Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Dasar Sistem Persyarafan

A. Pengertian

Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling


berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Sistem saraf ini
mengoordinasikan, mengatur, dan mengendalikan interaksi antara seorang
individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga
mengatur aktivitas sebagin besar sistem tubuh lainnya. Tubuh mampu
berfungsi sebagai satu kesatuan yang harmonis karena pengaturan hubungan
saraf diantara berbagai system

Sistem Saraf tersusun dari jutaan serabut sel saraf (neuron) yang
berkumpul membentuk suatu berkas (faskulum). Neuron adalah komponen
utama dalam sistem saraf.

B. Fungsi

Secara umum sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai


fungsi utama yaitu:
⦿ Memelihara fungsi tubuh
⦿ Mengatur kegiatan di dalam tubuh
⦿ Menerima rangsangan eksternal dan internal
⦿ Mengolah rangsangan yang diterima
⦿ Merespon rangsangan yang diterima
C. Struktur sel saraf

Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron
bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls
(rangsangan). Satu sel saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.

Dendrit berfungsi menangkap dan mengirimkan impuls ke badan sel


saraf, sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel
ke jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit
pendek.

1. Badan sel

Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf Badan sel
berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke
akson. Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria,
sentrosom, badan golgi, lisosom, dan badan sel. Badan sel merupakan
kumpulan retikulum endoplasma tempat transportasi sintesis protein.

2. Dendrit

Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang- cabang. Dendrit
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
mengantarkan rangsangan ke badan sel.

3. Akson

Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang merupakan
perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat benang-benang
halus yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis
selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk
mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh
sel- selsachwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat
menyediakan makanan untuk neurit dan membantu pembentukan neurit.
Lapisan mielin sebelah luar disebut neurilemma yang melindungi akson dari
kerusakan. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin.
Bagian ini disebut dengan nodus ranvier dan berfungsi mempercepat jalannya
rangsangan.

D. Jenis Sel Saraf Berdasarkan Fungsi


Terdapat 3 (tiga) jenis sel saraf berdasarkan fungsi, yaitu:
1. Sel Saraf Sensorik (saraf Aferen)
Berfungsi menghantarkan rangsangan dari reseptor (penerima
rangsangan) ke sumsum tulang belakang.
2. Sel Saraf Motorik (saraf Eferen)
Berfungsi menghantarkan impuls motorik dari susunan saraf pusat ke
efektor. Rangsangan yang diantarkan berasal atau diterima dari otak dan
sumsum tulang belakang.
3. Sel Saraf Penghubung/ intermediet/ asosiasi
Merupakan penghubung sel saraf yang satu dengan sel saraf yang lain.
E. Susunan Saraf Manusia
Sistem saraf secara umum terbagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat
dan tepi
1. Sistem saraf pusat
a. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam
rongga tengkorak, beratnya lebih kurang 1/50 dari berat badan.
Bagian utama otak adalah otak besar (Cerebrum), otak kecil
(Cerebellum), dan batang otak. Otak terletak di dalam rongga
kepala, yang pada orang dewasa sudah tidak dapat lagi membesar,
sehingga bila terjadi penambahan komponen rongga kepala akan
meningkatkan tekanan intra cranial.
1) Otak besar (Cerebrum)
Berfungsi untuk untuk pengaturan semua aktivitas mental yaitu
berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),
kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terletak di bagian
depan otak.
Terdiri atas :
– Bagian belakang (oksipital) →pusat penglihatan.
– Bagian samping (temporal) →pusat pendengaran.
– Bagian tengah (parietal) →pusat pengatur kulit dan otot
terhadap panas, dingin, sentuhan, tekanan.
– Antara bagian tengah dan belakang →pusat perkembangan
kecerdasan, ingatan, kemauan, dan sikap.

2) Otak kecil (Cerebellum)


Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya di bawah
otak besar. Otak kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan luar
berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna putih. Otak kecil
dibagi menjadi dua bagian, yaitu belahan kiri dan belahan
kanan yang dihubungkan oleh jembatan varol. Otak kecil
berfungsi sebagai pengatur keseimbangan tubuh dan
mengkoordinasikan kerja otot ketika seseorang akan
melakukan kegiatan.

3) Otak Tengah (Mesensefalon)


Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol
(menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga
menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang).
Di depan otak tengah (diencephalon)
– Talamus (Pusat pengatur sensoris)
– Hipotalamus (Pusat pengatur suhu, Mengatur selera
makan, Keseimbangan cairan tubuh). Bagian atas ada
lobus optikus (pusat refleks mata).

Medula oblongata merupakan salah satu bagian dari batang otak.


berperan dalam mengontrol fungsi-fungsi otonomik (fungsi yang tidak
disadari) seperti pernapasan, pencernaan, detak jantung, fungsi
pembuluh darah, serta menelan dan bersin.
4) Pelindung otak
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan
ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter,
lapisan araknoid dan durameter.

– Tengkorak.

– Ruas-Ruas Tulang Belakang.

– Tiga Lapisan Selaput Otak (Meningen).

a. Pia meter
Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta
melekat erat pada otak.

b. Lapisan araknoid
Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan
mengandung sedikit pembuluh darah. Ruang araknoid
memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan
mengandung cairan cerebrospinalis, pembuluh darah serta
jaringan penghubung serta selaput yang mempertahankan
posisi araknoid terhadap piameter di bawahnya.

c. Durameter
Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan
terdiri dari dua lapisan. Lapisan ini biasanya terus
bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik.
Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di
permukaan dalam kranium dan berperan sebagai periosteum
dalam pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam
pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak dan
terlipat kembali di arahnya untuk membentuk falks
serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum dan sela
diafragma. Ruang subdural memisahkan durameter dari
araknoid pada regia cranial dan medulla spinalis. Ruang
epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar dan
lapisan meningeal dalam pada durameter di regia medulla
spinalis
5) Sumsum Tulang Belakang (Medulla Spinalis)
a) Fungsi :

(1) Penghubung impuls dari dan ke otak.

(2) Memungkinkan jalan terpendek pada gerak refleks.

Di bagian dalam ada (1) akar dorsal yang mengandung neuron


sensorik. (2) akar ventral yang mengandung neuron motorik.

Pada bagian putih terdapat serabut saraf asosiasi.

b) Struktur Umum

Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan


agak pipih. Walaupun diameter medulla spinalis bervariasi,
diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari
kelingking. Panjang rata-rata 42 cm. Dua pembesaran,
pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi keluar saraf
spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh
satu pasang (31) saraf spinal keluar dari area urutan korda
melalui foramina intervertebral.
c) Struktur Internal

Terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi


substansi putih. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi
oleh substansi abu-abu bentuknya seperti huruf H. Batang
atas dan bawah huruf H disebut tanduk atau kolumna dan
mengandung badan sel, dendrite asosiasi dan neuron eferen
serta akson tidak termielinisasi. Tanduk dorsal adalah
batang vertical atas substansi abu-abu. Tanduk ventral
adalah batang vertical bawah. Tanduk lateral adalah protrusi
di antara tanduk posterior dan anterior pada area toraks dan
lumbal sistem saraf perifer. Komisura abu-abu
menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan kanan
medulla spinalis. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks
dorsal dan satu radiks ventral.

d). Traktus Spinal

Substansi putih korda yang terdiri dari akson


termielinisasi, dibagi menjadi funikulus anterior,posterior
dan lateral. Dalam funikulus terdapat fasiukulu atau
traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal dan
tujuannya.

2. Saraf Tepi (Saraf Perifer)

Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada di bagian luar
otak dan medulla spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf cranial yang
berasal dari otak; saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan
ganglia serta reseptor sensorik yang berhubungan.

Sistem saraf perifer dibagi menjadi 2 yaitu :

– 12 pasang saraf serabut otak (saraf cranial)


– 3 pasang saraf sensori.

– 5 pasang saraf motori.

– 4 pasang saraf gabungan.

– 31 pasang saraf sumsum tulang belakang (saraf spinal).


– 8 pasang → saraf leher (servikal).

– 12 pasang → saraf punggung (Torakal).

– 5 pasang → saraf pinggang (Lumbal).

– 5 pasang → saraf pinggul (Sakral).

– 1 pasang → saraf ekor (Koksigial).


Sistem Saraf Tepi (Perifer)

a) Saraf Otonom

Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari
otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang
bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-
masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga
membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal
ganglion disebut urat saraf pra gangliondan yang berada pada ujung
ganglion disebut urat saraf post ganglion.

Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan
sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik
dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik
mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang
menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai
urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai
urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada
organ yang dibantu.

Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan


(antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan
"nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan
beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.

1. Sistem Saraf Simpatik


Sistem syaraf ini berdada di ddepan tulang rusuk bagian
tulangbelakang yang memiliki pangkal pada sumsum tulang
belakang atau medula spinalis yang berada di bagian dada dan
pinggang. Saraf tersebut di sebut juga dengan saraf torakolumbar,
karena saraf preganglion keluar yang berasal dari tulang belakang
toraks dari ke 1 sampai ke 12. Pada sistem saraf simpatik memiliki
25 pasang ganglio atau yang merupakan simpul di sumsum tulang
belakang.
Fungsi dari sistem saraf simpatik ini pada umumnya adalah untuk
dapat memacu kerja organ tubuh, tetapi ada pula beberapa yang
dapat menghambat kerja dari organ tersebut.
Fungsi Saraf Simpatik
– Memperbesar pupil mata
– Memperbesar bronkus
– Memperbesar pupil mata
– Menghambat ereksi
– Menghambat sekresi empedu
– Mempercepat detak jantung
– Mempelambat kerja pencernaan
– Menurunkan tekanan darah
– Meningkatkan sekresi adrenalin
– Menghambat kontraksi kantung seni
2. Sistem Saraf Parasimpatik
Sistem saraf parasimpatik adalah suatu saraf yang memiliki
pangkal di sumsum tulang belakang lanjutan atau medula oblongata.
Sistem ini di sebut sebagai sistem saraf kranosakral di karenakan
saraf preganglion keluar dari otak dan dari sakral. Saraf parasimpatik
ini terdiri dari jaring-jaring yang memiliki keterhubungan dengan
ganglion yang telah tersebar ke seluruh tubuh.
Fungsi Saraf Parasimpatik
– Mengecilkan pupil mata
– Merangsang eraksi
– Memperkecil bronkus
– Meningkatkan tekanan darah
– Menghambat sekresi adrenalin
– Menghambat detak jantung
– Meningkatkan sekresi empedu
– Menghambat organ pencernan
– Mempercepat kontraksi kantung seni
II. Konsep Dasar Stroke

1. Pengertian Stroke

Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara

mendadak dengan tanda klinis fokal atau global yang berlangsung lebih

dari 24 jam tanpa tanda-tanda penyebab non vaskuler, termasuk

didalamnya tanda-tanda perdarahan subarakhnoid, perdarahan

intraserebral, iskemik atau infark serebri (Mutiarasari, 2019). Sedangkan

menurut (Hariyanti et al., 2020) stroke atau sering disebut CVA (Cerebro-

Vascular Accident) merupakan penyakit/gangguan fungsi saraf yang

terjadi secara mendadak yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah

dalam otak.

Jadi stroke adalah gangguan fungsi saraf pada otak yang terjadi

secara mendadak dengan tanda klinis yang berkembang secara cepat yang

disebabkan oleh terganggunya aliran darah dalam otak.

2. Klasifikasi Stroke

Klasifikasi dari penyakit stroke diantaranya yaitu (Yueniwati, 2016):

a. Stroke Iskemik

Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang

menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.

Stroke iskemik secara umum diakibatkan oleh aterotrombosis pembuluh

darah serebral, baik yang besar maupun yang kecil. Pada stroke iskemik
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang

menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteri karotis interna

dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari

lengkung aorta jantung. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk

di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan

berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap

pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah

ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding

arteri dan mengalir di dalam darah kemudian menyumbat arteri yang

lebih kecil.

b. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan di dalam jaringan

otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematon intraserebrum)

atau perdarahan ke dalam ruang subarachnoid, yaitu ruang sempit

antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak

(disebut hemoragia subarachnoid). Stroke hemoragik merupakan jenis

strokeyang paling mematikan yang merupakan sebagian kecil dari

keseluruhanstroke yaitu sebesar 10-15% untuk perdarahan

intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subarachnoid. Stroke

hemoragik dapat terjadiapabila lesi vaskular intraserebrum mengalami

rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau

langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat

menyebabkan perdarahan subarachnoid adalah aneurisma sakular dan

malformasi arteriovena.
3. Tanda dan Gejala Stroke

Tanda dan gejala neurologis yang timbul pada stroke tergantung

berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya, diantaranya

yaitu (Gofir, 2021) :

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang

timbul mendadak.

b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan

hemisensorik).

c. Perubahan mendadak status mental (konvusi, delirium. Letargi,

stupor, atau koma).

d. Afisia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan

memahami ucapan).

e. Disartria (bicara pelo atau cadel)

f. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.

g. Ataksia (trunkal atau anggota badan).

h. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.

4. Faktor Risiko Stroke

Faktor risiko dari penyakit stroke yaitu terdiri dari (Mutiarasari,

2019):

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis

kelamin, dan riwayat keluarga.

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, merokok,

dislipidemia, diabetes melitus, obesitas, alkohol dan atrial

fibrillation.
5. Komplikasi Stroke

Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya

komplikasi medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat yang terjadi

secara dini pada stroke, sering diperlihatkan adanya gangguan kognitif,

fungsional, dan defisit sensorik. Pada umumnya pasien pasca stroke

memiliki komorbiditas yang dapat meningkatkan risiko komplikasi medis

sistemik selama pemulihan stroke. Komplikasi medis sering terjadi dalam

beberapa minggu pertama serangan stroke. Pencegahan, pengenalan dini,

dan pengobatan terhadap komplikasi pasca stroke merupakan aspek

penting. Beberapa komplikasi stroke dapat terjadi akibat langsung stroke

itu sendiri, imobilisasi atau perawatan stroke. Hal ini memiliki pengaruh

besar pada luaran pasien stroke sehingga dapat menghambat proses

pemulihan neurologis dan meningkatkan lama hari rawat inap di rumah

sakit. Komplikasi jantung, pneumonia, tromboemboli vena, demam, nyeri

pasca stroke, disfagia, inkontinensia, dan depresi adalah komplikasi sangat

umum pada pasien stroke (Mutiarasari, 2019).

6. Penatalaksaan Stroke

Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi ke jaringan otak yang

mengalami infark dan mencegah serangan stroke berulang. Terapi dapat

menggunakan Intravenous recombinant tissue plasminogen activator

(rtPA) yang merupakan bukti efektivitas dari trombolisis, obat antiplatelet

dan antikoagulan untuk mencegah referfusi pada pasien stroke iskemik

(Mutiarasari, 2019).
a. Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)

Obat ini juga disebut dengan rrt PA, t-PA, tPA, alteplase (nama

generik), atau aktivase atau aktilise (nama dagang). Pedoman terbaru

bahwa rt-PA harus diberikan jika pasien memenuhi kriteria untuk

perawatan. Pemberian rt-PA intravena antara 3 dan 4,5 jam setelah

onset serangan stroke telah terbukti efektif pada uji coba klinis secara

acak dan dimasukkan ke dalam pedoman rekomendasi oleh Amerika

Stroke Association (rekomendasi kelas I, bukti ilmiah level A).

Penentuan penyebab stroke sebaiknya ditunda hingga setelah memulai

terapi rt-PA. Dasar pemberian terapi rt-Pa menyatakan pentingnya

pemastian diagnosis sehingga pasien tersebut benar-benar memerlukan

terapi rt-PA, dengan prosedur CT scan kepala dalam 24 jam pertama

sejak masuk ke rumah sakit dan membantu mengeksklusikan stroke

hemoragik.

b. Terapi antiplatelet

Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan antiplatelet

48 jam sejak onset serangan dapat menurunkan risiko kematian dan

memperbaiki luaran pasien stroke dengan cara mengurangi volume

kerusakan otak yang diakibatkan iskemik dan mengurangi terjadinya

stroke iskemik ulangan sebesar 25%. Antiplatelet yang biasa digunakan

diantaranya aspirin, clopidogrel. Kombinasi aspirin dan clopidogrel

dianggap untuk pemberian awal dalam waktu 24 jam dan kelanjutan

selama 21 hari. Pemberian aspirin dengan dosis 81-325 mg dilakukan

pada sebagian besar pasien. Bila pasien mengalami intoleransi terhadap

aspirin dapat diganti dengan menggunakan clopidogrel dengan dosis 75


mg per hari atau dipiridamol 200 mg dua kali sehari. Hasil uji coba

pengobatan antiplatelet terbukti bahwa data pada pasien stroke lebih

banyak penggunaannya dari pada pasien kardiovaskular akut,

mengingat otak memiliki kemungkinan besar mengalami komplikasi

perdarahan.

c. Terapi antikoagulan

Terapi antikoagulan sering menjadi pertimbangan dalam terapi

akut stroke iskemik, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan bahwa

antikoagulan tidak harus secara rutin diberikan untuk stroke iskemik

akut. Penggunaan antikoagulan harus sangat berhati-hati. Antikoagulan

sebagian besar digunakan untuk pencegahan sekunder jangka panjang

pada pasien dengan fibrilasi atrium dan stroke kardioemboli. Terapi

antikoagulan untuk stroke kardioemboli dengan pemberian heparin

yang disesuaikan dengan berat badan dan warfarin (Coumadin) mulai

dengan 5-10 mg per hari. Terapi antikoagulan untuk stroke iskemik

akut tidak pernah terbukti efektif. Bahkan di antara pasien dengan

fibrilasi atrium, tingkat kekambuhan stroke hanya 5-8% pada 14 hari

pertama, yang tidak berkurang dengan pemberian awal antikoagulan

akut.

AHA. (2021). 2021 Heart Disease & Stroke Statistical Update Fact Sheet Global

Burden of Disease. https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000950

Alimansur, M., & Irawan, H. (2020). Personal Hygiene Mandi Dalam Pencegahan
Dekubitus Pasien Stroke. Jurnal Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Nahdlatul
Ulama Tuban, 2(1), 14–17. https://doi.org/https://doi.org/10.47710/jp.v2i1.31
Handayani, D., & Dominica, D. (2018). Gambaran Drug Related Problems (DRP’s)

pada Penatalaksanaan Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik di

RSUD Dr M Yunus Bengkulu. Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia,

5(1), 36–44. https://doi.org/10.20473/jfiki.v5i12018.36-44


Lesmana, Ronny, dkk. 2019 .Fisiologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi,

Keperawatan dan Keperawatan. CV Budi Utama. Yogyakarta.

Wijayanti, Novita. 2019. Fisiologi Manusia dan Metabolisme Zat Gizi. UB

Press.Malang.

Asrijal, 2021. Anatomi dan fisiologi manusia,Universitas Veteran RI Makassar

Anda mungkin juga menyukai