Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Tahap Stase Keperawatan Medikal bedah
Disusun oleh :
AGUNG NUGRAHA BASTIAN
[=
I. Anatomi dan Fisiologi
Otak merupakan organ paling besar dan penting dalam sistem saraf serta organ yang
kompleks dengan konsistensi seperti gelatin yang terdiri atas lebih dari 100 miliar neuron dan
serabut yang saling terkait (Black & Hawks, 2014). Otak dibagi menjadi tiga bagian utama,
yaitu otak besar, otak kecil, dan batang otak.
1. Otak Besar
(Serebrum)
Serebrum terbagi
]dua oleh fisura
longitudinalis, yaitu
hemisfer kanan dan
kiri. Lapisan terluar
serebrum disebut
korteks serebri yang
memiliki ketebalan
2-5 mm. Terdapat
traktus asosiasi dengan ketebalan yang berbeda-beda tepat di bawah korteks serebri
dan di atas traktus komisura yang disebut korpus kalosum. Korteks serebri tersusun
atas dua lapisan, yaitu substansi grisea dan substansi
alba. Substansi grisea yang didominasi oleh badan sel
saraf dan dendrit terbentuk dalam kelokan atau girus.
Terdapat sel glia pada substansi grisea yang berfungsi
untuk memberikan nutrisi kepada sel saraf. Sedangkan
substansi alba terletak di bawah substansi grisea yang
terdiri dari akson yang dilapisi myelin (Black & Hawks,
2014). Lekukan di antara girus membagi korteks serebri menjadi lima bagian, yaitu
frontalis, parietalis, oksipitalis, temporalis, dan sentral (insula).
a. Lobus 1. Prefrontalis : Mengontrol perhatian jangka panjang, motivasi, kemampuan
Frontalis memformulasikan dan memilih tujuan, kemampuan menginiasi dan mengakhiri aksi,
kemampuan memonitor diri, kemampuan memberi umpan balik, kemampuan
penalaran, memecahkan masalah dan stabilitas emosi
2. Presentralis (korteks motorik) : Mengontrol segala aktivitas motorik volunteer.
Kebanyakan serabut saraf di area ini menyilang ke sisi otak yang berlawanan
sehingga menyebabkan pengontrolan tubuh bagian kanan dikontrol oleh hemisfer
kiri dan sebaliknya. Dalam kosteks motorik ini dibagi menjadi beberapa area. Area
anterior berhubungan dengan aktivitas motorik volunteer. Di area ini terdapat area
Brocca, yang terletak di anterior korteks mototrik primer dan superior sulkus
lateralis. Area Brocca berfungsi untuk koordinasi aktivitas muskular kompleks
di mulut, lidah dan laring serta pembicaraan ekspresif. Kerusakan pada area ini
akan mempengaruhi kemampuan kien untuk berbicara, biasa disebut afasia brocca.
b. Lobus 1. Area anterior lobus parietal: interpretasi rangsang somasi taktil seperti suhu,
Parietalis sentuhan, tekanan. Kesadaran tentang sensasi ini sebenarnya sudah dapat dideteksi
oleh bagian thalamus, namun bagian otak parietalis menentukan lokasi sumber
masukan sensorik dan memperkirakan diskriminasi ruangnya. Sehingga dapat
mengetahui bentuk suatu benda yang kita pegang, mengetahui perbedaan halus &
kasar.
2. Area asosisasi parietal kanan: mengetahui ukuran bentuk & posisi tubuh terhadap
suatu benda. Bagian kiri: orientasi kanan kiri dan matematika
c. Lobus Pengelolaan awal masukan penglihatan
Oksipitalis
d. Lobus Mengandug area reseftif auditori primer (interpretasi) dan area asosiai auditori.
Temporalis Memori bahasa disimpan di area asosiasi auditori lobus temporalis kiri. Memori tentang
suara selain bahasa seperti musik, binatang dll disimpan di temporalis kanan. Keruskan
pada area ini menyebabkan seseorang tidak dapat memahami atau mengenali
bahasa, musik atau suara lainnya. Di lobus ini terdapat area Wrenicke yang berisi
sel-sel yang memfasilitasi pemahaman bahasa.
e. Lobus 1) Pengecapan dari lobus paretalis.
Sentral 2) Daerah asosiasi bagian-bagian otak.
(Insula)
2. Saraf Kranial
No Saraf Jenis Fungsi
I Olfaktorius Sensoris penghidu
II Optikus Sensoris Penglihatan
III Okulomotoris Motorik Gerakan bola mata ekstraokular, konstriksi pupil,
berkedip/pengangkatan kelopak mata,
IV Troklearis Motorik Geraan bola mata ekstraokular
V Trigeminus - Sensasi somatik, membran mukosa nasal dan wajah
- Oftalmikus - Sensoris - Sensasi somatik wajah, rongga mulut, gigi, ¾ anterior lidah
- Maksilaris - Sensoris - Sensasi somatik bagian bawah wajah dan mastikasi atau
- Mandibularis - Sensoris mengunyah
VI Abdusens Motorik Gerakan mata lateral
VII Fasialis Motorik Ekspresi wajah
VIII Vestibulokoklearis sensorik Keseimbanga dan pendengaran
IX Glosofaringerus Motorik Menelan, sensasi faringeal, pengecap, ¼ anterior lidah
Sensorik
X Vagus Sensors Sensasi faring laring telinga luar
Motorik Menelan
Ativitas saraf parasimpatis abdomen dan toraks
XI Asesorus spinalis Motorik Gerakan leher dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
IV. Patofisiologi
Penurunan suplai darah pada otak dapat menyebabkan iskemia. Otak merupakan organ
yang tidak bisa melakukan metabolism anaerob. Sehingga kurangnya suplai darah pada otak
dapat dapat menyebabkan penurunan fungsi neurologi sementara atau Transient Ischemic
Attack (TIA). Jika aliran darah tidak diperbaiki maka akan terjadi infark pada jaringan otak.
Manifestasi klinis yang terjadi bergantung pada lokasi tempat terjadinya infark.
Sel-sel pada bagian tengah/utama tempat terjadinya iskemi akan mengalami kematian
seketika saat serangan terjadi, ini dikenal dengan primary neuronal injury. Bagian ini disebut
dengan bagian utama. Daerah ini akan mengalami kerusakan permanen. Daerah lain yang
berada di sekitar daerah utama mengalami kerusakan yang dapat kembali apabila terjadi
perbaikan perfusi serebral. Bagian ini disebut penumbra. Akan tetapi apabila tidak terjadi
perbaikan daerah ini akan mengalami kematian.
Beberapa proses reaksi biokimia akan terjadi dalam hitungan menit pada kondisi iskemik
serebral. Hipoksia pada sel menyebabkan sel tidak dapat melakukan proses pembentukan ATP.
Kondisi ini akan menyebabkan kegagalan pompa ion NA+/K+ dalam sel. Akibatnya terjadi
depolarisasi sel, di mana konsentrasi kalium ekstraseluler lebih besar dibandingkan dengan
intraseluler, hal sebaliknya terjadi pada natrium. Kondisi ini akan menstimulasi pengeluaran
glutamate ke CES. Glutamate merupakan mediator ekstitoroxicity. Pelapasan glutamate akan
membuka channel natrium sehingga terjadi depolarisasi lebih lanjut yang menginduksi
pelepasan glutamate lebih lanjut. Pelepasan glutamate influks Ca2+. Hal ini dikarenakan
reseptor glutamate yaitu NMDA merupakan channel Ca2+. Peningkatan kadar Ca2+ intrasel
akan memicu enzim apoptosis, pengeluaran zat radikal yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kematian sel, disfungsi mitokondira. Peningkatan Natrium dalam sel memicu edema sel yang
pada akhirnya turut serta dalam proses peningkatan tekanan intracranial.
Trombus Embolus
Defisit neurologis
VI. Pengkajian
a. Riwayat
Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis
medis. Anamnesis yang baik akan menunjang diagnosis terkait faktor risiko, riwayat
keluarga, tipe stroke yang diderita, serta perencanaan pengelolaan stroke yang tepat.
Keluhan utama yang sering dialami klien yaitu kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pengkajian fisik per sistem
a) B1 (Breathing): Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
b) B2 (Blood): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipovolemik.
TD biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD >
200mmHg.
c) B3 (Brain):
• Tingkat kesadaran: Pemeriksaan kesadaran penderita stroke dinilai berdasarkan
Glasgow Coma Scale (GCS). Aspek penilaian GCS terdiri atas tiga komponen
utama, yaitu kesadaran penderita, orientasi penderita terhadap lingkungan
sekitar, dan kemampuan penderita mengikuti perintah dokter.
• Fungsi serebri
(1) Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik.
(2) Fungsi intelektual: penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek
maupun panjang serta penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
(3) Kemampuan bahasa: Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior didapatkan disfasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau tulisan. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior didapatkan disfasia ekspresif,
klien mengerti namun tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar.
(4) Sistem motorik: Inspeksi umum didapatkan hemipeglia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Selain itu terjadi
fasikulasi pada otot-otot ekstremitas, tonus otot meningkat, dan
keseimbangan koordinasi mengalami gangguan.
(5) Sistem sensorik: Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau lebih berat, kehilangan kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh, dan kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual, taktil, dan auditorius.
b) B4 (Bladder): Setelah stroke mungkin mengalami inkontinensi urin sementara,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
c) B5 (Bowel): Didapatkan keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
dan muntah pada fase akut.
d) B6 (Bone): Mengalami hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan, hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh), kulit
tampak pucat karena kekurangan oksigen dan tugor kulit akan buruk karena
kekurangan cairan, kesukaran untuk beraktivitas karena lemah, dan kaji tanda-
tanda dekubitus.
2) Pengkajian saraf kranial
No Nama saraf Cara Memeriksa
I Olfaktori memejamkan mata dan diminta membedakan bau yang dirasakan (kopi,
teh, dll).
II Optik Menggunakan snelend card, klien diminta mengenali benda yang letaknya
jauh, misalnya jam dinding dan ditanyakan pukul berapa, membaca huruf-
huruf yang ada di koran atau di buku, dan periksa lapang pandang.
III Okulomotorik Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva, refleks pupil dan
inspeksi kelopak mata.
IV Troklear Sama seperti nervus III
V Trigeminal Menggerakan rahang ke semua sisi, klien memejamkan mata, sentuh
dengan kapas pada dahi atau pipi. Menyentuh permukaan kornea dengan
kapas.
VI Abdusen sama seperti nervus III.
VII Fasial Senyum, bersiul, mengangkat alis mata, menutup kelopak mata dengan
tahanan, menjulurkan lidah
VIII Vestibulokoklearis/ Tes webber dan rinne, tes keseimbangan, minta klien berdiri dengan mata
Auditori ditutup
IX Glosofaringeal Membedakan rasa manis dan asam, meminta klien minum untuk melihat
fungsi menelan
X Vagus Memakan makanan padat, lunak dan menelan air, klien menelan saliva,
diminta mengucap ahh, membuka mulut
XI Aksesori Spinal Menggerakan bahu dan lakukan tahanan sambil klien melawan tahanan
tersebut.
XII Hipoglosal Menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi ke sisi.
▪ Berikan obat sesuai indikasi : ▪ Manuver Valsava dapat meningkatkan TIK dan
o Antikoagulasi, seperti natrium warfarin memperbesar resiko terjadinya perdarahan.
(Coumadin); heparin, antitrombosit (ASA); ▪ Merupakan indikasi adanya iritasi meningeal. Kejang
dipiridamol (Persantine). dapat mencerminkan adanya peningkatan TIK/trauma
serebral yang memerlukan pehatian dan intervensi
selanjutnya.
o Antifibrolitik, seperti asam aminokaproid ▪ Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan
(Amicar). vasodilatasi seebral dan tekanan
meningkat/terbentuknya edema.
o Antihipertensi.
o Dapat digunakan untuk meningkatkan/memperbaiki
aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah
pembekuan saat embolus/thrombus merupakan faktor
masalahnya. Merupakan kontraindikasi pada pasien
dengan hipertensi sebagai akibat dari peningkatan
o Narkotik, seperti demerol/kodein. resiko perdarahan.
o Penggunaan dengan hati-hati dalam perdarahan
o Vasodilatasi perifer: siklandelat untuk mencegah lisis bekuan yang terbentuk dan
(Cyclospasmol); papaverin perdarahan berulang yang serupa.
(Pavabid/Vasospan); isoksupresin o Hipertensi lama/kronis memerlukan penangan yang
(Vasodilan). hati-hati; sebab penanganan yang berlebihan
o Steroid, deksametason (Decadrone). meningkatkan resiko terjadinya perluasan kerusakan
o Fenitoin (Dilantin), fenobarbital. jaringan. Hipertensi sementara seringkali terjadi
selama fase stroke akut dan penanggulangannya
o Pelunak feses. seringkali tanpa intervensi terapeutik.
o Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi kolateral
▪ Persiapkan untuk pembedahan, endarterektomi, atau menurunkan vasospasme.
bypass mikrovaskuler. o Penggunaannya kontroversial dalam mengendalikan
▪ Pantau pemeriksan laboratorium sesuai indikasi, edema serebral.
seperti masa protrombin, kadar Dilantin.
Referensi:
Black, J.M., and Hawks, J.H. (2014). Medical Surgical Nursing Clinical Management For Positive Outcomes Volume 3 (8th Ed). Elvesier:
St.Louis Missouri
Doenges Marilyn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien edisi III.
Jakarta: EGC.
Price, S. A., dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. 6th Ed. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarrth. Volume 2. Edisi ke-8 .
Jakarta: EGC