DARAH
Oleh :
Jl. Pajajaran No. 1 Pamulang Barat, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan Banten 15417
BAB I
PENDAHULUAN
Pada umumnya orang Indonesia tidak dapat meninggalkan kebiasaan makan nasi
yang merupakan makanan pokok. Bahkan, ada yang merasa belum makan kalau belum
makan nasi. Makanan yang mengandung atau terbuat dari tepung seperti nasi, ketan,
mi, bihun, singkong, ubi, kentang, roti, serta berbagai kue juga merupakan sumber gula
(glukosa). Karena itu, penderita diabetes harus waspada ketika mengkonsumsi makanan
tersebut.
Kadar gula darah yang berlebihan disebabkan oleh tidak sempurnanya proses
metabolisme zat makanan dalam sel tubuh. Zat gizi dan sari makanan diserap di usus
halus dan dibawa darah ke dalam sel. Di dalam sel, sari-sari makanan tersebut diubah
menjadi energi atau pun zat lain yang diperlukan tubuh.
Jika proses pengangkutan zat gula darah (glukosa) kedalam sel terganggu, maka
glukosa tidak dapat terserap kedalam sel dan tertinggal di dalam darah. Inilah yang
menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi. Penyerapan glukosa ke dalam sel
dibantu oleh sejenis hormon yang disebut insulin.
Untuk memelihara kadar gula darah yang normal dalam tubuh di makanan yang
dikonsumsi dengan membatasi konsumsi makanan yang manis-manis dan asupan
karbohidrat.
Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen
yaitu humoral factor seperti hormon insulin, glukagon, kortisol, sistem reseptor di otot
dan sel hati. Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
serta aktivitas fisik yang dilakukan. Seiring arus globalisasi menyebabkan terjadinya
perubahan pola hidup yang cenderung mengacu pada gaya hidup tidak sehat. Konsumsi
makanan siap saji (junk food) dan makanan instan semakin meningkat di kalangan
masyarakat Indonesia terutama pada daerah-daerah yang mengalami akulturasi. Selain
itu, karena terjadinya peningkatan kesibukan kerja menyebabkan adanya
kecenderungan untuk mengurangi aktivitas fisik seperti olah raga.
Perubahan pola hidup ini tidak hanya dapat kita jumpai pada masyarakat perkotaan
saja tetapi sudah mulai merambah ke daerah pinggiran kota yang merupakan
masyarakat semi-urban. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dapat
memperburuk kondisi kesehatan mereka dan memicu terjadinya berbagai penyakit
kronis seperti DM. Selama ini diagnosis DM hanya diperoleh dari masyarakat/ pasien
yang datang ke pusat-pusat kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Upaya
deteksi dini terhadap penyakit ini seperti skrining kadar gula darah belum pernah
dilakukan. Perlunya deteksi dini dilakukan adalah untuk pengendalian dan mencegah
terjadinya komplikasi.
Menyadari hal ini, deteksi dini terhadap penyakit-penyakit kronis seperti DM sangat
perlu dilakukan terhadap masyarakat yang mempunyai faktor risiko baik karena pola
hidup tidak sehat dan faktor keturunan. Deteksi dini terhadap DM dapat dilakukan
melalui skrining dengan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu. Selain itu,
keberhasilan dalam pencegahan timbulnya DM dan pengendalian kadar gula darah pada
penderita DM tergantung pada prilaku masyarakat. Perubahan prilaku menuju pola
hidup sehat dalam rangka pencegahan dan pengendalian DM yang benar akan dapat
diwujudkan apabila masyarakat mempunyai pengetahuan yang cukup tentang DM.
Oleh karena itu, selain melalui skrining untuk deteksi dini, juga dapat dilakukan
penyuluhan DM sehingga masyarakat mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
DM.
1.2 Tujuan
1. Tujuan praktikum kali ini, adalah untuk menetapkan diagnosa, mengetahui adanya
glukosa didalam darah, mengetahui penyebab penyakit DM serta mengetahui akibat
dan gejala yang ditimbulkan apabila kadar gula darah tinggi atau rendah.
2. Untuk mengetahui kadar hemoglobin didalam darah dengan menggunakan metode
sahli
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak atau berlebihan,
yang akhirnya akan menjadi penyakit yang disebut Diabetes Melitus (DM) yaitu suatu
kelainan yang terjadi akibat tubuh kekurangan hormone insulin, akibatnya glukosa tetap
beredar di dalam aliran darah dan sukar menembus dinding sel. Keadaan ini biasanya
disebabkan oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai
dengan poliuria, polidipsi, dan poliphagia, serta kelelahan yang parah dan pandangan yang
kabur. (Nabyl, 2009).
2.4 Hipoglikemia
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan dimana kadar
glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena ketidak seimbangan
antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom
hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas,
gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat
dan terkadang sampai hilang kesadaran (syok hipoglikemia). (Nabyl, 2009).
2) Metode kondensasi
Pada metode kondensasi, glukosa dikondensasikan dengan orto-toluidin dengan
pemanasan dalam asam asetat glasial membentuk glukosilamin dan kemudian
membentuk basa schiff yang mempunyai warna hijau. Basa schiff yang berwarna
hijau tersebut serapannya sebanding dengan kadar glukosa darah. Prinsip
reaksinya adalah sebagai berikut :
b. Metode enzimatis
1) Metode glukosa oksidase
Pada metode glukosa oksidase, glukosa dengan adanya oksigen akan dioksidasi
oleh enzim glukosa oksidase membentuk asam glukoronat dan hidrogen
peroksida. Selanjutnya hidrogen peroksida yang terbentuk akan mengoksidasi
kromogen yang dikatalisis oleh enzim peroksidase sehingga membentuk
kromogen teroksidasi yang berwarna. Jumlah produk berwarna yang terbentuk
sesuai dengan kadar glukosa darah. Prinsip reaksinya sebagai berikut :
Kromogen yang sering digunakan adalah orto-toluidin yang memberikan warna biru.
2) Metode heksokinase
Pada metode heksokinase, glukosa dengan adanya ATP difoforilasi oleh enzim
heksokinase menghasilkan glukosa-6-fosfat dan ADP. Selanjutnya glukosa-6-
fosfat dengan NADP oleh enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase diubah
menjadi 6- fosfoglukonat dan NADPH. NADPH yang terbentuk dapat diukur
serapannya dan sebanding dengan kadar glukosa darah.
B. Bahan
zink sulfat 0,45 %
NaOH 0,1 N
k3Fe (CN)6 0,005 N
KI
asetil acid
amilum
Na2S2O3 0,005 N
Tricloroacetat
serum sampel
serum standar glukosa
darah kapiler
reagen ortotoluidin
C. Cara kerja
Pembuatan Larutan Standar Glukosa
1. Timbang 50 mg glukosa dan masukkan kedalam labu ukur 50 ml
2. Adkan dengan aquadest sampai tanda batas
Campurlah baik-baik dan sentrifuge 10 menit /500 rpm filtratnya pipetkan kedalam tabung
sebagai berikut :
Zat Sampel Standar Blanko
Filtrat serum sampel 0,5 ml - -
Filtrat standar glukosa - 0,5 ml -
Larutan tricloroasetat - - 0,5 ml
Pereaksi warna 3,0 ml 3,0 ml 3,0 ml
ortotoluidin
Campurkan baik – baik dan panaskan dalam air mendidih, kemudian segera
dinginkan , setelah dingin baca absorban dari sampel dan standar terhadap blanko. absorbance
maxsimun 630 nm dan filter 578 nm.
St =
50 ml/50 ml
100 ml/100ml
100 mg%
Kelompok I =
Cs = As/ Ast x (st) mg %
Cs = 1,215/ 0,195 x 100 mg % = 623,07 mg %
Kelompok II =
Cs = As/ Ast x (st) mg %
Cs = 1,017 / 0,268 x 100 mg % = 379,47 mg %
Kelompok III =
Cs = As/ Ast x (st) mg %
Cs = 0,997/ 0,228 x 100 mg % = 524 ,74 mg %
Kelompok IV =
Kelompok V =
Cs = As/ Ast x (st) mg %
Cs = 0,785 / 0,105 x 100 mg % = 747,61 mg %
4.2 Pembahasan
Gula darah terdiri dari glukosa, fruktosa dan galaktosa. Glukosa merupakan
monosakarida yang paling dominan dan digunakan sebagai bahan bakar. Kadar gula darah
bergantung pada waktu pengukuran (sebelum atau sesudah makan), jenis makanan dan
metode yang digunakan dalam pemeriksaanya.
Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen
yaitu humoral factor seperti hormon insulin, glukagon, kortisol, sistem reseptor di otot
dan sel hati. Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta
aktivitas fisik yang dilakukan. Seiring arus globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan
pola hidup yang cenderung mengacu pada gaya hidup tidak sehat.
Bila level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal
yang disebut hipoglikemia. Gejala-gejalanya adalah perasaan lelah, fungsi mental yang
menurun, rasa mudah tersinggung, dan kehilangan kesadaran. Bila levelnya tetap tinggi,
yang disebut hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat.
Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang
berkepanjangan pula yang berkaitan dengan diabetes, termasuk kerusakan pada mata,
ginjal, dan saraf. Peningkatan rasio gula darah disebabkan karena terjadi percepatan laju
metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis yang terjadi pada hati.
Pada praktikum dilakukan pemeriksaan glukosa darah dengan menggunakan sampel
darah kapiler dan serum sampel darah yang telah ditambahkan dengan reagen kit glukosa.
Kadar glukosa serum sewaktu (kapan saja, tanpa mempertimbangkan makan terakhir)
sebesar ≥ 200 mg/dl, kadar glukosa plasma/serum puasa yang mencapai > 126 mg/dl, dan
glukosa plasma/serum 2 jam setelah makan (post prandial) ≥ 200 mg/dl biasanya menjadi
indikasi terjadinya diabetes mellitus.
Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh
kekurangan insulin.
Pada praktikum ini, kami menggunakan gula darah sewaktu sebagai pemeriksaan
glukosa. Glukosa darah sewaktu adalah gula darah yang diambil pada waktu yang tidak
ditentukan. Sedangkan Metode yang digunakan adalah metode non enzimatis dan metode
enzimatis. Metode non enzimatis salah satunya adalah dengan metode ortotoluidin dan
metode enzimatis dengan menggunakan glukotest (nesco).
Pada pemeriksaan glukosa darah non enzimatis ( metode ortotoluidin) pada kelompok
4 didapatkan hasil pemeriksaan yaitu 524, 74 mg %. Sedangkan metode enzimatis
didapatkan kadar glukosa darah menggunakan darah kapiler yaitu 92 mg/dl dan 118 mg/dl.
Berdasarkan pada literature, metode non enzimatis kurang efektif untuk menentukan kadar
gula darah dikarenakan selain glukosa, zat-zat lain selain glukosa ikut terbaca seperti
fruktosa, laktosa, galaktosa dan vitamin C. Sedangkan metode enzimatis spesifik untuk
glukosa dan lebih teliti . Pada praktikum ini, metode enzimatis didapatkan kadar yang
normal pada glukosa darah sewaktu dan adanya glukosa yang normal .Hal ini menunjukkan
bahwa praktikan tersebut tidak ditemukan indikasi penyakit diabetes mellitus, karena kadar
glukosa darah sewaktu tidak ≥ 200 mg/dl.
Penetapan Hb metode Sahli didasarkan at as pembentukan hematin asam setelah
darah ditambah dengan larutan HCl 0.1N kemudian diencerkan dengan aquadest.
Pengukuran secara visual dengan mencocokkan warna larutan sampel dengan warna batang
gelas standar. Metode ini memiliki kesalahan sebesar 10-15%, sehingga tidak dapat untuk
menghitung indeks eritrosit.
Terdapat bermacam-macam cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang
sering dikerjakan di laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli
dan fotoelektrik cara sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik,
karena tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam misalnya
karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin. Selain itu alat untuk
pemeriksaan hemoglobin cara Sahli tidak dapat distandarkan, sehingga ketelitian yang
dapat dicapai hanya ±10%.
Pada praktikum ini, kami memeriksa hb dengan metode sahli, dan didapatkan kadar
Hb yaitu Aldillah nasriana putri yaitu 9,8 g/dl dan erine febrian yaitu 10,4 g/dl.
Berdasarkan hasil tersebut didapatkan kadar Hb yang kurang normal. (pada wanita normal
12 -14 g/dl). Hal ini belum tentu bahwa kedua praktikan kekurangan hb. Faktor yang
mempengaruhi adalah metode pemeriksaan yang digunakan bahwa metode sahli
membuktikan bahwa ketelitian hanya ±10%. Cara sianmethemoglobin adalah cara yang
dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin di laboratorium karena larutan standar
sianmethemoglobin sifatnya stabil, mudah diperoleh dan pada cara ini hampir semua
hemoglobin terukur kecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini ketelitian yang dapat dicapai ±
2%.
Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian basil sebaiknya
diketahui cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari umur
dan jenis kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang
dewasa yaitu berkisar antara 13,6 - 19, 6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan
pada umur 3 tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 - 12,5 g/dl. Setelah itu secara
bertahap kadar hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa
yaitu berkisar antara 11,5 - 14,8 g/dl. Pada pria dewasa kadar hemoglobin berkisar antara
13 - 16 g/dl sedangkan pada wanita dewasa antara 12 - 14 d/dl, Pada wanita hamil terjadi
hemodilusi sehingga untuk batas terendah nilai rujukan ditentukan 10 g/dl, Pada keadaan
fisiologik kadar hemoglobin dapat bervariasi.
Kadar hemoglobin meningkat bila orang tinggal di tempat yang tinggi dari
permukaan laut. Pada ketinggian 2 km dari permukaan laut, kadar hemoglobin kira- kira 1
g/dl lebih tinggi dari pada kalau tinggal pada tempat setinggi permukaan laut. Tetapi
peningkatan kadar hemoglobin ini tergantung dari lamanya anoksia, juga tergantung dari
respons individu yang berbeda-beda. Kerja fisik yang berat juga dapat menaikkan kadar
hemoglobin, mungkin hal ini disebabkan masuknya sejumlah eritrosit yang tersimpan
didalam kapiler-kapiler ke peredaran darah atau karena hilangnya plasma. Perubahan sikap
tubuh dapat menimbulkan perubahan kadar hemoglobin yang bersifat sementara. Pada
sikap berdiri kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada berbaring. Variasi diurnal juga telah
dilaporkan oleh beberapa peneliti, kadar hemoglobin tertinggi pada pagi hari dan terendah
pada sore hari.
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
1. Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor
endogen yaitu humoral factor seperti hormon insulin, glukagon, kortisol; sistem
reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara lain jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi serta aktivitas fisik yang dilakukan.
2. Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme dengan kadar gula darah yang
tinggi. Dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin
sesuai kebutuhan tubuh.
3. Pada pemeriksaan glukosa darah non enzimatis ( metode ortotoluidin) pada
kelompok 4 didapatkan hasil pemeriksaan yaitu 524, 74 mg %. Sedangkan
metode enzimatis didapatkan kadar glukosa darah menggunakan darah kapiler
yaitu 92 mg/dl dan 118 mg/dl dan kadar yang normal pada glukosa darah
sewaktu dan adanya glukosa yang normal .Hal ini menunjukkan bahwa
praktikan tersebut tidak ditemukan indikasi penyakit diabetes mellitus, karena
kadar glukosa darah sewaktu tidak ≥ 200 mg/dl.
4. Cara sahli ini bukanlah cara yang teliti. Kelemahan metode ini berdasarkan
kenyataan bahwa kolorimetri visual tidak teliti, bahwa hemati asam itu bukanlah
merupakan larutan sejati dan bahwa alat itu tidak dapat distandarkan. Cara ini
juga kurang baik karena tidak semua macam hb diubah menjadi hematin asam,
umpamanya karboxyhemoglobin, methemoglobin dan sulfahemoglobin.
DAFTAR PUSTAKA
Febrian, Erine. 2014. Laporan Praktikum Biokimia Klinik Pemeriksaan Glukosa Darah.
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau. Diunduh pada tanggal 13 Desember 2021 jam 09.30
WIB.
Ganong w. 2003. Fisiologi kedokteran edisi 14. Jakarta: penerbit buku kedokteran egc.
K. Murray dan robert, dkk. 2003. Biokimia harper. Jakarta: penerbit buku kedokteran egc.
Lehninger al. 1982. Dasar-dasar biokimia jilid 1. Suhartono mt, penerjemah. Jakarta:
erlangga.
Sloane e. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Penerbit buku. Jakarta: penerbit buku
kedokteran egc.
Sudarmaji, s, dkk. 1989. Analisa bahan makanan dan pertanian. Yogyakarta: penerbit
liberty.
Winarno. 2002. Kimia pangan dan gizi. Jakarta: pt. Gramedia pustaka utama