Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA KARBOHIDRAT

DISUSUN OLEH :

1. Zahrina Isnandia Zaenab (182010101008)

2. Dilar Bambang Sudito (182010101030)

3. Nadia Unitassia Holifah (182010101039)

4. Qoriatuth Thoyyibah (182010101055)

5. Wira Wahyuni (182010101123)

6. Irsyad Raditya (182010101152)

7. Muhammad Aqib Husni Fadhli (182010101158)

PENGAMPU :

dr. Ika Rahmawati Sutejo, M.Biotech

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
Laporan Praktikum Biokimia Karbohidrat tepat pada waktunya.
Laporan praktikum ini dapat disusun berkat bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami hendak
mengucapkan terima kasih, khususnya kepada:
1. dr. Ika Rahmawati Sutejo, M.Biotech selaku dosen pengampu kami dalam
kelompok praktikum C Fakultas Kedokteran Universitas Jember
2. Segenap keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada
kami.
3. Pihak-pihak lain yang turut membantu terselesaikannya laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan praktikum ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Kami mohon kritik dan saran yang membangun
sebagai pedoman kami dalam melangkah ke arah yang lebih baik. Semoga
laporan praktikum ini dapat berguna bagi kita semua.

Jember, 23 Maret 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glukosa merupakan monosakarida utama dalam darah. Glukosa di dalam
darah berasal dari makanan yang mengandung karbohidrat, hasil dari proses
glikogenolisis, dan glukoneogenesis. Kadar glukosa normal berkisar antara 50-
150 mg/dl. Kadar glukosa darah ini dipertahankan agar tetap normal dengan
melibatkan berbagai hormon. Meskipun tubuh dapat memperoleh energi melalui
oksidasi bahan selain glukosa, tetapi kadar glukosa tidak boleh kurang dari harga
normal. Salah satu alasannya adalah karena sel saraf dan eritrosit hanya bisa
menggunakan glukosa sebagai sumber energi.

Ginjal mempunyai peran yang penting pada pengendalian kadar glukosa


darah. Glukosa dapat melalui filter glomerulus, tetapi direabsorpsi kembali ke
peredaran darah melalui tubulus ginjal. Kemampuan tubulus untuk mereabsorpsi
glukosa terbatas (sekitar 350 mg/menit). Pada seseorang yang mengalami
peningkatan kadar glukosa darah, kadar glukosa yang mencapai tubulus juga
meningkat. Jika jamlah glukosa dalam tubulus melebihi kemampuannya untuk
merebsorpsi, sisa glukosa akan dibuang bersama urine. Keadaan ini disebut
dengan glikosuria.

Diabetes millitus (DM) merupakan kelainan metabolik yang ditandai


dengan peningkatan kadar glukosa darah. Penderita DM makin meningkat
jumlahnya. DM dapat menimbulkan komplikasi yang cukup luas mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Komplikasi tersebut dapat dibedakan menjadi
komplikasi akut dan kronis. Kadar glukosa darah merupakan indikator yang baik
untuk memonitor terapi pada penderita DM, sehingga pengukuran kadar glukosa
darah perlu dilakukan secara rutin.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa dapat memahami metabolisme karbohidrat
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses pengendalian kadar glukosa darah
3. Mahasiswa dapat menyebutkan dan menjelaskan hormon-hormon yang
berperan pada pengendalian kadar glukosa darah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat dalam makanan yang dapat dicerna akan menghasilkan


glukosa, galaktosa, dan fruktosa yang kemudian diangkut ke hati melalui vena
porta hepatika. Galaktosa dan fruktosa cepat diubah menjadi glukosa di hati.
Glukosa merupakan monosakarida utama dalam darah. Glukosa terbentuk dari
dua kelompok senyawa yang menjalani glukoneogenesis: (l) kelompok yang
terlibat dalam perubahan netto langsung menjadi glukosa, termasuk sebagian
besar asam amino dan propionat; dan (2) kelompok yang merupakan produk
metabolisme glukosa di jaringan. OIeh karena itu, laktat yang dibentuk melalui
glikolisis di otot rangka dan eritrosit, diangkut ke hati dan ginjai tempat zat ini
diubah kembali menjadi glukosa, yang kembali tersedia melalui sirkulasi untuk
oksidasi di jaringan. Proses ini dikenai sebagai siklus Cori, atau siklus asam
laktat.

Pada keadaan puasa, terjadi pengeluaran alanin yang cukup banyak dari otot
rangka, jauh melebihi konsentrasinya di protein otot yang sedang dikatabolisme.
Alanin dibentuk melalui transaminasi piruvat yang dihasilkan oleh glikolisis
glikogen otot, dan diekspor ke hati tempat zat ini menjadi substrat bagi
glukoneogenesis setelah transaminasi kembali menjadi piruvat. Siklus glukosa-
alanin ini merupakan cara tidak-langsung pemanfaatan glikogen otot untuk
mempertahankan glukosa darah dalam keadaan puasa. ATP yang dibutuhkan
untuk sintesis glukosa dari piruvat di hati berasal dari oksidasi asam lemak.
Glukosa juga dibentuk dari glikogen hati melalui glikogenolisis

Antara waktu makan atau selama puasa, ketika tidak ada nutrien baru yang
diserap ke dalam darah untuk digunakan dan disimpan, glikogen (glukosa
simpanan) di hati cenderung berkurang karena diuraikan untuk membebaskan
glukosa ke dalam darah. Kadar glukosa normal berkisar antara 50-150 mg/dl.
Kadar glukosa darah ini dipertahankan agar tetap normal dengan melibatkan
berbagai hormon. Meskipun tubuh dapat memperoleh energi melalui oksidasi
bahan selain glukosa, tetapi kadar glukosa tidak boleh kurang dari harga normal.
Salah satu alasannya adalah karena sel saraf dan eritrosit hanya bisa menggunakan
glukosa sebagai sumber energi.

Diabetes millitus (DM) merupakan kelainan metabolik yang ditandai


dengan peningkatan kadar glukosa darah. Penderita DM makin meningkat
jumlahnya. DM dapat menimbulkan komplikasi yang cukup luas mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Komplikasi tersebut dapat dibedakan menjadi
komplikasi akut dan kronis. Kadar glukosa darah merupakan indikator yang baik
untuk memonitor terapi pada penderita DM, sehingga pengukuran kadar glukosa
darah perlu dilakukan secara rutin. Pengukuran kadar glukosa darah dapat
dilakukan dengan cara o-toluidin dan cara enzimatik menggunakan enzim
glukooksidase.

Hormon yang penting dalam mengatur kadar glukosa darah adalah insulin.
Insulin merupakan suatu polipeptida (hormon protein) yang mengandung dua
rantai asam amino yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Insulin dibentuk di
ribosom sel beta pankreas yang akan membentuk proinsulin. Setelah diproduksi,
insulin akan mengalami proses pematangan, kemudian dikemas dan disimpan
dalam ganula-ganula di aparatus golgi. Insulin dikeluarkan dari ganula-ganula
dengan cara eksositosis. Ganula-ganula tersebut bergerak ke dinding sel melalui
suatu proses yang melibatkan mikrotubulus, kemudian membran ganula berfusi
dengan membran sel dan terjadilah sekresi insulin

Struktur porcine insulin yang merupakan satu rantai polipeptida yang


panjang, susunan asam-asam amino dari proinsulin adalah susunan polipeptida B
yang pada ujung karboksilnya disambung melalui polipeptida yang terdiri dari 33
asam amino pada ujung amino dari polipeptioda A.

Insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yaitu rantai A dan rantai B. Pada
rantai A terdapat ikatan disulfida yang menghubungkan sistein. Pada manusia
rantai A terdiri dari 21 asam amino, rantai B terdiri 30 asam amino. Dalam bentuk
kristal, insulin akan mengikat Zn ditengah polimer. Antara rantai A dan rantai B
terdapat dua ikatan disulfida, yang menghubungkan sistein. Alkali ataupun
senyawa pereduksi akan memutuskan ikatan disulfida dengan akibat anaktivasi
insulin. Enzim-enzim proteolitik akan mencernakkan insulin yang diberikan
secara per oral.

Sekresi insulin sebanding dengan kadar glukosa darah (KGD). Pada saat
KGD tinggi, sekresinya akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Insulin dapat
menurunkan kadar glukosa darah dengan cara mempercepat transportasi glukosa
dari darah ke dalam sel dengan bantuan reseptor insulin yang terdapat di
permukaan sel target. Insulin juga mempercepat penurunan KGD dengan cara: (1)
merangsang perubahan glukosa menjadi glikogen (glikogenesis) dan asam lemak
(lipogenesis); (2) menghambat pembentukan glukosa dari glikogen
(glikogenolisis) dan senyawa-senyawa nonkarbohidrat (glukoneogenesis). Jadi,
sekresi insulin dipengaruhi KGD dan berperan penting pada pengendalian KGD.

Stimulasi reseptor insulin akan mengaktifkan tyrosine kinase yang ada pada
sub unit B dari reseptor insulin, sehingga terjadi proses fosforilase pada tirosin.
Tirosin terfosforilasi akan merangsang aktivitas beberapa protein intraseluler
dalam jalur signaling insulin. Sebagai hasil rangkaian aktivasi, glukosa transporter
akan bergerak ke arah membran untuk memasukkan glukosa yang ada dalam
darah, akibatnya terjadi penurunan KGD. Glukosa darah yang masuk ke dalam sel
selanjutnya akan mengalami proses glikolisis atau disimpan terutama di otot dan
di hati, melalui proses glikogenesis.

Preparat insulin yang tersedia di antaranya adalah:

1. Short acting insulin

Antara lain: regular insulin, crystallin zinc insulin, semilente insulin.

2. Long acting insulin

a. Protamin zinc insulin (PZI). Kombinasi insulin dengan protamin.


Penyerapannya lambat. Penurunan glukosa darah lebih dari 24 jam.

b. Ultra lente insulin merupakan slow acting insulin. Kristal besar dengan
adanya konsentrasi yang tinggi dari asetat dan Zn. Onset dan duration pelan.

3. Intermediate acting insulin

a. Lente insulin: campuran ultralente insulin dengan regular insulin dengan


perbandingan 7:3.

b. Globin insulin : gabungan insulin dengan protein (globin). Efek antara


regular insulin dan PZA (duration antara 12-15 jam).

Bertentangan dengan insulin, glukagon merupakan hormon yang


disekresikan oleh sel alfa pulau Langerheans pada pankreas sewaktu kadar
glukosa darah turun. Fungsi yang paling penting dari hormon ini adalah
meningkatkan konsentrasi glukosa darah, yaitu suatu efek yang jelas bertentangan
dengan efek insulin. Efek utama glukagon terhadap metabolisme glukosa adalah
(1) pemecahan glikogen hati (glikogenolisis) dan (2) meningkatkan proses
glukoneogenesis di hati. Kedua efek ini sangat menambah persediaan glukosa di
organ – organ tubuh lainnya.

Hormon kortisol, glukokortikoid utama, juga berperan penting dalam


metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; memiliki efek permisif signifikan
bagi aktivitas hormon lain; dan membantu tubuh menahan stres. Efek keseluruhan
dari pengaruh kortisol pada metabolisme adalah peningkatan konsentrasi glukosa
darah dengan mengorbankan simpanan lemak dan protein. Secara spesifik,
kortisol merangsang glukoneogenesis di hati, dan menghambat penyerapan serta
pemakaian glukosa oleh banyak jaringan, kecuali otak, sehingga glukosa tersedia
bagi otak yang membutuhkan bahan ini secara mutlak sebagai bahan bakar
metabolik. Efek ini ikut berperan meningkatkan konsentrasi glukosa darah yang
ditimbulkan oleh glukoneogenesis.
Ginjal mempunyai peran yang penting pada pengendalian kadar glukosa
darah. Glukosa dapat melalui filter glomerulus, tetapi direabsorpsi kembali ke
peredaran darah melalui tubulus ginjal. Kemampuan tubulus untuk mereabsorpsi
glukosa terbatas (sekitar 350 mg/menit). Pada seseorang yang mengalami
peningkatan kadar glukosa darah, kadar glukosa yang mencapai tubulus juga
meningkat. Jika jamlah glukosa dalam tubulus melebihi kemampuannya untuk
merebsorpsi, sisa glukosa akan dibuang bersama urine. Keadaan ini disebut
dengan glikosuria.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Kuvet
4. Spektofotometer
5. Penjepit tabung reaksi
6. Vortex
7. Buffer phospate
8. Phenol
9. 4-aminoantipyrine
10. Glucose oxidase
11. Peroxidase
12. Serum
13. GOD-PAP

3.2 Langkah Kerja

3.2.1 Pengukuran Kadar Gula Serum

Metode :

GOD-PAP: enzimatic photometric test

Prinsip :

Menentukan kadar glukosa serum setelah direaksikan dengan enzim glucose


oksidase. Quinoneimine menjadi indikator reaksi kolorimetri, yang terbentuk
dari 4-aminoantipyrine dan phenol pada reaksi yang dikatalisis oleh enzim
peroksidase.

Reagen :

Komponen dari reagen

1. buffer phospate

2. phenol

3. 4-aminoantipyrine

4. glucose oxidase

5. peroxidase
Spesimen :

Serum atau plasma. serum dapat digunakan paling lambat dalam waktu 1 jam
setelah pengambilan sampel. Jaga serum tetap bersih, serum terkontaminasi
harus dibuang

Cara Kerja

1. Tiga buah tabung reaksi ukuran 5 ml, masing-masing diberi label RB


(Reagen Blanko), STD (Reagen Standar), dan SPL (Reagen Sampel)

2. Tabung RB diberi 1000 uL reagen GOD-PAP.

3. Tabung STD diberi 10 uL reagen standar glukosa dan ditambah dengan 3000
uL reagen GOD-PAP , dicampur hingga homogen.

4. Tabung SPL diberi 10 uL serum dan ditambah dengan 1000 uL reagen


GOD-PAP, di campur hingga homogen.

5. Tabung SK di beri 10 uL serum kontrol dan ditambah 3000 uL reagen GOD-


PAP, dicampur hingga homogen.

6. Masing-masing di inkubasi selama 20 menit pada suhu kamar.

7. Absorbansi (DA) standar dan Abs sampel di ukur terhadap reagen blanko
(RB) dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm.

3.2.2 Pengukuran Kadar Gula Urin

Reagen yang dipakai pada praktikum ini meliputi:

1. Reagen benedict

2. Larutan glukosa

3. Larutan vitamin C

Prosedur pengukuran kadar glukosa urin adalah sebagai berikut:

1. Ambil 5 tabung reaksi, beri tanda U, G1, G2, C1 dan C2.

2. Isilah masing-masing tabung reaksi dengan 2-3 ml reagen benedict.

3. Tambahkan pada:

Tabung U : 1 ml urine

Tabung G1: 1 ml urine + 1 tetes larutan glukosa

Tabung G2: 1 ml urine + 5 tetes larutan glukosa


Tabung C1: 1 ml urine + 1 tetes larutan vitamin C

Tabung C2: 1 ml urine + 5 tetes larutan vitamin C

4. Panaskan di dalam air sampai mendidih.

5. Amati hasilnya.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 UJI GLUKOSA DARAH

Setelah melakukan pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer,


didapatkan nilai absorbansi sampel yang diuji adalah 0,785. Sedangkan untuk
nilai absorbansi standart didapatkan sebesar 0,517 serta 0,255 untuk nilai
absorbansi larutan blanko. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali dalam waktu
yang berbeda. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar glukosa darah
sebagai berikut:

𝑚𝑔 𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 − 𝐴𝑏𝑠 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐷𝑎𝑟𝑎ℎ [ ]= 𝑥 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑
𝑑𝐿 𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 − 𝐴𝑏𝑠 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
Nilai standard yang digunakan dalam percobaan ini adalah 100.

Pada pengujian kelompok di shift 1 didapatkan hasil sebagai berikut:


Nilai Absorbansi Sample : 0.785
Nilai Absorbansi Standard : 0.255
Nilai Absorbansi Blanko : 0.517
𝑚𝑔 𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 − 𝐴𝑏𝑠 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐷𝑎𝑟𝑎ℎ [ ]= 𝑥 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑
𝑑𝐿 𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 − 𝐴𝑏𝑠 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

0,785 − 0,255
= x 100
0,517−0,255

0,530
= 0,262 x 100

= 2.022 x 100

= 202.2 mg/dL

Pada pengujian kelompok di shift 2 didapatkan hasil sebagai berikut:


Nilai Absorbansi Sample : 0.597
Nilai Absorbansi Standard : 0.255
Nilai Absorbansi Blanko : 0.517
𝑚𝑔 𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 − 𝐴𝑏𝑠 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐷𝑎𝑟𝑎ℎ [ ]= 𝑥 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑
𝑑𝐿 𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 − 𝐴𝑏𝑠 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0,597 − 0,255
= x 100
0,517−0,255

0,342
= 0,262 x 100

= 1.305 x 100
= 130.5 mg/dL

Pada pengujian kelompok di shift 3 didapatkan hasil sebagai berikut:


Nilai Absorbansi Sample : 0.612
Nilai Absorbansi Standard : 0.255
Nilai Absorbansi Blanko : 0.517
𝑚𝑔 𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 − 𝐴𝑏𝑠 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐷𝑎𝑟𝑎ℎ [ ]= 𝑥 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑
𝑑𝐿 𝐴𝑏𝑠 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 − 𝐴𝑏𝑠 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
0,612 − 0,255
= x 100
0,517−0,255

0,357
= 0,262 x 100

= 1.362 x 100

= 136.2 mg/dL

Nilai referensi

Anak-anak (puasa)
Umur 1 – 6 tahun 74 – 127
Umur 7 – 19 tahun 70 – 106
Dewasa (puasa)
Glukosa darah vena 70 – 115

Glukosa dapat ditentukan kadarnya secara enzimatik, yaitu dengan cara


penambahan enzim glukosa oksidase (GOD), pada percobaan ini menggunakan
pereagen GOP-PAP. Warna absorbansi metode enzimatik intensitasnya pada λ=
546 nm dengan warna merah (dari H2O2 yang terbentuk ditambah dengan
peroksidase.) Glukosa dioksidasi oleh oksigen dengan katalis GOD akan
membentuk asam glukonik dan hydrogen peroksida (H2O2). Enzim peroksidase
(POD) akan mengakibatkan H2O2 melepas O2 yang akan bereaksi dengan 4-amino
antipyrin/phenazone dan fenol, menghasilkan quinoneimine dan air.
Quinoneimine inilah yang menjadi indikator kadar glukosa dalam darah.
Sehingga apabila kadar glukosa tinggi, H2O2 menjadi tinggi, quinoneimine juga
menjadi tinggi, sehingga nilai absorbansi pada spektofotometri juga tinggi.

Jika nilai absorbansi sampel darah tinggi, maka hal tersebut akan
menunjukkan kadar glukosa dalam darah yang tinggi pula. Hal tersebut bisa
disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah aktivitas fisik yang dilakukan
oleh responden. Aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang akan
mempengaruhi kadar gula darahnya. Peningkatan penggunaan glukosa oleh otot
akan meningkat saat seseorang melakukan aktiitas yang tinggi. Hal tersebut
disebabkan glukosa endogen akan ditingkatkan untuk menjaga agar kadar gula di
dalam darah tetap seimbang. Pada keadaan normal, keseimbangan kadar gula
darah tersebut dapat dicapai oleh berbagai mekanisme dari sistem saraf, regulasi
glukosa, dan keadaan hormonal. Teori lain menyebutkan bahwa aktifitas fisik
secara langsung berhubungan dengan kecepata pemulihan gula darah otot. Saat
aktifitas fisik dilakukan, otot-otot dalam tubuh akan bereaksi menggunakan
glukosa yang disimpannya sehingga glukosa yang tersimpan akan berkurang.
Dalam keadaan tersebut akan terdapat reaksi otot yang mana otot akan mengambil
glukosa di dalam darah sehingga glukosa di dalam darah menurun dan hal tersebut
dapat meningkatkan kontrol gula darah.

Responden yang terlibat dalam percobaan ini adalah mahasiswa Fakultas


Kedokteran Universitas Jember angkatan 2018 yang secara umum melakukan
aktifitas fisik yang cukup sedikit atau rendah. Sehingga, hal ini kemungkinan
menyebabkan hasil pengukuran kadar glukosa darah responden tinggi. Selain itu,
kesalahan prosedural atau pengambilan serum saat percobaan berlangsung juga
dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan perhitungan, sehingga hasil
perhitungan menjadi lebih tinggi dari seharusnya.

Secara keseluruhan, hasil yang didapatkan pada percobaan ini berada di atas
kadar GDP (Gula Darah Puasa) normal. Kadar gula darah tinggi atau
hiperglikemia jika terus berlangsung akan menyebabkan penyakit diabetes melitus
atau kencing manis. Jika hiperglikemia menetap selama beberapa jam dan
menyebabkan dehidrasi, gejala lain mungkin terjadi, seperti sulit bernapas, pusing
saat berdiri, berat badan turun dengan cepat, sering mengantuk dan kebingungan,
serta tidak sadar atau koma.
4.2 UJI GLUKOSA URIN

Tabel hasil pengukuran kadar glukosa pada urin adalah sebagai


berikut :

U Biru Negatif (-), urine normal


G1 Hijau kekuningan keruh atau hijau Positif (+)
keruh, terdapat endapan
G2 Kuning keruh, terdapat endapan Positif (++)
C1 Hijau kekuningan keruh atau hijau Positif (+)
keruh, terdapat endapan
C2 Kuning keruh, terdapat endapan Positif (++)

Perubahan warna yang terjadi pada masing-masing tabung reaksi


dikarenakan adanya sifat glukosa yang bertindak sebagai reduktor pada larutan
benedict (CuSO4). Larutan benedict mengandung tembaga alkalis (basa) yang
pada awalnya berwarna biru, apabila dipanaskan dan ditambahkan glukosa
menyebabkan terjadinya perubahan warna pada benedict menjadi hijau,
kuning, jingga, sampai merah. Hal ini karena glukosa mereduksi ion Cupri
(Cu2+) pada benedict menjadi Cupro (Cu+) dalam bentuk Cu2O yang berupa
endapan berwarna merah. Semakin tinggi kadar glukosa maka warna merah
bata yang terbentuk semakin kuat atau semakin gelap. Karena pada prinsipnya,
semakin kuat sifat reduktor maka endapan yang terbentuk juga semakin
banyak.

Sementara itu, vitamin C merupakan zat non-gula yang memiliki sifat


sama dengan glukosa yaitu bertindak sebagai reduktor, sehingga adanya
penambahan zat tersebut juga dapat menyebabkan perubahan warna dan
terbentuknya endapan pada urine. Itulah sebabnya pada penambahan satu tetes
glukosa atau vitamin C akan menunjukkan warna yang hampir sama, begitu
juga pada penambahan lima tetes glukosa atau vitamin C.

Pada kondisi urine normal jika ditambah dengan larutan benedict, tanpa
penambahan glukosa atau vitamin C, akan tetap mempertahankan warna
benedict yaitu biru atau biru kehijauan. Apabila tetap menyebabkan perubahan
warna pada urine (hijau, kuning, jingga, sampai merah), berarti urine tersebut
mengandung glukosa.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum uji glukosa darah didapatkan kadar glukosa pada
sample plasma dengan reagen GOD-PAP sebesar 202.2 mg/dL, 130.5 mg/dL, dan
136.2 mg/dL dengan nilai absorbansi masing – masing sample sebesar 0.785 A,
0.597 A, dan 0.612 A.
Sedangkan dari hasil praktikum uji glukosa urin, dapat disimpulkan bahwa urin
yang mengandung glukosa mempunyai endapan serta berwarna jingga dan hijau kebiruan
(keruh). Pada tabung pertama yang berisi urin 1 ml tanpa larutan tambahan menghasilkan
warna biru, tabung kedua yang berisi urin 1 ml dengan larutan tambahan 1 tetes glukosa
menghasilkan warna hijau kekuningan, tabung ketiga yang berisi urin 1 ml dengan larutan
tambahan 5 tetes glukosa menghasilkan warna jingga, tabung ke empat yang berisi urin 1
ml dengan larutan tambahan 1 tetes vitamin C menghasilkan warna hijau kekuningan dan
pada tabung ke lima yang berisi urin 1 ml dengan larutan tambahan 5 tetes vitamin C
menghasilkan warna jingga.

5.2 Saran
Dalam melakukan praktikum diharapkan para peneliti melaksanakan
praktikum sesuai prosedur serta berhati hati dalam menggunakan serum darah
agar endapan dan cairan di atasnya tidak tercampur kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A. C., dan J. E. Hall. 2007. Textbook of Medical Physiology. Eleventh


Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh Irawati. 2008. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Murray, R. K., D. K. Granner, dan V. W. Rodwell. 2006. Harper’s Illustrated


Biochemistry. Twenty Seventh Edition. New York: Mcgraw-Hill
Companies. Terjemahan oleh B. U. Pandit. 2009. Biokimia Harper.
Jakarta: EGC

Nurayati, L., dan M. Adriyani. 2017. Hubungan aktifitas fisik dengan kadar gula
darah puasa penderita diabetes melitus tipe 2. Amerta Nutrition. 1: 80-87.

Sherwood, L. 2016. Human Physiology: From Cells to Systems. Ninth Edition.


Canada: Cengage Learning
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai