Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI


PERCOBAAN VI
ANTIHIPERGLIKEMIA

Disusun oleh kelompok I :

1. Fera Ridri eryani (1041611060)


2. Hani Khoirina (1041611066)
3. Hanik Ayu Pramesti (1041611068)
4. Herluin Nadia Saraswati (1041611070)
5. Ade Kurniawan (1041611164)
6. Noviana Eny Sri L (1041611210)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI "YAYASAN PHARMASI"
SEMARANG
PERCOBAAN VI
ANTIHIPERGLIKEMIA

A. TUJUAN
1. Melakukan induksi hiperglikemi terhadap hewan coba
2. Membandingkan potensi antihiperglikemi bahan sintesi dan bahan alam

B. DASAR TEORI
Pankreas adalah suatu kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon peptide
insulin, glukagon, dan somatostatin, dan suatu kelenjar eksokrin yang menghasilkan
enzim pencernaan. Hormon peptide disekresikan dari sel-sel yang berlokasi dalam
pulau-pulau Langerhans (sel beta yang menghasilkan insulin, sel alfa yang
menghasilkan glukagon, dan sel D yang menghasilkan somatostatin). Hormon-
hormon ini memegang peranan penting dalam pengaturan aktivitas metabolik tubuh,
dan membantu memelihara hemeostatis glukosa darah. ( Mycek,2001)
Ada empat jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau
langerhans tersebut yaitu :
A. Sel alfa mensekresi glucagon, yang meningkatkan kadar gula darah
B. Sel beta mensekreresi insulin, yang menurunkan kadar gula darah
C. Sel delta mensekresi somatostatin atau hormon penghalang hormon
pertumbuhan, yang menghambat sekresi glucagon dan insulin.
D. Sel F mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk
fungsi yang tidak jelas, yang dilepaskan setelah makan
(Sloane,2004)
Pankreas adalah organ lonjong kira-kira 15 cm, yang terletak dibelakang hati.
Organ ini terdiri dari 98% sel-sel dengan sekresi ekstren, yang memproduksi enzim-
enzim cerna (pankreatin) yang disalurkan ke duodenum dengan sekresi intern, yakni
hormon insulin dan glukagon yang disalurkan langsung ke aliran darah. (Tjay,Tan
Hoan & Kirana Raharja,2008)
Pulau Langerhans merupakan suatu cluster dari kelenjar endokrin yang
tersebar disepanjang eksokrin pankreas dan banyak dilalui kapiler-kapiler darah.
Komposisi selular maupun ukuran dari pulau ini dalam satu pankreas tidak selalu
sama. Pada mamalia, 70 sampai 80% tersusun atas sel-sel β yang mensekresikan
insulin, 15-20% adalah sel-sel α yang memproduksi glukagon, sel δ yang
mensekresikan somatostatin sebesar 5 hingga 10% serta terdapat sel-sel lain seperti
sel PP yang menghasilkan polipeptida pankreatik. (Bonner-Weir dan Smith,1994)
Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel β pulau langerhans dalam
pankreas. Berbagai stimulus melepaskan insulin dari granula penyimpanan dalam sel
β, tetapi stimulus yang paling kuat adalah peningkatan glukosa plasma
(hiperglikemia). Insulin terikat pada reseptor spesifik dalam membran sel dan
memulai sejumlah aksi, termasuk peningkatan ambilan glukosa oleh hati, otot, dan
jaringan adipose (Katzung,2002)
Insulin adalah polipeptida dengan BM kira-kira 6000. Polipeptida ini terdiri
dari 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai (rantai A dan rantai B). Antara
rantai A dan rantai B terdapat dua jembatan disulfide yaitu antara A-7 dengan B-7 dan
ke-6 dan ke-11. (Ganiswara,1995)
Glukosa merupakan stimulus paling kuat untuk pelepasan insulin dari sel-sel β
pulau Langerhans. Terdapat sekresi basal yang kontinu dengan lonjakan pada waktu
makan. Sel-sel β memiliki kanal K+ yang diatur oleh adenosin trifosfat (ATP)
intraseluler. Saat glukosa darah meningkat, lebih banyak glukosa memasuki sel β dan
memetabolismenya yang menyebabkan peningkatan ATP intraseluler yang menutup
kanalATP. Depolarisasi sel Depolarisasi sel β yang diakibatkannya mengawali influks
ion Ca2+ melalui kanal Ca2+ yang sensitif tegangan dan ini memicu pelepasan insulin.
(Katzung,2002)
Reseptor insulin adalah glikoprotein pembentuk membran yang terdiri dari
dua subunit α dan dua subunit β yang teikat secara kovalen oleh ikatan disulfida.
Setelah insulin terikat pada subunit α, kompleks insulin-reseptor memasukisel,
dimana insulin dihancurkan oleh enzim lisosom. Internalisai dari kompleks insulin-
reseptor mendasari down-regulation reseptor yang dihasilkan oleh kadar insulin tinggi
(misalnya pada pada pasein obesitas). Ikatan insulin pada reseptor mengaktivasi
asktivitas tirosin kinase subunit β dan memulai suatu rantai kompleks rantai-reaksi
yang menyebabkan efek insulin. (Neal,2006)
Proses pembentukan insulin paa waktu makan yakni glukosa darah meningkat
dengan bantuan GLUT2 sehingga terjadi proses fosforilase mengubah glukosa
menjadi 6 fosfat dengan bantuan enzim glikokinase, glukosa 6 fosfat kemudian
mengalami glikolisis dan menjadi asam piruvat. Dalam proses glikolisis ini akan
menghasilkan 6-8 ATP, penambahan ATP akan meningkatkan rasio ATP/ADP dan
ini akan menutup kanal kalium. Dengan demikian kanal kalium akan tertumpuk di
dalam sel dan terjadilah depolarisasi membrane sel sehinngga membuka kanal
kalsium dan kalsium akan masuk ke dalam sel. Dengan meningkatnya kalium intrasel
akan terjadi translokasi granul insulin ke membrane dan insulin akan dilepaskan ke
dalam darah ( reseptor ) yakni 50% ke hati, 10-20% ke ginjal dan 30-40% bekerja
pada sel, sel darah otot, dan jaringan lemak. Mekanisme kerja pada saat puasa yakni
pada keadaan puasa kadar glukosa darah turun, ATP-sensitive K channels di
membrane sel beta akan terbuka sehingga ion kalium meninggalkan sel beta, dengan
demikian mempertahankan potensial membran dalam keadaan hiperpolar, sehingga
Ca-Channels tertutup, akibatnya kalium tidak dapat masuk ke sel beta sehingga
perangsangan sel beta untuk mensekresi insulin menurun (Gunawan,2012)
Masuknya glukosa ke selβ melalui glukose transpoter 2 (GLUT 2), suatu
transpoter yang spesifik . Kemudian glukosa ini mengalami fosfolisasi oleh
glukokinase. Enzim ini terutama terdapat di organ tempat terjadinya regulasi
metabolisme glukosa seperti hepar atau sel β pankreas. Sekresi insulin sangat
tergantung dari kadar Ca2+ intrasel. Metabolisme glukosa diinduksi oleh glukokinase
menyebabkan perubahan rasio ATP/ADP, dan hal ini menyebabkan menutupnya
kanal ion K+ yang sensitif ATP dan terjadi depolarisasi sel β. Sebagai kompensasi,
terjadi aktivitas kanal Ca2+ dan ion ini akan masuk ke sel β. Selanjutnya Ca2+ intrasel
ini merangsang sekresi insulin dari granulnya (Gunawan,2012)
Kadar glukosa serum puasa normal adalah 70-110 mg/dl. (Katzung,2002)
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(WHO, 1999).
Diabetes melitus adalah suatu keadaan yang timbul karena defensisensi insulin
relatif maupun absolute. Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa dalam sel
terhambat serta metabolismenya terganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50%
glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5%
diubah menjadi glikogen, dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes
melitus semua proses tersebut terganggu , glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel,
sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenernya
hiperglikemia relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hinga darah-darah
menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel.(Ganiswara,1995)
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan
yang tidak efektif dari insulin. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam
darah. (Tjay, Tan Hoan, 2002)
Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi
memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Akibatnya ialah
glukosa bertumpuk di dalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya disekresikan lewat
kemih tanpa digunakan (glikosuria). Karena ini produksi kemih sangat meningkat dan
pasein harus kencing, amat haus, berat badan menurun, dan berasa lelah (Tjay, Tan
Hoan, 2002)
Kadar glukosa serum puasa normal adalah 70-100 mg/dl. Hiperglikemia
didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dl. Glukosa
difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya diabsorbsi oleh tubulus gunjal
selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dl. Jika konsentrasi
tubulus naik melebihi kadar ini, glukosa tersebut akan keluar bersama urine dan
keadaan ini disebut sebagai glikosuria. (Katzung,2002)
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan
gejala banyak minum (polidipsi), banyak kencing (poliuria), banyak makan
(polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah dapat menegakkan
diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali
pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda/ (Rustama,2009)
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah :
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl
Menurut klasifikasinya diabetes melitus dibedakan menjadi :
1. Diabetes melitus tipe I (DMT1) adalah insufisiensi absolut insulin
2. Diabetes Melitus Tipe II (DMT2) adalah resistensi insulin
3. Diabetes Kehamilan (gestasional) yang muncul pada saat wanita hamil
(Kowalak & Welsh, 2003)
4. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) , kadar glukosa antara normal dan
diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi normal atau tetap tidak
berubah (Prince,1995)
Diabetes melitus tipe I (DMT1 atau IDDM) merupakan istilah yang digunakan
untuk kelompok pasein diabetes melitus yang tidak dapat bertahan hidup tanpa
pengobatan insulin. Penyebab yang paling umum dari IDDM ini adalah terjadinya
kerusakaan otoimun pada sel-sel β dari pulau-pulau Langerhans. (Katzung,2002)
Diabetes Tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel β pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial ( sesudah makan ). (Sudoyo,2009)
Jika konsenstrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
disekresikan dalam urin (glikosuria). Ekskresi ini akan disertai oelh pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasein
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
(Sudoyo2009)
Diabetes yang tergantung dengan insulin (DMT1) yang ditandai dengan
penghancuran sel-sel βpankreas disebabkan oleh :
a. Faktor Genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe I itu sendiri tapi mewarisi suatu
predisposisi/kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Ini
ditemukan pada individu yang mempunyai antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertetntu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplatasi dari proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c. Faktor Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan dekstruksi sel β .
Diabetes melitus tipe I merupakan diabetes yang jarang atau sedikit
populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan polulasi penderita
diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe I umumnya terjadi karena
kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabakan oleh reaksi autoimun. Namun
adapula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus diantaranya virus Cocksakie,
Rubella, CMVirus, Herper, dan lainnya. (Depkes RI,2005)
Diabetes melitus tipe I ditandai oleh destruksi sel β secara selektif dan
defisiensi insulin absolut atau berat. Pemberian insulin sangat penting pada pasein
diabetes tipe 1. Diabetes tipe I selanjutnya dibagi menjadi yang memiliki penyebab
imun dan idiopatik. Bentuk imun merupakan bentuk tersering Diabetes melitus tipe I.
(Katzung,2002)
Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM atau DMTTI) merupakan istilah yang
digunakan untuk kelompok diabetes melitus yang tidak memerlukan pengobatan
dengan insulin supaya dapat bertahan hidup, meskipun hampir 20% pasein menerima
insulin dengan tujuan untuk membantu mengontrol kadar glukosa darah. NIDDM
biasanya ditunjukkan oleh adanya kombinasi yang beragam dan tahanan insulin dan
kekurangan insulin. (Tunbridge and Home, 1991)
Diabetes Tipe II ditandai oleh resistensi jaringan terhadap efek insulin
kombinasikan dengan defisiensi relatif sekresi insulin. Seorang pasein mungki lebih
mengalami resistensi atau defisiensi sel β yang lebih besar, dan kelainan mungkin
ringan atau parah. Meskipun para pasein ini insulin diproduksi di sel-sel β, jumlahnya
kurang memadai untuk mengatasi resistensi dan glukosa darah meningkat.
(Katzung,2002)
Diabetes Tipe II terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat teikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metambolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. (Sudoyo,2009)
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin
maka kadar glukosa akan meningkat dan teerjadi diabetes tipe II. (Sudoyo,2009)
Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam 2 fase. Fase pertama
sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai
dengan meningkatanya kadar glukosa darah, sekresi fase kedua terjadi sekitar 20
menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe II, sel-sel β menunjukkan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe II akan mengalami kerusakan
sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan
defisiensi insulin. Sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe II umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.
(Depkes RI,2005)
Diabetes tipe II ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap
insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relatif, biasanya terjadi pada orang yang berusia lebih dari 40
tahun, gemuk dan tidak aktif. Gejala tipe II ini bejalan secara perlahan-lahan. Dengan
pola hidup sehat dan penderita harus mempertahankan berat badan normal. Namun
bagi penderua stadium akhir kemungkinan akan diberikan terapi suntikan insulin.
(Maulana,2009)
Perbedaan diabetes tipe I dan tipe II
Diabetes Tipe I Diabetes Tipe II
Usia Awitan Biasanya selama masa Sering berusia lebih dari
kanak-kanak atau 35 tahun
pubertas
Status nutrisi pada saat Sering kurang gizi Biasanya terdapat obesitas
awitan
Prevelensi 5-10% yang didiagnosis 90-95% yang didiagnosis
diabetes diabetes
Predisposisi genetik Sedang Sangat kuat
Defek atau defisiensi Sel-sel β hancur, Ketidakmampuan sel β
mengeliminasi produksi untuk menghasilkan
insulin jumlah insulin yang
adekuat, resistensi insulin,
defek lain.
Selain dua tipe diabetes di atas ada juga diabetes tipe III yang memang baru
ditemukan. Para ahli Amerika Serikat percaya bahwa mereka telah menemukan tipe
baru diabetes setelah menemukan bahwa insulin juga di produksi di otak dan dapat
meningkatkan risiko terjadi penyakit Alzeimers. (Maulana,2009)
Diabetes melitus gestional juga melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan
reaksi dan pengularan hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru diabetes melitus
tipe II. Jenis diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau
lenyap. Meskipun kejadiannya sementara, namun diabetes tipe bisa jadi merusak
kesehatan janin dan ibu sekitar 20-50%. (Maulana,2009)
Kriteria penderita diabetes melitus berdasarkan nilai diagnostik kadar glukosa
darah secara enzimatik sesudah beban glukosa 75 gram (mg/dl) yakni :
(Dalimarta,2005)
a. Seseorang dikatakan menderita diabetes melitus bila hasil kadar glukosa
darah puasanya ≥126 mg/dl (plasma vena) atau pada pemeriksaan glukosa
darah 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram hasilnya ≥200mg/dl
b. Seseorang dikatakan terganggu terhadap toleransi glukosa bila hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasanya 110-125 mg/dl (plasma vena),
atau pada pemeriksaan kadar glukosa darah setelah 2 jam setelah minum
larutan glukosa 75 gram hasilnya antara 140-199 mg/dl
c. Seseorang dikatakan normal (tidak mengidap diabetes melitus) jika hasil
kadar glukosa darah puasanya ≤110 mg/dl (plasma vena), atau pada
pemeriksaan kadar glukosa darah setelah minum larutan glukosa <180
mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah setelah 2 jam setelah
minum larutan glukosa <140 mg/dl

Struktur Aloksan
Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa
hidrofilik dan tidak stabil. Waktu paro pada suhu 37°C dan pH netral adalah 1,5 menit
dan bisa lebih lama pada suhu yang lebih rendah. Sebagai diabetogenik, aloksan dapat
digunakan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. (Szkudelski, 2001)
Aloksan merupak bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes
pada hewan percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk
menghasilkan konsisi diabetik eksperimental (hiperglikemi) pada hewan percobaan.
(Filipponi,et al., 2008). Aloksan dapat menyebabkan diabetes melitus tergantung pada
hewan tersebut (aloksan diabetes) dengan karekteristik mirip dengan Diabetes Melitus
tipe I pada manusia. Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel beta pankreas yang
memproduksi insulin karena terakumulasinya aloksan secara khusus melalui
transpoter glukosa yaitu GLUT 2 ( Watkins, et al.,2008)
Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion kalsium bebas sitosolik pada sel
β Langerhans pankreas. Efek tersebut mengakibatkan influks kalsium dari cairan
ekstraseluler, mobilisasi kalsium dari simpanannya secara berlebihan, dan
eliminasinya yang terbatas dari sitoplasma. Influks kalsium akibat aloksan tersebut
mengkaibatkan depolarisasi sel β Langerhans, lebih lanjut membuka kanal kalsium
tergantung voltase dan semakin menambah masuknya ion kalsium ke sel. Pada
kondisi tersebut, konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan
mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu singkat.
(Szkudelski, 2001; Walde et al, 2002).
Obat antidiabetes mengobat diabetes melitus dengan menurunkan glukosa
kadar dalam darah. Dngan pengecualian dari insulin, exenatide, dan pramlintide,
semua diberikan secara oral karena itu juga disebut agen hipoglikemik oral atau agen
antihiperglikemik lisan. Ada kelas yang berbeda dari obat antidiabetes dan seleksi
mereka tergantung pada sifat dari diabetes, usia dan keadaan orang tersebut serta
faktor lainnya.
a. Diabetes melitus tipe I
Diabetes melitus tipe I adalah penyakt yang disebabkan oleh kurangnya
insulin. Insulin harus digunakan dalam tipe I, yang harus disuntikkan.
b. Diabetes melitus tipe II
Diabetes melitus tipe II adalah penyakit yan resistensi insulin oleh sel.
Perawatan meliputi :
1. Agen-agen yang bisa meningkatkan jumlah insulin yang disekresikan
oleh pankreas
2. Agen-agen yang bisa meningkatkan sensitivitas terget organ terhadap
insulin
3. Agen-agen yang menurunkan tingkat dimana glukosa diserap dari
saluran pencernaan.
Berikut merupakan beberapa contoh dari obat antidiabetes antara lain sebagai
berikut:
Penggolongan obat diabetes yaitu (Depkes,2005)
Golongan Contoh Obat/Senyawa Mekanisme kerja
Terapi Insulin Actrapid HM membantu transpor
Actrapid HM Penfill glukosa dari darah ke
Insulatard HM dalam sel
Protamin Zinc Sulfat
Sulfonilurea Gliburida/Glibenklamida Merangsang sekresi
Glipizida insulin di
Glikazida kelenjar pankreas,
Glimepirida sehingga hanya
Glikuidon efektif pada penderita
diabetes yang
sel-sel β pankreasnya
masih
berfungsi dengan baik
Meglitinida Repaglinide Merangsang sekresi
insulin di
kelenjar pankreas
Turunan Nateglinide Meningkatkan kecepatan
fenilalanin sintesis
insulin oleh pankreas
Biguanida Metformin Bekerja langsung pada
hati (hepar),
menurunkan produksi
glukosa hati.
Tidak merangsang
sekresi insulin
oleh kelenjar pankreas.
Tiazolidindion Rosiglitazone Meningkatkan kepekaan
Troglitazone tubuh
Pioglitazone terhadap insulin.
Berikatan dengan
PPARγ (peroxisome
proliferator
activated receptor-
gamma) di otot,
jaringan lemak, dan hati
untuk
menurunkan resistensi
insulin
Inhibitor α- Acarbose Menghambat kerja
glukosidase Miglitol enzim-enzim
pencenaan yang
mencerna
karbohidrat, sehingga
memperlambat absorpsi
glukosa ke
dalam darah
DPP-4-Inhibitor Sitagliptin Vidagliptin adalah
Vildagliptin inhibitor DPP-4 yang
Saxagliptin manjur dan selektif yang
dapat memperbaiki
control glikemik pada
pasien dengan diabetes
tipe 2 melalui perantara
hormone inkretin
meningkatkan kepekaan
sel alfa dan sel beta pada
glukosa.
Glibenklamid adalah antidiabetik generasi kedua dari golongan sulfonilurea
yang memperbaiki cara kerja glukosa melalui sekresi insulin, aksi insulin, maupun
keduanya (Luzi,dan Pozza , 1997).
Glibenklamid merupakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) golongan
sulfonillurea yang hanya dapat digunakan untuk mengobati induvidu dengan DM tipe
II (Moore,1997). Obat golongan ini menstimulus sel beta pankreas untuk melepaskan
insulin yang tersimpan. Efek sampaing OHO golongan sulfonilurea umumnya ringan
dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran pencernaan dan gangguan
sasunan syaraf pusat. (Soegondo,2005)
Mekanisme kerja glibenklamid yaitu dengan merangsang sekresi hormon
insulin dari granul sel beta Langerhans pankreas. Interaksinya dengan ATP sensitive
K channel pada membran sel-sel beta menimbulkan depolarisasi membran dan
keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbentuknya kanal Ca, maka ion Ca2+
akan masuk ke dalam sel beta kemudian merangsang granula yang berisi insulin dan
akan terjadi sekresi insulin. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar
dapat menyebabkan hipoglikemia. (Suherman,2007)
Mekanisme kerja dari glibenklamid adalah membentuk ikatan dari molekul
obat dengan reseptor pada sel beta. (Eliasson, et al.1996). Ikatan yang terbentuk
dapat merangsang keluarnya hormon insulin dari granul-granul sel beta pulau
Langerhans pada pankreas. Oleh karena itu, syarat pemakaian glibenklamid pada
penderita diabetes melitus adalah jika pankreas penderita diabetes masih dapat
memproduksi insulin. (katzung,2010)
Curcumin adalah senyawa aktif yang terdapat pada kunyit (Curcuma longa
Linn.) yaitu alkaloid, flavonoid, triterpenoid, dan fenolik. Secara klinis, curcumin
telah digunakan untuk mengurangi peradangan sebelum operasi, memiliki antioksidan
yang kuat, anti inflamasi dan anti tumor. Banyak masyarakat menggunakan tanaman
tradisional sebagai pengobatan, hal ini karena obat herbal tidak mempunyai efek
samping atau sangat sedikit efek sampingnya dibandingkan dengan obat modern.
Pada penderita diabetes, kadar gula di dalam darah meningkat yang
disebabkan oleh rusaknya sel β. Kondisi ini dapat dipulihkan oleh curcumin yang
salah satu perannya adalah meningkatkan pertumbuhan langerhans yang di dalamnya
terdapat sel β. Dalam memanfaatkan curcumin sebagai obat, sebagaimana diterangkan
di atas, masih mengalami kendala, yaitu bioavailabilitasnya di dalam air yang sangat
rendah. Curcumin sukar larut di dalam air. Telah terbukti bahwa curcumin memiliki
bioavailabilitas yang kurang baik karena penyerapan yang buruk dan metabolisme
yang cepat. (Martha Sagala et al., 2012)
Alkaloid bekerja dengan menstimulasi hipotalamus untuk meningkatkan
sekresi Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH), sehingga sekresi Growth
Hormone (GH) pada hipofise meningkat. Kadar GH yang tinggi akan menstimulasi
hati untuk mensekresikan Insulin like Growth Factor-1 (IGF-1). IGF-1 mempunyai
efek dalam menginduksi hipoglikemia dan menurunkan glukoneogenesis sehingga
kadar glukosa darah dan kebutuhan insulin menurun (Bunting et al., 2006).
Mekanisme kerja saponin dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah dengan cara
menghambat transport glukosa didalam saluran cerna dan merangsang sekresi insulin
pada sel beta pankreas (Atangwho et al., 2010; Meliani et al., 2011).
Mekanisme penurunan kadar glukosa darah oleh flavonoid diantaranya dengan
meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan ambilan glukosa dijaringan perifer, dan
menghambat glukoneogenesis (Tapas et al., 2008).
Selain itu, flavonoid diketahui dapat mencegah kerusakan sel beta pankreas
karena memiliki aktivitas antioksidan dengan cara menangkap atau menetralkan
radikal bebas terkait dengan gugus OH fenolik sehingga dapat memperbaiki keadaan
jaringan yang rusak (Botutihe, 2010).
Senyawa fenolik juga memiliki aktivitas antioksidan yang mampu mengurangi
stress oksidatif dengan cara mencegah terjadinya reaksi berantai pengubahan
superoksida menjadi hydrogen superoksida dengan cara mendonorkan atom hydrogen
dari kelompok aromatik hidroksil (-OH) untuk mengikat radikal bebas dan
membuangnya dari dalam tubuh melalui sistem eksresi (Barbosa, 2007; Evans et al.,
2003; Sabu et al., 2002).
Triterpenoid berperan dalam meningkatkan pengosongan lambung yang akan
mengakibatkan glukosa yang masuk ke usus terhambat dan menyebabkan glukosa di
dalam darah tidak meningkat (Koneri et al., 2014).
Bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) merupakan tanaman khas
Kalimantan Tengah. Tanaman ini sudah secara turun temurun dipergunakan
masyarakat Dayak sebagai tanaman obat. Tanaman ini memiliki warna umbi merah
dengan daun hijau berbentuk pita dan bunganya berwarna putih. Jika melihat
bentuknya sekilas bawang ini serupa dengan bawang merah pada umumnya. Akan
tetapi bawan dayak ini tidak memiliki aroma dan rasa sepeti bawang pada umumnya.
Secara empiris bawang dayak sudah dipergunakan masyarakat lokal sebagai obat
berbagai jenis penyakit seperti kanker payudara, obat penurun darah tinggi
(Hipertensi), penyakit kencing manis (diabetes melitus), menurunkan kolesterol, obat
bisul, kanker usus dan mencegah stroke.
Penggunaan bawang dayak dapat dipergunakan dalam bentuk segar, simplisia,
manisan dan dalam bentuk bubuk (powder). Potensi bawang dayak sebagai tanaman
obat multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan penggunaanya sebagai
bahan obat modern. Bawang dayak mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
glikosida dan saponin yang memiliki aktivitas hipoglikemik atau penurun kadar
glukosa darah yang sangat bermanfaat untuk pengobatan diabetes melitus. Senyawa-
senyawa yang terkandung pada umbi bawang dayak yang diduga dapat menurunkan
kadar glukosa darah adalah Alkaloid yang terbukti memiliki kemampuan
meregenerasi sel β pankreas yang rusak.
Adanya perbaikan pada jaringan pankreas, maka akan terjadi peningkatan
jumlah insulin di dalam tubuh sehingga glukosa darah akan masuk ke dalam sel dan
terjadi penurunan kadar glukosa darah dalam tubuh.Saponin juga dapat menurunkan
kadar glukosa darah dengan menghambat penyerapan glukosa di usus halus dan
menghambat pengosongan lambung. Melambatnya pengosongan lambung, maka
absorbsi makanan akan semakin lama, dan kadar glukosa darah akan mengalami
perbaikan. Flavonoid mampu meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan mampu
meregenerasi sel-sel β pankreas yang rusak sehingga defisiensi insulin dapat diatasi
dan dapat memperbaiki sensitivitas reseptor insulin. Tanin juga dapat berfungsi
sebagai astringent atau pengkelat yang dapat mengkerutkan membran epitel usus
halus sehingga mengurangi penyerapan sari-sari makanan akibatnya dapat
menghambat asupan glukosa dan laju peningkatan glukosa darah menjadi tidak terlalu
tinggi. (Febrinda et al, 2014)
Daun jati cina telah lama digunakan dalam pengobatan sebagai antigungi dan
antibakteri, konstipasi, demam, edema, dan penyakit kulit. Senyawa golongan
antrakinon pada kandungan daun jati cina seperti sennosida, aloe-emodin, rhein dan
krisofanol dilaporkan memiliki aktivitas laksatif. Sennosida merupakan glikosida
golongan antrakinon yang memiliki aktivitas paling aktif sebagai laksatif, dimana di
dalam tubuh mengalami reaksi hidrolisis enzimatis dan reduksi oleh bakteri flora usus
menjadi rheinantron (Sudarsono et al., 2002).
Daun jati cina digunakan sebagai antiobesitas dengan bekerja sebagai
laksansia dan harus diteliti lebih lanjut penggunaannya untuk alternatif antiobesitas
dan efek samping yang dapat ditimbulkan bila mengkonsumsi dalam waktu lama.
Daun jati cina juga diketahui dapat berfungsi sebagai laksatif stimulan yang dapat
meningkatkan aktivitas saluran pencernaan dan dapat menyebabkan pergerakan usus
(Anonim, 2011).
Belimbing wuluh sendiri memiliki beberapa kandungan kimia yang
bermanfaat seperti saponin, tannin, alkaloid dan flavonoid. Ekstrak buah belimbing
wuluh pada penelitian kali ini, dapat menurunkan kadar glukosa darah karena
memiliki kandungan saponin dan flavonoid. Saponin yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya absorbsi glukosa menuju brush border intestinal di usus halus sehingga
mengakibatkan penurunan kadar glukosa darah. Flavonoid berfungsi untuk
menghambat enzim alfa glikosidase yang berfungsi untuk pemecahan karbohidrat.
Penghambatan enzim alfa glikosidase ini menyebabkan penundaan penyerapan
glukosa yang pada akhirnya juga akan menurunkan kadar glukosa darah. (Candra,
2012).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat : a) Alat tes gula darah
b) Stik tes gula darah
c) Scalpel

2. Bahan : a) Aloksan
b) Glukosa
c) Glibenklamid
d) Simplisia Tanaman Obat (Eksrak Kunyit, Ekstrak Bawang Dayak,
Ektrak Belimbing Wuluh, Ekstrak Jati Cina)
e) Hewan Uji (Tikus putih jantan)

D. SKEMA KERJA
1. Induksi Aloksan

Ditimbang masing-masing 9 ekor tikus putih jantan, dicatat beratnya

Diukur kadar gula darah dari masing-masing tikus

Diinduksi aloksan demgam dosis 150mg/KgBB secara intraperitoneal


sebelum diberi obat pada hari ke-3

Pada hari ke-3, diukur kadar gula darah setelah induksi

Kel I (3 ekor tikus) Kel II (3 ekor tikus)


Kel III (3 ekor tikus)
Sebagai kontrol negatif Diberi glibenklamid
Diberi ekstrak
diberi CMC Na 0,5% dosis 1,89mg/KgBB

Diukur kadar gula darah setiap 30,60,90,120 menit

Dianalisi dan dihitung uji anavanya

2. Induksi Dengan Pembebanan Glukosa (TTGO)

Ditimbang masing-masing 9 ekor tikus putih jantan, dicatat beratnya

Diukur kadar gula darah dari masing-masing tikus


\

Kel IV (3 ekor tikus) Kel V (3 ekor tikus)


Kel VI (3 ekor tikus)
Sebagai kontrol negatif Diberi glibenklamid Diberi ekstrak
diberi CMC Na 0,5% dosis 1,89mg/KgBB

Setelah 30 menit, diinduksi dengan dlglukosa dengan dosis 2,14g/kgBB


tikus secara per oral

Diukur kadar gula darah setiap 30,60,90,120 menit

Dianalisi dan dihitung uji anavanya


E.1 TTGO (Tikus Terbebani Glukosa Oral)
Berat Tikus
Perlakuan Tikus Berat tikus + tara Berat Tara
Sebenarnya
Kontrol I 314,9 g 72,9 g 242 g
II 320,9 g 72,9 g 248 g
negatif III 313,9 g 72,9 g 241 g
Glibenklami I 242,4 g 72,9 g 169,5 g
II 228,4 g 72,9 g 155,5 g
d III 231,4 g 72,9 g 158,5 g
Ekstrak Daun I 276,2 g 72,9 g 203,3 g
II 210,3 g 72,9 g 137,4 g
Belimbing
231,7 g 72,9 g 158,8 g
III
Wuluh

E.2 ALOKSAN
Berat Tikus
Perlakuan Tikus Berat tikus + tara Berat Tara
Sebenarnya
Kontrol I 355,1 gram 72,9 gram 282,2 gram
II 250,9 gram 72.9 gram 178,0 gram
negatif
III 265,5 gram 72,9 gram 192,6 gram
I 230,0 gram 72,9 gram 157,1 gram
Glibenklamid II 236.7 gram 72,9 gram 163,8 gram
III 240.6 gram 72,9 gram 167,7 gram
Ekstrak Daun I 248,0 gram 72,9 gram 175,1 gram
II 260,4 gram 72,9 gram 187,5 gram
Belimbing
248,1 gram 72,9 gram 175,2 gram
III
Wuluh

E.3 Perhitungan Cstok


1. Glukosa

Bobot tikus maksimal = 282,2 gram

Dosis = 2,14 gram/kgBB

282,2 gram
D= x 2,14 gram = 0,6039 gram
1000 gram

0,6039 gram
C stock = 1 = 0,2416 gram/ml
x 5,0 ml
2

Volume yang dibutuhkan = 2,5 ml x 9 tikus = 22,5 ml ~ 25 ml


Volume C stock = 0,2416 gram/ml x 25 ml = 6,04 gram

Rentang penimbangan ±5% = 5,738 gram – 6,342 gram

C stock sebenarnya

Kertas + zat = 6,5170 gram

Kertas + sisa = 0,4818 gram

Zat = 6,0352 gram

C stok sebenarnya = 6,0352 gram/25 ml

= 0,241408 gram/ml = 241,408 mg/ml

2. Aloksan

Bobot tikus terbesar = 282,2 gram

Dosis = 150 mg/kgBB

282,2 gram
D= x 150 mg = 42,33 mg/KgBB tikus
1000 gram

42,33 mg
C stock = 1 = 16,932 gram/ml
x 5,0 ml
2

Volume yang dibutuhkan = 2,5 ml x 9 tikus = 22,5 ml ~ 25 ml

Volume C stock = 16,932 mg/ml x 25 ml = 423,3 mg/25 ml

Rentang penimbangan ±5% = 401,85 mg – 444,15 mg

Kertas + zat = 0,940 gram

Kertas kosong = 0,510 gram

Zat = 0,430 gram

C stok sebenarnya = 0,430 gram/25 ml


= 17,2 mg/ml

3. Glibenklamid
Dosis : 1,89 mg/KgBB
Berat tikus terbesar : 282,2 gram

282,2 gram
D= x 1,89 mg = 0,5333 mg
1000 gram

0,5333 mg
C stock = 1 = 0,2133 mg/ml
x 5,0 ml
2

Volume yang dibutuhkan = 2,5 ml x 6 tikus = 15 ml ~ 25 ml

Bobot yang ditimbang = 0,2133 mg/ml x 25 ml = 5,33 mg

Bobot rata-rata tablet = 204,5 mg

5,33 mg
Penimbangan = x 204,5 mg = 217,9 mg/ml
5 mg

Rentang penimbangan ±5% = 207,8 mg – 228,79 mg

C stock sebenarnya

Kertas + zat = 0,6999 gram

Kertas + sisa = 0,480 gram

Zat = 0,2199 gram

5 mg x 0,2199 g
C stok sebenarnya = = 5,37 mg/25 ml = 0,215 mg/ml
0,2045 mg

4. Ekstrak Daun Belimbing Wuluh


Dosis : 500 mg/KgBB tikus
Berat tikus terbesar : 282,2 gram

282,2 gram
D= x 500 mg = 141,1 mg
1000 gram
141,1mg
C stock = 1 = 56,44 mg/ml
x 5,0 ml
2

Volume yang dibutuhkan = 2,5 ml x 6 tikus = 15 ml ~ 25 ml

Penimbangan ekstrak = 25 ml x 56,44 mg = 1411 mg/25 ml = 1,411 g/25 ml

Rentang penimbangan ±5% = 1340,45 mg – 1481,55 mg

C stock sebenarnya

Kertas + zat = 1,893 gram

Kertas + sisa = 0,482 gram

Zat = 1,411 gram/ 25 ml

= 56,44 mg/ml

E.4 Perhitungan Vp
1. Induksi Aloksan
Kelompok 1

 Tikus 1
42,33mg
Vp = 2,46 ml 2,50 ml
17,2mg/ml

 Tikus 2
178 g
Dosis x 150 mg= 26,7 mg
1000 g

26,7 mg
Vp = 1,55 ml 1,60 ml
17,2mg/ml

 Tikus 3
192,6 g
Dosis x 150 mg= 28,89 mg
1000 g

28,89 mg
Vp = 1,68 ml 1,70 ml
17,2mg/ml
Kelompok 2

 Tikus 1
157,1 g
Dosis x 150 mg = 23,565 mg
1000 g

23,565 mg
Vp = 1,37 ml 1,40 ml
17,2mg/ml

 Tikus 2
163,8 g
Dosis x 150 mg = 24,57 mg
1000 g

24,57 mg
Vp = 1,428 ml 1,40 ml
17,2mg/ml

 Tikus 3
167,7 g
Dosis x 150 mg = 25,15 mg
1000 g

25,15 mg
Vp =1.46 ml 1,50 ml
17,2mg/ml

Kelompok 3

 Tikus 1
175,1 g
Dosis x 150 = 26,26 mg
1000 g

26,26 mg
Vp = = 1,53 ml 1,50 ml
17,2mg/ml

 Tikus 2
187,5 g
Dosis x 150 = 28,12 mg
1000 g
28,12 mg
Vp = = 1,63 ml 1,60 ml
17,2mg/ml

 Tikus 3
175,2 g
Dosis = x 150 = 26,28 mg
1000 g

26,28 mg
Vp = 1,53 ml 1,50 ml
17,2mg/ml

2. Pembebanan Glukosa

Kelompok 4

 Tikus 1
242 g
Dosis x 2140 mg= 517,88 mg
1000 g
517,88 mg
Vp = 2,14 ml 2,10 ml
241,408 mg/ml

 Tikus 2
248 g
Dosis x 2140 mg= 530,72 mg
1000 g

530,72 mg
Vp = 2,19 ml 2,20 ml
241,408 mg/ml

 Tikus 3
241 g
Dosis x 2140 mg= 515,74 mg
1000 g

515,74 mg
Vp = 2,13 ml 2,20 ml
241,408 mg/ml

Kelompok 5

 Tikus 1
69,5 g
Dosis x 2140 mg = 362,73 mg
1000 g

362,73 mg
Vp = 1,50 ml 1,50 ml
241,408 mg/ml

 Tikus 2
155,5 g
Dosis x 2140 mg = 332,77 mg
1000 g

332,77 mg
Vp = 1,38 ml 1,40 ml
241,408 mg/ml

 Tikus 3
158,5 g
Dosis x 2140 mg = 339,19 mg
1000 g

339,19 mg
Vp =1.41 ml 1,40 ml
241,408 mg/ml

Kelompok 6

 Tikus 1
203,3 g
Dosis x 2140 = 435,06 mg
1000 g

435,06 mg
Vp = = 1,80 ml 1,80 ml
241,408 mg/ml

 Tikus 2
137,4 g
Dosis x 2140 mg = 294,04 mg
1000 g

294,04 mg
Vp = = 1,22 ml 1,20 ml
241,408 mg/ml
 Tikus 3
158,9 g
Dosis = x 2140 = 340,05 mg
1000 g

340,05 mg
Vp = 1,41 ml 1,40 ml
241,408 mg/ml

3. Glibenklamid

Kelompok 2 ( Induksi Aloksan )

 Tikus 1
157,1 g
Dosis x 1,89 mg = 0,2969 mg
1000 g

0,2969mg
Vp = = 1,38 ml 1,40 ml
0,215 mg/ml

 Tikus 2
163,8 g
Dosis x 1,89 mg = 0,309 mg
1000 g

0,309mg
Vp = = 1,44 ml 1,40 ml
0,215 mg/ml

 Tikus 3
167,7 g
Dosis = x 1,89 mg = 0,317 mg
1000 g

0,317 mg
Vp = 1,47 ml 1,50 ml
0,215 mg/ml

Kelompok 5 ( TTGO)
 Tikus 1
169,5 g
Dosis x 1,89 mg = 0,3204 mg
1000 g
0,3204 mg
Vp = = 1,49 ml 1,50 ml
0,215 mg/ml

 Tikus 2
155,5 g
Dosis x 1,89 mg = 0,2939 mg
1000 g

0,2939mg
Vp = = 1,37 ml 1,40 ml
0,215 mg/ml

 Tikus 3
158,5 g
Dosis = x 1,89 mg = 0,2996 mg
1000 g

0,2996 mg
Vp = 1,39 ml 1,40 ml
0,215 mg/ml

4. Ekstrak Daun Belimbing Wuluh

Kelompok 3 ( Induksi Aloksan )

 Tikus 1
175,1 g
Dosis x 500 mg = 87,55 mg
1000 g

87,55 mg
Vp = = 1,55 ml 1,50 ml
56,44 mg/ml

 Tikus 2
187,5 g
Dosis x 500 mg = 93,75 mg
1000 g

93,75 mg
Vp = = 1,66 ml 1,60 ml
56,44 mg/ml

 Tikus 3
175,2 g
Dosis = x 500 mg = 87,6 mg
1000 g

87,6 mg
Vp = 1,55 ml 1,50 ml
56,44 mg/ml

Kelompok 6 ( TTGO)
 Tikus 1
203,3 g
Dosis= x 500 mg = 101,65 mg
1000 g

101,65mg
Vp = = 1,80 ml 1,80 ml
56,44 mg/ml

 Tikus 2
137,4 g
Dosis= x 500 mg = 68,7 mg
1000 g

68,7 mg
Vp = = 1,22 ml 1,20 ml
56.44 mg/ml

 Tikus 3
158,9 g
Dosis = x 500 mg = 79,45 mg
1000 g

79,45mg
Vp = 1,41 ml 1,40 ml
56,44 mg/ml

Metode Aloxan

Sebelum Setelah
Setelah %
Perlakuan Tikus diberi diberi % kenaikan
Perlakuan penurunan
glukosa glukosa
Kontrol Negatif I 93,00 415,00 430,00 77,59 -3,61
(CMC Na II 91,00 330,00 404,00 72,42 -22,42
0,5%) III 81,00 359,00 417,00 77,44 -16,16
Rata-rata 88,33 368,00 417,00 75,82 -14,06
I 71,00 140,00 81,00 49,29 42,14
Kontrol Positif II 64,00 95,00 66,00 32,63 30,53
(Glibenklamid
1,89 mg/kgBB) III 81,00 138,00 104,00 41,30 24,64
Rata-rata 72,00 124,33 83,67 41,07 32,44
I 85 150 127 43,33 15,33
Ekstrak Kunyit II 95 334 240 71,56 28,14
(500 mg/kgBB) III 80 180 134 55,55 25,55
Rata-rata 86,67 221,33 167 56,81 23,00
Ekstrak Daun I 70 518 501 86,49 3,28
Belimbing II 101 122 80 77,21 34,43
Wuluh III 81 130 86 37,70 33,84
(500mg/kgBB) Rata-rata 84,0 256,67 222,33 57,13 23,85
I 85 286 284 70,28 0,70
Ekstrak Bawang II 60 166 64 68,85 61,96
Dayak
III 68 159 79 57,23 50,31
(500mg/kgBB)
Rata-rata 71,0 203,67 142,33 65,45 37,65
I 83 181 161 54,14 11,05
Ekstrak Jati II 72 430 290 83,26 32,56
Cina
III 88 138 118 36,20 14,49
(75mg/kgBB)
Rata-rata 81,0 249,67 189,67 57,87 19,36
Grafik 1

Grafik kadar gula darah vs waktu (induksi aloxan)


450
CMC Na
400
Kadar gula darah (mg/dl)

350 Glibenklamid
300
Ekstrak kunyit
250
200 Ekstrak daun belimbing
wuluh
150
100 Ekstrak bawang dayak
50
Ekstrak jaticina
0
t awal t induksi t perlakuan

waktu (t)

Perhitungan ANAVA 1 jalan terhadap %penurunan metode induksi aloxan

Ekstrak
Kontrol Kontrol Ekstrak Ekstrak daun Ekstrak
Tikus bawang
(-) (+) kunyit belimbing wuluh jaticina
dayak
I -3,61 42,14 15,33 3,28 0,7 11,05
II -22,42 30,53 28,14 34,43 61,45 32,56
III -16,16 24,64 25,56 33,85 50,31 14,49
x -14,06 32,44 23,01 23,85 37,49 19,37
x -42,19 97,31 69,03 71,56 112,46 58,10
x 776,83 3314,99 1680,18 2342,01 6307,69 1392,22
n 3 3 3 3 3 3
x  122,09

x 15813,92

N= 18

Jumlah kuadrat (JK) keseluruhan = 14985,81

Jumlah kuadrat (JK) antar kelompok = 11557,91

Jumlah kuadrat (JK) dalam kelompok = 3427,89

Rerata Jumlah Kuadrat (RJK) Antar Kelompok = 2311,58

Rerata Jumlah Kuadrat (RJK) Dalam Kelompok = 285,66

F Hitung = 8,09
F Tabel = 3,11

Perhitungan harga F

K-1 = 6-1 = 5

N-K = 18-6= 12→3,11
F Tabel (3,11) < F hitung (8,09)

Kesimpulan : Ada perbedaan rerata antar kelompok, maka dilanjutkan dengan uji pasca anava

= = 190,44
285,66 285,66
+
3 3
Kontra
s F hit F' = 5 x 3,11 = 15,55 ket
1 vs 2 11,35 15,55 NS
1 vs 3 7,22 15,55 NS
1 vs 4 7,55 15,55 NS
1 vs 5 13,95 15,55 NS
1 vs 6 5,87 15,55 NS
2 vs 3 0,47 15,55 NS
2 vs 4 0,39 15,55 NS
2 vs 5 0,13 15,55 NS
2 vs 6 0,90 15,55 NS
3 vs 4 0,004 15,55 NS
3 vs 5 1,10 15,55 NS
3 vs 6 0,07 15,55 NS
4 vs 5 0,98 15,55 NS
4 vs 6 0,11 15,55 NS
5 vs 6 1,72 15,55 NS
 Metode TTGO

Sebelum Setelah
Setelah %
Perlakuan Tikus diberi diberi % kenaikan
Perlakuan penurunan
glukosa glukosa
I 93,00 415,00 430,00 77,59 -3,61
Kontrol Negatif II 91,00 330,00 404,00 72,42 -22,42
(CMC Na
0,5%) III 81,00 359,00 417,00 77,44 -16,16
Rata-rata 88,33 368,00 417,00 75,82 -14,06
I 71,00 140,00 81,00 49,29 42,14
Kontrol Positif II 64,00 95,00 66,00 32,63 30,53
(Glibenklamid
1,89 mg/kgBB) III 81,00 138,00 104,00 41,30 24,64
Rata-rata 72,00 124,33 83,67 41,07 32,44
I 63,00 127,00 73,00 50,39 42,52
Ekstrak Kunyit II 80,00 115,00 83,00 30,43 27,83
(500 mg/kgBB) III 65,00 122,00 82,00 46,72 32,79
Rata-rata 69,33 121,33 79,33 42,52 34,38
Ekstrak Daun I 41,00 132,00 57,00 68,94 56,82
Belimbing II 59,00 124,00 62,00 52,42 50,00
Wuluh III 46,00 132,00 81,00 65,15 38,64
(500mg/kgBB) Rata-rata 48,67 129,33 66,67 62,17 48,48
I 110,00 180,00 170,00 38,89 5,56
Ekstrak Bawang II 85,00 192,00 103,00 55,73 46,35
Dayak
III 86,00 90,00 73,00 4,44 18,89
(500mg/kgBB)
Rata-rata 93,67 154,00 115,33 33,02 23,60
I 82,00 152,00 88,00 46,05 42,11
Ekstrak Jati II 78,00 105,00 80,00 25,71 23,81
Cina
III 72,00 112,00 86,00 35,71 23,21
(75mg/kgBB)
Rata-rata 77,33 123,00 84,67 35,83 29,71
Grafik 2

Grafik kadar gula darah (mg/dl) vs waktu (metode TTGO)


450

400
CMC Na
350
Kadar gula darah (mg/dl)

Glibenklamid
300
Ekstrak kunyit
250
Ekstrak daun
200 belimbing wuluh
150 Ekstrak bawang
dayak
100

50 Ekstrak jaticina

0
t awal t setelah diberi glukosa t perlakuan
Waktu (t)

Perhitungan ANAVA 1 jalan terhadap %penurunan metode TTGO

Ekstrak daun Ekstrak


Kontrol Ekstrak
Tikus Kontrol (-) Ekstrak kunyit belimbing bawang
(+) jaticina
wuluh dayak

I -3,61 42,14 42,52 56,82 5,56 42,11


II -22,42 30,53 27,83 50,00 46,35 23,81
III -16,16 24,64 32,79 38,64 18,89 23,21
x -14,06 32,44 34,38 48,48 23,60 29,71
x -42,19 97,31 103,13 145,45 70,80 89,13
2536,3
x 776,93 3314,89 3657,19 7221,07 6 2878,65
n 3 3 3 3 3 3
x  122,09

x 15813,92

N= 18
Jumlah kuadrat (JK) keseluruhan = 19058,25
Jumlah kuadrat (JK) antar kelompok = 17339,42

Jumlah kuadrat (JK) dalam kelompok = 1718,83

Rerata Jumlah Kuadrat (RJK) Antar Kelompok = 3467,88

Rerata Jumlah Kuadrat (RJK) Dalam Kelompok = 143,24

F Hitung = 24,21

F Tabel = 3,11

Perhitungan harga F
K-1 = 6-1 = 5

N-K=18-6=12 → 3,11
F Tabel (3,11) < F hitung (24,21)
Kesimpulan : Ada perbedaan rerata antar kelompok, maka dilanjutkan dengan uji pasca anava

143,24 143,24
= + =
3 3
95,49
Kontras F hit F' = 5 x 3,11 = 15,55 ket
1vs2 22,64 15,55 NS
1vs3 24,57 15,55 NS
1 vs 4 40,97 15,55 NS
1 vs 5 14,86 15,55 NS
1 vs 6 20,07 15,55 NS
2 vs 3 0,04 15,55 NS
2 vs 4 24,28 15,55 NS
2 vs 5 0,82 15,55 NS
2 vs 6 0,08 15,55 NS
3 vs 4 2,08 15,55 NS
3 vs 5 1,22 15,55 NS
3 vs 6 0,23 15,55 NS
4 vs 5 6,49 15,55 NS
4 vs 6 3,69 15,55 NS
5 vs 6 0,39 15,55 NS
E. PEMBAHASAN
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah berada diatas normal,
akan tetapi hiperglikemia tidak selalu menderita Diabetes Melitus. Kriteria seseorang
dinyatakan menderita Diabetes Melitus adalah jika kadar gula darah berada diatas 200
mg/dl sehingga bila kadar gula seseorang diatas normal yakni antara 120-190 mg/dl
(kadar gula darah normal 110 mg/dl) maka kemungkinan ia menderita hiperglikemia
bukan Diabetes Melitus. Oleh karena itulah, pada praktikum kali ini tujuannya adalah
untuk melakukan induksi hiperglikemia terhadap hewan coba dan membandingkan
potensi antihiperglikemia antara bahan alam dan obat sintetis. Dengan kata lain,
hewan uji sengaja diinduksi terlebih dahulu dengan senyawa yang dapat
meningkatkan kadar gula darahnya kemudian setelah menderita hiperglikemia baru
diberi bahan alam dan obat sintetis untuk menurunkan kadar gula darah tersebut.
Mengacu pada tipe Diabetes Melitus yakni adanya tipe I dan tipe II, maka
pada praktikum ini dilakukan dua macam metode yakni induksi aloksan dan
pembebanan glukosa.
1) Induksi aloksan
Induksi aloksan menggambarkan Diabetes Melitus tipe I (Diabetes
Melitus Tergantung Insulin) yakni keadaan dimana sel-sel beta pankreas yang
merupakan tempat produksi hormon insulin telah rusak. Padahal hormon insulin
ini sangat penting dalam memetabolisme glukosa. Penyakit ini ditandai dengan
defisiensi insulin absolute yang disebabkan oleh lesi atau nekrosis sel beta
pankreas. Hilangnya fungsi sel beta mungkin disebabkan oleh invasi virus, kerja
toksin kimia, atau umumnya melalui kerja antibodi autoimun yang ditunjukkan
untuk melawan sel beta. Akibat dari destruksi sel beta, pankreas gagal berespon
terhadap masukkan glukosa, dan diabetes tipe I menunjukkan gejala klasik
defisiensi insulin (polidipsia, polifagia, dan poliuria). Diabetes tipe I
memerlukan insulin eksogen untuk menghindari hiperglikemia dan ketoasidosis
yang mengancam kehidupan. Biasanya tipe I ini akibat pengaruh genetik yang
umumnya diderita semenjak usia anak-anak sampai remaja sehingga seumur
hidupnya harus tergantung pada pemasukan insulin dari luar.
Untuk menggambarkan keadaan ini maka dilakukan induksi dengan
aloksan dimana aloksan adalah senyawa yang dapat merusakkan sel beta
pankreas sehingga terjadi hiperglikemia. Pada praktikum digunakan dosis 150
mg/ kg BB tikus. Dosis ini merupakan hasil rata-rata dari orientasi kakak tingkat
yang telah melakukan penelitian mengenai antihiperglikemia. Sebenarnya
banyak bahan yang dapat digunakan untuk merusakkan sel beta pankreas,
diantaranya streptozotocin. Namun karena yang sering digunakan adalah
aloksan maka pada praktikum digunakan aloksan sebagai perusak sel beta
pankreas
2) Pembebanan Glukosa
Pembebanan glukosa merupakan perwujudan dari Diabetes Tipe II
(Diabetes Tidak Tergantung Insulin) dimana diabetes tipe II ini disebabkan oleh
gaya hidup yang tidak sehat seperti terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat,
atau terjadinya resistensi insulin. Pada diabetes tipe II, sel beta pankreas masih
dapat berfungsi akan tetapi insulin yang dihasilkan tidak cukup untuk
memelihara homeostatis glukosa. Pasien dengan Diabetes tipe II awalnya
gemuk, namun lama kelamaan akan kurus. Hal ini disebabkan tubuhnya tidak
mampu memetabolisme glukosa yang masuk menjadi energi akibat kurangnya
hormone insulin. Akibatnya setiap glukosa yang masuk akan terbuang bersama
dengan urine sehingga lama kelamaan cadangan glukosa didalam tubuh akan
habis dan menyebabkan pengurangan berat badan yang drastis. Selain itu juga,
pasien diabetes mellitus tipe II akan mengalami ketoasidosis, yakni keasaman
pada darah akibat metabolisme lemak yang berlebihan karena glukosa yang
masuk tidak dapat dimetabolisme sehingga satu-satunya cadangan energy yang
mampu menggantikan glukosa adalah lemak. Metabolisme lemak yang
berlebihan akan menimbulkan ketoasidosis, yakni terbentuknya badan-badan
keton akibat oksidasi asam lemak. Keadaan ini sangat berbahaya karena dapat
menimbulkan kematian.
Diabetes tipe II ini biasanya diderita oleh pasien yang berumur lebih dari
25 tahun yang pengobatannya bisa dengan pemberian antidiabetik oral. Terapi
diabetes tipe II harus ditunjang dengan perubahan pola makan dan olahraga
yang teratur sehingga dapat meningkatkan tingkat kesembuhan hiperglikemia.
Untuk menggambarkan keadaan Diabetes Melitus tipe II dilakukan
pembebanan glukosa yang berakibat tingginya kadar glukosa dalam darah
(hiperglikemia) yang diobati dengan pemberian antidiabetik oral dan bahan
alam.
Ketika diberikan aloksan maupun glukosa, maka otomatis kadar gula
darah hewan uji akan naik dari batas normalnya. Pemberian induksi aloksan dan
pembebanan glukosa dilakukan berbeda dimana untuk induksi aloksan
dilakukan tiga hari sebelum pengujian sedangkan pembebanan glukosa
dilakukan pada waktu pengujian. Hal ini dikarenakan untuk induksi aloksan,
harus dikondisikan pankreas terutama sel beta pankreas hewan uji telah rusak
dimana waktu tiga hari adalah waktu yang ideal bagi aloksan untuk merusak
pankreas hewan uji. Adapun pengujian antihiperglikemia ini digunakan hewan
uji tikus karena tikus memiliki kondisi anatomis dan fisiologis yang hampir
sama dengan tubuh manusia sehingga pengujian pada tikus dapat
menggambarkan profil antihiperglikemia pada tubuh manusia. Selain itu juga,
karena dilakukan pengambilan sampel darah maka lebih tepat digunakan tikus
dibandingkan mencit yang memiliki volume darah yang lebih besar
dibandingkan volume darah mencit.
Pada praktikum kali ini digunakan obat sintetik glibenklamid dan obat
alami ekstrak kunyit. Glibenklamid merupakan obat anti diabetika oral golongan
sulfonil urea generasi kedua yang memiliki mekanisme kerja yaitu merangsang
insulin dari granul,sel β langerhans pankreas. Dimana mekanisme kerja
glibenklamid yaitu (1) merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas (2)
mengurangi kadar glukagon dalam serum dan (3) meningkatkan insulin pada
jaringan target dan reseptor. Diberikan peroral, obat itu terikat pada protein
serum, dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan dihati atau ginjal.
Kontraindikasi pemakaian obat-obat ini adalah pada pasien insufisiensi hati atau
ginjal karena ekskresi obat tersebut terlambat, mengakibatkan akumulasi, dan
dapat menimbulkan hipoglikemia. Kerusakan ginjal merupakan masalah utama
pada keadaan dengan obat dimetabolisme menjadi senyawa aktif. Sulfonilourea
dapat menembus plasenta dan dapat mengosongkan insulin dari pankreas janin,
karena itu perempuan hamil dengan diabetes tipe II seharusnya diobati dengan
insulin. Berdasarkan mekanisme kerja glibenklamid terutama ditunjukkan
pasien diabetes tipe II dimana sel beta pankreas dirangsang untuk memproduksi
hormon insulin yang penting dalam memetabolisme glukosa.
Bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) merupakan tanaman
khas Kalimantan Tengah. Tanaman ini sudah secara turun temurun
dipergunakan masyarakat Dayak sebagai tanaman obat. Tanaman ini memiliki
warna umbi merah dengan daun hijau berbentuk pita dan bunganya berwarna
putih. Jika melihat bentuknya sekilas bawang ini serupa dengan bawang merah
pada umumnya. Akan tetapi bawan dayak ini tidak memiliki aroma dan rasa
sepeti bawang pada umumnya. Secara empiris bawang dayak sudah
dipergunakan masyarakat lokal sebagai obat berbagai jenis penyakit seperti
kanker payudara, obat penurun darah tinggi (Hipertensi), penyakit kencing
manis (diabetes melitus), menurunkan kolesterol, obat bisul, kanker usus dan
mencegah stroke.
Penggunaan bawang dayak dapat dipergunakan dalam bentuk segar,
simplisia, manisan dan dalam bentuk bubuk (powder). Potensi bawang dayak
sebagai tanaman obat multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan
penggunaanya sebagai bahan obat modern. Bawang dayak mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida dan saponin yang memiliki aktivitas
hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah yang sangat bermanfaat untuk
pengobatan diabetes melitus. Senyawa-senyawa yang terkandung pada umbi
bawang dayak yang diduga dapat menurunkan kadar glukosa darah adalah
Alkaloid yang terbukti memiliki kemampuan meregenerasi sel β pankreas yang
rusak.
Adanya perbaikan pada jaringan pankreas, maka akan terjadi
peningkatan jumlah insulin di dalam tubuh sehingga glukosa darah akan masuk
ke dalam sel dan terjadi penurunan kadar glukosa darah dalam tubuh.Saponin
juga dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan menghambat penyerapan
glukosa di usus halus dan menghambat pengosongan lambung. Melambatnya
pengosongan lambung, maka absorbsi makanan akan semakin lama, dan kadar
glukosa darah akan mengalami perbaikan. Flavonoid mampu meningkatkan
aktivitas enzim antioksidan dan mampu meregenerasi sel-sel β pankreas yang
rusak sehingga defisiensi insulin dapat diatasi dan dapat memperbaiki
sensitivitas reseptor insulin. Tanin juga dapat berfungsi sebagai astringent atau
pengkelat yang dapat mengkerutkan membran epitel usus halus sehingga
mengurangi penyerapan sari-sari makanan akibatnya dapat menghambat asupan
glukosa dan laju peningkatan glukosa darah menjadi tidak terlalu tinggi.
Pada kelompok induksi glukosa diberikan glukosa sebanyak 2,14
g/kgBB, induksi dilakukan pada saat praktikum. Induksi glukosa diberikan
setengah jam setelah pemberian obat. Kelompok ini dibagi menjadi 6
kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok pengobatan dengan glibenklamid
dan kelompok pengobatan dengan ekstrak kunyit, ekstrak bawang dayak,
ekstrak belimbing wuluh, dan daun jati cina. Jarak antara pemberian obat dan
glukosa dilakukan untuk memberikan waktu kepada obat untuk memulai awal
kerjanya. Dan pada kelompok induksi aloksan diberikan aloksan sebanyak 150
mg/kgBB, aloksan diberikan 3 hari sebelumnya. Kelompok ini juga dibagi
menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok pengobatan dengan
glibenklamid dan kelompok pengobatan dengan ekstrak kunyit ekstrak bawang
dayak, ekstrak belimbing wuluh, dan daun jati cina. Dari hasil percobaan
didapat bahwa penurunan kadar glukosa darah pada tikus yang diberikan
glibenklamid lebih besar bila dibandingkan dengan tikus yang diberi ekstrak.
Dan dari semua ekstrak yang telah diujikan, ekstrak yang paling baik untuk
menurunkan kadar gula adalah ekstrak Jati cina hal ini didasarkan pada nilai
persen penurunan kadar gula jati cina menunjukkan penurunan kadar gula dalam
tikus sangat signifikan.
Dimana mekanisme kerja dari daun jati cina adalah sebagai laksatif
stimulan yang dapat meningkatkan aktivitas saluran pencernaan dan dapat
menyebabkan pergerakan usus.
Dari hasil perhitungan dengan anava satu arah, didapatkan hasil bahwa
F tabel > F hitung berarti pada kelompok-kelompok ini tidak ada perbedaan
yang signifikan maka tidak perlu uji pasca anava. Jadi dapat dikatakan bahwa
antara pemberian glibenklamid dan pemberian ekstak pada tikus yang diinduksi
aloksan dan glukosa tidak memiliki perbedaan signifikan dalam menurunkan
kadar glukosa darah.

F. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat di simpulkan sebagai berikut :
1. Aloksan merupakan bahan yang dapat merusak sel beta pankreas yang merupakan
tempat produksi hormon insulin sehingga induksi aloksan menggambarkan
diabetes mellitus tipe I.
2. Pemberian glukosa secara berlebihan adalah salah satu pemicu timbulnya diabetes
mellitus sehingga metode pembebanan glukosa merupakan gambaran dari diabetes
tipe 1I.
3. Glibenklamida adalah bahan yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dimana
glibenklamida bekerja dengan merangsang sekresi insulin dari sel beta pankreas.
4. Pada belimbing wuluh saponin berfungsi untuk mencegah terjadinya absorbsi
glukosa menuju brush border intestinal di usus halus sehingga mengakibatkan
penurunan kadar glukosa darah. Flavonoid berfungsi untuk menghambat enzim
alfa glikosidase yang berfungsi untuk pemecahan karbohidrat. Penghambatan
enzim alfa glikosidase ini menyebabkan penundaan penyerapan glukosa yang
pada akhirnya juga akan menurunkan kadar glukosa darah
5. Dari hasil perhitungan dengan anava satu arah, didapatkan hasil bahwa F tabel >
F hitung berarti pada kelompok TTGO dan Aloksan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam menurunkan kadar glukosa darah.
6. Berdasarkan grafik % penurunan kadar gula darah didapatkan hasil bahwa pada
metode menggunanakan alkosan yang yang banyak mengalami penurunan adalah
ekstrak blimbing wuluh dan pada metode TTGO adalah ekstrak bawang dayak
dapat menurunkan gula darah secara signifikan.

G. DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Gan Sulistia. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta
Neal,M.J. 2005. At Glance Farmakologi Medis Edisi 5. Erlangga Medical Series :
Jakarta
Katzung G, dkk. 2003. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 12. EGC : Jakarta
Tjay, Tan Hoan., & Kirana Raharja. 2008. Obat-Obat Penting Edisi VI. PT. Elex
Media komputindo : Jakarta
Mycek J. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika : Jakarta
Ganiswara, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Fakultas Universitas Indonesia :
Jakarta
Rustama DS, D Subardja, MC Oentario, NP. Yanti, S.N. Harjantien. 2010. Diabetes
melitus. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Sagung Seto : Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Melitus. Diktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik : Jakarta
Tunbridge,W.M and Home,P.D. 1991. Diabetes and Endocrinology:In Clinical
Practice. Edward Arnold a Division of Hadder and Stoughton. Great Britain : London
Sudoyo,A.W. 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Interna
publishing: Jakarta
WHO Study Group. Diabetes mellitus: Report of a WHO Study Group. World
Health Organ Tech Rep Ser 1985;727:1-113.
Szkudelski, T., 2001, The Mechanism Of Alloxan And Streptozotocin Action In β
Cells Of The Rat Pancreas, Physiology Research, 50: 536-54.
Febrinda, A. E., M. Astawan., T.Wresdiyanti., dan D. Yuliana. 2013. Kapasitas
Antioksidan dan Inhibitor Alfa Glukosidase Ekstrak Umbi Bawang Dayak. J. Teknol
dan Industri pangan 24 (2).

Anda mungkin juga menyukai