalam
tempurung kepala yang keras.
Didalam otak terdapat berjuta-juta sel otak yang terdiri dari neuron dan glia. Tranmisi
informasi dalam sel-sel neuron berbentuk impuls listrik. Sel-sel neuron berhubungan
melalui celah tipis yang disebut sinap. Jika impuls berlanhsung dalam suatu neuron,
sel neuron tersebut akan melepaskan neurotransmiter ke dalam celah sinap.
Neurotransmiter ini dapat merangsang atau menghambat impuls dalam sel-sel neuron
yang dihubungi.
Lapisan luar otak (korteks) mempunyai peran yg sangat canggih, mulai dari
mengontrol gerakan, pemrosesan indra, berpikir, berbahasa, merencanakan,
mengingat, emosi dan fungsi kognitif lainnya. Terdapat dua belahan (hemisfer) otak
kiri dan kanan. Masing masing hemisfer terdiri dari lobus frontalis, paretalis,
temporalis, oksipitalis dan bagian-bagian otak lainnya. Kedua belahan otak tersebut
dihubungkan oleh korpus kolosum, yaitu sekumpulan serabut-serabut saraf yang
menyampaikan informasi timbal balik antara kedua hemisfer otak.
Sel-sel motorik dilobus frontalis mengontrol gerakan-gerakan volunter dari otototot tubuh secara menyilang. Jika lobus frontalis kanan mengalami kerusakan, maka
dapat terjadi kelumpuhan (hemiplegi) pada sisi kiri, dan sebaliknya. Di lobus frontalis
terdapat pula pusat bahasa ekspresif dan fungsi intelektual. Gangguan pada pusat ini
mengakibatkan seseorang kesulitan mengespresikan maksud atau keinginannya
dengan menggunakan bahasa (afasia motorik), serta mengalami gangguan fungsi
intelektual.
Sel-sel somatosensorik dilobus parietalis menerima dan memproses sinyal-sinyal
sensorik (perasa) dari sisi tubuh kontralateral. Gangguan fungsi otak lobus parietalis
kanan dapat mengakibatkan seseorang merasa kesemutan (parestesia), rasa tebal
(hiperstesia), hilang rasa atau gangguan-gangguan sensorik lainnya pada sisi tubuh
sebelah kiri. Begitu pula sebaliknnya.
Sel-sel neuron kortek auditorik dilobus temporalis menerima dan memproses
sinyal-sinyal pendengaran dari telinga. Sedangkan daerah proyeksi olfaktorik
berhubungan dengan fungsi penghidu. Selain itu di lobus temporalis terdapat pula
pusat bahasa perseptif. Gangguan pada pusat bahasa ini dapat mengakibatkan
seseorang tidak bisa memahami pembicaraan orang lain ( afasia sensoris ).
Sel-sel korteks visual di lobus oksipitalis menerima dan memproses sinyal-sinyal
peglihatan dari retina mata. Lesi di lobus oksipitalis mengakibatkan seseorang
kehilangan separo lapang pandangan.
Otak mendapat darah dari 2 (dua) pembuluh darah besar: karotis ( sirkulasi anterior)
dan vertebra ( sirkulasi posterior ). Otak akan berfungsi dengan baik bila peredaran
darahke otak berlangsung baik, sehingga O2 dan glokosa sebagai sumber energi otak
tetap terjamin.
Dua ( 2 ) pembuluh darah besar pada otak tersebut membentuk anastomose pada
dasar otak yaitu sirkulasi willisi ( area dimana percabangan arteri basiler dan koratis
internal bersatu ). Hampir 20% dari volume darah dalam tubuh berada di otak dan
otak menggunakan seperlima dari O2 yang dihirup melaui paru-paru.
PATOFISIOLOGI
Ada dua bentuk CVA bleeding:
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi
dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal,
nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering
didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
PENGKAJIAN
1.
Identitas klien
Nama
: Tn. Hr.
Usia
: 74 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Lasem 86 Surabaya
: Kristen
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Purnawirawan
Suku/bangsa
: bugis/Indonesia
Dx Medis
: CVA Bleeding
Tgl MRS
: 27-5-2001
Tgl Pengkajian
: 11-6-2001
Keluhan utama :
Klien mengeluh pusing
2.
Riwayat Keperawatan
2.1 Riwayat penyakit sebelumnya
Klien pernah MRS di RS Bubutan dengan hipertensi (pada usia 50 tahun).
Pada tahun 1995 klien MRS dengn stroke sembuh hanya kaki kiri berjalan
agak diseret.
2.2 Riwayat penyakit sekarang
Sejak hari jumat tagl 25/5-2001 klien panas mendadak, kemudian muntah
lebih kurang 2-3 kali, warna putih berupa riak, pasien mengeluh pusing,
dan kemudian sering mengigau. Klien dibawa ke RSUD Dr soetomo dan
MRS.
2.3 Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita kencing manis, menurut
keluarga klien anak klien yang ke 4 menderita hipertensi.
Genogram tidak terkaji karena klien menderita afasia.
3.
: 20 x/mnt teratur
3) Body of sistem
a.
b.
c.
d.
e.
Terdapat gangguan menelan, saat ini klien terpasang sonde, sudah pernah
dicoba makan peroral tapi klien belum bisa menelan, Sebelum MRS
konsumsi makan hanya setengah porsi, makan 3x/hari, jenis nasi, sayur,
lauk, kebiasaan makan pagi, siang, malam.
Abdomen : tidak terdapat acites, turgor menurun, peristaltik usus normal,
bising usus positif, tidak ada scibala.
Rectum : Rectal to see negatif.
BAB : Kebiasaan di rumah klien BAB 2 hari sekali, saat ini sudah 3 hari
klien belum BAB.
f.
g.
Sistem endokrin
Klien tidak mempunyai gangguan endokrin.
h.
Sistem hematopoitik
Klien tidak mempunyai riwayat kelainan sistem hematopoitik.
i.
Reproduksi
Klien laki-laki, mempunyai anak 6 laki-lai 4 dan perempuan 2.
j.
Psikososial
Pola persepsi dan konsep diri : sulit dikaji karena klien afasia dan kadangkadang saat dikaji klien bicara tidak terarah (ngelantur).
Sosial/interaksi : Saat interaksi klien nampak kooperatif, dukungan keluarga
sangat besar, setiap hari klien ditunggui oleh istrinya dan kadang-kadang
bergantian dengan anak dan adik angkatnya.
k.
Spiritual
Menurut keluarga klien klien beragama kristen taat beribadah dan
menganggap bahwa penyakit yang diderita klien merupakan cobaan yang
harus dihadapi.
l.
Pemeriksaan penunjang :
Rongten : tgl 7-6-2001
-
%.
CT scan :
Tampak area hiperdens dipara ventrikel lateral kiri.
Kesimpulan : ICH paraventrikel lateral kiri
IVH dan brain atropi sedang
Laborat :tgl 7-6-2001
-
m. Terapi
Tanggal 11-5-2001
IVFD RL 500 cc/24 jam
Cimetidin 1ampul
Cefotaxim 2 x 500 mg
Lasix 1 amp/hari
B1, B6, B12 2xa amp
Captopril
3x25 mg
ISDN
2x 5 mg
HCT
-00
Bisolvon
3 x 1 amp
sonde : 6 x 250 cc
fisioterapi
ANALISA DATA
1. DS : Klien mengeluh pusing
DO : T : 150/100 mm Hg, N : 100 x/mnt.
CT scan : ICH periventrikel lateral, IVH dan brain atropi sedang
Kemungkinan penyebab :
Bertambahnya volume intra kranial akibat dari perdarahan otak
Masalah :
Tekanan intra kranial
2. DS : Keluarga klien mengungkapkan klien pernah dicoba makan peroral tapi
belum bisa.
DO : Klien makan menggunakan sonde, Diit cair 6 x 250cc/hari, turgor menurun
GCS : 4,5,6, reflek menelan terganggu, BB : 63 Kg, TB : 174 cm, tampak lemah.
Kemungkinan penyebab :
Kelemahan otot menelan
Masalah :
Nutrisi
3. DS : Klien berteriak kesakitan saat kaki kiri digerakkan secara pasif
DO : Terdapat kelumpuhan pada ektremitas sebelah kiri, tampak lemah ADL
dibantu kekuatan otot..
, drop foot
Kemungkinan penyebab :
Paralisis
Masalah :
Mobilisasi.
4. DS : Klien mengeluh nyeri kepala
DO : Terdapat penurunan rangsang raba,rasa, kecap
Bicara ngelantur
Tampak marah jika kelelahan
Kemungkinan penyebab :
Transmisi sekunder terhadap trauma neurologis
Masalah :
Perubahan persepsi sensoris.
10
5. DS : DO : GCS 4,5,6
RR : 20 x/mnt
Ronchi : terdapat diseluruh lapangan paru
Terdapat produk mukus yang berlebihan pada mulut
Terjadi penurunan reflek menelan dan batuk
Mulut tampak kotor
Ro : tampak infiltrat interstisiil pada lapangan paru
Kemungkinan penyebab :
Menurunnya reflek batuk
Masalah :
Bersihan jalan nafas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
2.
3.
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya reflek
batuk
4.
5.
6.
RENCANA TINDAKAN
1.
INTERVENSI :
1. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebabakibat TIK meningkat.
R/ Meningkatkan kerjasama dalam meningkatkan perawatan klien dan
mengurangi kecemasan.
11
2.
INTERVENSI :
1. Observasi texture, turgor kulit
R/ Mengetahui status nutrisi klien
2. Lakukan oral hygiene
R/ Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
3. Observasi intake out put
R/ Mengetahui keseimbangan nutrisi klien
4. Observasi posisi dan kebersihan sonde
R/ Ontuk menghindari resiko infeksi / iritasi
5. Kolaborasi:
-
12
3.
INTERVENSI:
1. Koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala 0 4
R/ Memantau tingkat ketergantungan klien serta mengobservasi fungsi
sensorik motorik
2. Pertahan posisi klien dalam letak anatomis dengan memberi ganjal bantal
sewaktu posisi miring
R/ Mencegah terjadinya kontraktur
3. Jelaskan pada klien tentang mobilisasi pasif
4. Lakukan mobilisasi pasif pada kedua extremitas
R/ Mengurangi atropi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur
5. Rubah posisi dengan mengangkat sisi yang tidak berfungsi
R/ Merangsang perfusi pada sisi yang lumpuh
6. Lakukan masage, kompres hangat, perawatan kulit.
R/ Merangsang vasodilatasi untuk memperlancar peredaran darah
7. Kolaborasi
-
Pertahankan terpai B1
R/ Merangsang pertumbuhan otot dan sel
Dengan fisioterapi
R/ Untuk menentukan program yang ideal menuju pemulihan
4.
13
sekret
3. Pertahankan posisi duduk , tidak menekan ke salah satu sisi
R/ Ventilasi lebih mudah bila posisi kepala dalam posisi netral, penekanan
ke satu titik menyebabkan peningkatan TIK.
4. Lakukan chest fisioterapi
R/ Claping dan vibrating merangsang cilia bronkus untuk mengeluarkan
sekret
5. Jelaskan pada keluarga tentang perubahan posisi tiap 2 jam sekali
14