PERCOBAAN 1
PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA
Disusun oleh:
Kelompok C/1
Selyfia Pamungkasih 10060316077
Mita Yuniarti 10060316077
Predi Mubarok 10060316078
Risna Nurliani 10060316079
Nisa Fida Farhani 10060316080
2.1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Salah satu hasil
pencernaan karbohidrat adalah glukosa. Setelah diserap oleh usus halus, glukosa
akan segera masuk ke dalam darah. Dari darah, sebagian besar glukosa akan dibawa
mempunyai rumus molekul umum (CH2O)n. Yang pertama lebih dikenal sebagai
golongan aldosa dan yang kedua adalah ketosa. Dari rumus umum dapat diketahui
bahwa dari rumus umum karbohidrat, dapat diketahui bahwa senyawa ini adalah
digunakan oleh sel-sel pada jaringan otot sebagai sumber energi. Energi yang
terkandung dalam karbohidrat pada dasarnya berasal dari energi matahari yaitu
glukosa yang dibentuk dari karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari.
bagi kehidupan di bumi ini. Bukan hanya sebagai sumber energi utama bagi
makhluk hidup, tetapi juga sebagai senyawa yang menyimpan energi kimia. (Zulfa,
dkk. 2014).
senyawa lemak seperti protein, menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh.
yang terdapat dalam otot sekitar 245-350 gram, dalam hati sekitar 90-108 gram dan
di darah dalam bentuk glukosa sekitar 17 gram. Kebutuhan karbohidrat pada setiap
manusia berbeda-beda. Kebutuhan tubuh kita akan karbohidrat per hari adalah 50
karbohidrat lain. Bentuk lain dibedakan kembali menurut jumlah atom C yang
dimiliki dan sebagai aldosa dan ketosa. Monosakarida yang terpenting adalah
glukosa, galaktosa dan fruktosa (Yazid & nursanti, 2006). Menurut Poedjiadi dan
molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan
dengan cara hidrolisis menjadi karbohidrat lain. Tiga senyawa gula yang penting
a. Glukosa: glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena
berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam
susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis daripada glukosa dan kurang
yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Dipiro, et. al., 2015).
karena defisiensi insulin yang absolut maupun relatif. Kurangnya hormon insulin
dalam tubuh yang dikeluarkan dari sel β pankreas mempengaruhi metabolisme
darah erat diatur oleh insulin sebagai regulator utama perantara metabolisme. Hati
sebagai organ utama dalam transport glukosa yang menyimpan glukosa sebagai
Tipe penyakit diabetes melitus terdiri dari tipe 1 dan tipe 2 yaitu: (Dipiro, et.
al.,2015).
a. Diabetes melitus tipe 1 (5 - 10% kasus) biasanya terdapat pada masa anak-
b. Diabetes melitus tipe 2 sebanyak 90% kasus diabetes dan biasanya ditandai
glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Darah manusia normal
mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi tetap, yaitu antara 70 – 100
mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah dapat bertambah setelah kita makan-makanan
sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam setelah itu, jumlah glukosa darah akan
kembali pada keadaan semula. Pada penderita diabetes melitus, jumlah glukosa
darah lebih besar dari 130 mg per 100 ml darah (Poedjiadi, 2009).
Glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa dalam
darah yang konsentrasinya diatur ketat oleh tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui
darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat glukosa
dalam darah bertahan pada batas-batas 4-8 mmol/L/hari (70-150 mg/dL), kadar ini
meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah di pagi hari
Gula darah pada orang sehat dikendalikan oleh insulin. Insulin adalah hormon
yang dibuat oleh pankreas. Insulin membantu glukosa dalam darah masuk ke sel
untuk menghasilkan tenaga. Gula darah yang tinggi dapat berarti bahwa pankreas
tidak memproduksi cukup insulin, atau jumlah insulin cukup namun tidak bereaksi
secara normal. Hal ini disebut dengan resistensi insulin (Girindra, 1990).
Glukosa dalam tubuh dapat berasal dari beberapa sumber. Pertama, glukosa
berasal dari makanan yan berupa gula atau karbohidrat yang kemudian dicerna
menjadi glukosa dan gula sederhana lain. Kedua, glukosa disintesa dari sumber
energi lain terutama oleh hati yang dikenal dengan gluconeogenesis. Ketiga,
glukosa yang tersimpan dalam hati, otot dan jaringan lain dalam bentuk glikogen
(Girindra, 1990).
Proses metabolisme glukosa yang terjadi sesaat setelah kita makan yaitu
konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan sel ß
memproduksi hormon insulin sehingga konsentrasi insulin dalam darah pun akan
proses tersebut, kadar glukosa dalam tubuh akan kembali menurun dan kembali
yang tidak kuat atau darah terlalu banyak mengandung insulin. Jika terjadi
peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia), berarti insulin yang beredar tidak
mencukupi atau tidak berfungsi dengan baik (resisten) dan kondisi inilah yang
disebut sebagai Diabetes melitus. Kadar gula darah puasa yang mencapai lebih dari
berpuasa selama 8-10 jam (Depkes RI, 1999). Kadar gula darah puasa
normal berada pada kisaran 70-110 mg/dL dan peningkatan kadar glukosa
(Hendromartono, 1998).
b. Glukosa 2 jam pp: pemeriksaan glukosa yang dilakukan 2 jam dihitung
(Hendromartono, 1998).
kondisi tubuh pasien tersebut (Depkes RI, 1999). Kadar normal gula darah
Terdapat dua metode utama yang digunakan untuk penentuan glukosa yaitu:
a. Metode kimiawi
bahan indikator yang akan berubah warna apabila tereduksi. Akan tetapi metode ini
tidak spesifik karena senyawa-senyawa lain yang ada dalam darah juga dapat
dengan akromatik amin dan asam asetat glasial pada suasana panas, sehingga
terbentuk senyawa berwarna hijau kemudian diukur secara fotometri (Depkes RI,
2005).
terjadinya kesalahan besar bila dibandingkan dengan metode enzimatik. Selain itu,
reagen-reagen pada metode kimiawi ini bersifat korosif pada alat laboratorium
b. Metode ezimatik
Metode enzimatik yang umumnya menggunakan kerja enzim glukosa
oksidase atau heksokinase yang bereaksi pada glukosa, tetapi tidak pada gula lain
(misal: fruktosa, galaktosa, dan lain-lain) dan pada bahan pereduksi. Contoh metode
di laboratorium yang ada di Indonesia. Sekitar 85% dari peserta Program Nasional
peroksida. Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan phenol dan 4-amino
berwarna merah muda dan dapat diukur dengan fotometer pada panjang gelombang
546 nm. Intensitas warna yang terbentuk setara dengan kadar glukosa darah yang
terdapat dalam sampel. Digunakannya enzim glukosa oksidase pada reaksi pertama
menyebabkan sifat reaksi pertama spesifik untuk glukosa (Depkes RI, 2005).
yang dianjurkan oleh WHO dan IFCC. Baru sekitar 10% laboratorium yang ikut
RI, 2005).
Pada metode ini digunakan dua macam enzim yang baik karena kedua enzim
ini spesifik. Akan tetapi, metode ini membutuhkan biaya yang relatif mahal
Alat Bahan
IV. PROSEDUR
selama 30 hari pada suhu 2oC – 8oC). Disiapkan 3 tabung reaksi yang terdiri dari
tabung tes, tabung standar dan tabung blangko. Pada tabung tes ditambahkan reagen
1 µL dan serum 10 µL. Pada tabung standar ditambahkan reagen 1 µL dan standar
Dikocok hingga rata dan sentrifuga dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
Pada tabung tes ditambahkan supernatan 100 µL dan reagensia warna 1,0 mL.
Pada tabung standar ditambahkan supernatan 100 µL dan reagensia warna 1,0 mL.
Pada tabung blangko ditambahkan reagensia warna 1,0 mL. Dibiarkan pada suhu
37oC selama 10 menit atau pada suhu kamar selama 20 menit. Dibaca absorbansi
pada larutan tes dan standar terhadap blangko pada panjang gelombang 505 nm
V. DATA PENGAMATAN
Standar 0,241
Uji 1 0,105
Uji 2 0,296
Uji 3 0,972
Uji 4 0,340
Uji 5 0,221
0,296
Uji 2 = 0,241 × 100 = 122,821 mg/dL
0,972
Uji 3 = 0,241 × 100 = 403,319 mg/dL
0,340
Uji 4 = 0,241 × 100 = 141,078 mg/dL
0,221
Uji 5 = 0,241 × 100 = 91,701 mg/dL
̅)
5.3. Perhitungan Rata-rata (𝑿
0,105 + 0,296 +0,972 + 0,340 + 0,221
Rata-rata = = 160,497 mg/dL
5
(𝑋𝑛−𝑋̅ )2 + (𝑋𝑛−𝑋̅ )2 +⋯
SD = √ 𝑛−1
= 140,680 mg/dL
140,680
= × 100% = 87,652%
160,497
5.6. Dokumentasi
5.7. Kesimpulan
bahwa kadar glukosa sewaktu normal karena nilainya < 180 mg/dL.
Nilai RSD yang diperoleh yaitu 87,652%, yang mengartikan tidak normal
VI. PEMBAHASAN
pada makhluk hidup. Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan
kadar glukosa dalam sampel serum darah yang digunakan, mengetahui metode yang
dapat digunakan untuk menentukan kadar glukosa darah dan mengetahui fungsi
Pemeriksaan kadar glukosa pada percobaan ini dilakukan terhadap serum darah,
karena eritrosit memiliki kadar protein yang lebih tinggi daripada serum.
Sedangkan serum memiliki kadar air yang lebih tinggi sehingga berisi lebih banyak
glukosa. Selain itu, serum tidak menggumpal seperti plasma darah yang
Standar dan blangko juga disiapkan untuk perbandingan. Ketiga tabung (blangko,
volume yang telah ditentukan: blangko terdiri dari 10µL aquadest dan 1 mL reagen,
standar terdiri dari 1 mL reagen dan 10µL standar, uji terdiri dari 1 mL reagen dan
10µL serum.
Reagen yang digunakan dalam percobaan ini terdiri atas enzim glukosa
waktu inkubasi untuk menyesuaikan dengan suhu tubuh. Jika waktu inkubasi
kurang dari waktu inkubasi optimum, maka enzim tidak akan bereaksi
sempurna. Sedangkan apabila waktu inkubasi lebih dari waktu inkubasi optimum,
Metode yang digunakan dalam penentuan kadar glukosa kali ini adalah
glukanoat dan hidrogen peroksida. Peroksida yang terbentuk bereaksi dengan fenol
GOD-PAP memiliki kelebihan, yaitu presisi tinggi, akurasi tinggi, spesifik dan
relatif bebas dari gangguan (Kadar hematokrit, vitamin C, lipid, volume sampel,
dan suhu). Metode enzimatik dipilih karena dapat dilakukan dengan cepat dan
dianggap ketelitiannya lebih tinggi, sehingga akan diperoleh hasil yang lebih akurat
(Subiyono, 2016).
memegang kuvet, yaitu harus dipegang pada bagian buram, karena jika pada bagian
Spektrofotometer UV-vis terletak pada daerah ultra violet dan sinar tampak
digunakan pada percobaan ini 505 nm, berarti pada larutan standar dan sampel
percobaan molekul mengalami transisi elektron ŋ→π* pada saat penyinaran. Gugus
yang mengalami transisi elektron ŋ→π* ialah gugus karboksilat, yang terdapat pada
sampel (serum) yaitu gugus karboksilat berasal dari hasil reaksi dasar oksidasi
gelombang ini, hasilnya akan terdeteksi. Sesuai dengan teori, bahwa hasil yang
terbesar, yaitu pada saat senyawa berwarna yang terbentuk telah optimum, sehingga
2012).
batasan nilai normal konsentrasi glukosa standar yakni dari skala 60-110 mg/dL.
Absorbansi dapat diukur karena dihasilkan suatu derivat senyawa yang berwarna
merah violet (Suyono, 2009). Hasil absorbansi untuk larutan standar adalah 0,241.
kandungannya sama dengan metode yang sama. Hasil absorbansi yang diperoleh
0,340 dan sampel 5 0,221. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya
pemipetan serum dan reagen yang kurang tepat, ketidakbersihan alat sehingga
kuvet.
dilakukan perhitungan. Hal ini dilakukan agar nilai glukosa sampel dapat diketahui.
Dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu didapatkan rata-rata kadar
glukosa darah yaitu 160,497 mg/dL. Berdasarkan nilai normalnya kurang dari 180
mg/dL, maka dilihat dari data tersebut hasil pemeriksaan tergolong normal. Sampel
memiliki nilai standar deviasi 140,680 dengan nilai RSD yang diperoleh yaitu
87,652%. Hasil tersebut jauh melebihi nilai normal yang mana nilai normalnya
berada pada rentang 0-2%. Maka analisis yang dilakukan oleh praktikan memiliki
Pada percobaan kali ini dapat disimpulkan dalam menentukan kadar glukosa
dalam sampel metode penentuan kadar glukosa yang di gunakan adalah metode
spesifitas yang tinggi, karena hanya glukosa yang akan terukur. Reaksi indikasi
glukosa darah yaitu 160,497 mg/dL. Berdasarkan nilai normalnya <180 mg/dL,
maka dilihat dari data tersebut hasil pemeriksaan tergolong normal. Sampel
memiliki nilai standar deviasi 140,680 mg/dL dengan nilai RSD yang diperoleh
yaitu 87,652%, yang mana nilai normalnya berada pada rentang 0-2%.
Koestadi. (1989). Kimia Klinik Teori dan Praktek Darah. Kediri: AAK Bhakti
Wiyata.
Mayes. P. A., Robert K., Murray, daryl. K., Granner, Victor W., Redwell. (2001).
Jakarta: UI Press.
Riyani, A. (2009). Laporan Praktikum Kimia Klinik II. Bandung: Analis Kesehatan
Bandung.
Sacher, Ronald A., Richard A and Mcpherson. (2006). Tinjauan Klinis Hasil
EGC.
Vol. 5, No. 1.
Sumardjo, Damin. (2009). Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran EGC.
Penyakit.
Analis. Yogyakarta.