Anda di halaman 1dari 23

Tugas

Tutorial Skenario A Blok 8 2014


Tutor : dr. Liniyanti D. Oswari, M.N.S, MSc

Devin Chandra
04011181320016
PDU Unsri B 2013

Pendidikan Dokter Umum


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
2013/2014
Tutorial Skenario A Blok 8

A. Analisis Masalah
1. Bagaimana patofisiologi mencret pada kasus ini ?
Gejala ini berhubungan dengan enzim laktase yang memecah dan menghidrolisis laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa untuk ditranspor ke membran sel. Pada kasus ini, terjadi
defisiensi laktase sehingga laktosa yang tidak diabsorpsi menyebabkan influks cairan ke
lumen usus akibat tekanan osmotik. Laktosa yang tidak diabsorpsi akan masuk ke kolon,
dan digunakan sebagai substrat oleh bakteri usus sehingga menghasilkan gas dan asam
lemak rantai pendek melalui fermentasi. Asam lemak ini tdiak bisa diabsorpsi oleh
mucosa kolon, sehingga semakin banyak cairan yang tertarik ke dalam lumen usus.
Inilah yang menyebabkan mencret pada kasus ini.
(sumber : http://www.bpac.org.nz/BPJ/2007/October/docs/bpj9_lactose_pages_30-35.pdf)

2. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik Doni ?


Index massa tubuh Doni yaitu berat badannya kurang atau di bawah normal. Diketahui
dengan menghitung IMT nya yaitu 45kg dibagi dengan 1,75m dikuadratkan sehingga
didapat IMT nya yaitu 14,69 dimana IMT normal di antara 18,50-24,99. IMT ini dapat
berkurang berhubungan dengan penyakit IDDM yang dialaminya. Tekanan darah, denyut
nadi, dan respiratory rate Doni menunjukkan angka normal.
(sumber : http://shp.missouri.edu/pt/pdf/emergency.pdf, http://apps.who.int/bmi/index.jsp?intro
Page=intro_3.html)

3. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan darah Doni?


Jumlah Hb, WBC, RBC, Ht, trombosit, MCV, MCH, dan MCHC Doni adalah normal.
Kadar normal Hb normal yaitu di antara 13,8 – 17,2 g/dL, kadar normal WBC yaitu di
antara 4.500-10.000/mm3, kadar normal RBC di antara 4,7 juta-6,1 juta /mm 3, kadar
normal Ht di antara 40,7-50,3%, kadar normal trombosit yaitu di antara 150.000-400.000
/µl, kadar normal MCV di antara 80-95 femtoliter, kadar normal MCH di antara 27-31
pg/sel, dan kadar normal MCHC di antara 32-36 gm/dL. Sedangkan, kadar gula darah
Doni melebihi batas normal dimana batas normalnya yaitu 70-100 mg/dL. Hal ini
berkaitan dengan Doni yang menderita IDDM dan terapi insulin yang tidak teratur
sehingga kadar gulanya melebihi normal. Kadar HbA1c Doni juga melebihi batas normal
penderita diabetes dimana batasnya di antara 5.7-6.5%. Kadar ini menunjukkan bahwa
diabetes Doni tidak terkontrol. Lalu, kadar trigliserida, total cholesterol, HDL, dan LDL
Doni juga normal dimana kadar normal dari trigliserida yaitu di bawah 150 mg/dL, total
cholesterol yaitu di bawah 200mg/dL, HDL yaitu semakin tinggi semakin baik (di
kisaran 60,g/dL ke atas, batas terendah yaitu 40mg/dL), dan LDL yaitu di bawah
100mg/dL.
(sumber : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003642.htm,
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003647.htm,
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003482.htm,
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003640.htm,
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/triglycerides.html,
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/magazine/issues/summer12/articles/summer
12pg6-7.html)

B. Learning Issue
1. HbA1c
a) Pendahuluan
HbA1c (Glycated Hemoglobin) merupakan bentuk dari hemoglobin yang bereaksi
dengan glukosa dan biasanya bertahan hingga 3 bulan. Glukosa dalam darah mengikat
secara nonenzymatik residu N-terminal valine dari rantai β-hemoglobin A dalam sel
darah merah. Setelah modifikasi kimia spontan, dan penataan ulang Amadori, produk
ireversibel HbA1c terbentuk, maka semakin tinggi glukosa, HbA1c semakin tinggi
pula. HbA1c beredar pada seumur sel darah merah. Hal ini mencerminkan
konsentrasi glukosa darah yang berlaku selama 2-3 bulan sebelumnya.

b) Tes HbA1c
Tes HbA1c biasanya dilakukan pada penderita diabetes untuk mengetahui kadar
glukosa darah selama 3 bulan terakhir sehingga dapat mengetahui bagaimana
penderita mengontrol diabetesnya. Tes dilakukan dengan mengambil sampel darah
pasien. Kadar normal dari hasil tes yang normal yaitu di bawah 5,7%, untuk kategori
prediabetes yaitu 5,7-6,4%, dan kategori diabetes yaitu 6,5% ke atas. Rata-rata untuk
pasien diabetes kadar HbA1c diusahakan untuk di bawah 6.5%. Jika kadar HbA1c ini
di atas 7%, maka diabetes penderita tidak terkontrol.
2. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Pankreas
a. Anatomi

- Pancreas merupakan kelenjar exokrin dan endokrin.


- Bagian exokrin menghasilkan sekresi yang mengandung enzym untuk hydrolisa
protein, lemak dan karbohidrat.
- Bagian endokrin, yaitu islets of Langerhans, menghasilkan hormon insulin dan
glucagon yang berperanan dalam metabolisme karbohidrat
- Pancreas merupakan kelenjar lunak, lobulasi, dan terletak retroperitonealis.
- Pancreas dibagi menjadi caput, collum, corpus dan cauda. Bagian caput yang
terletak di belakang kiri vasa mesenterica superior disebut processus uncinatus.

- Ductus pancreaticus major (Wirsung) mulai dari cauda dan berjalan sepanjang
kelenjar, serta menerima cabang-cabang sepanjang perjalanannya.
- Ia bermuara ke dalam pars descendens duodeni bersama dengan ductus
choledochus pada papilla duodenalis major.
- Ductus pancreaticus accessorius (Santorin), jika ada, mengalirkan dari bagian atas
caput pancreas dan bermuara dalam duodenum di atas ductus pancreaticus major
pada papilla duodenalis minor.

b. Histologi
Pada gambar, dapat dilihat pulau-pulau Langerhans (insula pancreatica) yang
terpulas pucat. Kapsul jaringan ikat tipis memisahkan pulau langerhans dari asini
sekretorik eksokrin. Pulau langerhans mendapat pendarahan dari pembuluh darah dan
kapiler. Asini sekretorik eksokrin terdiri atas sel bentuk piramid yang tersusun
mengelilingi lumen kecil dengan bagian tengahnya terlihat satu atau lebih sel
sentroasinar yang terpulas pucat. Duktus ekskretorius terkecil di dalam pankreas
adalah duktus interkalaris yang dilapisi oleh epitel selapis kuboid.

Pada sediaan khusus dapat dibedakan antara sel alfa dari sel beta. Sitoplasma
sel alfa berwarna merah muda, sedangkan pada sel beta berwarna biru. Sel alfa
terletak lebih perifer di dalam insula dan sel beta lebih di tengah serta sel beta
mendominasi, membentuk kira-kira 70% dari insula. Kapiler di sekitar sel endokrin
menunjukkan insula pancreatica ini kaya akan vaskularisasi.
c. Fisiologi
1) Pendahuluan
Peredaran zat-zat gizi dari karbohidrat, lemak, dan protein dalam proses
metabolisme dipengaruhi oleh berbagai hormon, termasuk hormon insulin,
glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Pada berbagai kondisi
insulin dan glukagon secara normal merupakan hormon pengatur yang paling
dominan mengubah jalur metabolik dari anabolisme netto menjadi katabolisme
netto bolak-balik dan penghematan glukosa, yang masing-masing bergantung pada
apakah tubuh berada dalam keadaan kenyang atau puasa. Pankreas berfungsi
sebagai organ endokrin dan eksokrin. Fungsinya sebagai organ endokrin didukung
oleh pulau-pulau Langerhans ( Islets of Langeerhans )yang terdiri tiga jenis sel
yaitu; sel alpha (α) menghasilkan glukagon, sel beta (β) menghasilkan insulin dan
merupakan jenis sel pankreas paling banyak, sel deltha (D) menghasilkan somato
statin namun fungsinya belum jelas diketahui, dan sel PP menghasilkan
polipeptida pankreas

2) Insulin
Kontrol utama atas sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif langsung
antara sel Β pankreas yang menghasilkan insulin dengan konsentrasi glukosa
dalam darah. Peningkatan kadar glukosa darah, sepeti yang terjadi setelah proses
pencernaan makanan secara langsung akan merangsang sintesa dan sekresi insulin
oleh sel β pankreas .
Dengan adanya kadar insulin yang meningkat, maka akan menurunkan kadar
glukosa darah ke tingkat yang normal karena terjadi peningkatan pemakaian dan
penyimpanan glukosa. Sebaliknya, penurunan kadar glukosa darah akan secara
langsung menghambat sekresi insulin. Penurunan kecepatan sekresi insulin ini
menyebabkan perubahan metabolisme dari keadaan absorptif ke keadaan
pascaabsorptif. Dengan demikian sistem umpan balik negatif sederhana ini mampu
mempertahankan pasokan glukosa ke jaringan secara konstan tanpa memerlukan
fungsi hormon insulin. Faktor lain yang mengontrol sekresi hormon insulin adalah:
- Peningkatan kadar asam amino plasma.
- Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan
sebagai responadanya makanan.
- Sistem saraf otonom
3) Glukagon
Banyak ahli fisiologi memandang sel-sel β pankreas penghasil insulin dan sel-
sel α pankreas penghasil glukagon sebagai pasangan sistem endokrin yang
sekresinya kombinasinya merupakan faktor utama dalam mengatur metabolisme
bahan bakar. Glukagon mempengaruhi banyak proses metabolisme yang juga
dipengaruhi oleh insulin dan berlawanan dengan efek insulin. Glukagon bekerja
terutama di hati, tempat hormon ini menimbulkan berbagai efek pada metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yaitu:
- Efek pada karbohidrat, mengakibatkan peningkatan pembentukan dan
pengeluaranglukosa oleh hati sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa
darah. Glukagonmenimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan
sintesis glikogen, meningkatkan glikogenolisis, dan merangsang
glukoneogenesis
- Efek pada lemak, mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesa
trigliserida.Glukagon meningkatkan pembentukan keton (ketogenesis) di hati
dengan mendorong perubahan asam lemak menjadi badan keton (gambar 1).
- Efek pada protein, glukagon menghambat sintesa protein dan meningkatkan
penguraian protein di hati. Stimulasi glukoneogenesis juga memperkuat efek
katabolik glukagon padametabolisme protein di hati. Walaupun
meningkatkan katabolisme protein di hati,glukagon tidak memiliki efek
bermakna pada kadar asam amino darah karena hormon ini tidak
mempengaruhi protein otot, simpanan protein yang utama di tubuh.

3. Metabolisme Laktosa
Karbohidrat yang dimakan diserap dalam bentuk monosakarida (glukosa, galaktosa,
dan fruktosa).Laktosa harus dihidrolisa menjadi glukosa dan galaktosa terlebih dahulu
agar proses absorbsi dapat berlangsung. Hidrolisa ini dilakukan oleh laktase (β-
galactosidase), suatu enzim yang terdapat pada brush border mukosa usus halus
(Mattews, 2005).
Enzim lactase akan menghidrolisis laktosa menjadi galaktosa dan glukosa. Glukosa dapat
digunakan tubuh secara langsung sebagai sumber energi, sedangkan galaktosa tidak
dapat digunakan langsung oleh tubuh. Galaktosa akan dikonversi menjadi glukosa agar
dapat digunakan oleh tubuh.
Seseorang yang mengalami intoleransi laktosa tidak memiliki jumlah enzim laktosa yang
cukup. Laktosa yang tidak dihidrolisis oleh penderita intoleransi glukosa akan
mengalami fermentasi oleh bakteri yang terdapat dalam kolon menjadi asam laktat, gas
methane(CH4), dan hydrogen. Gas yang diproduksi tersebut memberikan perasaan tidak
nyaman dan distensi usus dan flatulensia. Asam laktat yang diproduksi oleh
mikroorganisme tersebut aktif secara osmotik dan menarik air ke lumen usus, demikian
juga laktosa yang tidak tercerna juga menarik air sehingga menyebabkan diare. Bila
cukup berat, produksi gas dan adanya diare tadi akan menghambat penyerapan nutrisi
lainnya seperti protein dan lemak (Sinuhaji, 2006).
Laktosa dalam bentuk bebas dan tidak terikat dengan molekul lainnya hanya dapat
ditemukan pada susu. Laktosa disintetase dengan menggunakan UDP-galaktose dan
glukosa sebagai substrat. Sintetase laktose terdiri dari 2 subunit: galactosyltransferase
dan α-lactalbumin. α-lactalbumin merupakan subunit yang meyebabkan
galactosyltransferase mengubah galaktosa menjadi glukosa. Subunit katalitik meningkat
selama kehamilan, dimana kadar α- lactalbumin dipengaruhi oleh hormon dan meningkat
hanya pada akhir kehamilan ketika kadar prolaktin meningkat (Campbell et al. 2005).
4. Intoleransi Laktosa
a) Pendahuluan
Intoleransi Laktosa adalah kondisi di mana seseorang tidak mampu mencerna
laktosa, yaitu bentuk gula yang berasal dari susu. Ketidakmampuan ini bisa
disebabkan oleh kurangnya atau tidak mampunya tubuh memproduksi laktase, yaitu
salah satu enzim pencernaan yang diproduksi oleh sel-sel di usus kecil yang bertugas
memecah gula susu menjadi bentuk yang lebih mudah untuk diserap ke dalam tubuh.
Kondisi ini disebut juga Defisiensi Laktase (Lactase Deficiency).

Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa
usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap
untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase
tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses
pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang
terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut.
Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna
dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare.
Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik terhadap
makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut alergi makanan jika
mekanismenya melibatkan reaksi imunologi, yang dapat diketahui dengan
pemeriksaan IgE. Adapun intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas non
alergi terhadap makanan.Frekuensi kejadian intoleransi laktosa pada ras Kaukasia
lebih sedikit/jarang dibandingkan pada orang Asia, Afrika, Timur Tengah, dan
beberapa negara Mediterania, dan juga pada ras Aborigin Australia. Lima persen dari
ras Kaukasia dan 75% dari yang bukan ras Kaukasia yang tinggal di Australia
mengalami intoleransi laktosa.

b) Manifestasi Klinis
Karbohidrat yang dimakan diserap dalam bentuk monosakarida (glukosa,
galaktosa, dan fruktosa). Karena itu laktosa harus dihidrolisa menjadi glukosa dan
galaktosa agar proses absorbs dapat berlangsung. Hidrolisa ini dilakukan oleh lactase
(β-galactosidase), suatu enzim yang terdapat dalam brush border mukosa usus halus.
Enzim lain yang terdapat dalam brush border adalah sukrase, maltase, dan
glukoamilase. Laktase dijumpai pada bagian luar brush border dan di antara semua
disakaridase, lactase yang paling sedikit. Bila ada kerusakan mukosa (serangan
gastroenteritis), enzim lactase yang selalu mendapat gangguan (defisiensi lactase
sekunder) dan hal ini yang paling sering dijumpai. Laktase akan kembali normal kalau
mukosa usus mengalami penyembuhan, tetapi memerlukan waktu lama.
Pada janin manusia, aktivitas lactase telah kelihatan pada usia kehamilan 3
bulan dan aktivitas lactase pada minggu 35-38 meningkat sampai 70% dari bayi yang
lahir tapat pada waktunya. Karena itu, defisiensi lactase primer dijumpai pada bayi
premature sehubungan dengan perkembangan usus yang immature (developmental
lactase deficiency). Congenital lactase deficiency pada bayi baru lahir, merupakan
keadaan yang jarang dijumpai. Penyakit ini diturunkan secara autosomal recessive.
Aktivitas lactase ini menurun secara nyata sejak umu 2-5 tahun (late onset lactase
deficiency) walau laktosa terus diberikan.Ini menandakan lactase bukan enzim adaptif.
Pada beberapa ras, terutama orang kulit putih di Eropa Utara, beberapa suku nomaden
di Afrika, aktivitas lactase pada manusia dewasa tetap tinggi (persistence of lactase
activity).
Bila ada defisiensi lactase, laktosa tidak akan didigesti akibatnya tidak ada
penyerapan oleh mukosa usus halus. Disakarida ini merupakan bahan osmotic yang
akan menarik air ke lumen. Jumlah air yang keluar sebanding dengan jumlah laktosa
yang tinggal di lumen usus. Penambahan volume lumen usus akan menyebabkan rasa
mual, muntah, dan peningkatan peristaltic. Peristaltik usus yang meninggi
menyebabkan waktu transit usus makin pendek sehingga mengurangi kesempatan
untuk digesti dan absorbsi. Laktosa dan air/elektrolit yang tidak diserap meninggalkan
usus halus sampai di kolon. Di kolon laktosa ini akan difermentasi oleh flora normal
menjadi gas (CO2, H2, dan CH4), asam lemak rantai pendek (butirat, propional, dan
asetat) dan asam laktat.
Pembentukkan gas menyebabkan perut kembung dan sakit perut.
Pembentukkan gas hidrogen oleh flora di kolon dapat dideteksi di udara pernafasan.
Ini yang menjadi dasar uji udara pernafasan. Pembentukkan asam lemak rantai pendek
tadi diperlukan oleh tubuh karena asam lemak ini dapat digunakan sebagai sumber
energi. Di samping itu, pembentukkan asam lemak rantai pendek ini berguna untuk
nutrisi kolon, membantu absorbsi air/elektrolit dan motilitas kolon.
Lebih kurang 70% dari nutrisi kolon berasal dari intraluminal. Karena itu secara
fisiologis, dalam keadaan normal dijumpai malabsorbsi laktosa/karbohidrat.
Sedangkan penyerapan asam laktat oleh kolonosit menyebabkan asidosis metabolic.
Air/eletrolit yang sampai di kolon dan hasil fermentasi tadi diserap oleh
kolonosit (colonic salvage). Bila colonic salvage dilewati, maka asam laktat banyak
dijumpai di tinja. Demikian juga bila air/elektrolit dan laktosa yang sampai ke kolon
melewati colonic salvage, maka akan menyebabkan kadar air tinja meningkat (diare
osmotik) dan bahan-bahan reduksi (laktosa) dijumpai dalam tinja.

c) Gejala
Laktosa yang tidak tercerna akan menumpuk di usus besar dan terfermentasi,
menyebabkan gangguan pada usus seperti nyeri perut, keram, kembung dan bergas,
serta diare, sekitar setengah jam sampai dua jam setelah mengkonsumsi produk
laktosa.Tingkat keparahan gejala-gejala tersebut bergantung pada seberapa banyak
laktosa yang dapat ditoleransi oleh masing-masing tubuh. Gejala-gejala ini mirip
dengan reaksi alergi susu, namun pada kasus alergi, gejala-gejala ini timbul lebih
cepat, kadangkala hanya dalam hitungan menit.
Jika seseorang yang menderita defisiensi lactase tidak menghindari produk-
produk yang mengandung laktosa, lama kelamaan orang tersebut dapat kehilangan
berat badan dan menderita malnutrisi.

d) Patofisiologi
Apabila terjadi defisiensi laktase baik primer maupun sekunder, laktosa tidak
bisa dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga laktosa akan menumpuk.
Laktosa merupakan sumber energi yang baik untuk mikroorganisme di kolon dimana
laktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme tersebut dan menghasilkan asam
laktat, gas methan (CH4) dan hidrogen (H2). Gas yang diproduksi tersebut
memberikan perasaan tidak nyaman dan distensi usus dan flatulensia. Asam laktat
yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut aktif secara osmotik dan menarik air
ke lumen usus, demikian juga laktosa yang tidak tercerna juga menarik air sehingga
menyebabkan diare. Bila cukup berat, produksi gas dan adanya diare tadi akan
menghambat penyerapan nutrisi lainnya seperti protein dan lemak(Sinuhaji, 2006).

e) Penyebab
Intoleransi laktosa sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik, dimana
penderita mempunyai laktase lebih sedikit dibanding orang normal. Juga dapat
disebabkan oleh gastroentritis, infeksi aprasit, dan defisiensi zat besi.

f) Penanganan
- Mengkonsumsi produk susu fermentasi
- Minum susu yang mengandung banyak lemak susu
- Hindari mengkonsumi susu rendah atau bebas lemak
- Mengkonsumsi susu dengan laktosa yang telah diuraikan (susu bebas laktosa).
- Minum susu dalam jumlah yang tidak terlalu banyak
- Konsumsi produk kedelai

5. Metabolisme Vitamin B1 dan B6


a) Vitamin B1 (Tiamin)
1) Pendahuluan
Tiamin, dikenal juga dengan B1 sangat penting dalam metabolisme karbohidrat.
Peran utama tiamin adalah sebagai bagian dari koenzim dalam dekarboksilasi
oksidatif asam alfa-keto. Gejala defisiensi akan muncul secara spontan berupa
beri-beri pada manusia. Penyakit tersebut ditandai dengan penimbunan asam
piruvat dan asam laktat, terutama dalam darah dan otak serta kerusakan dari
sistem kardiovaskuler, syaraf dan alat pencernaan.

2) Fungsi
Fungsi metabolik tiamin antara lain pada reaksi oksidasi piruvat - Asetil- KoA,
rekasi oksidasi α- keto glutarat dan reaksi transketolasi – HMP (Heksosa
Monofosfat). Di dalam otak dan hati, segera diubah menjadi TPP (thiamin
pyrohosphat) oleh enzim thiamin difosfotransferase, dimana reaksinya
membutuhkan ATP. Berperan penting sebagai koenzim dekarboksilasi senyawa
asam-keto. Beberapa enzim yang menggunakan TPP sbg koensim adalah
pyruvate decarboxylase, pyruvate dehydrogenase, dan transketolase.
Tiamin penting sebagai koenzim pyruvate dan α-ketoglutarate dehydrogenase,
sehingga jika terjadi defisiensi, maka kapasitas sel dalam menghasilkan energi
menjadi sangat berkurang.

3) Kekurangan Vit. B1
Defisiensi tiamin akan menyebabkan gangguan saraf pusat, antara lain
memori berkurang atau hilang, nistagmus, optalmoplegia, dan ataksia. Gangguan
juga terjadi pada saraf tepi, berupa neropati perifer. Gangguan yang lain berupa
kelemahan simetrik (badan sangat lemah), kehilangan fungsi sensorik, motorik
dan reflek kaki. Timbul beri-beri jantung, dengan gejala jantung membesar,
aritma, hipertensi, odema, dan kegagalan jantung.
Normal asupan tiamin untuk orang dewasa adalah antara 1,0 – 1,5 mg/hari.
Jika makanan terlalu banyak mengandung karbohidrat, maka dibutuhkan lebih
banyak tiamin. Tanda-tanda defisiensi tiamin antara lain menurunnya nafsu
makan, depresi mental (Peripheral neurophaty) dan lemah. Pada defisiensi
kronis, maka muncul gejala kelainan neurologist, seperti kebingungan (mental),
dan kehilangan koordinasi mata. Penyakit karena defisiensi tiamin, yaitu beri-
beri. Penyakit ini disebabkan akibat makanan yang kaya akan karbohidrat tetapi
rendah tiamin.
4) Metabolisme
Tiamin dari makanan setelah dicerna, diserap langsung oleh usus dan masuk
ke dalam saluran darah. Penyerapan maksimum terjadi pada konsumsi 2,5 – 5 mg
tiamin per hari. Pada jumlah kecil, tiamin diserap melalui proses yang
memerlukan energi dan bantuan natrium, sedangkan dalam jumlah besar, tiamin
diserap secara difusi pasif. Kelebihan tiamin dfikeluarkan lewat urine. Metabolit
tiamin adalah 2-metil-4-amino-5-pirimidin dan asam 4-metil-tiazol-5-asetat.
Tubuh manusia dewasa mampu menyimpan tiamin sekitar 30 -70 mg, dan
sekitar 80%-nya terdapat sebagai TPP (tiamin pirofosfat). Separuh dari tiamin
yang terdapat dalam tubuh terkonsentrasi di otot. Meskipun tiamin tidak disimpan
di dalam tubuh, level normal di dalam otot jantung, otak, hati, ginjal dan otot
lurik meningkat dua kali lipat setelah terapi tiamin dan segera menurun hingga
setengahnya ketika asupan tiamin berkurang.

b) Vitamin B6 (Piridoksin)
1) Pendahuluan
Vitamin B6 atau Piridoksin memiliki nama kimia Piridoksol Hidroklorida, rumus
molekul C8H11NO3, dan sangat mudah larut dalam air,dalam etanol dan dalam
kloroform, praktis tidak larut dalam eter, dalam aseton dan dalam etilasetat.

2) Fungsi
Koenzim vitamin B6 berperan penting dalam metabolisme asam amino, sehingga
konsumsi sehari-hari harus sebanding dengan konsumsi protein, karena protein
dibuat dari asam amino.

3) Gejala Kekurangan Vit. B6


Kekurangan vitamin B6 terjadi karena penyerapan yang buruk dalam saluran
pencernaan atau pemakaian obat-obat yang menguras cadangan vitamin B6 dalam
tubuh. Kekurangan vitamin ini juga terjadi pada penyakit keturunan yang
menghambat metabolisme vitamin B6. Dampak kekurangan vitamin B6 adalah
pecah-pecah disudut bibir, kerusakan kulit, mudah mual-mual, mudah pening,
anemi, mudah kena penyakit batu ginjal, terjadi sawan pada anak kecil. Orang
yang mempunyai kadar vitamin B6 rendah, menunjukkan gejala seperti lemah
sifat lekas marah dan susah tidur, depresi (rasa tertekan). Sumber vitamin B6
adalah kedelai, kacang-kacangan, telur, daging, ikan, roti, gandum, kentang,
sayursayuran hijau dan buah-buahan.
Dosis tinggi vitamin B6 dalam waktu yang lama menyebabkan kerusakan
syaraf, yang kadang-kadang tidak dapat diperbaiki. Hal ini dimulai dengan mati
rasa pada kaki, tangan dan mulut. Kemudian gejala keracunan adalah kesulitan
berjalan, kelelahan dan sakit kepala. Ketika konsumsi dikurangi, gejala-gejala ini
berkurang, tetapi tidak selalu hilang sepenuhnya.

6. IDDM
a) Definisi
Diabetes melitus ( DM ) adalah suatu penyakit kelainan metabolik yang secara
umum mempunyai kekurangan insulin yang relatif atau nyata. Insulin mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan transport glukosa untuk proses oksidasi lebih lanjut.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang terdiri dari
peningkatan kadar gula darah, eksresi gula melalui air seni dan gangguan mekanisme
kerja hormon insulin. Insulin adalah hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,
dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas.
Insulin merupakan polipeptida heteroodimer, yaitu polipeptida yang terdiri
atas dua rantai yaitu rantai A dan B, yang saling dihubungkan oleh dua jembatan
disulfida antar rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Insulin
merupakan protein kecil yang terdiri dari dua rantai asam amino.

b) Klasifikasi
- Insulin dependent diabetes mellitus (IDDM)/ Juvenile onset/ ketosis prone/ type I
Diabetes Mellitus, yaitu tipe dari diabetes melitus dimana terjadi kekurangan
insulin secara total atau hampir total dan apabila tidak diberikan insulin kepada
penderita dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari yang disebabkan
ketoasidosis.
- Non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)/ stable/ maturity onset/ type II
Diabetes Mellitus, yaitu tipe dari diabetes melitus dimana penderita hanya
menunjukkan defisiensi insulin yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka
mungkin memerlukan suplementasi insulin (insulin requiring), tidak akan terjadi
kematian karena ketoasidosis walaupun insulin eksogen dihentikan.
c) Patofisiologi
Secara umum di dunia terdapat 15 kasus per 100.000 individu pertahun yang
menderita DM tipe 1. Tiga dari 1000 anak akan menderita IDDM pada umur 20
tahun nantinya. Insiden DM tipe 1 pada anak-anak di dunia tentunya berbeda.
Terdapat 0.61 kasus per 100.000 anak di Cina, hingga 41.4 kasus per 100.000 anak di
Finlandia. Angka ini sangat bervariasi, terutama tergantung pada lingkungan tempat
tinggal. Ada kecenderungan semakin jauh dari khatulistiwa, angka kejadiannya akan
semakin tinggi. Meski belum ditemukan angka kejadian IDDM di Indonesia, namun
angkanya cenderung lebih rendah dibanding di negara-negara eropa.
Lingkungan memang mempengaruhi terjadinya IDDM, namun berbagai ras
dalam satu lingkungan belum tentu memiliki perbedaan. Orang-orang kulit putih
cenderung memiliki insiden paling tinggi, sedangkan orang-orang cina paling rendah.
Orang-orang yang berasal dari daerah dengan insiden rendah cenderung akan lebih
berisiko terkena IDDM jika bermigrasi ke daerah penduduk dengan insiden yang
lebih tinggi. Penderita laki-laki lebih banyak pada daerah dengan insiden yang tinggi,
sedangkan perempuan akan lebih berisiko pada daerah dengan insiden yang rendah.
Secara umum insiden IDDM akan meningkat sejak bayi hingga mendekati pubertas,
namun semakin kecil setelah pubertas. Terdapat dua puncak masa kejadian IDDM
yang paling tinggi, yakni usia 4-6 tahun serta usia 10-14 tahun. Kadang-kadang
IDDM juga dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan, meskipun kejadiannya
sangat langka. Diagnosis yang telat tentunya akan menimbulkan kematian dini. Gejala
bayi dengan IDDM ialah napkin rash, malaise yang tidak jelas penyebabnya,
penurunan berat badan, senantiasa haus, muntah, dan dehidrasi.
Insulin merupakan komponen vital dalam metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memfasilitasi
masuknya glukosa ke dalam sel, terutama otot serta mengkonversi glukosa menjadi
glikogen (glikogenesis) sebagai cadangan energi. Insulin juga menghambat pelepasan
glukosa dari glikogen hepar (glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak
menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Selain itu, insulin juga
menghambat pemecahan protein dan lemak untuk memproduksi glukosa
(glukoneogenesis) di hepar dan ginjal. Bisa dibayangkan betapa vitalnya peran insulin
dalam metabolisme.
Defisiensi insulin yang dibiarkan akan menyebabkan tertumpuknya glukosa di
darah dan terjadinya glukoneogenesis terus-menerus sehingga menyebabkan kadar
gula darah sewaktu (GDS) meningkat drastis. Batas nilai GDS yang sudah
dikategorikan sebagai diabetes mellitus ialah 200 mg/dl atau 11 mmol/l. Kurang dari
itu dikategorikan normal, sedangkan angka yang lebih dari itu dites dulu dengan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk menentukan benar-benar IDDM atau kategori
yang tidak toleran terhadap glukosa oral.

d) Gejala
- Tanda-tanda yang paling mudah dikenali ialah tanda-tanda akibat hiperglikemia,
glikosuria, dan ketoasidosis. Hiperglikemia itu sendiri bisa tidak menimbulkan
gejala apa-apa, meskipun kadang ditemukan malaise, sakit kepala, dan kelemahan
tubuh. Anak-anak juga menjadi irritable, mudah marah, dan sering ngambek,
namun gejala utama hiperglikemia ialah akibat diuresis osmotik dan glikosuria.
Glikosuria itu sendiri merupakan peningkatan frekuensi dan volume urin (poliuri)
sehingga sering membuat anak-anak sering mengompol di malam hari. Gejala ini
mudah dikenali pada bayi karena sering sekali minum dan banyak sekali urin pada
diapernya.
- Polidipsia terjadi karena terdapat diuresis osmotik sehingga menyebabkan
dehidrasi. Penurunan berat badan terjadi karena terjadi pemecahan lemak dan
protein dalam jumlah banyak, meskipun nafsu makan anak relatif normal.
Kegagalan tumbuh mungkin menjadi tanda utama yang membuat orang tua
khawatir dengan anaknya sehingga memeriksakan ke dokter dan biasanya akan
ditemukan hiperglikemia primer.
- Malaise yang nonspesifik dapat terjadi kapan saja, terutama sebelum
ditemukannya tanda-tanda hiperglikemia, atau mungkin dapat menjadi petanda
tersendiri selain hiperglikemia, sehingga bukan sebagai tanda klinis yang khas.
Gejala lain yang sangat perlu dikenali ialah gejala-gejala pada ketoasidosis, yakni
dehidrasi berat, tercium bau keton di mulut, napas asidosis (Kussmaul) yang mirip
respiratory distress, nyeri abdomen, muntah, somnolen hingga koma. Selain itu
anak juga akan rentan terhadap infeksi karena terdapat penurunan imunitas akibat
hiperglikemia, terutama infeksi saluran napas, saluran kemih, dan kulit, sehingga
dapat ditemukan kandidosis. Yang paling sering dan mudah dikenali ialah
kandidosis di daerah selangkangan.
- Selain gejala malaise dan dehidrasi, anak-anak dengan diabetes dini tidak
memiliki tanda yang khas pada tubuhnya. Mengingat penyakit endokrin autoimun
banyak terjadi pada anak dengan IDDM, mungkin dapat ditemukan gejala
endokrinopati lain, misalnya hipertiroidisme dengan gejala overaktivitas, cepat
lelah, atau teraba gondok. Katarak dapat terjadi namun sangat jarang, kalaupun
ada biasanya pada anak perempuan dengan hiperglikemia pada jangka waktu
lama. Dapat ditemukan nekrobiosis lipoidika, berupa daerah atrofi berwarna
merah yang berbatas tegas. Kondisi ini terjadi akibat luka pada kolagen kulit dan
sulit untuk diobati.

7. Injeksi Insulin dan Obat Oral Anti Diabetes


a) Injeksi Insulin
Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 kelompok :
1) Insulin kerja singkat
Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat
ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral.
Preparat yang ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini
diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1– 3 Jam dan
efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.
2) Insulin kerja menengah
Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH). Jenis ini awal
kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya
dapat bertahan sampai dengan 24 jam.
3) Insulin kerja panjang
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari
tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 –
36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard.
4) Insulin kerja campuran
Merupakan kombinasi insulin kerja singkat dan menengah. Pemberian insulin
secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat
karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah
diperiksa setiap 6 jam sekali.
Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
- Gula darah < 60 mg % = 0 unit
- Gula darah < 200 mg % = 5 – 8 unit
- Gula darah 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
- Gula darah 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
- Gula darah 300 – 350 mg% = 20 unit
- Gula darah > 350 mg% = 20 – 24 unit

Efek metabolik terapi insulin:


- Menurunkan kadar gula darah puasa dan post puasa.
- Supresi produksi glukosa oleh hati.
- Stimulasi utilisasi glukosa perifer.
- Oksidasi glukosa / penyimpanan di otot.
- Perbaiki komposisi lipoprotein abnormal.
- Mengurangi glucose toxicity.
- Perbaiki kemampuan sekresi endogen.
- Mengurangi Glicosilated end product.

Cara pemberian insulin :


- Insulin kerja singkat dapat diberikan secara IV, IM, dan SC serta infus.
- Insulin kerja panjang tidak dapat diberikan secara IV karena bahaya emboli

Cara penyuntikan insulin :


Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan). Pada
keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Insulin
dapat diberikan tunggal (satu macam insulin kerja cepat, kerja menengah atau kerja
panjang) tetapi juga dapat diberikan kombinasi insulin kerja cepat dan kerja
menengah, sesuai dengan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
Lokasi penyuntikan juga harus diperhatikan benar, demikian pula mengenai
rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin,
semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh pasien yang sama.
Harus diperhatikan kesesuaian kosentrasi insulin (U40, U100) dengan semprit yang
dipakai. Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap.
Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen yang kemudian diikuti
oleh daerah lengan, paha bagian atas bokong. Bila disuntikan secara intramuskular
dalam maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih singkat.
Kegiatan jasmani yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat onset
kerja dan juga mempersingkat masa kerja.
Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM lanjut usia seperti pada non
lanjut usia, uyaitu adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar,
adanya infeksi ( stress ) dll. Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang
dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat diberikan satu atau dua kali sehari.
Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak mau
menyuntik sendiri karena persoalnnya pada matanya, tremor, atau keadaan fisik yang
terganggu serta adanya demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat
diperlukan bantuan dari keluarganya.

b) Obat Oral Anti Diabetes


Klasifikasi Obat Anti Diabetes Oral yang biasa digunakan:
1) Sulfonilurea
Obat ini merangsang sel beta pankreas untuk memproduksi insulin. terbagi menjadi
berapa golongan, antara lain :
1.Kelas A: hipoglikemik kuat
- glibenklamid, nama merk dagangnya euglukon, daonil dengan sediaan 5mg per
tablet. Diberikan maksimal 3 tablet diberikan pagi dan siang.
-klorpropamid, nama merk dagangnya diabinase dengan sediaan 100 dan 250 mg
per tablet, dosis maksimal 2 tablet, diberikan pagi hari.

2.Kelas B: untuk diabetes melitus disertai kelainan ginjal dan hepar.


-glikuidon, nama merk dagangnya glerenorm, glidiab, lodem, fordab, dengan
sediaan 30 mg per tablet. Maksimal 4 tablet/hari diberikan pagi dan siang.

3.Kelas C: anti angiopati


-gliklazid, digunakan untuk komplikasi diabetes melitus mikroangiopati. nama
merk dagangnya diamicron, glukolos, glucodex, glidiabet, sediaan 80 mg per
tablet, maksimal 4tablet/hari diberikan pagi dan siang.
-glimipirid, digunakan untuk komplikasi diabetes melitus makroangiopati. nama
merk dagangnya amaryl, amadiab, metrix, solosa. sediaannya 1 mg, 2 mg dan 4
mg. Diberikan pagi dan siang dengan maksimal dosis 8 mg/hari
4.Kelas D: hipoglikemik lemah tapi bekerja pada gangguan post reseptor insulin
-glipizid dosis rendah misalnya minidiab dosis 2,5-20 mg diberikan pagi dan siang.

2) Biguanid
-obat ini berefek pada reseptor insulin (uptake glukosa di perifer),
menurunkan fibrinogen plasma, tidak punya efek sentral pada pancreas, antara
lain metformin.
-nama merk dagangnya glucophage, buformin, diabex, neodipar.
-sediaannya 500 mg per tablet. dosis 500-3000 mg perhari.
-obat ini dapat menyebabkan perut tidak nyaman sehingga pemberiannya
sebaiknya sesudah makan.
-hati-hati pada pasien dengan kelainan hepar dan ginjal.

3) Golongan spesifik
- Acarbose (alfa-glukosidase inhibitor), obat ini menghambat absorbsi glukosa di
usus. nama merk dagangnya glucobay, eclid. Sediaannya 50 mg dan 100 mg.
Diberikan setelah suapan pertama saat makan.
- Repaglinide, obat ini bekerja meningkatkan sekresi insulin dengan menghambat
ATP-potassium-channel pada sel beta pankreas sehingga meningkatkan kalsium
intrasel dan merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas. nama merk
dagangnya prandin, sediaan 0,5 mg, 1 mg dan 2 mg. dosis awal 0,5 mg
diberikan 15 menit sebelum makan. dititrasi maksimal 4 mg. dosis maksimal
tidak melebihi 16 mg /hari.
Daftar Pustaka

Topiwala, Shehzad. 2012. HbA1c. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003640.


htm, diakses pada 22 April 2014

Dugdale, David C. 2012. CBC. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003642.htm


diakses pada 22 April 2014

Dugdale, David C. 2012. Glucose Test - Blood. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/


article/003642.htm, diakses pada 22 April 2014

Tryglycerides. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/triglycerides.html, diakses pada 22 April


2014

2012. Cholesterol Levels: What You Need to Know. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/


magazine/issues/summer12/articles/summer12pg6-7.html, diakses pada 22 April 2014

Zieve, David. 2011. Platelet Count. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003647


.htm, diakses pada 22 April 2014

BMI Classification. http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html, diakses pada


22 April 2014

Wyeth, John. 2007. Lactose Intolerance. http://www.bpac.org.nz/BPJ/2007/October/docs/


bpj9_lactose_pages_30-35.pdf, diakses pada 22 April 2014

Normal Vital Signs. http://shp.missouri.edu/pt/pdf/emergency.pdf, diakses pada 22 April


2014

Sherly. 2012. Intoleransi Laktosa. http://aulanni.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/intoleransi-


laktosa-dr.sherly.pdf, diakses pada 22 April 2014

2006. Intoleransi Laktosa. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15641/1/mkn-


des2006-%20(8).pdf, diakses pada 22 April 2014

Irwan, Indri Seta Septadina. 2014. “Diktat : Viscera Abdomen”. Palembang

Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi di Fiore, edisi 11. Jakarta: EGC.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31092/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada 22


April 2014

http://aulanni.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/MAKALAH-DIABETES-MELITUS-TIPE-I.pdf,
diakses pada 22 April 2014

Rahayu, Imbang Dwi. 2010. Fungsi, Metabolisme, dan Antivitamin Vitamin B1. http://
imbang.staff.umm.ac.id/?m=201003, diakses pada 22 April 2014

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28368/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada 22


April 2014

Guyton, Arthur C.. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. Jakarta: EGC, 2007.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Cerika%20Rismayanthi,%20S.Or./TERAPI
%20INSULIN%20SEBAGAI%20ALTERNATIF%20PENGOBATAN.pdf, diakses
pada 22 April 2014

Hakimi. Diabetes Melitus Tipe 1. http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000107-growth-


and-development-system/gds137_slide_diabetes_melitus_tipe_1.pdf, diakses pada 22
April 2014

Anda mungkin juga menyukai