Anda di halaman 1dari 105

LAPORAN PRAKTIKUM

UJI KANDUNGAN PROTEIN, VITAMIN, KARBOHIDRAT,


ENZIM, LIPID

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Biokimia


yang diampu oleh Dr. Betty Lukiati, M.S. dan Rahmi Masita, S.Si., M.Sc.

Oleh Kelompok 3 Offering G:


Awil Endar Pramesti (180342618095)
Nanda Irna Damayanti (180342618084)
Neiscya Dhitya Amrita (180342618042)
Nur Hamid Fuadi (180342618054)
Nur Raiyan Jannah (180342618004)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
APRIL 2019
UJI KANDUNGAN PROTEIN

A. TUJUAN
1. Mampu menjelaskan secara umum protein berdasarkan struktur, sifat, dan
reaksi kimianya serta pemahaman yang mendasari prosedur identifikasi
protein dan asam amino.
2. Mampu melakukan uji identifikasi protein serta melaporkan lisan dan
tertulis hasil uji tersebut baik secara ringkas atau uraian.

B. DASAR TEORI
Protein adalah unsur pokok alat tubuh dan jaringan lunak tubuh. Zat
tersebut digunakan sebagai zat pembangun, perbaikan & pertumbuhan sel, sebagai
penyeimbang asam & basa, sebagai pembentuk atau menstimulasii enzim &
hormon (Anggorodi, 1995). Sedangkan menurut (Katili, 2009) protein adalah
makromolekul yang tersusun dari bahan dasar asam amino. Protein terdapat dalam
sistem hidup semua organisme baik yang berada pada tingkat rendah maupun
organisme tingkat tinggi.
Protein dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisinya, antara lain
a. Protein Sederhana
1. Albumin, protein larut dalam air dan larutan garam encer.
2. Globulin, tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan encer
garam.
3. Histon, protein basa karena banyak mengandung asam amino
bermuatan positif.
4. Globin, mengandung arginin dan triptofan dalam jumlah sama,
mengandung histidin juga tetapi tidak mengandung isoleusin.
5. Glutelin, tidak larut dalam larutan netral tapi larut dalam basa dan
asam encer.
6. Prolamin, banyak terdapat pada sayuran. Tidak larut dalam alkohol
absolut.
b. Protein Kompleks
1. Fosfoprotein, hidrolisisnya menghasilkan asam amino dan asam
fosfat.
2. Glikoprotein, merupakan turunan karbohidrat.
3. Khromoprotein, protein dengan gugus prostetik yang berpigmen.
4. Nukleoprotein
5. Lipoprotein
6. Flavoprotein
7. Metaloprotein. (Soedarmo et al., 1988)

Protein dapat dibagi menjadi dua golongan utama berdasarkan bentuk dan
sifat-sifat tertentu, yaitu protein globuler dan protein serabut. Pada protein
globuler, rantai polipeptida berlipat-lipat rapat menjadi bentuk globuler atau bulat
padat. Sedangkan protein serabut merupakan molekul serabut panjang dengan
rantai polipeptida yang memanjang pada satu sumbu dan tidak berlipat menjadi
bentuk globuler (Lehninger, 1997)
Pada dasarnya, protein tersusun atas asam amino-asam amino, yang diikat
oleh ikatan peptida. Pengadaan dan penyediaan asam amino terjadi amat penting
oleh karena senyawa tersebut dipergunakan sebagai satuan penyusun protein.
Kemampuan jasad hidup untuk membentuk asam amino tidak sama. Asam amino
digolongkan de dalam asam amino nir-esensial adalah alanin, prolin, glisin, serin,
sistein, tirosin, asparagin, glutamin, asam aspartat, dan asam glutamat. Jasad
hidup tingkat tinggi tidak dapat mensintesa asam amino esensial. Mekanisme
reaksi pembentukanya disusun dari biosintesa asam tersebut adalah valin, leusin,
isoleusin, fenilalanin, triptofan, metionin, treonin, ornitin, arginin, histidin
(Martoharsono, 2000).
Setiap protein memiliki jumlah dan urutan asam amino yang spesifik.
Perubahan posisi asam amino dalam rantai akan menghasilkan protein baru
dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Struktur protein merefleksikan fungsi
biologisnya. Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur
primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener
(tingkat empat). (Murray, 1999). Struktur primer protein merupakan urutan asam
amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida).
Sementara itu, struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dan
berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan
hidrogen (Wahjudi, 2003).
Protein berfungsi memindahkan berbagai senyawa melalui aliran darah dan
melewati membran. Fungsi terpentingnya yaitu sebagai enzim (katalisator) untuk
mempercepat reaksi biokimia. Fungsi lainnya yaitu sebagai pemicu otot untuk
berkontraksi. Protein dalam bentuk antibodi dan komponen lain dalam sistem
kekebalan, dapat melindungi dari infeksi organisme asing. Protein juga mampu
mencegah kehilangan darah dengan membentuk serangkaian proses yang diakhiri
dengan pembentukan pembekuan darah.
Protein dapat diuji dengan beberapa percobaan, yang dapat dipelajari
dalam ilmu Biokimia. Pengujian protein antara lain uji biuret, uji molisch, uji
xanthoprotein, uji ninhydrine, uji millon, uji Hopkins-Cole, dan uji amonium
sulfat.
Uji Biuret. Uji biuret dilakukan untuk mengetahui adanya ikatan peptida
dalam protein. Larutan peptida yang ditambahkan NaOH dan CuSO 4
menghasilkan warna ungu.
Uji Millon. Uji Millon dilakukan untuk mengetahui adanya asam amino
tirosin pada protein. Larutan albumin yang ditambahkan HgSO4 yang sudah
dididihkan dengan cara pemanasan selama 10 menit, kemudian didinginkan
dengan mengalirkan air kran lalu ditambahkan kristal NaNO 3 kemudian
dipanaskan kembali , menghasilkan endapan berwarna merah bata yang
menunjukkan bahwa reaksinya positif.
Uji Hopskin-Cole. Uji Hopskin-Cole dilakukan untuk mengetahui adanya
asam amino triptpophan pada asam amino. Reaksi yang terjadi menghasilkan
warna biru tua keunguan.
Uji Xanthoprotein. Tujuan dilakukannya uji Xanthoprotein adalah untuk
mengetahui adanya asam amino aromatik pada protein yang meliputi tirosin,
triptofan, dan fenilalanin. Percobaan yang dilakukan menghasilkan endapan
kuning.
Uji Molisch. Uji Molisch dilakukan untuk mengidentifikasi gugus
karbohidrat pada protein. Albumin yang ditambah reagen Molisch dan H2SO4
pekat menghasilkan larutan berwarna merah hati yang mengandung sedikit
gelembung dan terdapat warna ungu yang membentuk semacam cincin.
Uji Ninhydrin atau tes ninhydrin digunakan untuk menunjukkan adanya
asam amino dalam zat yang di uji. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya
kompleks berwarna biru keunguan.
Uji Amonium Sulfat. Hasil positif ditandai dengan adanya endapan pada
larutan yang telah direaksikan dengan amonium sulfat jika reaksinya positif.

C. ALAT DAN BAHAN


a) Alat
1. Tabung Reaksi
2. Rak Tabung
3. Pipet Tetes
4. Beaker glass
5. Kassa
6. Spiritus
7. Gelas ukur 10ml
8. Penjepit tabung
9. Serbet
10. Cawan
11. Spatula
12. Kaki tigas
b) Bahan
1. Kertas label
2. Daging ikan
3. Susu sapi
4. Susu kedelai
5. Albumin telur
6. Larutan NaOH 10%
7. Larutan CuSO4
8. Larutan alpha-haftol
9. Larutan H2SO4
10. Larutan HNO3 pekat
11. Larutan NaOH 40%
12. Millon
13. Larutan NaNO2
14. Larutan Ninhydrin
15. Reagen Hopkins-Cole
16. Larutan HCl 2%
17. Larutan Asam Sulfanilat 2%
18. Reagen Asam Trichloasetat
19. Reagen Asam Fosfotungstat
20. Reagen Asam Fosfomolidat
21. Reagen Asam Sulfosalisidat
22. Reagen alkohol 95%
23. Reagen perak nitrat 2%
24. Reagen tembaga sulfat 2%
25. Reagen terri klorida 2%
26. Reagen merkuri klorida 2%
27. Amonium sulfat padat
28. Akuades
29. Larutan asam asetat 1 N
30. Indikator brom kesol hijau
31. Gelatin
32. Es batu
33. Kurma
34. Alpukat
35. Kacang tanah
36. Kacang hijau
37. Singkong
38. Bawang putih

D. CARA KERJA
1. Uji Biuret
Bahan uji

Diambil bahan uji secukupnya


Dihaluskan bahan uji berbentuk padatan
Ditambahkan aquades hingga encer
Dimasukkan 2 ml bahan uji yang sudah encer ke dalam tabung
reaksi
Ditambahkan 1 ml larutan NaOH 10% ke dalam tabung reaksi
Diamati perubahan warna yang terjadi
Ditambahkan 2-3 tetes larutan CuSO4 ke dalam tabung reaksi
Diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi
Hasil

2. Uji Molisch
Bahan uji

Dimasukkan 2 ml bahan uji ke tabung reaksi


Ditambahkan 2 ml reagen molisch ( 0,5ml alfa naftol ditambah 20
ml alkohol 96%)
Ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat melewati dinding tabung
Diamati perubahan warna dan dicatat hasil pengamatan

Hasil

3. Uji Xanthoprotein
Bahan Uji

Dimasukkan 1 ml bahan uji ke dalam tabung reaksi


Ditambah 1 ml asam nitrat (HNO3 pekat)
Dipanaskan selama 2 menit dan dilihat perubahan warna
Didinginkan di air mengalir
Ditambahkan larutan NaOH 40% sedikit demi sedikit
Diamati perubahan warna dan dicatat hasilnya

Hasil
4. Uji Ninhydrin
Bahan uji

Dimasukkan 1ml bahan uji ke dalam tabung reaksi


Ditambahkan 3-4 tetes larutan ninhydrine
Dipanaskan 1-2 menit dan ditunggu sampai dingin
Diamati berubahan warna dan dicatat

Hasil

5. Uji Millon
Bahan uji

Dimasukkan 4 ml bahan uji


Ditambahkan 1-3 tetes reagen millon dan diaduk sampai terbentuk
endapan putih
Dipanaskan campuran bahan uji dan reagen millon
Didinginkan dan ditambahkan NaNO2 setelah dingin
Diamati perubahan warna yang terjadi dan dicatat

Hasil

6. Uji Amonium Sulfat


Bahan Uji

Disiapkan 2ml larutan bahan uji


Dijenuhkan dengan ditambahkan amonium sulfat (NH4)2SO4 padat
Dikocok dan diamati adanya endapan
Dicatat hasil pengamatan

Hasil

7. Uji Hopkins-Cole
Bahan uji

Disiapkan 1 ml bahan uji, 1 ml reagen hopkins, dan 1 ml asam


sulfat (H2SO4)
Dicampurkan bahan uji dengan reagen hopkins
Ditambahkan asam sulfat kedalam campuran bahan uji dan reagen
hopkins dengan hati-hati
Diamati terbentuknya cincin ungu
Dikocok dan diamati perubahan warna pada campuran
Dicatat hasil pengamatan
Hasil

E. DATA HASIL PENGAMATAN

1. Uji Biuret
Perubahan Warna Keterangan
No Bahan Uji Reagen
Sebelum Sesudah Hasil (+/-)
Kacang
1. Putih Ungu +
tanah
2. Susu sapi Putih Ungu +
Susu
3. NaOH + Putih Ungu +
kedelai
CuSO4
Putih
4. Ikan Ungu +
keruh
Albumin
5. Bening Ungu +
telur

2. Uji Molisch
Perubahan Warna Keterangan
No Bahan Uji Reagen
Sebelum Sesudah Hasil (+/-)
Kacang Cincin
1. Putih +
tanah ungu
Cincin
2. Susu sapi Putih +
ungu
Reagen
Susu Cincin
3. Molish + Putih +
kedelai ungu
H2SO4
Putih Cincin
4. Ikan +
keruh ungu
Albumin Cincin
5. Bening +
telur ungu
3. Uji Xantoprotein
Perubahan Warna Keterangan
No Bahan Uji Reagen
Sebelum Sesudah Hasil (+/-)
Kacang
1. Putih Oren +
tanah
2. Susu sapi Putih Oren +
Susu
3. HNO3 dan Putih Oren +
kedelai
NaOH
Putih
4. Ikan Oren +
keruh
Albumin
5. Bening Oren +
telur

4. Uji Ninhydrin
Bahan Perubahan Warna Keterangan
No Reagen
Uji Sebelum Sesudah Hasil (+/-)
Kacang
1. Putih Ungu +
tanah
2. Susu sapi Putih Ungu +
Susu
3. Putih Ungu +
kedelai Ninhydrin
Putih Biru
4. Ikan +
keruh Kehitaman
Albumin
5. Bening Biru pekat +
telur

5. Uji Millon
Perubahan Warna Keterangan
No Bahan Uji Reagen
Sebelum Sesudah Hasil (+/-)
Kacang
1. Putih Merah +
tanah
2. Susu sapi Putih Merah +
Susu Reagen
3. Putih Putih -
kedelai Millon +
NaNO2 Putih Jingga
4. Ikan +
keruh kemerahan
Albumin
5. Bening Jingga +
telur

6. Uji Pengendapan Amonium Sulfat


Bahan Perubahan Warna Keterangan
No Reagen
Uji Sebelum Sesudah Hasil (+/-)
Kacang Amonium Terdapat
1. Putih +
tanah Sulfat endapan
2. Susu sapi Putih Terdapat +
endapan
Susu Terdapat
3. Putih +
kedelai endapan
Putih Terdapat
4. Ikan +
keruh endapan
Albumin Terdapat
5. Bening +
telur endapan

7. Uji Hopkins-Cole
Perubahan Warna Keterangan
No Bahan Uji Reagen
Sebelum Sesudah Hasil (+/-)
Kacang Cincin
1. Putih +
tanah ungu
Cincin
2. Susu sapi Putih +
ungu
Reagen
Susu Merah
3. Hopkins + Putih -
kedelai jambu
H2SO4
Putih Cincin
4. Ikan +
keruh ungu
Albumin
5. Bening Putih -
telur

F. ANALISIS DATA

1. Uji Biuret

Pada uji biuret, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur dengan
reagen NaOH dan CuSO4 terjadi adanya perubahan warna. Pada awalnya
tumbukan kacang tanah yang sudah dilarutkan ini berwarna putih. Setelah
dilakukannya uji biuret, warna putih ini berubah menjadi warna ungu. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam bahan kacang tanah positif mengandung protein.
Pada bahan susu sapi, susu kedelai dan daging ikan tongkol terjadi perubahan
warna dari warna putih menjadi warna ungu. Sedangkan pada bahan albumin telur
perubahan warna dari bening menjadi ungu. Hal ini berarti bahwa dalam dalam
bahan-bahan tersebut positif mengandung protein.

2. Uji Molisch

Pada uji Molisch, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur dengan
reagen Molisch dan H2SO4 menghasilkan terjadinya perubahan warna. Pada
awalnya tumbukan kacang tanah yang sudah dilarutkan ini berwarna putih.
Setelah dilakukannya uji Molisch, warna putih ini berubah menjadi warna merah
bata dengan cincin berwarna ungu. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam bahan
kacang tanah positif mengandung protein. Pada bahan susu sapi, susu kedelai dan
daging ikan tongkol terjadi perubahan warna dari warna putih menjadi warna
ungu dengan cincin ungu. Sedangkan pada bahan albumin telur terdapat cincin
ungu. Hal ini berarti bahwa dalam dalam bahan-bahan tersebut positif
mengandung protein.

3. Uji Xanthoprotein

Pada uji Xanthoprotein, dilakukan pemberian reagen pada dua kondisi, yaitu
kondisi sebelum dipanasakan dan sesudah dipanaskan. Reagen HNO 3 digunakan
pada kondisi sebelum pemanasan, dan reagen NaOH digunakan pada kondisi
setelah pemanasan. Bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur dengan
reagen HNO3 menghasilkan terjadinya perubahan warna. Pada awalnya tumbukan
kacang tanah yang sudah dilarutkan ini berwarna putih. Saat dilakukan
pemanasan, warna putih ini berubah menjadi kuning. Setelah itu diuji lagi dengan
menambahkan reagen NaOH terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga.
Hal ini mengindikasikan bahwa dalam bahan kacang tanah positif mengandung
protein. Sedangkan pada bahan susu sapi, susu kedelai dan daging ikan tongkol
terjadi perubahan warna dari warna putih menjadi warna kuning saat pemanasan
dan menjadi warna jingga setelah pemanasan. Sedangkan pada bahan albumin
telur berubah warna dari bening menjadi kuning. Hal ini berarti bahwa dalam
dalam bahan-bahan tersebut positif mengandung protein.

4. Uji Ninhydrin

Pada uji Ninhydrin, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur dengan
reagen Ninhydrin menghasilkan perubahan warna. Pada awalnya tumbukan
kacang tanah yang sudah dilarutkan ini berwarna putih. Setelah dilakukannya uji
Ninhydrin, warna putih ini berubah menjadi warna ungu sempurna. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam bahan kacang tanah positif mengandung protein.
Sedangkan pada bahan susu sapi, susu kedelai dan daging ikan tongkol terjadi
perubahan warna dari warna putih menjadi warna ungu. Sedangkan pada bahan
albumin telur berubah warna dari bening menjadi biru kuat. Hal ini berarti bahwa
dalam dalam bahan-bahan tersebut positif mengandung protein.
5. Uji Millon

Pada uji Millon, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur dengan
reagen Millon dan NaNO2 menghasilkan perubahan warna. Pada awalnya
tumbukan kacang tanah yang sudah dilarutkan ini berwarna putih. Setelah
dilakukannya uji Millon, warna putih ini berubah menjadi warna merah. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam bahan kacang tanah positif mengandung protein.
Pada bahan susu sapi dan daging ikan tongkol terjadi perubahan warna dari warna
putih menjadi warna merah. Untuk albumin telur terdapat endapan berwarna putih
oranye. Hal ini berarti bahwa dalam dalam bahan susu sapi, daging ikan tongkol
dan albumin telur positif mengandung protein. Sedangkan pada bahan susu
kedelai tidak menunjukkan perubahan warna. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa hasilnya negatif mengandung protein atau tidak mengandung protein.

6. Uji Amonium Sulfat

Pada uji Amonium Sulfat, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur
dengan reagen padatan amonium sulfat menghasilkan endapan. Pada awalnya
tumbukan kacang tanah yang sudah dilarutkan ini tidak adanya endapan. Setelah
dicampur dengan reagen padatan amonium sulfat dan dikocok, terbentuk endapan
berwarna putih pada bagian dasarnya. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam
bahan kacang tanah positif mengandung protein. Sedangkan pada bahan susu sapi,
susu kedelai, daging ikan tongkol dan albumin telur juga terbentuk endapan. Hal
ini berarti bahwa dalam dalam bahan-bahan tersebut positif mengandung protein.

7. Uji Hopkins-Cole

Pada uji Hopkins-Cole, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur
dengan reagen Hopkins dan H2SO4 menghasilkan perubahan dan cincin warna.
Pada awalnya tumbukan kacang tanah yang sudah dilarutkan ini berwarna putih.
Setelah dilakukannya uji Hopkins-Cole, warna putih ini berubah menjadi warna
ungu dan terbentuk cincin warna ungu. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam
bahan kacang tanah positif mengandung protein. Pada bahan daging ikan tongkol
dan susu sapi terjadi perubahan berturut-turut yaitu perubahan warna dari warna
putih menjadi warna ungu dan terbentuk cincin warna ungu. Sedangkan pada susu
kedelai terjadi perubahan warna dari warna putih menjadi merah jambu. Hal ini
berarti bahwa dalam dalam bahan-bahan tersebut positif mengandung protein.
Untuk pengujian albumin telur menghasilkan perubahan warna yang semula
bening menjadi warna putih. Hal ini berati dalam albumin telur negatif
mengandung protein.

G. PEMBAHASAN

1. Uji Biuret

Uji biuret merupakan jenis pengujian untuk identifikasi protein secara


umum. Berarti uji Biuret akan selalu memberikan hasil positif untuk semua jenis
protein. Prinsipnya adalah pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks
berwarna ungu yang terjadi bila protein bereaksi dengan ion Cu 2+ dalam suasana
basa. Reagen biuret terdiri dari CuSO4 dalam aquadest, KI dalam aquadest, Na-
sitrat, Na2CO3 dan NaOH. CuSO4 sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan
membentuk kompleks dengan protein. KI berfungsi untuk mencegah terjadinya
reduksi pada Cu2+ sehingga tidak mengendap. Na-sitrat dan Na2CO3 berfungsi
sebagai buffer dan NaOH berfungsi sebagai penyedia suasana basa. Suasana basa
akan membantu membentuk Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-.
Hal ini membantu untuk membentuk kompleks dengan nitrogen dari karbon dari
ikatan peptida dalam larutan basa. Perubahan pada warna sampel uji akan
memberikan hasil yang positif atau negatif. Terjadinya warna ungu terbentuk dari
ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida menghasilkan CuN yang
terjadi dalam suasana basa. Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu
yang terbentuk makin jelas dan makin pekat.
Protein terdapat pada semua sel dan merupakan komponen terpenting dalam
semua reaksi kimia, rata-rata 2/3 dari berat kering suatu sel terdiri dari protein.
Setiap protein merupakan polimer asam amino. Asam - asam amino dalam protein
disambung dengan ikatan peptida yang merupakan ikatan kovalen amida yang
terbentuk oleh gugus α-karboksil dan α-amino.
Pada praktikum uji protein ini akan diamati adanya protein pada larutan
putih telur melalui uji biuret. Pada uji biuret, awalnya larutan putih telur berwarna
putih bening, kemudian ketika ditambahkan dengan 2 ml NaOH, larutan tidak
berubah warna putih bening, setelah itu ketika ditambahkan dengan 2 ml CuSO4,
larutan berubah menjadi berwarna ungu pada bagian atasnya. Dalam hal ini
terbentuknya warna ungu menunjukkan bahwa pada larutan putih telur tersebut
mengandung protein.
Pada uji biuret dihasilkan warna violet/ungu. Hal ini disebabkan
penambahan CuSO4 sehingga terbentuk kompleks antar Cu2+ dengan gugus amino
dari protein. makin kuat intensitas warna ungu yang dihasilkan ini menunjukan
makin panjang ikatan peptidanya. Dengan perubahan warna ungu yang diperoleh
ini menunjukan bahwa uji ini positif terhadap biuret.
Larutan yang digunakan pada identifikasi protein, terutama pada uji biuret
adalah kacang tanah, susu sapi, susu kedelai, ikan, dan albumin. Semua bahan
tersebut terdeteksi memiliki senyawa protein. Albumin didapat dari larutan putih
telur, telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain
kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti
ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dll.

2. Uji Molisch

Prinsip dari uji Molisch ini adalah berdasarkan kepada reaksi karbohidrat
dengan H2SO4 sehingga terbentuk senyawa hidroksimetil furfural dengan α-naftol
akan membentuk senyawa kompleks berupa cincin ungu. Dalam larutan molisch
ini mengandung alkohol. Fungsi dari alkohol ini yaitu untuk melindungi partikel-
partikel karbohidrat dari kontak langsung asam sulfat pekat sehingga tidak terjadi
kerusakan langsung senyawa karbohidrat dalam sampel dan sebagai pelarut α-
naftol. α-naftol. Merupakan pewarna spesifik karbohidrat sehingga dengan
senyawa furfural yang akan dibahas selanjutnya. α-naftol bersifat tak larut, maka
dari itu, selain untuk melindungi senyawa karbohidrat alkohol berfungsi untuk
melarutkan α-naftol.

Gambar Reaksi Uji Molisch


Mekanisme terbentuknya cincin ungu adalah karbohidrat oleh asam sulfat
pekat akan dihidrolisa menjadi monosakarida, lalu monosakarida tersebut
mengalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi furfural. Jika senyawa berupa
heksosa maka senyawa yang terbentuk berupa senyawa hidroksimetil furfural.
Furfural tersebut dengan adanya α-naftol akan berkondensasi membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu. Dehidrase pentose akan menghasilkan
furfural, dehidrase heksosa akan menghasilkan hidroksimetil furfural sedangkan
dehidrasi ramnosa membentuk metal furfural (Sudarmadji, 2010).

Gambar Pembentukan Furfural (David J. Holme, 1998)

Pada saat melaksanakan Uji Molisch sangatlah penting memperhatikan


urutan penambahan reagen dan asam sulfat pekat. Penambahan reagen Molisch
sebelum penambahan asam pekat sangatlah penting. Hal ini berdasarkan kepada
rusaknya karbohidrat dengan asam pekat. Selain itu, jika mengingat fungsi
alkohol dalam larutan Molisch maka tahapan penambahan reagen Molisch
sebelum penambahan asam pekat sangat perlu diperhatikan
Apabila asam pekat ditambahkan pada larutan sampel secara hati-hati
melalui dinding tabung reaksi, akan terbentuk dua lapisan zat cair. Pada batas
kedua larutan cair ini akan terbentuk cincin ungu karena kondensasi furfural
dengan α-naftol (Poedjiadi, 1994). Jika langsung ke larutan maka kan merusak
langsung karbohidrat dan yang terbentuk adalah warna ungu pada larutan. Selain
itu, pemberian melalui dinding akan memberikan bentuk cincin yang sempurna.
Pada Uji Molisch cincin ungu yanbg sudah terbentuk harus dihindari dari
guncangan karena bila terkena guncangan maka partikel alkohol yang melindungi
karbohidrat akan terurai dan asam pekat akan masuk lalu merusak karbohidrat
yang ada. Pemanasan tidak dilakukan karena asam pekat bersifat panas sehingga
apabila dilakukan pemanasan, reaksi kondensasi cincin ungu akan terlalu cepat
sehingga tidak dapat terlihat dan karbohidrat akan rusak terlebih dahulu.
Uji Molisch yang sudah dilakukan terhadap bahan kacang tanah, susu sapi,
susu kedelai, ikan dan albumin telur hasil yang didapatkan adalah semua bahan
mengandung karbohidrat,dimana terdapat senyawa kompleks berupa cincin ungu.

3. Uji Xanthoprotein

Reaksi xanthoprotein adalah metode yang dapat digunakan untuk


menentukan jumlah protein yang larut dalam suatu larutan, menggunakan asam
nitrat pekat. Xanthoprotein ini adalah pereaksi protein yang menunjukkan adanya
inti benzene (cincin fenil). Untuk identifikasi tyrosin, trptophan, dan fenilalanin.
Prosedur dari pereaksian xanthoprotein ini adalah protein bereaksi dengan HNO3
an menghasilkan + NaOH berlebih.
Prinsip dari pengujian xanthoprotein adalah nitrasi pada inti benzena yang
terdapat pada molekul protein. Awalnya larutan asam nitrat pekat yang
dicampurkan dengan asam amino yang memiliki cincin aromatik atau struktur
benzen yang dipanaskan akan membentuk suatu turunan nitro yang berwarna
kuning dan garam-garam turunannya akan berwarna jingga bila ditambah dengan
NaOH.
Berdasarkan hasil Uji xanthoprotein pada bahan kacang tanah, susu sapi,
susu kedelai, ikan dan albumin (putih telur) bahwa hasil yang diperoleh positif
karena mengandung cincin aromatic yang berwarna kuning. Hal tersebut
disebabkan karena adanya penambahan penambahan pereaksi HNO3, sehingga
terjadi endapan putih yang berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Fungsi
NaOH 50% adalah untuk mempertegas warna kuning jingga setelah pemanasan.
Fungsi pemanasan adalah untuk membuat protein mengalami denaturasi
atau kerusakan, sehingga diharapkan molekul protein yang terdiri dari banyak
polipeptida dapat terputus menjadi molekul-molekul penyusunnya yang lebih
kecil, sehingga hal ini diharapkan dapat mempercepat reaksi.
Reaksi Nitrasi adalah reaksi substitusi atom H pada gugus benzena oleh
gugus nitro (NO2). Pereaksi yang digunakan adalah asam nitrat pekat (HNO3).
Senyawa yang terbentuk memiliki nama nitrobenzene.
Gambar Reaksi Uji Xanthoprotein

Mekanisme uji xanthoprotein mulanya terjadi pada saat dimasukkan HNO3


pekat pada sampel. HNO3 pekat dengan sampel akan bereaksi. Reaksi tersebut
adalah reaksi nitrasi dimana terjadi subtitusi atom H+ dengan NO2 yang akan
menghasilkan senyawa kompleks. Dengan adanya pemanasan reaksi akan
berlangsung lebih cepat dan mulai terbentuk senyawa kompleks kuning jingga
apabila dalam sampel terdapat asam amino aromatik. Warna senyawa kompleks
kuning jingga dipertegas dengan penambahan NaOH 50% pada sampel sehingga
warna kuning jingga dapat terlihat dengan jelas.
Faktor kesalahan yang dapat terjadi pada saat melakukan percobaan adalah
kurang bersihnya alat, terlalu lama atau sebentarnya waktu pemanasan, dan
kesalahan dalam mengamati perubahan warna yang terjadi.

4. Uji Ninhydrin

Reaksi Ninhydrin digunakan untuk mendeteksi dan menduga asam amino


secara kuantitatif dalam jumlah kecil. Pemanasan dengan Ninhydrin berlebih
menghasilkan produk berwarna ungu pada semua asam amino yang mempunyai
gugus -amino bebas, sedangkan produk yang dihasilkan oleh prolin berwarna
kuning, karena pada molekul ini terjadi subtitusi gugus -amino. Pada kondisi
yang sesuai intensitas warna yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk mengukur
konsentrasi asam amino secara kalorimetrik. Dua molekul ninhydrin dan atom
nitrogen dari asam amino bereaksi membentuk warna ungu (Lehninger, 1993).
Fungsi larutan ninhydrin adalah sebagai oksidator yang menyebabkan
dekarboksilasi oksidatif dari asam amino yang menghasilkan CO 2, NH3, dan
aldehid yang rantainya lebih pendek 1 C dari asam amino asalnya. Ninhydrin
yang tereduksi akan bereaksi dengan NH3 sehingga membentuk senyawa
kompleks berwarna biru dengan absorpsi warna maksimum pada panjang
gelombang 570 nm (Wibowo, 2008).
Fungsi pemanasan adalah untuk membuat protein mengalami denaturasi
atau kerusakan, sehingga diharapkan molekul protein yang terdiri dari banyak
polipeptida dapat terputus menjadi molekul-molekul penyusunnya yang lebih
kecil, sehingga hal ini diharapkan dapat mempercepat reaksi.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap kelima


bahan yaitu, kacang tanah, susu sapi, susu kedelai, ikan dan albumin (putih telur)
dapat diketahui bahwa bahan—bahan tersebut mengandung asam amino. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan warna reaksi yang berwarna ungu. Warna ungu
yang terbentuk ialah akibat adanya reaksi antara ninhydrin dengan asam amino
alfa bebas dari protein. Intensitas warna ungu yang dihasilkan dalam keadaan
baku merupakan dasar kualitatif untuk asam amino alfa bebas. Sifat-sifat dari
asam amino adalah tak berwarna, larut dalam air, tak larut dalam alkohol atau eter,
dapat membentuk garam kompleks dengan logam berat dan dapat membentuk
senyawa berwarna biru dengan ninhydrin (Sudarmadji, 1996).
Faktor kesalahan yang dapat terjadi pada saat melakukan percobaan adalah
kurang bersihnya alat, terlalu lama atau sebentarnya waktu pemanasan, dan
kesalahan dalam mengamati perubahan warna yang terjadi.

5. Uji Millon

Pada uji ini terjadi reaksi millon. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada
larutan protein, akan menghasilkan endapan putih dan apabila dipanaskan dapat
berubah menjadi merah. Uji Millon dilakukan untuk mengetahui adanya asam
amino tirosin pada protein. Tirosin merupakan asam amino yang mengandung
gugus fenol pada rantai sampingnya (gugus R-nya). Pereaksi Millon mengandung
merkuri dan ion merkuro dalam asam nitrit dan asam nitrat. Gugus fenol pada
tirosin ini akan terhitrasi membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon yang
akan membentuk kompleks berwarna merah (Poediadi, 2007).
Larutan uji yang sudah dididihkan dengan cara pemanasan selama 10
menit, kemudian didinginkan dengan mengalirkan air kran lalu ditambahkan
kristal NaNO3 kemudian dipanaskan kembali, menghasilkan endapan berwarna
merah bata yang menunjukkan bahwa reaksinya positif. Pada dasarnya reaksi ini
positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus
hidroksifenil yang berwarna. Endapan yang terbentuk masih bersifat sebagai
protein, hanya saja telah terjadi perubahan struktur tersier ataupun kuartener,
sehingga protein tersebut mengendap. Perubahan struktur tersier protein ini tidak
dapat diubah kembali ke bentuk semula, ini bisa dilihat dari tidak larutnya
endapan albumin itu dalam air.

Gambar Reaksi Uji Millon (Anonim, 2012)


Dalam uji ini digunakan 5 bahan yaitu kacang tanah, susu sapi, susu kedelai,
ikan dan albumin telur. Hasil dari uji Millon pada kacang tanah, susu sapi, ikan
dan albumin telur menunjukkan positif setelah diberi reagen dan dilakukan sesuai
prosedur uji, menghasilkan endapan berwarna merah. Dari hasil percobaan
diketahui bahwa kacang tanah, susu sapi, ikan dan albumin telur mengandung
protein, sedangkan pepton mengandung tirosin. Sebagai salah satu asam
penyusunnya. Pada bahan uji susu kedelai menunjukkan hasil negatif setelah
diberi reagen dan dilakukan sesuai prosedur uji, dimana menghasilkan endapan
berwarna putih orange. Dari hasil percobaan diketahui bahwa susu kedelai tidak
terdapat senyawa asam amino tirosin. Protein susu kedelai mempunyai susunan
asam amino terdiri atas asam amino esensial yaitu lisin, triptofan, fenilalanin,
leusin, isoleusin, treonin, metionin, dan valin. (Santoso, 1994:15-16).

6. Uji Amonium Sulfat

Uji Amonium sulfat merupakan uji dengan menambahkannya garam


Amonium sulfat sampai larutan protein mengendap membentuk endapan putih.
Pengendapan protein dengan garam dilakukan dengan menambahkan sedikit demi
sedikit garam amonium sulfat kedalam larutan protein secara kontinyu sampai
larutan jenuh.
Pembentukan senyawa tak larut antara protein dengan ammonium sulfat.
Apabila terdapat garam-garam anorganik dalam konsentrasi tinggi dalam larutan
protein (albumin dan gelatin), maka kelarutan protein akan berkurang sehingga
terjadi pengendapan protein. Teori menyebutkan bahwa sifat tersebut terjadi
karena ion garam mampu mengikat air (terhidrasi) sehingga berkompetisi dengan
molekul protein dalam mengikat air (Riawan, 1990).
Berdasarkan hasil Uji Amonium Sulfat pada bahan kacang tanah, susu sapi,
susu kedelai, ikan dan albumin (putih telur) bahwa hasil yang diperoleh positif
terdapat endapan putih. Mengendapnya protein disebabkan karena adanya
kompetisi antara ion-ion garam amonium dengan molekul protein untuk mengikat
air. Karena ion-ion dari garam amonium lebih mudah dalam mengikat air,
menyebabkan kelarutan protein dalam air berkurang. Dengan penambahan garam
secara kontinyu, molekul air akan keluar dari larutan dan mengendap. Proses ini
disebut dengan salting out.

Gambar Reaksi Uji Amonium Sulfat


7. Uji Hopkins-Cole

Uji Hopkins-Cole merupakan uji kimia yang digunakan untuk


menunjukkan adanya asam amino triptofan. Pereaksi yang dipakai mengandung
asam glioksilat. Kondensasi 2 ini induk dari triptofan oleh asam glioksilat akan
menghasilkan senyawa berwarna ungu. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya
cincin ungu pada bidang batas. Triptofan merupakan salah satu asam amino
essensial yang tidak bisa diprosuksi sendiri oleh tubuh. Gugus fungsional triptofan
adalah indol, yang tidak dimiliki oleh asam amino lainnya membuat triptofan
menjadi prekusor dan banyak senyawa penting tubuh seperti melatonin (hormon
perangsang tidur), scrotonin (suatu transmitter pada sistem saraf) dan niasin (suatu
vitamin).
Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehida dengan
bantuan asam kuat dan membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein
yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins–Cole
hingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian
akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut (Anna Poedjiadi,
1994).

Gambar Triptofan (Anonim, 2015)

Gambar Reaksi Hopkins-Cole (Anonim, 2012)


Dalam uji ini digunakan 5 bahan yaitu kacang tanah, susu sapi, susu kedelai,
ikan dan albumin telur. Berdasarkan hasil yang didapatkan yang memiliki sifat
positif terhadap uji Hopkins-Cole adalah kacang tanah, ikan dan susu sapi. Cincin
ungu yang terbentuk pada larutan yang positif disebabkan oleh pereaksi yang
terdiri dari glioksilat (CHOCOOH) dalam H2SO4 triptofan akan berkondensasi
dengan aldehid dan membentuk kompleks berwarna dari jenis asam 2,3,4,5-
tetrahidro-β-karbolin-4-karboksilat. Reaksi tersebut hanya akan berhasil jika ada
oksidator kuat. Dalam praktikum ini digunakan H2SO4 , sehingga dapat dikaitkan
bahwa fungsi H2SO4 dalam Uji ini adalah oksidator agar berbentuk cincin ungu
pada larutan bahan yang positif mengandung triptofan. Berdasarkan percobaan
yang telah dilakukan bahwa susu kedelai yang menghasilkan negatif. Namun
dapat kita ketahui bahwa, protein susu kedelai mempunyai susunan asam amino
yang mirip susu sapi dimana susunan asam amino terdiri atas asam amino esensial
yaitu lisin, triptofan, fenilalanin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, dan valin
(Santoso, 1994:15-16) sehingga seharusnya hasil uji Hopkins-Cole pada susu
kedelai adalah positif. Penyebab hasil uji susu kedelai negatif (berwarna merah
muda) dikarenakan penambahan H2SO4 yang tidak sesuai, karena fungsi H2SO4
dalam uji ini adalah oksidator agar berbentuk cincin ungu pada larutan bahan yang
positif mengandung triptofan.
Untuk bahan uji yang menghasilkan hasil negatif didasarkan bahwa asam
amino penyusun albumin telur tidak terdapat asam amino triptofan. Oleh sebab
itu, tidak terdapat cincin ungu pada hasil percobaan albumin telur.

H. KESIMPULAN

Protein dapat dibagi menjadi dua golongan utama berdasarkan bentuk dan
sifat-sifat tertentu, yaitu protein globuler dan protein serabut. Pada dasarnya
protein tersusun atas asam amino-asam amino, yang diikat oleh ikatan peptida.
Pengadaan dan penyediaan asam amino terjadi amat penting oleh karena senyawa
tersebut dipergunakan sebagai satuan penyusun protein. Setiap protein memiliki
jumlah dan urutan asam amino yang spesifik. Perubahan posisi asam amino dalam
rantai akan menghasilkan protein baru dengan struktur dan fungsi yang berbeda.
Struktur protein terdiri dari struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier dan
struktur kuartener. Struktur protein ini merefleksikan fungsi biologisnya. Protein
secara fungsi biologis berfungsi untuk memindahkan berbagai senyawa melalui
aliran darah dan melewati membran. Pengujian protein antara lain uji biuret, uji
molisch, uji xanthoprotein, uji ninhydrin, uji millon, uji Hopkins-Cole, dan uji
amonium sulfat.

Pengujian protein dapat dilakukan dengan cara:

 Uji Biuret. Uji biuret dilakukan untuk mengetahui adanya ikatan


peptida dalam protein. Larutan peptida yang ditambahkan NaOH dan
CuSO4 menghasilkan warna ungu jika reaksinya postif.
 Uji Millon. Uji Millon dilakukan untuk mengetahui adanya asam
amino tirosin pada protein. Larutan uji yang ditambahkan HgSO4 yang
sudah dididihkan dengan cara pemanasan selama 10 menit, kemudian
didinginkan dengan mengalirkan air kran lalu ditambahkan kristal
NaNO3 kemudian dipanaskan kembali, menghasilkan endapan berwarna
merah bata yang jika reaksinya positif.
 Uji Hopskin-Cole. Uji Hopskin-Cole dilakukan untuk mengetahui
adanya asam amino triptofan pada asam amino. Reaksi yang terjadi
menghasilkan warna biru tua keunguan jika reaksinya positif.
 Uji Xanthoprotein. Tujuan dilakukannya uji Xanthoprotein adalah
untuk mengetahui adanya asam amino aromatik pada protein yang
meliputi tirosin, triptofan, dan fenilalanin. Percobaan yang dilakukan
menghasilkan endapan kuning jika hasilnya positif.
 Uji Molisch. Uji Molisch dilakukan untuk mengidentifikasi gugus
karbohidrat pada protein. Albumin yang ditambah reagen Molisch dan
H2SO4 pekat menghasilkan larutan berwarna merah hati yang
mengandung sedikit gelembung dan terdapat warna ungu yang
membentuk semacam cincin jika hasil reaksinya positif.
 Uji Ninhydrin. Uji Ninhydrin digunakan untuk menunjukkan adanya
asam amino dalam zat yang di uji. Hasil positif ditandai dengan
terbentuknya kompleks berwarna biru keunguan.
 Uji Amonium Sulfat. Hasil positif ditandai dengan adanya endapan
pada larutan yang telah direaksikan dengan padatan amonium sulfat.

I. DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, H. R. (1995). Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.
Katili, A. S. (2009). Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu,
Vol 2 No 5.
Lehninger Albert L. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Lenhinger, L. A. (1997). Priciples of Biochemistry. Marryland: Worth Publisher
Inc.
Martoharsono, S. (2000). Biokimia Jilid 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Murray, R. K. (1999). Biokimia Harper Edisi 24. Jakarta: EGC.
Ridwan, S..1990. Kimia Organik edisi I. Jakarta: Binarupa Aksara
Soedarmo, M. G., & Abdul, M. (1988). Biokimia. Bogor: Pusat Antar Universitas
IPB.
Sudarmadji, dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta.
Wahjudi, I., & Parlan, S. M. (2003). Kimia Orgnaik II. Malang: Universitas
Negeri Malang Press.
Wibowo, Rakhmat Ari. 2008. Protein dan Asam Amino. Jakarta: Erlangga
J. LAMPIRAN

1. Kacang Tanah
2.

3. Susu Sapi
UJI KANDUNGAN VITAMIN

A. TUJUAN

Mengidentifikasi adanya kandungan vitamin B1, B6, dan C pada bahan uji.

Membandingkan kandungan vitamin C pada bahan segar.

Membandingkan kandungan vitamin C pada produk suplemen.

B. DATA HASIL PENGAMATAN

1. Uji Kandungan Vitamin B1


No Bahan Uji Reagen Kristal yang terbentuk Ket. Hasil
1. Kacang tanah Kristal bulat kecil +
2. Vit. B1 Kristal bulat kecil +
Kristal memanjang dan
3. Serbuk tiamin +
bertumpuk
4. Jambu Asam pikrat Kristal bulat kecil +
5. Buncis Kristal bentuk lonjong +
6. Bayam Kristal bentuk lonjong +
7. Sawi Kristal serabut hijau +
8. Pisang Kristal bulat kecil +
9. Kubis Kristal bentuk jarum +

2. Uji Kandungan Vitamin C


Perubahan Warna Ket.
No
Bahan Uji Reagen Hasi
. Sebelum Sesudah
l
1. Kacang tanah Fehling A Putih Ungu -
2. C (IPI) Kuning Jingga pekat +
dan
3. Xon-Ce Kuning Jingga pekat +
4. Vitacimin Fehling B Kuning Jingga pekat +
5. Jambu Merah muda Kuning pekat +
6. Buncis Hijau Biru -
7. Bayam Hijau Hijau -
8. Sawi Hijau muda Hijau tua -
9. Pisang Kuning Biru -
10. Kubis Hijau muda Endapan oren +

3. Uji Kandungan Vitamin B6


Perubahan Warna Ket.
No
Bahan Uji Reagen Hasi
. Sebelum Sesudah
l
1. Kacang tanah Putih Ungu +
2. Piridoxin Putih Hijau -
Hijau, kuning
3. B1 (IPI) Putih -
bening
CuSO4 +
4. Jambu Merah muda Biru +
5. Buncis NaOH Hijau Biru +
6. Bayam Hijau Hijau -
7. Sawi Hijau muda Hijau tua -
8. Pisang Kuning Biru +
9. Kubis Hijau muda Biru +

C. ANALISIS DATA

Uji Kandungan Vitamin B1

Pada produk suplemen, serbuk tiamin setelah ditambahi asam pikrat +


akuades warnanya menjadi kuning, dan setelah diamati menggunakan mikroskop
terdapat kristal yang berbentuk jarum kecil panjang dan berwarna kuning. Pada
sampel kedua B1 (IPI), setelah ditambahi asam pikrat + akuades menjadi kuning,
dan setelah diamati menggunakan mikroskop terdapat kristal berbentuk jarum
panjang berwarna kuning.

Pada bahan segar, bahan singkong setelah ditambahkan dengan asam


pikrat + akuades warnanya menjadi kuning, dan setelah diamati dengan
mikroskop terdapat Kristal yang berbentuk lonjong dan berwarna hijau, pada
bahan sawi stelah ditambahkan dengan asam pikrat + akuades warnanya menjadi
kuning, setelah diamati dengan mikroskop terdapat kristal berbentuk serabut
berwarna hijau, pada bahan kubis setelah ditambahkan dengan asam pikrat +
akuades warnanya menjadi kuning, dan setelah diamati dengan mikroskop
terdapat kristal berbentuuk jarum dan berwarna hijau, pada bahan buncis setelah
ditambahkan dengan asam pikrat + akuades warnanya menjadi kuning, dan
setelah diamati dengan mikroskop terdapat Kristal berbentuk lonjong dan
berwarna hijau, pada bahan pisang setelah ditambahkan dengan asam pikrat +
akuades warnanya menjadi kuning, dan setelah diamati dengan mikroskop
terdapat kristal berbentuk bulat kecil berwarna kuning agak bening, pada bahan
bayam setelah ditambahkan dengan asam pikrat + akuades warnanya menjadi
kuning, dan setelah diamati dengan mikroskop terdapat kristal berbentuk lonjong
dan berwarna hijau, dan pada bahan jambu aetelah ditambahkan dengan asma
pikrat + akuades warnanya menjadi kuning, dan setelah diamati menggunakan
mikroskop terdapat Kristal berbentuk bulat kecil dan berwarna agak kuning
kecoklatan.

Uji Kandungan Vitamin C

Pada produk suplemen, sampel vitamin C (IPI) sebelum dicampur dengan


fehling A + fehling B berwarna orange, dan setelah dicampur dengan fehling A +
fehling B mengalami perubahan warna menjadi kuning kunyit + terdapat endapan
orange. hal ini mengidentifikasi bahwa sampel ini mengandung positif
mengandung vitamin C. pada sampel Xon-Ce sebelum dicampur dengan fehling A
+ fehling B berwarna orange kekuningan, setelah dicampur dengan fehling A +
fehling B mengalami perubahan warna menjadi orange + terdapat endapan
orange, hal ini mengidentifikasi bahwa sampel ini positif mengandung vitamin C.
pada sampel vitacimin sebelum dicampur dengan fehling A + fehling B berwarna
kuning, dan setelah dicampur dengan fehling A + fehling B terjadi perubahan
warna menjadi orange + terdapat endapan orange.

Pada bahan segar, bahan singkong sebelum dicampur dengan fehling A +


fehlling B berwarna putih, setelah dicampur dengan fehling A + fehling B terjadi
perubahan warna menjadi biru keruh, hal ini mengidentifikasi bahwa singkong
negatif mengandung vitamin c, bahan sawi sebelum dicampur dengan fehling A +
fehling B berwarna hijau muda, setelah dicampur dengan fehling A + fehling B
mengalami perubahan warna menjadi hijau tua, hal ini mengidentifikasi bahwa
sawi negatif mengandung vitamin C, pada bahan buncis sebelum dicampur
dengan fehling A + fehling B berwarna hijau, setelah dicampur dengan fehling A +
fehling B mengalami perubahan warna menjadi biru, hal ini mengidentifikasi
bahwa buncis negatif mengandung vitamin C, pada bahan kubis sebelum
dicampur dengan fehling A + B berwarna hijau bening, dan setelah dicampur
dengan fehling A + fehling B mengalami perubahan warna menjadi biru + terdapat
endapan orange, hal ini mengidentifikasi bahwa kubis positif mengandung
vitamin C. pada bahan pisang sebelum dicampur dengan fehling A + fehling B
berwarna kuning keruh, setelah dicampur dengan reagen diatas mengalami
perubahan warna menjadi biru, hal ini mengidentifikasi bahwa pisang negatif
mengandung vitamin C. Pada bahan bayam sebelum dicampur dengan fehling A +
fehling B berwarna hijau, setelah dicampur dengan fehlig A + fehling B
mengalami perubahan warna menjadi hijau tua, hal ini mengidentifikasi bahwa
bayam positif mengandung vitamin C dan pada bahan jambu sebelum dicampur
dengan fehling A + fehling B berwarna merah muda, dan setelah dicampur dengan
fehling A + fehling B mengalami perubahan warna menjadi kuning pekat, hal ini
mengidentifikasi bahwa jambu positif mengandung vitamin C.

Uji Kandungan Vitamin B6

Sampel vitamin B6 (IPI) sebelum dicampur dengan larutan CuSO4 2% +


larutan NaOH 3N berwarna putih keruh, setelah dicampur dengan larutan CuSO4
2% + larutan NaOH 3N mengalami perubahan warna menjadi biru muda, hal ini
mengidentifikasi bahwa sampel ini positif mengandung vitamin B6. Sampel
pyridoxin sebelum dicampur dengan larutan CuSO4 2% + larutan NaOH 3N
berwarna bening, setelah dicampur dengan larutan CuSO4 2% + NaOH 3N
mengalami perubahan warna menjadi hijau + terdapat endapan hitam, hal ini
mengidentifikasi bahwa sampel ini negatif mengandung vitamin B6.

Pada bahan singkong sebelum dicampur dengan larutan CuSO4 2% +


NaOH 3N berwarna putih, setelah dicampur dengan larutan CuSO4 2% + NaOH
3N mengalami perubahn warna menjadi biru muda, hal ini mengidentifikasi
bahwa singkong positif mengandung vitamin B6, pada sawi sebelum dicampur
dengan larutan CuSO4 2% + NaOH 3N berwarna hijau muda, setelah dicampur
dengan larutan CuSO4 2% + NaOH 3N mengalami perubahan warna menjadi
hijau tua, hal ini mengidentifikasi bahwa sawi negatif mengandung vitamin B6,
pada buncis sebelum dicampur dengan larutan CuSO4 2% + NaOH 3N berwarna
hijua, setelah dicampur dengan larutan CuSO4 2% + NaOH 3N mengalami
perubahan warna menjadi biru, hal ini mengidentifikasi bahwa buncis positif
mengandung vitamin B6, pada kubis sebelum dicampur dengan larutan CuSO4
2% + NaOH 3N berwarna hijau bening, dan setelah dicampur dengan larutan
CuSO4 2% + NaOH 3N mengalami perubahan dengan terdapat endapan orange,
hal ini mengidentifikasi bahwa kubis negatif mengandung vitamin B6, pada bahan
pisang sebelum dicampur dengan reagen berwarna kuning keruh, setelah
dicampur dengan reagen mengalami perubahan warna menjadi biru keunguan, hal
ini mengidentifikasi bahwa pisang positif mengandung vitamin B6, pada bahan
bayam sebelum dicampur dengan reagen berwarna hijau, dan setelah dicampur
dengan reagen uji mengalami perubahan warna menjadi warna hijau tua, hal ini
mengidentifikasi bahwa bayam negatif mengandung vitamin B6, dan pada bahan
jambu sebelum dicampur dengan larutan CuSO4 2% + larutan NaOH 3N
berwarna merah muda, dan setelah dicammpur dengan larutan CuSO4 2% +
larutan NaOH 3N mengalami perubahan warna menjadi warna biru, hal ini
mengidentifikasi bahwa pada bahan jambu positif mengandung vitamin B6.

D. PEMBAHASAN

Uji Vitamin B1

Thiamin (Vitamin B1) Istilah tiamin menyatakan bahwa zat ini mengandung
sulfur (tio) dan nitrogen (amine). Tiamin merupakan Kristal putih kekuningan
yang larut dalam air (Winarno, 2002).

Thiamin (thiamin hidroklorida) berbentuk hablur putih bersifat higroskopis,


berbau ragi dan mempunyai titik leleh 246-250˚C, dengan berat molekul 337,26.
Thiamin bersifat mudah larut dalam air dan alkohol tapi, tidak larut dalam ethil
eter, benzen dan pelarut lemak yang lain. Thiamin stabil pada pemanasan kering
tetapi rusak bila dipanaskan dlam autoklav ataupun dipanaskan dengan sulft.
Dalam bahan makanan thiamin dalam keadaan bebas atau terikat sebagai senyawa
kompleks dengan protein, fosfoprotein, atau sebagai ester dengan asam pirosulfat.
Dalam larutan netral atau alkalis thiamin mudah sekali mengalami kerusakan
tetapi dalam keadaan asam (pH 3,5) vitamin ini tahan dengan panas sterilisasi
sampai suhu 120˚C (Winarno, 2002).

Vitamin B1 atau juga disebut tiamin (rumus molekul C 12H17N4OS) terdapat


dalam hampir semua tumbuhan dan jaringan hewan yang umumnya digunakan
sebagi makanan, tetapi kandungannya sangat kecil. Vitamin B1 tidak stabil
terhadap panas dan sinar UV. Vitamin B1 terdapat di beberapa produk suplemen
dan bahan segar seperti sayuran. Contoh sayuran yang mengandung vitamin B1
adalah bayam, kacang panjang. Selain itu, juga dikenal sebagai penambah energi.
Hal disebabakan salah satu kemampuan vitamin B1 yang mampumengubah
karbohidrat menjadi energi. Selain itu vitamin B1 juga membantumengoptimalkan
kerja otak. Kekurangan vitamin B1 dapat menyebabkan penyakit beri-beri
(Penyakit ini menyerang saraf dan menyebabkan terganggunya kemampuan
motorik seseorang akibat polyneuritis).

Berikut merupakan struktur tiamin:

Pengujian positif adanya vitamin B1 terhadap suatu zat dengan reagen asam pikrat
akan menghasilkan endapan berbentuk kristal. Hal ini dikarenakan asam pikrat
merupakan pereaksi alkaloid yang dapat menegendapkan larutan yang juga
bersifat alkaloid sehingga terbentuk kristal.

Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan vitamin B1


dengan menggunakan serbuk tiamin yaitu, pertama disiapkan kaca benda.
Kemudian diteteskan satu tetes aquades pada kaca benda. Lalu ditaburkan seujung
spatula kecil serbuk tiamin pada tetesan aquades. Selanjutnya ditetesi 1 tetes asam
pikrat dan ditutup dengan kaca penutup. Kemudian diamati menggunakan
mikroskop cahaya dengan perbesaran 10 kali. Pada percobaan dengan bahan uji
serbuk tiamin ini terjadi reaksi dengan asam pikrat yang membentuk kristal
memanjang dengan beberapa yang bertumpuk. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
reaksi antara serbuk tiamin dan asam pikrat yang menunjukkan bahwa serbuk
tiamin positif mengandung vitamin B1. Asam pikrat merupakan pereaksi alkaloid
yang dapat menegendapkan larutan yang juga bersifat alkaloid (mempunyai
struktur heterosiklis) sehingga terbentuk kristal.

Pengujian selanjutnya dengan menggunakan vitamin B1 (IPI). Pengujian ini


dilakukan untuk identifikasi kandungan vitamin B1 dari produk suplemen IPI.
Langkahnya yaitu menggerus 1 tablet vitamin B1 IPI. Kemudian, disiapkan kaca
benda dan ditetesi 1 tetes aquades pada kaca benda tersebut. Setelah itu ditaburkan
sedikit gerusan vitamin B1 (IPI) yang sudah halus tadi menggunakan spatula.
Lalu, ditetesi dengan 1 tetes asam pikrat dan selanjutnya ditutup dengan kaca
penutup. Setelah diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 kali
ternyata hasilnya menunjukkan adanya titik-titik kristal berbentuk bulatan-bulatan
kecil. Hal ini diakibatkan adanya kandungan dari vitamin B1 yang bereaksi
dengan asam pikrat. Sehingga vitamin B1 IPI menghasilkan uji positif terhadap
asam pikrat.

Selanjutnya, dilakukan pengujian dengan menggunakan bahan segar. Bahan


segar yang kami uji antara lain: kacang tanah, jambu, buncis, bayam, sawi, pisang,
dan kubis. Pada pengujian bahan segar ini langkah yang dilakukan yakni, mencuci
bersih bahan segar kemudian menumbuk hingga halus dengan ditambahkan
aquades. Setelah itu, disaring menggunakan kain saring hingga volume mencapai
100 ml. Setelah itu disiapkan kaca benda, tetesi dengan 1 tetes aquades setelah itu
mengambil sari bahan segar yang sudah disaring tadi 1 tetes. Kemudian
mengambil 1 tetes asam pikrat dan tutup dengan kaca benda. Selanjutnya diamati
menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 10 kali. Hasil pada kacang
tanah, jambu, dan pisang terdapat Kristal yang berbentuk bulatan kecil. Pada
buncis dan bayam, kristal berbentuk lonjong. Perlu diketahui juga, bahwa bayam
sendiri memiliki manfaat seperti anti-inflamasi, mencegah risiko kardiovaskular,
dan menurunkan tekanan darah tinggi. Selain itu bayam juga bermanfaat untuk
mencegah terjadinya osteoporosis dan diabetes. Lalu, bentuk Kristal pada kubis
yaitu berbentuk seperti jarum. Kubis merupakan sayuran yang mengandung
protein, vitamin A, vitamin C, vitamin B1, vitamin B2 dan vitamin B6. Selain
vitamin, dalam kubis juga terdapat kandungan nutrisi seperti zat besi, flavanoid,
kloropil, idole, dithiolthione, coffeic, isothiochyanate, asam ferilat,
asetaminohapen, kalsiumdan potasium.

Berdasarkan pengujian vitamin B1 terhadap bahan segar, diketahui bahwa


seluruhnya dapat terbentuk Kristal (dengan berbagai bentuk). Hal tersebut
menunjukkan bahwa bahan segar mengandung vitamin B1 yang bereaksi dengan
asam pikrat. Asam pikrat merupakan pereaksi alkaloid yang dapat
menegendapkan larutan yang juga bersifat alkaloid (mempunyai struktur
heterosiklis) sehingga terbentuk kristal.

Uji Kandungan Vitamin C


Vitamin C adalah salah satu vitamin yaang larut dalam air. Dari semua jenis
vitamin yang ada, Vitamin C atau sering disebut asam askorbat merupakan
vitamin yang paling mudah rusak. Vitamin C sangat mudah larut dalam air, mudah
teroksidasi, dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim,
oksidator serta oleh katalis tembaga (Cu) dan besi (Fe) sehingga sering dikatakan
bahwa vitamin C ini adalah vitamin yang labil. Fungsi vitamin C salah satunya
ialah memproduksi kolagen untuk menjaga kesehatan kulit agar tidak mudah
pecah ataupun luka. Vitamin C bisa ditemukan di berbagai jenis buah-buahan
segar seperti jeruk, jambu biji, pepaya, dan lainnya.

Struktur Vitamin C
Praktikum Uji Vitamin C yang bertujuan untuk mengukur kandungan
vitamin C yang terdapat dalam suatu kemasan ataupun buah/sayuran segar
diantaranya yaitu kacang tanah, C (IPI), Xon-Ce, Vitacimin, jambu biji, buncis,
bayam, sawi, pisang, kubis. Reagen yang digunakan dalam uji ini yaitu fehling A
dan fehling B. Reaksi FEHLING → Mereduksi (Zat + pereaksi Fehling A:
Fehling B (1:1) → Cu2O (merah bata). Jika terjadi perubahan warna menjadi
kuning-kemerahan pada larutan menandakan larutan tersebut mengandung kadar
vitamin C yang tinggi. Dalam uji ini terbukti pada larutan C (IPI), Xon-Ce,
Vitacimin dan buah jambu biji mengindikasikan perubahan warna tersebut dan
mengandung kadar vitamin C yang tinggi. Bahan uji yang tidak terjadi perubahan
warna berarti tidak terjadi reaksi antara reagen dan larutannya. Sehingga larutan
atau bahan uji tidak mengandung vitamin.

Uji Kandungan Vitamin B6

Vitamin B6 atau dikenal juga dengan istilah piridoksin, merupakan


vitamin yangesensial bagi pertumbuhan tubuh. Vitamin ini berperan sebagai salah
satu senyawakoenzim A yang digunakan tubuh untuk menghasilkan energi melalui
jalur sintesisasam lemak, seperti spingolipid dan fosfolipid. Selain itu, vitamin ini
juga berperandalam metabolisme nutrisi dan memproduksi antibodi sebagai
mekanisme pertahanantubuh terhadap antigen atau senyawa asing yang berbahaya
bagi tubuh. Vitamin ini merupakan salah satu jenis vitamin yang mudah
didapatkan karena vitamin ini banyakterdapat di dalam beras, jagung, kacang-
kacangan, daging, dan ikan. Kekurangan vitamin dalam jumlah banyak dapat
menyebabkan kulit pecah-pecah, keram otot, daninsomnia.

Pada percobaan kandungan vitamin B6 percobaan pertama adalah


percobaan untuk mengidentifikasi kandungan vitamin B6 pada larutan piridoksin.
Percobaan dilakukan dengan memasukkan 10 tetes larutan piridoksin 1 %
kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 4 tetes larutan CuSO 4 2% dan 10
tetes larutan NaOH 1N. Selanjutnya, diamati perubahan warna yang terjadi. Pada
awalnya larutan jernih sebelum ditetesi dengan CuSO4 2% dan NaOH 1 N, namun
setelah diberi kedua zat tersebut, larutan berubah warna menjadi hijau. Perubahan
warna yang terjadi ini menunjukkan bahwa piridoksin 1 % menghasilkan uji
negatif terhadap larutan CuSO4 2% dan NaOH 1N. Dari hasil percobaan tersebut
dapat diketahui bahwa piridoksin merupakan kelompok vitamin B kompleks
dengan rumus molekul C8H11NO3 namun pada percobaan kami hasilnya
menunjukan negatif hal ini dikarenakan kesalahan yang terjadi dapat dikarenakan
kurangnya ketelitian dan kehati-hatian dalam memberi larutan CuSO 4 2% dan
NaOH 1 N sehingga tidak sesuai dengan prosedur percobaan. Dan dapat
disimpulkan bahwa piridoksin 1 % mengandung vitamin B6. Hal ini dikarenakan
larutan CuSO4 dan NaOH jika dicampurkan akan membentuk reagen biuret,
sedangkan piridoksin (vitamin B6) merupakan kelompok vitamin B kompleks
dengan rumusmolekul C8H11NO3. Piridoksin mengandung gugus N, C, H, dan O
serta berperan sebagaikoenzim dan metabolism asam amino. Oleh karena itu
piridoksin positif terhadap uji CuSO4 dan NaOH (biuret).

Percobaan selanjutnya adalah percobaan untuk mengidentifikasi


kandungan vitamin B6 pada produk suplemen vitamin B1 (IPI). Prosedur yang
digunakan sama dengan percobaan sebelumnya, namun piridoksin diganti dengan
vitamin B1 IPI. Sebelum diuji vitamin B1 dalam bentuk tablet dihancurkan
terlebih dahulu dengan mortar dan pistil kemudian diberi aquades hingga larut.
Dalam percobaan ini dihasilkan perubahan warna dari putih menjadi hijau
kekuningan bening. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin B1 (IPI) menghasilkan
uji negatif terhadap larutan CuSO4 2% dan NaOH 1 N. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dalam vitamin B1 produk IPI tidak terkandung vitamin B6.

Pengujian selanjutnya dilakukan pada bahan segar yaitu sayuran dan buah-
buahan. Pengujian pertama dilakukan pada buah jambu biji. Pertama, 10 tetes sari
jambu biji dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 4 tetes larutan
CuSO4 2% dan 10 tetes larutan NaOH 1 N. Selanjutnya, diamati perubahan warna
yang terjadi. Pada awalnya sari jambu biji berwarna merah muda namun setelah
ditambahkan 4 tetes larutan CuSO4 2% dan 10 tetes larutan NaOH 1 N berubah
warna menjadi biru (+). Hal ini menunjukkan bahwa jeruk menghasilkan uji
positif dan mengandung vitamin B6 namun kadarnya sedikit.

Pengujian selanjutnya dilakukan pada buah pisang. 10 tetes sari buah


pisang dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 4 tetes larutan CuSO 4
2% dan 10 tetes larutan NaOH 1 N. Selanjutnya, diamati perubahan warna yang
terjadi. Pada awalnya sari buah berwarna kuning namun setelah ditambahkan 4
tetes larutan CuSO4 2% dan 10 tetes larutan NaOH 1 N berubah warna menjadi
biru. Hal ini menunjukkan bahwa sari buah pisang menghasilkan uji positif
terhadap larutan CuSO4 2% dan 10 larutan NaOH 1 N sehingga dapatdisimpulkan
pisang mengandung vitamin B6. Pisang termasuk buah yang banyak sekali akan
manfaatnya karena memang kandungan gizi dari pisang sangatlah melimpah.
Kandungan vitamin buah pisang pun sangat tinggi, terutama provitamin A berupa
betakaroten (45 mikrogram per 100gram berat kering). Pisang juga
mengandungvitamin B, yakni tiamin, riboflavin, niasin, dan vitamin B6
(piridoksin). Kandungan vitamin B6 pisang sebesar 0,5 mikrogram per 100gram.

Berikutnya dilakukan pengujian terhadap sayuran. Pertama, 10 tetes sari


kubis dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 4 tetes larutan CuSO 4
2% dan 10 tetes larutan NaOH 1 N. Selanjutnya, diamati perubahan warna yang
terjadi. Awalnya, sari kubis hijau muda namun setelah ditambahkan 4 tetes tetes
larutan CuSO4 2% dan 10 tetes larutan NaOH 1 N, warna sari kubis berubah
menjadi biru. Perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa kubis menghasilkan
uji positif terhadap larutan CuSO4 2% dan larutan NaOH 1 N. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kubis mengandung vitamin B6. Karena kubis segar
mengandung banyak vitamin A, vitamin B6, C, dan juga E.

Selanjutnya adalah uji pada buncis 10 tetes sari buncis dimasukkan ke


dalam tabung reaksi dan ditambahkan 4 tetes larutan CuSO 4 2% dan 10 tetes
larutan NaOH 1 N. Selanjutnya, diamati perubahan warna yang terjadi. Awalnya,
sari buncis hijau namun setelah ditambahkan 4 tetes tetes larutan CuSO4 2% dan
10 tetes larutan NaOH 1 N, warna sari buncis berubah menjadi biru. Perubahan
warna tersebut menunjukkan bahwa buncis menghasilkan uji positif terhadap
larutan CuSO4 2% dan larutan NaOH 1 N. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kubis mengandung vitamin B6, Buncis merupakan sayuran yang kaya akan
berbagai macam vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan vitamin yang
terdapat pada buncis, antara lain: Vitamin B6, B1, dan C.

Selanjutnya adalah uji pada bayam. Pertama, 10 tetes sari bayam


dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 4 tetes larutan CuSO 4 2%
dan 10 tetes larutan NaOH 1 N. Selanjutnya, diamati perubahan warna yang
terjadi. Awalnya sari bayam berwarna hijau, setelah ditambahkan 4 tetes larutan
CuSO4 2% dan 10 tetes larutan NaOH 1 N, sari bayam tidak berubah warna yaitu
tetap berwarna hijau, Hal ini menunjukkan bayam negatif terhadap larutan CuSO 4
dan NaOH. Namun seharusnya ketika uji sari bayam terjadi perubahan warna
menjadi biru atau keunguan. Hal ini dikarenakan bayam memiliki kandungan
vitamin B6 (piridoksin). Kesalahan yang terjadi dapat dikarenakan kurangnya
ketelitian dan kehati-hatian dalam memberi larutan CuSO 4 2% dan NaOH 1 N
sehingga tidak sesuai dengan prosedur percobaan. Bayam memiliki kandungan
vitamin B6 sebanyak 0,44 mcg setiap satu cangkir bayam. Bayam bermanfaat
untuk melawan sel kanker, sumber anti-inflamasi, mengurangi resiko
kardiovaskular, menurunkan tekanan darah tinggi, danmampu mencegah anemia.

Selanjutnya adalah uji pada sawi 10 tetes sari buncis dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan 4 tetes larutan CuSO4 2% dan 10 tetes larutan
NaOH 1 N. Selanjutnya, diamati perubahan warna yang terjadi. Awalnya, sari
sawi berwarna hijau muda namun setelah ditambahkan 4 tetes tetes larutan CuSO 4
2% dan 10 tetes larutan NaOH 1 N, warna sari sawi berubah menjadihijau tua.
Perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa sawi menghasilkan uji negatif
terhadap larutan CuSO4 2% dan larutan NaOH 1 N. Namun seharusnya ketika uji
sari sawi terjadi perubahan warna menjadi biru atau keunguan. Hal ini
dikarenakan sawi memiliki kandungan vitamin B6 (piridoksin). Kandungan
vitamin B6 dalam sawi lumayan banyak yaitu sekitar 0,14 mikrogram. Kesalahan
yang terjadi dapat dikarenakan kurangnya ketelitian dan kehati-hatian dalam
memberi larutan CuSO4 2% dan NaOH 1 N sehingga tidak sesuai dengan prosedur
percobaan.
Pengujian yang terakhir dilakukan pada kacang tanah. Pertama, 10 tetes
sari kacang tanah dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 4 tetes
larutan CuSO4 2% dan 10 tetes larutan NaOH 1 N. Selanjutnya, diamati
perubahan warna yang terjadi. Awalnya sari kacang tanah berwarna putih, setelah
ditambahkan 4 tetes larutan CuSO4 2% dan 10 tetes larutan NaOH 1 N, terjadi
perubahan warna menjadi ungu. Hal ini menunjukkan bahwa kacang tanah
menghasilkan uji positif terhadap CuSO4 2% dan NaOH 1 N. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kacang tanah mengandung vitamin B6.

E. KESIMPULAN
Pada uji identifikasi vitamin B1 semua bahan uji yaitu kacang tanah,
vitamin B1, serbuk tiamin, jambu biji, buncis, bayam, sawi, pisang, dan kubis
menghasilkan hasil positif uji vitamin B1. Pada uji identifikasi vitamin C, bahan
uji yang mengahasilkan hasil positif adalah suplemen vitamin C merk IPI, Xon-
Ce, vitacimin, jambu biji dan kubis. Sedangkan bahan lainnya yaitu kacang tanah,
buncis, bayam, sawi, dan pisang menghasilkan hasil negatif. Pada uji identifikasi
vitamin B6, bahan uji yang menghasilkan hasil uji positif berupa kacang tanah,
jambu biji, buncis, pisang, dan kubis. Sedangkan bahan uji lainnya yaitu
piridoxin, suplemen vitamin B1 merk IPI, bayam dan sawi menghasilkan hasil
negatif.

F. DAFTAR PUSTAKA

Alauddin Yulia. 2015. Mikronutrien: Sedikit Tapi Penting. Diperoleh pada Senin,
15 April 2019, dari http://foodtech.binus.ac.id/2015/02/03/mikronutrien-
sedikit-tapi-penting

Fredy, Felix. 2014. Neurosanbe. Diperoleh pada Senin, 15 April 2019, dari
http://www.kerjanya.net/faq/7921-neurosanbe.html
Godam. 2006. Pengertian dan Definisi Vitamin. Diakses dari
http://kidshealth.org/kid/stay_healthy/food/vitamin.html#. Pada tanggal 19
April 2019 pukul 15.30 WIB.
Godam. 2017. Komposisi Nutrisi Bahan Makanan. Diperoleh pada Sabtu 19 April
2019, dari http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-
minyak-ikan-komposisi-nutrisi-bahanmakanan.html
Harjadi.1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia
Kurt T, Isselbacher. 1999. Harrison Prinip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Asdie
AH, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari Harrison’s Principles
of Internal Medicine.
Mulyono HAM. 2005. Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara
Proverawati, Atikah dan Kusumawati. 2011. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan
Gizi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Madika

Rachmawati, Siti, dkk. 2009. “Kinetics of The Oxidation of Vitamin C”.


Inorganic and Physical Chemistry Division. Diakses dari
http://www.researchgate.net/publication/228484005. Pada tanggal 18 April
2019 pukul 13.45 WIB.
Shad, Ray, dkk. 2010. Analisis Kualitatif Vitamin. Makassar: Universitas Islam
Negeri
Soemardjo D. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
Winarno F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Winarno. 2000. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Wiwik, Suharti. 2003. Pengaruh suplementasi besi dan vitamin C terhadap


asupan zat gizi dan kadar hemoglobin anak Sekolah Dasar di Kabupaten
Kapuas, Kalimantan Tengah. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. 19
(1): 46-47.

Yazid,2006. Pengantar Biokimia Edisi Revisi. Malang: Bayumedia


G. LAMPIRAN

Uji Vitamin B1
Uji Vitamin C
Uji Vitamin B6

UJI KANDUNGAN KARBOHIDRAT

A. TUJUAN

Menentukan ada tidaknya karbohidrat pada bahan uji.

Mengetahui jenis-jenis karbohidrat, reaksi-reaksi identifikasi dan sifat-sifat


karbohidrat.
Membuktikan kandungan karbohidrat pada suatu zat berdasarkan reaksi-reaksi
tertentu.

B. DATA HASIL PENGAMATAN

1. Uji Iodine
Ket. Hasil
Perubahan Warna
No Bahan Uji Reagen (+/-)
Sebelum Sesudah
1. Kacang tanah Putih Putih keruh -
2. Susu sapi Putih Putih -
3. Tempe Iod + Putih Putih -
4. Apel Cokelat Cokelat bening -
5. Pisang NaOH Putih keruh Biru +
6. Ikan Putih keruh Putih -
7. Susu Kedelai Putih Endapan putih -

2. Uji Amilum
Ket. Hasil
Perubahan Warna
No Bahan Uji Reagen (+/-)
Sebelum Sesudah
1. Kacang tanah Putih Cincin merah +
2. Susu sapi Putih Endapan putih -
3. Tempe ᾳ-naftol + Putih Cincin merah +
4. Apel Cokelat Putih keruh -
5. Pisang H2SO4 Putih keruh Merah +
6. Ikan Putih keruh Putih -
7. Susu Kedelai Putih Cincin merah +

3. Uji Benedict
Perubahan Warna Ket. Hasil
No Bahan Uji Reagen
Sebelum Sesudah (+/-)
1. Kacang tanah Putih Biru abu -
2. Susu sapi Putih Jingga +
3. Tempe Putih Hijau +
4. Apel Benedict Cokelat Jingga +
5. Pisang Putih keruh Hijau jingga +
6. Ikan Putih keruh Biru -
7. Susu Kedelai Putih Biru -
4. Uji Barfoed
Perubahan Warna Ket.
No Bahan Uji Reagen Hasil
Sebelum Sesudah
(+/-)
1. Kacang tanah Putih Putih -
2. Susu sapi Putih Endapan kuning -
3. Tempe Barfoed + Putih Endapan putih -
4. Apel Cokelat Putih keruh -
5. Pisang Fosfomolibdat Putih keruh Abu -
6. Ikan Putih keruh Putih -
7. Susu Kedelai Putih Endapan putih -

5. Uji Seliwanoff
Perubahan Warna Ket.
No Bahan Uji Reagen Hasil
Sebelum Sesudah
(+/-)
1. Kacang tanah Putih Merah bening +
2. Susu sapi Putih Merah bening +
3. Tempe Putih Merah bening +
4. Apel Seliwanoff Cokelat Merah bening +
5. Pisang Putih keruh Merah bening +
6. Ikan Putih keruh Putih -
7. Susu Kedelai Putih Merah bening +

6. Uji Hidrolisis Amilum


Perubahan Warna Ket.
No Bahan Uji Reagen Hasil
Sebelum Sesudah
(+/-)
1. Kacang tanah Putih Hijau +
2. Susu sapi Putih Putih -
3. Tempe Putih Putih -
4. Apel HCl Cokelat Hijau +
5. Pisang Putih keruh Merah +
6. Ikan Putih keruh Biru muda -
7. Susu Kedelai Putih Cokelat -

7. Uji Hidrolisis Selulosa


Perubahan Warna Ket.
No Bahan Uji Reagen Hasil
Sebelum Sesudah
(+/-)
Cokelat
1. Kacang tanah Putih +
kekuningan
2. Susu sapi Putih Cokelat pekat -
3. Tempe H2SO4 + Putih Putih -
4. Apel Cokelat Kuning +
5. Pisang Benedict Putih keruh Hitam -
6. Ikan Putih keruh Putih -
Cokelat
7. Susu Kedelai Putih -
kehijauan

C. ANALISIS DATA

Uji Iodine

Pada uji iodine, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur dengan
reagen iod dan NaOH terjadi adanya perubahan warna. Pada awalnya tumbukan
kacang tanah yang sudah dilarutkan ini berwarna putih. Setelah dilakukannya uji
iodine, warna putih ini berubah menjadi warna putih keruh. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam bahan kacang tanah negatif mengandung
karbohidrat. Pada bahan susu sapi dan tempe tidak ditemukan adanya perubahan
warna. Warna kedua bahan tersebut tetap berwarna putih baik sebelum atau
sesudah dilakukan uji iodine. Pada bahan apel terjadi perubahan warna yang
mula-mula berwarna cokelat menjadi cokelat bening. Untuk bahan ikan awalnya
berwarna putih keruh menjadi putih dan pada susu kedelai terbentuk endapan
berwarna putih. Keseluruhan bahan tersebut menghasilkan hasil negatif dalam uji
iodine. Sedangkan pada bahan pisang terjadi perubahan warna dari putih keruh
menjadi warna biru yang menandakan bahwa hasil uji dari bahan pisang adalah
positif.

Uji Amilum

Pada uji amilum, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur
dengan reagen ᾳ-naftol dan H2SO4 menghasilkan cincin berwarna merah. Pada
awalnya tumbukan kacang tanah yang sudah dilarutkan ini berwarna putih.
Setelah dilakukannya uji amilum, pada warna putih ini terbentuk cincin berwarna
merah. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam bahan kacang tanah menghasilkan
hasil positif. Pada bahan susu sapi yang awalnya berwarna putih terbentuk
endapan putih. Pada bahan apel terjadi perubahan warna yang awalnya cokelat
menjadi putih keruh. Pada bahan ikan terjadi perubahan warna yang awalnya
putih keruh menjadi putih. Ketiga bahan tersebut menunjukkan hasil negatif.
Untuk bahan tempe dan susu kedelai sebelum dilakukan uji amilum hanya
berwarna putih. Setelah dilakukan uji amilum terbentuk cincin berwarna merah.
Pada bahan pisang terjadi perubahan warna yang awalnya putih keruh menjadi
merah. Ketiga bahan tersebut menghasilkan hasil positif.

Uji Benedict

Pada uji Benedict, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur
dengan reagen Benedict menghasilkan terjadinya perubahan warna. Pada awalnya
tumbukan kacang tanah yang sudah dilarutkan ini berwarna putih. Setelah
dilakukannya uji Benedict, terjadi perubahan warna menjadi biru abu. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada bahan kacang tanah menghasilkan hasil negatif.
Pada bahan susu sapi dan tempe yang awalnya berwarna putih terjadi perubahan
warna berturut-turut menjadi jingga dan hijau. Pada bahan apel terjadi perubahan
warna yang awalnya cokelat menjadi jingga. Pada bahan pisang terjadi perubahan
warna yang awalnya putih keruh menjadi hijau jingga. Keempat bahan tersebut
menunjukkan hasil postitif mengandung karbohidrat. Untuk bahan ikan dan susu
kedelai terjadi perubahan warna yang awalnya berturut-turut berwarna putih keruh
dan putih menjadi warna biru. Hal itu menandakan bahwa kedua bahan tersebut
menghasilkan hasil negatif mengandung karbohidrat.

Uji Barfoed

Pada uji Barfoed, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur
dengan reagen Barfoed dan Fosfomolibdat tidak menghasilkan terjadinya
perubahan warna. Tumbukan kacang tanah yang sudah dilarutkan ini tetap
berwarna putih baik sebelum ataupun sesudah dilakukan uji. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam bahan kacang tanah negatif mengandung
karbohidrat. Pada bahan susu sapi dan tempe yang awalnya berwarna putih terjadi
perubahan warna berturut-turut menjadi putih dan terbentuk endapan berwarna
putih. Pada bahan apel terjadi perubahan warna yang awalnya cokelat menjadi
cokelat. Pada bahan pisang terjadi perubahan warna yang awalnya putih keruh
menjadi abu. Untuk bahan ikan dan susu kedelai terjadi perubahan warna yang
awalnya berturut-turut berwarna putih keruh dan putih menjadi warna putih dan
terjadi endapan berwarna putih. Hal itu menandakan bahwa semua bahan tersebut
menghasilkan hasil negatif dalam uji Barfoed.

Uji Seliwanoff

Pada uji Seliwanoff, bahan kacang tanah yang kami gunakan dicampur
dengan reagen Seliwanoff menghasilkan perubahan warna. Pada awalnya
tumbukan kacang tanah yang sudah dilarutkan ini berwarna putih. Setelah
dilakukannya uji Seliwanoff, warna putih ini berubah menjadi warna merah
bening. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam bahan kacang tanah positif
mengandung karbohidrat. Pada bahan susu sapi, tempe dan susu kedelai terjadi
perubahan warna dari warna putih menjadi warna merah bening. Pada bahan apel
dan pisang terjadi perubahan warna yang mula-mula secara berturut-turut
berwarna cokelat dan putih keruh menjadi warna merah bening. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa kelima bahan tersebut hasilnya positif mengandung
karbohidrat. Sedangkan pada bahan ikan terjadi perubahan dari warna putih keruh
menjadi warna putih. Pada bahan ikan menghasilkan hasil negatif mengandung
karbohidrat.

Uji Hidrolisis Amilum

Pada uji Hidrolisis Amilum, bahan kacang tanah yang kami gunakan
dicampur dengan reagen HCl 2 N menghasilkan perubahan warna. Pada awalnya
berwarna putih berubah warna menjadi warna hijau. Hal ini mengindikasikan
bahwa dalam bahan kacang tanah positif mengandung karbohidrat. Pada bahan
susu sapi dan tempe tidak terjadi perubahan warna. Kedua bahan tersebut tetap
berwarna putih sesudah dilakukan uji hidrolisis amilum. Pada bahan ikan terjadi
perubahan warna dari putih keruh menjadi biru muda dan pada susu kedelai dari
warna putih menjadi warna cokelat. Keempat bahan tersebut tersebut negatif
mengandung karbohidrat. Sedangkan pada bahan apel terjadi perubahan warna
dari warna cokelat menjadi hijau dan pada bahan pisang terjadi perubahan warna
dari putih keruh menjadi merah. Hal tersebut menandakan bahwa pada bahan apel
dan pisang menghasilkan hasil positif.

Uji Hidrolisis Selulosa

Pada uji Hidrolisis Selulosa, bahan kacang tanah yang kami gunakan
dicampur dengan reagen H2SO4 dan Benedict menghasilkan perubahan warna.
Pada awalnya berwarna putih berubah warna menjadi warna coklat kekuningan.
Hal ini mengindikasikan bahwa dalam bahan kacang tanah positif mengandung
karbohidrat. Pada bahan susu sapi dan tempe pada mulanya berwarna putih.
Setelah dilakukannya uji hidrolisis selulosa menghasilkan perubahan warna pada
susu sapi menjadi coklat pekat dan tetap berwarna putih pada bahan tempe. Pada
bahan pisang dan ikan terjadi perubahan warna dari putih keruh berturut-turut
menjadi warna hitam dan putih. Pada bahan susu kedelai terjadi perubahan warna
dari putih menjadi cokelat kehijauan. Kelima bahan tersebut tersebut
menghasilkan hasil negatif. Sedangkan pada bahan apel terjadi perubahan warna
dari warna cokelat menjadi kuning. Hal ini menunjukkan bahwa pada bahan apel
menghasilkan hasil positif.

D. PEMBAHASAN

Uji Iodine
Uji iodine berdasarkan pada penambahan iodine pada suatu polisakarida
yang menyebabkan terbentuknya kompleks adsorpsi berwarna spesifik. Amilum
dengan iodine menghasilkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna merah
anggur, glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan iodine
membentuk warna merah coklat (Sumardjo, 2006). Dengan reaksi sebagai berikut:
Pada percobaan ini diperoleh hasil susu sapi, tempe, apel, ikan, dan susu
kedelai mengalami reaksi negatif uji iodine karena pada prinsipnya uji iodine
dilakukan untuk mendeteksi adanya polisakarida pada sampel, sedangkan sampel
tersebut bukan termasuk polisakarida. Pada percobaan menggunakan pisang
didapatkan hasil reaksi positif uji iodine yang menghasilkan perubahan warna
biru. Polisakarida dengan penambahan iodine akan membentuk kompleks
adsorbsi berwarna yang spesifik. Sehingga membuktikan adanya polisakarida
pada pisang.

Pada pisang yang ditetesi reagen iodine kemudian dipanaskan. Pemanasan


pada polisakarida menyebabkan kumparan-kumparan pada polisakarida rusak
sehingga tidak dapat bereaksi dengan reagen iodine. Warna kekuningan yang
terbentuk pada saat dipanaskan adalah warna dari reagen iodine itu sendiri setelah
dingin maka kumparan-kumparan polisakarida akan menyatu kembali sehingga
dapat bereaksi kembali dengan iodine yang menghasilkan perubahan warna
menjadi biru keunguan. Setelah ditambahkan dengan NaOH berubah menjadi
bening kembali karena Na+ bereaksi dengan iodine. Hal ini menyebabkan iodine
tidak dapat bereaksi hasilnya sampel pisang menjadi tidak berwarna.

Uji Amilum
Percobaan Uji Amilum yang bertujuan untuk mengidentifikasi karbohidrat,
artinya menguji ada atau tidaknya kandungan karbohidrat dalam suatu sampel.
Prinsip dari uji Amilum ini adalah berdasarkan kepada reaksi karbohidrat dengan
H2SO4 sehingga terbentuk senyawa hidroksimetil furfural dengan α-naftol akan
membentuk senyawa kompleks berupa cincin ungu.

Reaksi yang terjadi adalah: C6H12O6 + H2SO4 → Furfural Furfural + α-naftol →


Senyawa kompleks ungu

Walaupun dipanaskan, monosakarida umumnya stabil dalam larutanasam


yang encer. Tetapi apabila dipanaskan dengan asam kuat yang pekatdalam hal ini
uji karbohidrat diatas, monosakarida menghasilkan furfuralatau derifatnya. Reaksi
pembentukan furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari
suatu senyawa.

Pada uji amilum, percobaan dilakukan dengan larutan amilum dimasukkan


beberapa tetes pada tabung reaksi. Kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan
α-naftol. Setelah itu dialirkan asam sulfat pekat sebanyak 1 ml melalui dinding
tabung reaksi secara perlahan. Dan didapatkan hasil percobaan larutan amilum
membentuk cincin ungu kehitaman, menandakan uji positif (+) adanya
karbohidrat pada amilum.

Pada percobaan uji amilum yang menunjukkan positif adalah susu kedelai,
tempe dan pisang. Hasil uji yang positif ini berdasar prinsip kerja dalam uji
amilum yaitu apabila suatu bahan mengandung karbohidrat bahan tersebut akan
membentuk cincin ungu karena ikatan sakarida yang ada pada karbohidrat akan
mengalami dehidrasi oleh H2SO4 pekat yang akan menghasilkan furfural dan
derivat dari karbohidrat. Furfural inilah yang bereaksi dengan larutan α-naftol
yang kemudian akan membentuk cincin bewarna ungu. Oleh karena itu uji
amilum yang menunjukkan uji positif jika larutan yang diuji membentuk cincin
berwarna ungu. Percobaan uji amilum yang menunjukkan negatif adalah susu
sapi, apel dan daging ikan hal ini terjadi jika tidak terbentuk cincin berwarna ungu
pada larutan uji karena tidak terjadi dehidrasi pada lautan uji oleh H2SO4 sehingga
tidak menghasilkan furfural dan derivat karbohidrat. Oleh karena tidak adanya
furfural dan derivat karbohidrat yang terbentuk maka larutan α-naftol pun tidak
akan memberikan rekasi terbentuknya cincin ungu.

Uji Benedict
Uji benedict digunakan untuk mengidentifikasi karbohidrat melalui reaksi
gula pereduksi. Larutan alkali dari tembaga direduksi oleh gula yang mengandung
gugus aldehida atau keton bebas, dengan membentuk kupro oksida berwarna.
Larutan Benedict mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat.
Uji Benedict dilakukan pada basa yang menyebabkan terjadinya transformasi
isomerik. Pada suasana basa, reduksi ion Cu 2+ dari CuSO4 oleh gula pereduksi
akan berlangsung dengan cepat dan membentuk Cu2O yang merupakan endapan
merah bata. Pereaksi Benedict terdiri dari logam Cu dan larutan basa kuat
(Bintang, 2018).

Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula


(karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan
beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Pada uji Benedict, pereaksi ini
akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus aromatik, dan
alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi,
namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah
menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif
dengan pereaksi benedict. Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan
menimbang sebanyak 100 g sodium carbonate anhydrous, 173 g sodium citrate,
dan 17.3 g copper (II) sulphate pentahydrate, kemudian dilarutkan dengan
akuadest sebanyak 1 liter.
Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam
makanan, sampel yang digunakan (kacang tanah, susu sapi, tempe, apel, pisang,
ikan dan susu kedelai) dilarutkan dalam air dan ditambahkan sedikit pereaksi
benedict. Dipanaskan dalam waterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses ini
larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa adanya glukosa), hijau, kuning,
orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa tinggi). Hal
tersebut menunjukan positif mengandung karbohidrat.

Dari hasil pengamatan, susu sapi, apel, tempe, dan pisang mengalami
perubahan menjadi endapan hijau dan jingga yang disebabkan oleh larutan
benedict yang terdiri dari tembaga sulfat (CuSO4). Bahwa pada keempat sampel
tersebut mengalami oksidasi dan mampu mereduksi senyawa yaitu melepaskan O 2
sehingga terbentuk tembaga oksida (Cu2O) yang kita lihat sebagai endapan hijau
dan jingga. Kacang tanah, ikan dan susu kedelai tidak terdeteksi oleh pereaksi
Benedict. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga bahan tersebut bukanlah gula
pereduksi dan tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya
saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas (Winarno, 1997).
Sementara itu, gula yang merupakan pereduksi terkust adalah maltosa karena
endapan yang terbentuk warna merah kecoklatan.

Reaksi yang terjadi sebagai berikut:


Uji Barfoed
Uji Barfoed digunakan untuk membedakan disakarida pereduksi dengan
monosakarida produksi pada tetes tebu. Uji Barfoed mengandung kupri asetat
yang dilarutkan dalam akuades dan ditambahkan dengan asam laktat. Pereaksi
Barfoed dalam suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula pereduksi
monosakarida daripada disakarida dan menghasilkan Cu2O (kupro oksida)
berwarna merah bata (Bintang, 2010).

Barfoed adalah uji untuk membedakan monosakarida dan disakarida


dengan mengontrol kondisi pH serta waktu pemanasan. Uji Barfoed di temukan
oleh kimiawan Denmark, Christen Thomsen Barfoed. Sehingga untuk mengenang
jasanya, uji karbohidrat ini diberi nama Uji Barfoed. Untuk melakukan uji
Barfoed, terlebih dahulu harus disiapkan reagennya.

Reagen Barfoed terdiri dari larutan 0,33 molar tembaga asetat netral dalam
1% larutan asam asetat. Ada pendapat yang mengatakan bahwa reagen ini tidak
dapat di simpan lama, karena itu disarankan untuk membuatnya ketika benar-
benar akan melakukan analisa (Anonim, 2013). Prinsipnya berdasarkan reduksi
Cu2+ menjadi Cu+. Pada pengujian barfoed didapatkan hasil sampel (kacang tanah,
susu sapi, tempe, apel dan pisang) semua sampel tersebut menghasilkan hasil yang
negatif. Jika berkaitan warna yang dihasilkan data dari percobaan bahwa semua
reaksi positif berwarna biru gelap, kecuali amilum yang berwarna biru terang.
Hasil negatif menunjukkan bahwa sampel yang diuji merupakan bagian dari
polisakarida. Mekanisme uji barfoed yaitu larutan Barfoed akan bereaksi dengan
gula reduksi (monosakarida) sehingga dihasilkan endapan merah kuprioksida.
Dalam suasana asam ini gula reduksi yang termasuk dalam golongan disakarida
memberikan reaksi yang sangat lambat dengan larutan Barfoed sehingga tidak
memberikan endapan merah kecuali pada waktu percobaan yang diperlama. Uji
ini untuk penunjukkan gula pereduksi monosakarida (Sudarmadji, 1989). Gula
reduksi adalah gula yang memiliki gugus aldehid (aldosa) atau keton (ketosa)
bebas (Makfoeld dkk, 2002). Aldosa mudah teroksidasi menjadi asam aldonat,
sedangkan ketosa hanya dapat bereaksi dalam suasana basa (Fennema, 1996).
Secara umum, reaksi tersebut digunakan dalam penentuan gula secara kuantitatif.

Saat larutan dipanaskan di dalam penangas air, ada perubahan warna yang
terjadi. Urutan warna yang terjadi dimulai dari pembentukan warna, dari biru lalu
menjadi hijau, kemudian berwarna kuning, lalu warna kuning menjadi kemerahan
sehingga akhirnya terbentuk endapan merah bata. Sebelum terjadinya endapan,
muncul gelembung-gelembung yang kemudian menghasilkan endapan. Warna
biru pada larutan uji Barfoed jika dalam segi warna larutan yang duntuk glukosa
dan fruktosa membentuk warna biru yang lebih pekat dari pada larutan amilum,
sukrosa, maltosa dan laktosa. Karbohidrat yang di tambah dengan larutan Barfoed
menghasilkan warna biru. Dalam asam, polisakarida dan disakarida akan
terhidrolisis parsial menjadi sebagian kecil monomernya. Hal inilah yang menjadi
dasar untuk membedakan antara disakarida, polisakarida dan monosakarida. Yang
termasuk karbohidrat monosakarida, dibagian tepi bawah larutan akan berubah
warna menjadi merah bata hal ini diakibatkan karena gugus aldehid ketonnya
lebih banyak. Pada sampel yang diujikan, yaitu kacang tanah, susu sapi, tempe,
apel dan pisang yang menunjukkan hasil negatif (-). Hal ini menyebabkan bahan
tak dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu2O sangatlah kecil. Setelah dilakukan
pemanasan, sesuai dengan teori bahwa larutan bahan memberikan hasil yang
negatif, hal ini memberikan tanda bahwa dalam larutan bahan tidak terdapat
endapan berwarna biru. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan pati tidak
terhidrolisis sempurna sehingga hidrolisis pati hanya menghasilkan disakarida dan
tidak menjadi monosakarida, sehingga tidak memiliki gugus aldehid dan tidak
membentuk endapan Cu2O. Sama halnya dengan amilum, larutan laktosa pun
tidak menunjukkan adanya endapan karena gugus aldehid ketonnya lebih sedikit
dibanding monosakarida (fruktosa dan glukosa).

Uji Seliwanoff
Uji Seliwanoff digunakan untuk memastikan bahwa pada bahan terdapat
ketosa. Reagen Seliwanoff terdiri atas 0.5% resorsinol dan HCl 5 N. Reaksi positif
terjadi apabila terbentuk warna merah. HCl akan mengubah heksosa menjadi
hidroksi metal furfural yang kemudian akan bereaksi dengan resorsinol
membentuk kompleks yang berwarna merah.

Uji Seliwanoff ini dilakukan untuk mengetahui adanya gula ketosa pada
karbohidrat. Jenis karbohidrat yang diujikan sama dengan jenis karbohidrat yang
diujikan pada uji barfoed. Pengujian hampir sama dengan uji barfoed hanya
penambahan larutan indikatornya saja yang berbeda. Pada uji Seliwanoff
digunakan larutan Seliwanoff sebagai larutan indikatornya. Larutan yang telah
dicampurkan dipanaskan pada penangas untuk melihat hasil atau perubahan yang
terjadi.

Dari hasil pengujian yang dilakukan pada semua sampel karbohidrat yang
ada, semua bahan (kacang tanah, susu sapi, tempe, apel dan pisang) menghasilkan
hasil positif (+). Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel-sampel tersebut
mengandung gugus ketosa. Larutan bahan akan bereaksi dengan larutan
Seliwanoff dan akhirnya menunjukkan hasil yang positif dan menghasilkan
endapan yang berwarna merah orange.

Uji Hidrolisis Amilum


Amilum merupakan polisakarida yang terdapat banyak di alam, yaitu pada
sebagian besar tumbuhan. Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat
pada umbi, daun, batang dan biji-bijian (McGilvery & Goldstein, 1996).

Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer
dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiri
atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan  1,4-glikosidik, jadi molekulnya
merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang
sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik.
Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul
amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul amilopektin lebih besar
daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1000 unit glukosa. Butir-butir pati
tidak larut dalam air dingin tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terbentuk
suatu larutan koloid yang kental. larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan
berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang membentuk
senyawa. Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau merah
lembayung (McGilvery & Goldstein, 1996).

Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga


menghasilkan glukosa. hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amylase.
Dalam ludah dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amylase yang
bekerja terhadap amilum yang terdapat dalam makanan kita. Oleh enzim amilase, amilum
diubah menjadi maltosa dalam bentuk -maltosa (McGilvery & Goldstein, 1996).

Pada percobaan ini digunakan amilum sebagai bahan uji. Mula-mula


amilum sebanyak 10 ml ditambah dengan HCl 2,5 ml. Kedua campuran ini
berwarna putih keruh. Kemudian kedua campuran tersebut dipanaskan selama 3
menit pertama, dan diuji dengan iodine menghasilkan perubahan warna yang
berbeda. Pengujian pada kacang tanah, apel, dan pisang setelah pemanasan 3
menit menghasilkan perubahan warna menjadi hijau kehitaman, sedangkan pada
susu sapi, tempe, ikan, dan susu kedelai menghasilkan warna putih keruh. Hal ini
menujukkan bahwa pada pemanasan 3 menit amilum belum banyak terhidrolisis
sehingga menghasilkan warna hijau kehitaman pada kacang tanah, apel, dan
pisang sedangkan pada susu sapi, tempe, ikan, dan susu kedelai tidak. Pada 3
menit berikutnya yakni setelah pemanasan 6 menit menghasilkan warna hijau
kecokelatan pada kacang tanah, apel, dan pisang sedangkan pada susu sapi, tempe,
ikan, dan susu kedelai tetap putih keruh. Perubahan warna yang terjadi ini
menunjukkan amilum pada kacang tanah, apel, dan pisang postif sedangkan pada
susu sapi, tempe, ikan, dan susu kedelai amilum mulai terhidrolisis sehingga
kandungan amilum mulai berkurang dan menghasilkan uji negative terhadap
reagen Iodin. Setelah pemanasan selama 9 menit menghasilkan perubahan warna
menjadi hijau pada kacang tanah, apel, dan pisang namun pada susu sapi, tempe,
ikan, dan susu kedelai putih keruh. Hal ini menandakan bahwa amilum pada
kacang tanah, apel, dan pisang postif sedangkan amilum pada susu sapi, tempe,
ikan, dan susu kedelai telah terhidrolisis sempurna sehingga menghasilkan uji
negative terhadap reagen iodine.

Setelah menghasilkan uji negatif terhadap iodine (bahan susu sapi, tempe,
ikan, dan susu kedelai), campuran amilum dengan HCl tersebut dipanaskan
kembali selama 3 menit dan diuji dengan reagen benedict. Pada perlakuan tersebut
diperoleh perubahan warna menjadi biru muda. Sedangkan setelah pemanasan 6
menit dihasilkan perubahan warna menjadi biru muda, setelah pemanasan 9 menit
perubahan warna yang terjadi menjadi biru yg lebih tua dari sebelumnya. Dapat
dilihat perubahan warna yang terjadi pada setiap waktu adalah berbeda dan
menghasilkan hasil yang negative. Kesalahan yang mungkin terjadi pada saat
melakukan percobaan adalah kurang bersihnya alat, terlalu lama atau sebentarnya
waktu pemanasan, tidak efisiennya waktu, serta kesalahan dalam mengamati
perubahan warna yang terjadi.

Pada percobaan amilum ditambah HCl dan dipanaskan ini, terjadi proses
hidrolisis sebagai berikut:
Amilum→ Amilodekstrin→ Eritrodekstrin→ Akroodekstrin→ Maltosa→
Glukosa
(+iod) (+iod) (+iod) (+iod) (- iod) (- iod)

Keterangan: (+iod) positif iodine


(- iod) negatif iodine

Pada praktikum ini, HCl berfungsi sebagai asam yang akan menghidrolisis
amilum. Kemudian dipanaskan bertujuan untuk memecah molekul menjadi lebih
kecil sehingga mudah dihidrolisis. Pemecahan atau hidrolisis dari amilum akan
menghasilkan disakarida dan akhirnya menjadi menjadi molekul monosakarida
selanjutnya oleh ragi glukosa dapat diubah menjadi alkohol.

Uji Hidrolisis Selulosa


Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan penbentuk dinding sel. Serat
kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat
dicernakan karena kita tidak mempunyai enzin yang dapat menguraikan selulosa. Dengan
asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi tinggi dapat
terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-glukosa. Selobiosa adalah suatu disakarida yang
terdiri atas dua molekul glukosa yang berikatan glikosidik antara atom karbon 1 dengan
atom karbon 4 (McGilvery & Goldstein, 1996).

Pada percobaan hidrolisis selulosa yang telah kami lakukan prinsipnya


adalah selulosa yang merupakan polisakarida akan dihidrolisis atau dipecah
menjadi monosakarida. Pertama- tama yaitu kertas saring yang dilarutkan dalam
air bertujuan untuk membentuk selulosa yang kemudian ditambah dengan H2SO4
menghasilkan cincin berwarna hitam, menunjukkan bahwa selulosa mulai
terhidrolisis oleh asam. H2SO4 akan mengdehidrasi senyawa yang ada dalam
karbohidrat menghasilkan furfural (monosakarida) dan derivat karbohidrat.
Kemudian ketika diaduk larutan uji akan berubah warna menjadi kuning
kecoklatan, hal ini dikarenakan ikatan antara H2SO4 dengan ikatan β-1-4
glikosidik akan terlepas sehingga warnanya akan berubah menjadi kuning
kecoklatan. Setelah dipanaskan selama 1 jam menghasilkan warna kehitaman
pada laruran uji. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan dalam selulosa mulai terlepas
akibat adanya proses pemanasan yang akan mempercepat proses hidrolisis.
Selanjutnya, pengujian menggunakan regaen benedict pada keenam bahan uji
yaitu: kacang tanah, susu sapi, tempe, apel, ikan, dan susu kedelai bertujuan untuk
mengetahui bahwa hidrolisis atau pemecahan selulosa berhasil yaitu
menghasilkan senyawa monosakarida dengan berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi
Cu+ oleh gugus aldehid atau keton bebas dalam suasana alkalis, uji positif ditandai
dengan terbentuknya larutan hijau, merah, orange atau merah bata serta adanya
endapan. Namun hasil percobaan yang kami peroleh adalah negatif pada susu
sapi, tempe, pisang, ikan, dan susu kedelai, kesalahan yang terjadi mungkin
dikeranakan kurang lamanya proses pemanasan yang kami lakukan sehingga
proses hidrolisis selulosa kurang sempurna. Oleh karena itu, ketika ditetesi dengan
reagen benedict larutan uji tidak akan memberikan perubahan warna yang tepat.

E. KESIMPULAN
Untuk mengetahui adanya karbohidrat pada suatu bahan uji, dapat dilakukan uji
identifikasi karbohidrat, diantaranya yaitu uji iodine, uji amilum, uji benedict, uji
Barfoed, uji Seliwanoff, uji hidrolisis amilum dan uji hidrolisis selulosa.
Karbohidrat dapat diidentifikasi berdasarkan sifat-sifatnya yang menurut
pembagian jenisnya yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Secara
umum, sifat dari karbohidrat adalah terdiri dari rantai karbon yang memiliki gugus
karbonil sebagai aldehid atau keton, sebagai sumber energi utama makhluk hidup,
dan menjadi fungsi struktural pada materi genetik makhluk hidup.

Reaksi-reaksi pada identifikasi karbohidrat adalah:


Pada uji iodine, amilum bereaksi hidrolisis yang menyebabkan terbentuknya
kompleks adsorpsi berwarna spesifik.
Pada uji amilum, karbo bereaksi dengan H2SO4 dan terbentuk hidroksimetil
furfural α-naftol membentuk kompleks berupa cincin ungu.
Pada uji benedict, terjadi melalui reaksi gula pereduksi. Larutan alkali pada
tembaga direduksi oleh gula yang mengandung gugus aldehid atau keton bebas
dengan membentuk kupro oksida berwarna.
Pada uji barfoed mengandung kupri asetat yang dilarutkan dalam akuades dan
ditambahkan dengan asam laktat. Pereaksi Barfoed dalam suasana asam akan
direduksi lebih cepat oleh gula pereduksi monosakarida daripada disakarida dan
menghasilkan Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata.
Pada uji Seliwanoff, HCl bereaksi dgn heksosa menjadi hidroksi metal furfural
yang kemudian bereaksi dengan resorsinol membentuk kompleks berwarna
merah.
Pada uji hidrolisis amilum, reagen HCl berfungsi sebagai asam yang akan
menghidrolisis amilum. Kemudian dipanaskan bertujuan untuk memecah molekul
menjadi lebih kecil sehingga mudah dihidrolisis. Pemecahan atau hidrolisis dari
amilum akan menghasilkan disakarida dan akhirnya menjadi menjadi molekul
monosakarida selanjutnya oleh ragi glukosa dapat diubah menjadi alkohol.
Pada uji hidrolisis selulosa, selulosa yang merupakan polisakarida akan
dihidrolisis atau dipecah menjadi monosakarida melalui reagen H2SO4. H2SO4
akan mengdehidrasi senyawa yang ada dalam karbohidrat menghasilkan furfural
dan derivat karbohidrat. Kemudian terjadi lepasan antar ikatan antara H2SO4
dengan ikatan β-1-4 glikosidik sehingga warnanya akan berubah menjadi kuning
kecoklatan.

F. DAFTAR PUSTAKA
Bintang, Maria. 2018. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga

Mc Gilvery & Goldstein. 1996. Biokimia: Suatu Pendekatan Fungsional.


Surabaya: Airlangga University Press.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka: Jakarta.

G. LAMPIRAN

1. Kacang Tanah
2. Susu Sapi
UJI ENZIM

A. TUJUAN

Mengenal jenis-jenis enzia yang berasal dari tumbuhan dan manusia

Mengenal cara-cara isolasi enzima dari alam secara sederhana.

Mengenal berbagai substrat yang dikatalisasi oleh enzima.

Mengenal senyawa hasil katalis enzima.

Mengenal senyawa hasil katalis enzima.

B. DATA HASIL PENGAMATAN

Aktivitas Enzima Amilase dan Bromealin


Perubahan Warna
No Bahan Reagen
Sebelum Sesudah
Amilase dari Benedict Putih Merah bata / hijau
1.
kacang tanah IKI Putih Putih / putih
2. Amilase dari Benedict Bening keruh Merah bata / hijau
saliva IKI Bening keruh Biru tua / biru
Kecambah Benedict Putih Merah bata / hijau
3.
kacang hijau IKI Putih
Albumin Ninhidrin +
4. Putih Biru pekat
telur sari nanas

Faktor Kerja Enzima


No Perubahan Warna
Faktor Perlakuan Reagen
. Sebelum Sesudah
Benedict Bening Orange
Es
IKI
Air Benedict Bening Orange
mendidih IKI
Kuning
Suhu Benedict Bening
1. Suhu kecoklatan
ruangan
IKI
Kuning
Air suhu Benedict Bening kecoklatan dan
(37-40ºC) endapan orange
IKI
Benedict Biru Biru bening
HCl 1N Tidak
IKI Biru
berwarna
Benedict Biru Biru kehijauan
NaOH 1N Tidak
2. pH IKI Biru
berwarna
Coklat endapan
Benedict Biru
merah
Netral
Tidak
IKI Merah keunguan
berwarna
3. Konsentrasi Tidak
Benedict Hijau tua
Enzim berwarna
0,5 ml
Tidak
IKI Biru pekat
berwarna
0,75 ml Hijau tua ada
Tidak
Benedict sedikit endapan
berwarn
kuning
IKI Tidak Biru pekat
berwarna
Hiaju muda,
Tidak
Benedict terdapat endapan
berwarna
2 ml kuning
Tidak
IKI Biru muda
berwarna

C. ANALISIS DATA

Aktivitas Enzima Amilase dan Bromealin


Pada bahan singkong sebelum ditambah dengan reagen benedict dan
reagen IKI berwarna putih, dan setelah ditambah dengan reagen benedict
mengalami perubahan warna menjadi warna merah bata/hijau, dan setelah
ditambah dengan reagen IKI tidak mengalami perubahan warna, atau warnanya
masih tetap putih. Pada bahan saliva sebelum ditambah dengan reagen benedict
dan reagen IKI berwarna bening keruh, setelah ditambah dengan reagen benedict
mengalami perubahan warna menjadi warna merah bata/hijau, dan setelah
mengalami penambahan reagen oleh reagen IKI mengalami perubahan warna
menjadi biru tua/biru, pada bahan kecambah kacang hijau sebelum ditambah
dengan reagen benedict dan reagen IKI berwarna putih, dan setelah ditambah
dengan reagen benedict mengalami perubahan warna menjadi warna merah
bata/hijau.

Faktor Kerja Enzima


Pada faktor suhu, perlakuan pertama adalah dengan es. Es sebelum
ditambah dengan reagen benedict berwarna bening dan setelah ditambah dengan
reagen benedict mengalami perubahan warna menjadi orange, dan pada perlakuan
terhadap air mendidih sebelum ditambah dengan reagen benedict berwarna
bening, dan setelah ditambah dengan reagen benedict mengalami perubahan
warna menjadi orange, pada perlakuan terhadap suhu ruangan sebelum ditambah
dengan reagen benedict berwarna bening, dan setelah ditambah dengan reagen
benedict mengalami perubahan warna menjadi kuning kecoklatan, pada perlakuan
air dengan suhu (37-40⁰ C) sebelum ditambah dengan reagen benedict berwarna
bening, dan setelah ditambah dengan reagen benedict mengalami perubahan
warna menjadi warna kuning kecoklatan denagn endapan orange.

Pada faktor pH, perlakuan pertam pada HCL 1N sebelum ditambah dengan
reagen benedict berwarna biru, dan setelah ditambah dengan reagen benedict
mengalami perubahan warna menjadi biru bening, dan sebelum ditambah dengan
reagen IKI tidak berwarna, setelah ditambah dengan reagen IKI berwarna biru,
pada perlakuan NAOH 1N sebelum ditambah dengan reagen benedict berwarna
biru, dan setelah ditambah dengan reagen benedict mengalami perubahan warna
menjadi biru kehijauan, dan sebelum ditambah dengan reagen IKI tidak berwarna,
setelah ditambah dengan reagen IKI berwarna biru, pada perlakuan netral sebelum
ditambah dengan reagen benedict berwarna biru, dan setelah ditambah dengan
reagen benedict mengalami perubahan warna menjadi coklat dengan endapan
merah, dan sebelum ditambah dengan reagen IKI perlakuan netral tidak berwarna,
setelah ditambah dengan reagen IKI berwarna merah keunguan.

Pada faktor konsentrasi enzim, perlakuan pada 0,5 ml sebelum ditambah


reagen benedict tidak berwarna, setelah penambahan berubah warna menjadi hijau
tua. Sedangkan penambahan reagen IKI dari sebelumnya tidak berwarna menjadi
warna biru pekat. Pada perlakuan 0,75 ml sebelum ditambah reagen benedict tidak
berwarna, setelah penambahan menjadi warna hijau tua dengan sedikit endapan
berwarna kuning. Sedangkan pada penambahan reagen IKI sebelumnya tidak
berwarna, setelah penambahan menjadi warna biru pekat. Pada perlakuan 2 ml
sebelum ditambah reagen benedict tidak berwarna, setelah penambahan berubah
warna menjadi hijau muda dengan endapan berwarna kuning. Sedangkan pada
reagen IKI sebelum penambahan tidak berarna, setelah penambahan berubah
warna menjadi biru muda.

D. PEMBAHASAN

Aktivitas Enzim Amilase dan Bromealin

1. Aktivitas Amilase Dari Saliva


Percobaan pertama adalah percobaan untuk mengetahui aktivitas amilase dari
saliva. Percobaan dilakukan dengan meletakkan suspensi amilum pada tabung reaksi
pertama yang kemudian ditambahkan amilase dari saliva. Setelah itu dikocok dan
didiamkan selama 15 menit, ditetesi dengan menggunakan reagen IKI. Hasil
menunjukkan larutan yang diuji berubah warna menjadi biru terdapat lingkaran hitam
kecil namun kami aduk sehingga warnanya sedikit berubah menjadibiru kehitaman.
Perubahan warna menjadi biru tersebut menunjukkan bahwa enzim amilase bekerja yaitu
dengan mulai menghidrolisis amilum menjadi maltosa (disakarida) dan glukosa
(monosakarida). Sedangkan lingkaran hitam kecil yang terbentuk menunjukkan ikatan
kimia antara reagen IKI dengan amilum mulai terlepas. Kemudian dilakukan percobaan
yang sama dengan waktu pendiaman 30 menit. Hasil yang didapat adalah perubahan
warna larutan yang diuji yakni menjadi biru kehitaman dan tidak terdapat lingkaran hitam
karena pada menit ke-15 lingkaran yang terbentuk adalah besar karena ikatan kimia
antara reagen IKI dengan amilum dalam waktu yang singkat masih kuat, dan kadar
amilum yang terhidrolisis oleh enzim amylase menjadi maltose dan glukosa masih
sedikit. Sedangkan pada menit ke-30 seharusnya lingkaran hitam yang terbentuk adalah
lebih kecil dari percobaan pertama, karena dengan waktu pendiaman yang lebih lama
ikatan kimia antara reagen IKI dengan amilum sudah mulai banyak yang terlepas dan
kadar amilum yang dihidrolisis oleh enzim amylase menjadi maltosa (disakarida) dan
glukosa lebih banyak. Larutan IKI menunjukkan uji positif terhadap amilum. Kesalahan
pada percobaan ini dapat terjadi karena kurangnya ketelitian praktikan dalam
menjalankan prosedur percobaan atau juga karena kurangnnya ketelitian dalam
mengamati perubahan warna yang terjadi pada larutan uji.

Pada percobaan selanjutnya adalah percobaan untuk mengetahui aktivitas amilase


dari saliva. Percobaan dilakukan dengan meletakkan suspensi amilum ditambah saliva
pada tabung reaksi yang kemudian ditambahkan HCl 1 N. Setelah itu dikocok dan
didiamkan selama 15 menit, dan ditetesi dengan menggunakan reagen IKI. Hasil
menunjukkan larutan yang diuji berubah warna menjadi biru pekat. Tingkat ph pada HCl
1 N adalah bernilai 0, dimana HCl 1 N setara dengan HCl 1 M sehingga ph HCl dapat
dijelaskan sebagai berikut: pH = -log [H +] pH = - log 1 pH = 0 Perubahan warna
menjadi biru tersebut menunjukkan bahwa enzim amilase bekerja yaitu dengan
menghidrolisis amilum menjadi maltosa (disakarida). Perubahan warna pada percobaan
kali ini, menjadi kuning yang lebih jernih daripada pada percobaan dengan menggunakan
suspensi amilum ditambah saliva saja. Hal ini dikarenakan HCl yang merupakan asam
kuat (tergolong asam kuat karena ion H + nya terionisasi sempurna, HCl --> H + + Cl-) akan
menurunkan aktifitas enzim amilase yang bekerja optimum pada ph yang netral yaitu 7.
Kemudian dilakukan percobaan yang sama dengan waktu pendiaman 30 menit. Hasil
yang didapat adalah perubahan warna larutan yang diuji adalah biru muda karena dengan
waktu pendiaman yang lebih lama ikatan pada amilum sudah mulai banyak yang terlepas
sehingga kandungan maltosa (disakarida) yang terbentuk dari hidrolisis amilum semakin
sedikit karena telah terpecah menjadi glukosa (monosakarida).

Percobaan selanjutnya adalah uji benedict. Dimana percobaan dilakukan dengan


menambahkan masing-masing 15 tetes fehling A dan B yang telah dikocok hingga
tercampur pada tabung reaksi yang berisikan suspensi amilum dan saliva sebanyak 5
tetes. Setelah itu dipanaskan diatas lampu spirtus hingga mendidih atau selama 2 menit.
Larutan tersebut didiamkan selama 15 menit. Hasil yang didapat adalah larutan yang diuji
berwarna biru kehijauan. Pada uji benedict sebelum dipanaskan adalah berwarna biru dan
setelah dipanaskan berwarna hijau kekuningan. Hal ini menunjukan hasil positif terhadap
uji benedict pada saliva.

2. Aktivitas Enzim Amilase Dari Ekstrak Kecambah Kacang Hijau


Pada praktikum kali ini, dilakukan pengamatan terhadap aktivitas enzim amilase.
Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu kecambah kacang hijau yang sudah
dihaluskan. Dalam praktikum aktivitas enzim amilase digunakan kecambah kacang hijau
karena kacang hijau mudah di dapatkan dan kecambah mengandung enzim α-amilase
yang mudah untuk diisolasi dibandingkan kacang-kacangan lainnya. Enzim α-amilase
terdapat di plasma sel sehingga mudah diisolasi (Suarni, 2007). Dalam membuat ekstrak
kecambah kacang hijau, bahan yang dibutuhkan diantaranya adalah kecambah, dan
aquades. Sedangkan cara membuat ekstrak kacang hijau yakni pertama, kecambah kacang
hijau yang telah dicuci diambil sebanyak 25 g kemudian digerus dalam sedikit aquades
hingga halus dan disaring. Aquades ditambahkan kembali dan dilakukan penyaringan
hingga diperoleh sari kecambah kacang hijau sebanyak 50 ml. Proses menghaluskan
kecambah dimaksudkan untuk merusak jaringan dan dinding sel, sehingga isi sel dapat
keluar. Penyaringan mendapatkan filtrat atau isi sel yang merupakan enzim amilase kasar.
Setelah isolasi enzim selesai dilakukan, kegiatan berikutnya yakni pengujian aktivitas
enzim amilase. Pertama, dilakukan uji amilum. 2 ml suspensi amilum 2 % dimasukkan
dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 ml amilase dari ekstrak kecambah. Setelah
dibiarkan selama 15 menit diambil 3 tetes, kemudian diteteskan pada pelat tetes dan
diberi 1 tetes larutan IKI. Dari perlakuan tersebut, diperoleh hasil larutan yang awalnya
berwarna putih keruh berubah menjadi kuning dengan campuran warna hitam.
Seharusnya pada uji tersebut terjadi reaksi positif yang ditunjukkan dengan perubahan
warna yakni larutan yang yang awalnya berwarna putih keruh berubah menjadi kuning
dengan lingkaran biru kehitaman ditengahnya.

Percobaan selanjutnya, dilakukan pengujian amilase dari ekstrak kecambah


kacang hijau dengan HCl 1 N. Pertama, 2 ml suspensi amilum 2 % dimasukkan dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 HCl 1 N. Setelah dibiarkan selama 15 menit,
diambil 3 tetes kemudian diteteskan pada pelat tetes dan diberi 1 tetes larutan IKI. Dari
perlakuan tersebut, diperoleh hasil larutan yang awalnya jernih berubah menjadi kuning.
Dapat disimpulkan bahwa amilum bereaksi negatif terhadap IKI. Hal ini dikarenakan HCl
merupakan asam kuat, sehingga hanya dengan sedikit penambahan HCl suasana larutan
menjadi asam. Dengan penambahan HCl, amilum dapat mengalami kerusakan struktur.

Percobaan selanjutnya yakni uji benedict menggunakan reagen fehling A dan


fehling B. Pertama, diambil fehling A dan fehling B masing-masing 15 tetes ke dalam
tabung reaksi. Kemudian dikocok hingga tercampur dan ditambahkan suspensi amilum
yang diuji sebanyak 5 tetes, larutan kemudian dipanaskan mengunakan penjepit dan
pembakar spiritus hingga mendidih atau selama 2 menit. Saat memanaskan tabung reaksi
dijepit dengan posisi penjepit berada di tengah tabung reaksi. Hal ini dimaksudkan agar
tabung reaksi tidak jatuh saat dipanaskan. Pada saat memaskan, tabung reaksi digoyang-
goyangkan dan mulut tabung reaksi tidak mengarah pada praktikan untuk menjaga
keselamatan kerja di laboratorium. Setelah pemanasan terjadi perubahan warna. Larutan
amilum yang ditambahkan fehling A dan B yang awalnya berwarna biru berubah menjadi
hitam kemerahan. Larutan tersebut bereaksi positif terhadap uji fehling A dan B karena
amilum mulai dihidrolisis oleh enzim amylase menjadi maltosa dan glukosa. Oleh karena
terdapatnya kandungan glukosa ini sehingga larutan berubah warna menjadi hitam
kemerahan

3. Aktivitas Enzim Bromealin


Pada praktikum ini kami melakukan percobaan mengenai aktivitas enzim
bromelialin dengan melakukan uji ninhidrin untuk mengetahui adanya asam
amino bebas yang terkandung dalam ekstrak kacang tanah. Setelah itu
ditambahkan 15 tetes enzim bromelialin kemudian didiamkan selama 15 menit.
Setelah 15 menit berlalu, ditambahan 3 tetes pereaksi ninhidrin. Setelah dikocok
dan dipanaskan dalam penangas air larutan tersebut menghasilkan warna biru
keunguan sedikit pekat. Sedangkan pada menit ke-30 setelah larutan tersebut
ditetesi oleh 3 tetes pereaksi ninhidrin dan dipanaskan pada penangas air
menghasilkan warna biru keunguan yang lebih pekat dibanding pada menit ke-15
dan disertai adanya gumpalan. Uji ninhidrin ini dimaksudkan untuk mendeteksi
adanya asam amino. Dan apabila larutan yang kita ujikan menghasilkan warna
ungu maka larutan tersebut bereaksi dengan asam amino. Dari percobaan ini
didapat bahwa larutan kacang tanah membentuk warna ungu kebiruan karena pada
larutan tersebut dapat bereaksi dengan peraksi ninhidrin. Hal ini menandakan
bahwa kacang tanah mempunyai gugus asam amino. Semakin banyak ninhidrin
pada zat uji yang dapat bereaksi, semakin pekat warnanya. Hal ini juga mendasari
bahwa uji Ninhidrin dapat digunakan untuk menentukan asam amino secara
kuantitatif. Sedangakan endapan yang terbentuk merupakan akibat dari aktivitas
enzim protease yang memutus ikatan peptida pada protein. Protein dapat
dihidrolisis dengan bantuan enzim yaitu enzim protease. Fungsi dari enzim
protease tersebut yaitu untuk memutus ikatan peptida yang menyebabkan
terjadinya perubahan tekstur. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
enzim yang terkandung dalam ekstrak nanas dalam proses hidrolisis protein.

Faktor Kerja Enzima

1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim


Enzim bekerja secara optimum pada suhu tertentu sesuai dengan sifat atau
karakter dari enzim tersebut. Pada praktikum ini diketahui bahwa suhu 40 oC
mampu mengaktivasi enzim amilase untuk bekerja secara optimum untuk
memecah pati. Enzim amilase bekerja pada suhu kompartemen ± 37˚C. Pada suhu
40oC enzim amilase masih bekerja aktif mengubah pati menjadi gula yang lebih
sederhana (disakarida). Hal ini dapat terjadi karena terjadinya kesalahan pada saat
persiapan sampel, saliva maupun karena kenaikan suhu sehingga terjadi bisa pada
hasil pengamatan.

Enzim merupakan senyawa protein yang sangat peka terhadap perubahan


temperatur. Semakin tinggi temperatur akan terjadi perubahan struktur enzim yang
diikuti oleh hilangnya aktivitas katalitik dari enzim tersebut. Pada temperatur
rendah, laju inaktivasi enzim berjalan lambat dan sangat kecil, sehingga boleh
diabaikan.

Menurut Winarno (1986), di Indonesia, temperatur optimum bagi proses


enzimatis dilakukan pada temperatur kamar. Hampir semua enzim memiliki
aktivitas optimum pada temperatur sekitar 30oC dan denaturasi dimulai pada
temperatur 45oC. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa pada suhu 100 oC (titik
didih) enzim amilase mulai mengalami denaturasi, hal ini dibuktikan dengan
reaksi untuk membentuk titik akromatik lebih lama dibandingkan suhu dingin
(es), suhu ruang dan suhu 40oC. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Winarno,
jika enzim mulai mengalami denaturasi dan reaksi enzim berjalan lambat dimulai
pada temperature 45oC. Selain itu suhu rendah relatif lebih stabil bagi enzim.

2. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim


Pada tabung 1, pH larutan menjadi asam (HCl), pH asam ini membuat
enzim amilase yang bekerja pada pH= 7 (netral) mengalami denaturasi (menjadi
tidak aktif karena perubahan pH). Ini dibuktikan dengan test plate hingga 10
menit pengujian, tidak terbentuk titik akromatik dengan IKI dan Benedict, hal ini
menunjukan bahwa amilase telah mengalami denaturasi karena suasana asam,
sehingga tidak dapat memecah pati dan tidak membentuk akromatik. Titik
akromatik yaitu titik saat larutan uji dengan larutan iod menghasilkan reaksi
negatif (pati sudah hilang). Sedangkan pada tabung 2, suasana netral pada larutan,
sehingga enzim amilase mampu menghidrolisis pati sehingga dapat membentuk
titik akromatik.

Pada tabung 3, suasana basa (NaOH) pada larutan. Suasana basa ini tidak
sesuai untuk enzim amilase yang bekerja pada pH netral (pH= 7). Ini terjadi
karena enzim amilase mengalami denaturasi pada suasana basa sehingga enzim
amilase tidak dapat menghidrolisis pati.

Pada umumnya enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu


kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5-8,0
(Winarno, 1986). Enzim tertentu mempunyai kisaran pH optimum yang sangat
sempit. Di sekitar pH optimum enzim mempunyai stabilitas yang tinggi. Dalam
hal ini, enzim yang sama sering kali pH optimumnya berbeda tergantung sumber
enzimnya.

Bila aktivitas enzim diukur pada pH yang berlainan, maka sebagian besar
enzim di dalam tubuh akan menunjukan aktivitas optimum antara pH 5,0 - 9,0
kecuali pada beberapa enzim misalnya pepsin (pH optimum= 2). Hal ini
disebabkan oleh:
Pada pH rendah atau tingi, enzim akan mengalami denaturasi.
Pada pH rendah atau tinggi, enzim maupun substrat dapat mengalami
perubahan muatan listrik dengan akibat perubahan aktivitas enzim.

Dari hal tersebut diketahui bahwa enzim bekerja secara optimum sesuai
dengan pH-nya. Jika pH larutan tidak sesuai dengan enzim, maka enzim tidak
akan bekerja karena mengalami denaturasi dan tidak dapat untuk bekerja
mengkatalisis reaksi enzimatis yang terjadi.

3. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Kerja Enzim


Pada praktikum ini, dengan konsentarsi substrat yang sama, temperature
sama tetapi dengan jumlah enzim yang berbeda akan mempengaruhi aktivitas
enzim. Dari praktikum diketahui semakin tinggi/banyak enzim maka semakin
pudar warna reaksi pada larutan setelah diberi IKI dan benedict (fehling A dan
fehling B).

Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim akan


meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, kecepatan reaksi
enzimatis (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim (E) sampai batas
tertentu, sehingga reaksi mengalami kesetimbangan. Pada saat setimbang,
peningkatan konsentrasi enzim sudah tidak berpengaruh (Sirajuddin, 2011).

Kecepatan reaksi enzim (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim


(E). Makin besar jumlah enzim makin cepat reaksinya. Makin banyak enzim
terbentuk, makin cepat reaksi ini berlangsung. Hali ini terjadi sampai batas
tertentu.

E. KESIMPULAN
Terdapat berbagai macam enzim yang berasal dari tumbuhan seperti dari buah
nanas, bromelin, serta enzim yang bersal dari getah pepaya, papain. Juga
terdapat enzim yang ada pada saliva manusia, yaitu amilase.
Cara sederhana isolasi enzima yaitu dengan berkumur untuk mendapatkan
enzim dari saliva dan menghaluskan lalu memeras ekstraknya jika ingin
mengisolasi enzim yang berasal dari tumbuhan.
Substrat akan dikatalis secara sepesifik oleh enzim. Nama substrat sesuai
dengan enzim yang mengatalisnya. Seperti amilase yang mengkatalis
amilum.
Senyawa yang dihasilkan oleh suatu enzim bersifat spesifik dan sesuai dengan
substratnya.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kerja enzim, yaitu: suhu, pH,
konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat.

F. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Penuntun Laporan Praktikum Biokimia Umum. Makassar:


Farmasi UMI.

Anonim., 2015. Penuntun dan Laporan Praktikum Biokimia Umum, Makassar;


Farmasi UMI.

Bintang, Maria. 2018. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Cartono, M.Pd. 2004. Biologi Umum. Bandung: PRISMA PRESS.

Girindra, A. 1990. Biokimia I. Jakarta: PT. Gramedia.


Indah, Mutiara. 2004. Enzim. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera
Utara.
Poedjiadi, Anna. 2004. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.

Poedjiadi, Anna dan Supriyanti F.M. Titin. 2009. Dasar-Dasar Biokimia,


Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Sadikin M. 2002. Seri Biokimia: Biokimia Enzim. Jakarta: Widya Medika.


Salirawati et al. 2007. Belajar Kimia Menarik. Jakarta: Grasindo.

Santoso. Anwar. 2008. Rumus Lengkap Kimia SMA. Jakarta: PT. Wahyu Media.

Sutresna. Nana. 2009. Kimia. Bandung: Grafindo.

Tim Dosen Biokimia. 2011. Penuntun Praktikkum Biokimia. Palu: Universitas


Tadulako.

Tim Dosen Kimia. 2010. Kimia Dasar 2. Makassar: UPT-MKU Universitas


Hasanuddin.

G. LAMPIRAN
UJI KANDUNGAN LIPID

TUJUAN
Mengetahui sifat-sifat fisik dan kima lipid
Mengetahui reaksi-reaksi identifikasi dan sifat lipid
HASIL PENGAMATAN
Uji Akrolein
No. Bau sebelum Bau setelah
Bahan Reagen Hasil
pemanasan pemanasan

1. Minyak Zaitun Kristal Tidak berbau Bau tengik +


KHSO4
2. Susu Kambing Susu amis Bau tengik +
anhidros
3. Minyak Ikan Tidak berbau Minyak terbakar +

4. Minyak Kelapa Sawit Tidak berbau Minyak terbakar +

5. Minyak Wijen Tidak berbau Minyak terbakar +

6. Mentega Tidak berbau Mentega leleh -

7. Minyak VCO Menyengat Tengik +++


menyengat

8. Susu Sapi Susu amis Menyengat +

9. Minyak Jelantah Minyak tengik Minyak terbakar +


(lama)
10. Daging Bau amis ikan Lemak terbakar +

11. Minyak Jagung Tidak berbau Jagung bakar -

12. Susu Kedelai Kedelai Manis -

Uji Benedict
No. Bahan Reagen Warna Awal Warna Sesudah Hasil

1. Minyak Zaitun Kuning bening Biru + endapan -


putih

2. Susu Kambing Putih Hijau +

3. Minyak Ikan Kuning Kuning pekat + +


garis hijau muda

4. Minyak Kelapa Sawit Kuning Kuning pekat + +


garis hijau muda

5. Minyak Wijen Coklat Jingga +

6. Mentega Kuning Kuning cerah -

7. Minyak VCO Tidak Berwarna Biru -

8. Susu Sapi Putih Hijau +


Benedict
9. Minyak Jelantah Kuning keruh Hijau tua +++
kekuningan +
cincin orange

10. Daging Merah muda Hijau bening + +


cincin orange

11. Minyak Jagung Kuning bening Coklat muda, +


terdapat
endapan

12. Susu Kedelai Putih Hijau lumut, +


terdapat
endapan

13. Gliserol Tidak Berwarna Biru muda -

Uji Salkowski
No. Bahan Reagen Warna Awal Warna Sesudah Hasil

1. Minyak Zaitun Kloroform Kuning bening Hijau +


kecoklatan

2. Susu Kambing Putih Endapan putih -

3. Minyak Ikan - - -

4. Minyak Kelapa Sawit Putih keruh Merah + coklat +


+ coklat gelap

5. Minyak Wijen Coklat Merah +

6. Mentega Kuning Kuning bening -

7. Minyak VCO Tidak Berwarna Tidak Berwarna -


+ endapan
oranye

8. Susu Sapi + H2SO4 Putih Putih + endapan -


pekat tidak berwarna

9. Minyak Jelantah Merah muda Merah +


kecoklatan +
hijau

10. Daging Kuning keruh Merah +


kecoklatan

11. Minyak Jagung Kuning bening Coklat +


kehitaman

12. Susu Kedelai Putih Putih, endapan -


tidak berwarna

13. Kolesterol Putih Hijau +


kemerahan

Uji Asam Basa


No Lakmus Lakmus Indikator
Bahan Hasil
. Merah Biru Universal

1. Minyak Zaitun Merah Merah - Asam

2. Susu Kambing Merah Merah - Asam

3. Minyak Ikan Merah Merah - Asam

4. Minyak Kelapa Biru Biru - Basa


Sawit

5. Minyak Wijen Merah Merah pH 5 Asam


lemah

6. Mentega Merah Merah pH 5 Asam


lemah

7. Minyak VCO Merah Merah pH 5 Asam


lemah

8. Susu Sapi Merah Merah pH 6 Asam


lemah

9. Minyak Jelantah Merah Merah pH 5 Asam


lemah

10. Daging Merah Merah pH 6 Asam


lemah

11. Minyak Jagung Merah Biru - Asam

12. Susu Kedelai Merah Biru - Asam

Kelarutan Asam Lemak / Minyak


No Reagen Kelarutan
Bahan
.

Air Tidak larut

HCl Tidak larut

Na2CO3 Larut
1. Minyak Zaitun
Alkohol dingin Tidak larut

Eter Larut

Aseton dingin Tidak larut

Air Larut

HCl Tidak larut

Na2CO3 Larut
2. Susu Kambing
Alkohol dingin Larut

Eter Tidak larut

Aseton dingin Larut

3. Minyak Ikan Air Tidak Larut


HCl Tidak Larut

Na2CO3 Tidak Larut

Alkohol dingin Tidak Larut

Eter Tidak Larut

Aseton dingin Tidak Larut

Air Tidak larut

HCl Tidak larut

Na2CO3 Tidak larut


4. Minyak Kelapa Sawit
Alkohol dingin Larut

Eter Larut

Aseton dingin Larut

Air Tidak larut

HCl Tidak larut

Na2CO3 Larut
5. Minyak Wijen
Alkohol dingin Tidak larut

Eter Larut

Aseton dingin Tidak larut

Air Tidak larut

HCl Larut

Na2CO3 Larut
6. Mentega
Alkohol dingin Tidak larut

Eter Larut

Aseton dingin Larut

7. Minyak VCO Air Tidak Larut

HCl Tidak Larut

Na2CO3 Larut

Alkohol dingin Tidak Larut

Eter Larut
Aseton dingin Tidak Larut

Air Larut

HCl Larut

Na2CO3 Larut
8. Susu Sapi
Alkohol dingin Tidak Larut

Eter Tidak Larut

Aseton dingin Tidak Larut

Air Tidak Larut

HCl Tidak Larut

Na2CO3 Tidak Larut


9. Minyak Jelantah
Alkohol dingin Tidak Larut

Eter Larut

Aseton dingin Larut

Air Larut

HCl Larut

Na2CO3 Larut
10. Daging
Alkohol dingin Larut

Eter Tidak Larut

Aseton dingin Larut

Air Tidak larut

HCl Tidak larut

Na2CO3 Larut
11. Minyak Jagung
Alkohol dingin Tidak larut

Eter Larut

Aseton dingin Tidak larut

12. Susu kedelai Air Larut

HCl Larut
Na2CO3 Larut

Alkohol dingin Larut

Eter Larut

Aseton dingin Larut

Uji Emulsi
No
Bahan Reagen Hasil
.

Air Tidak larut, tidak ada emulsi


1. Minyak Zaitun
Sabun Larut, terbentuk emulsi sedikit

Air Terbentuk endapan putih, tidak


ada emulsi
2. Susu Kambing
Sabun Larut, terbentuk emulsi
banyak

Air -
3. Minyak Ikan
Sabun -

Air Tidak ada emulsi


4. Minyak Kelapa Sawit
Sabun Terbentuk emulsi

Air Tidak ada emulsi


5. Minyak Wijen
Sabun Terbentuk emulsi

Air Tidak ada emulsi


6. Mentega
Sabun Terbentuk emulsi

Air Tidak larut, tidak ada emulsi


7. Minyak VCO
Sabun Terbentuk emulsi

Air Larut, tidak ada emulsi


8. Susu Sapi
Sabun Terbentuk emulsi

Air Tidak larut, tidak ada emulsi


9. Minyak Jelantah
Sabun Terbentuk emulsi
Air Larut, , tidak ada emulsi
10. Daging
Sabun Terbentuk emulsi

Air Tidak larut, tidak ada emulsi


11. Minyak Jagung
Sabun Larut, tidak ada emulsi

Air Larut, tidak ada emulsi


12. Susu Kedelai
Sabun Larut, tidak ada emulsi

Uji Kristal Lemak


No
Bahan Reagen Foto Hasil
.

1. Minyak Zaitun Larutan Tidak


Eter terbentuk
kristal
lemak

2. Susu Kambing Tidak


terbentuk
kristal
lemak

3. Minyak Ikan - -
4. Minyak Sedikit,
Kelapa Sawit berbentuk
bulat kecil,
dan tidak
berwarna

5. Minyak Wijen Tidak


terbentuk
kristal
lemak

6. Mentega Tidak
terbentuk
kristal
lemak

7. Minyak VCO Banyak


kristal
lemak
berbentuk
tak
beraturan
berwarna
kuning
8. Susu Sapi Sedikit
Kristal
lemak
berbentuk
tak
beraturan
berwarna
kuning

9. Minyak Banyak
Jelantah kristal
lemak
berbentuk
bulat
berwarna
hijau

10. Daging Sedikit


tetapi besar
berbentuk
tak
beraturan
berwarna
hijau

11. Minyak Terbentuk


Jagung Kristal
kuning
sangat kecil,
bulat
12. Susu Kedelai Berbentuk
bulat kecil

ANALISIS DATA
Pada praktikum uji lemak terdapat 6 uji yang dilakukan.
Uji Akrolein
Yang pertama adalah uji akrolein. Pada uji ini menggunakan reagen kristal
KHSO4 anhidros. Pada bahan minyak zaitun setelah diberi reagen, bau sebelum
dipanaskan tidak berbau, setelah dilakukan pemanasan tercium bau tengik,
hasilnya bahan positif. Pada bahan susu kambing setelah diberi reagen, bau
sebelum dipanaskan bau susu amis, setelah dilakukan pemanasan tercium bau
tengik, hasilnya bahan positif. Pada bahan minyak ikan, minyak kelapa sawit dan
minyak wijen setelah diberi reagen, bau sebelum dipanaskan tidak berbau, setelah
dilakukan pemanasan tercium bau minyak terbakar, hasilnya bahan positif. Pada
bahan mentega setelah diberi reagen, bau sebelum dipanaskan bau susu amis,
setelah dilakukan pemanasan tercium mentega leleh, hasilnya bahan negatif. Pada
bahan minyak VCO setelah diberi reagen, bau sebelum dipanaskan tidak berbau,
setelah dilakukan pemanasan tercium bau tengik menyengat, hasilnya bahan
positif yang tinggi. Pada bahan susu sapi setelah diberi reagen, bau sebelum
dipanaskan susu amis, setelah dilakukan pemanasan tercium bau menyengat,
hasilnya bahan positif. Pada bahan minyak jelantah setelah diberi reagen, bau
sebelum dipanaskan bau minyak tengik (lama), setelah dilakukan pemanasan
tercium minyak terbakar, hasilnya bahan positif. Pada bahan daging setelah diberi
reagen, bau sebelum dipanaskan bau amis ikan, setelah dilakukan pemanasan
tercium lemak terbakar, hasilnya bahan positif. Pada bahan minyak jagung,
setelah diberi reagen, bau sebelum dipanaskan tidak berbau, setelah dilakukan
pemanasan tercium bau jagung bakar, hasilnya bahan negatif. Pada bahan susu
kedelai, setelah diberi reagen, bau sebelum dipanaskan bau kedelai, setelah
dilakukan pemanasan tercium bau manis, hasilnya bahan negatif.
Uji Benedict
Pada uji benedict reagen yang digunakan adalah benedict (campulan
fehling A dan B). Pada bahan minyak zaitun sebelum dilakukan uji Benedict
bahan berwarna kuning bening, setelah diberi reagen benedict terjadi perubahan
warna menjadi biru dan terdapat endapan putih, maka hasilnya negatif. Pada
bahan susu kambing sebelum dilakukan uji Benedict bahan berwarna putih,
setelah diberi reagen benedict terjadi perubahan warna menjadi hijau, maka
hasilnya positif. Pada bahan minyak ikan dan minyak kelapa sawit sebelum
dilakukan uji Benedict bahan berwarna kuning, setelah diberi reagen benedict
terjadi perubahan warna menjadi kuning pekat dan terdapat garis hijau muda,
maka hasilnya positif. Pada bahan minyak wijen sebelum dilakukan uji Benedict
bahan berwarna coklat, setelah diberi reagen benedict terjadi perubahan warna
menjadi jingga, maka hasilnya positif. Pada bahan mentega sebelum dilakukan uji
Benedict bahan berwarna kuning, setelah diberi reagen benedict terjadi perubahan
warna menjadi kuning cerah, maka hasilnya negatif. Pada bahan minyak VCO
sebelum dilakukan uji Benedict bahan tidak berwarna, setelah diberi reagen
benedict terjadi perubahan warna menjadi biru, maka hasilnya negatif. Pada bahan
susu sapi sebelum dilakukan uji Benedict bahan berwarna putih, setelah diberi
reagen benedict terjadi perubahan warna menjadi hijau, maka hasilnya positif.
Pada bahan minyak jelantah sebelum dilakukan uji Benedict bahan berwarna
kuning keruh, setelah diberi reagen benedict terjadi perubahan warna menjadi
hijau tua kekuningan dan terbentuk cincin orange, maka hasilnya positif yang
tinggi. Pada bahan daging sebelum dilakukan uji Benedict bahan berwarna merah
muda, setelah diberi reagen benedict terjadi perubahan warna menjadi hijau
bening dan terbentuk cincin orange, maka hasilnya positif. Pada bahan minyak
jagung sebelum dilakukan uji Benedict bahan berwarna kuning bening, setelah
diberi reagen benedict terjadi perubahan warna menjadi coklat muda dan
terbentuk endapan, maka hasilnya positif. Pada bahan susu kedelai sebelum
dilakukan uji Benedict bahan berwarna putih, setelah diberi reagen benedict
terjadi perubahan warna menjadi hijau lumut dan terbentuk endapan, maka
hasilnya positif. Pada bahan gliserol sebelum dilakukan uji Benedict bahan tidak
berwarna, setelah diberi reagen benedict terjadi perubahan warna menjadi biru
muda, maka hasilnya negatif.
Uji Salkowski
Pada uji Salkowski pengujian dilakukan dengan reagen kloroform +
H2SO4 pekat. Pada bahan minyak zaitun sebelum dilakukan uji Salkowski bahan
berwarna kuning bening, setelah diberi reagen kloroform + H2SO4 pekat terjadi
perubahan warna menjadi hijau kecoklatan, maka hasilnya positif. Pada bahan
susu kambing sebelum dilakukan uji Salkowski bahan berwarna putih, setelah
diberi reagen kloroform + H2SO4 pekat terbentuk endapan putih, maka hasilnya
negatif. Pada bahan minyak ikan tidak dapat diuji karena terbatasnya bahan. Pada
bahan minyak kelapa sawit sebelum dilakukan uji Salkowski bahan berwarna
putih keruh, setelah diberi reagen kloroform + H2SO4 pekat terjadi perubahan
warna menjadi merah, coklat dan ada coklat gelap, maka hasilnya positif. Pada
bahan minyak wijen sebelum dilakukan uji Salkowski bahan berwarna coklat,
setelah diberi reagen kloroform + H2SO4 pekat terjadi perubahan warna menjadi
merah, maka hasilnya positif. Pada bahan mentega sebelum dilakukan uji
Salkowski bahan berwarna kuning, setelah diberi reagen kloroform + H2SO4
pekat menjadi berwarna kuning bening, maka hasilnya negatif. Pada bahan
minyak VCO sebelum dilakukan uji Salkowski bahan tidak berwarna, setelah
diberi reagen kloroform + H2SO4 pekat menjadi tidak berwarna dan ada endapan
orange, maka hasilnya negatif. Pada bahan susu sapi sebelum dilakukan uji
Salkowski bahan berwarna putih, setelah diberi reagen kloroform + H2SO4 pekat
menjadi berwarna putih dan terbentuk endapan tidak berwarna, maka hasilnya
negatif. Pada bahan minyak jelantah sebelum dilakukan uji Salkowski bahan
berwarna merah muda, setelah diberi reagen kloroform + H2SO4 pekat terjadi
perubahan warna menjadi merah kecoklatan dan hijau, maka hasilnya positif.
Pada bahan daging sebelum dilakukan uji Salkowski bahan berwarna kuning
keruh, setelah diberi reagen kloroform + H2SO4 pekat terjadi perubahan warna
menjadi merah kecoklata, maka hasilnya positif. Pada bahan minyak jagung
sebelum dilakukan uji Salkowski bahan berwarna kuning bening, setelah diberi
reagen kloroform + H2SO4 pekat terjadi perubahan warna menjadi coklat
kehitaman, maka hasilnya positif. Pada bahan susu kedelai sebelum dilakukan uji
Salkowski bahan berwarna putih, setelah diberi reagen kloroform + H2SO4 pekat
menjadi berwarna putih dan terbentuk endapan tidak berwarna, maka hasilnya
negatif. Pada bahan kolesterol sebelum dilakukan uji Salkowski bahan berwarna
putih, setelah diberi reagen kloroform + H2SO4 pekat terjadi perubahan warna
menjadi hijau kemerahan, maka hasilnya positif.
Uji Asam Basa
Uji asam basa ini menggunakan lakmus merah, lakmus biru dan indikator
universal. Pada bahan minyak zaitun, susu kambing, dan minyak ikan kertas
lakmus merah tetap berwarna merah, sedangkan kertas lakmus biru berubah
menjadi merah, tidak dilakukan pengujian dengan indikator universal dikarenakan
jumlahnya yang hanya terbatas, hasilnya bahan bersifat asam. Pada bahan minyak
kelapa sawit kertas lakmus merah berubah menjadi warna biru, sedangkan kertas
lakmus biru tetap biru, tidak dilakukan pengujian dengan indikator universal
dikarenakan jumlahnya yang hanya terbatas, hasilnya bahan bersifat basa. Pada
bahan minyak wijen, mentega, minyak VCO dan minyak jelantah kertas lakmus
merah tetap berwarna merah, sedangkan kertas lakmus biru berubah menjadi
merah, pada indikator universal menunjukkan pH 5, hasilnya bahan bersifat asam
lemah. Pada bahan susu sapi dan daging kertas lakmus merah tetap berwarna
merah, sedangkan kertas lakmus biru berubah menjadi merah, pada indikator
universal menunjukkan pH 6, hasilnya bahan bersifat asam lemah. Pada bahan
minyak jagung dan susu kedelai kertas lakmus merah tetap berwarna merah,
sedangkan kertas lakmus biru berubah menjadi merah, tidak dilakukan pengujian
dengan indikator universal dikarenakan jumlahnya yang hanya terbatas, hasilnya
bahan bersifat asam.
Kelarutan Asam Lemak / Minyak
Pada Uji Kelarutan Minyak/Lemak diuji dengan 6 reagen yaitu air, HCl,
Na2CO3, alkohol dingin, eter, dan aseton dingin. Pada bahan minyak zaitun
dalam reagen air, HCl, alkohol dingin dan aseton dingin hasilnya tidak larut
sedangkan dalam reagen Na2CO3 dan eter hasilnya larut. Pada bahan susu
kambing dalam reagen HCl dan eter hasilnya tidak larut sedangkan dalam reagen
air, Na2CO3, alkohol dingin dan aseton dingin hasilnya larut. Pada bahan minyak
ikan dalam reagen air, HCl, Na2CO3, alkohol dingin, eter, dan aseton dingin
hasilnya tidak larut semua. Pada bahan minyak kelapa sawit dalam reagen air, HCl
dan Na2CO3 hasilnya tidak larut sedangkan dalam reagen alkohol dingin, eter,
dan aseton dingin hasilnya larut. Pada bahan minyak wijen dalam reagen air, HCl,
alkohol dingin dan aseton dingin hasilnya tidak larut sedangkan dalam reagen
Na2CO3 dan eter hasilnya larut. Pada bahan mentega dalam reagen air dan
alkohol dingin hasilnya tidak larut sedangkan dalam reagen HCl, Na2CO3, eter
dan aseton dingin hasilnya larut. Pada bahan minyak VCO dalam reagen air, HCl,
alkohol dingin dan aseton dingin hasilnya tidak larut sedangkan dalam reagen
Na2CO3 dan eter hasilnya larut. Pada bahan susu sapi dalam reagen alkohol
dingin, eter dan aseton dingin hasilnya tidak larut sedangkan dalam reagen air,
HCl dan Na2CO3 hasilnya larut. Pada bahan minyak jelantah dalam reagen air,
HCl, Na2CO3 dan alkohol dingin hasilnya tidak larut sedangkan dalam reagen
eter dan aseton dingin hasilnya larut. Pada bahan daging dalam reagen eter saja
hasilnya tidak larut sedangkan dalam reagen air, HCl, Na2CO3, alkohol dingin
dan aseton dingin hasilnya larut. Pada bahan minyak jagung dalam reagen air,
HCl, alkohol dingin dan aseton dingin hasilnya tidak larut sedangkan dalam
reagen Na2CO3 dan eter hasilnya larut. Pada bahan minyak ikan dalam reagen air,
HCl, Na2CO3, alkohol dingin, eter, dan aseton dingin hasilnya larut semua.
Uji Emulsi
Uji emulsi menggunakan reagen air dan air sabun. Pada bahan minyak
zaitun dalam reagen air hasilnya tidak larut dan tidak ada emulsi, sedangkan pada
reagen sabun hasilnya larut dan terbentuk emulsi sedikit. Pada bahan susu
kambing dalam reagen air hasilnya terbentuk endapan putih dan tidak ada emulsi,
sedangkan pada reagen sabun hasilnya larut dan terbentuk emulsi banyak. Pada
bahan minyak ikan tidak dapat diamati karena bahannya terbatas. Pada bahan
minyak kelapa sawit, minyak wijen dan mentega dalam reagen air hasilnya tidak
ada emulsi, sedangkan pada reagen sabun hasilnya terbentuk emulsi. Pada bahan
minyak VCO dalam reagen air hasilnya tidak larut dan tidak ada emulsi,
sedangkan pada reagen sabun hasilnya terbentuk emulsi. Pada bahan susu sapi
dalam reagen air hasilnya larut dan tidak ada emulsi, sedangkan pada reagen
sabun hasilnya terbentuk emulsi. Pada bahan minyak jelantah dalam reagen air
hasilnya tidak larut dan tidak ada emulsi, sedangkan pada reagen sabun hasilnya
terbentuk emulsi. Pada bahan daging dalam reagen air hasilnya larut dan tidak ada
emulsi, sedangkan pada reagen sabun hasilnya terbentuk emulsi. Pada bahan
minyak jagung dalam reagen air hasilnya tidak larut dan tidak ada emulsi,
sedangkan pada reagen sabun hasilnya terbentuk emulsi. Pada bahan susu kedelai
dalam reagen air hasilnya larut dan tidak ada emulsi, sedangkan pada reagen
sabun hasilnya larut dan tidak ada emulsi.
Uji Kristal Lemak
Uji kristal lemak menggunakan reagen eter dan dilakukan pengamatan
menggunakan mikroskop. Pada bahan minyak zaitun, susu kambing, mentega dan
minyak wijen setelah diberi reagen eter dan diamati menggunakan mikroskop,
hasilnya tidak terbentuk kristal lemak. Pada bahan minyak ikan tidak dapat
diamati karena bahanya habis dikarenakan persediaannya yang terbatas. Pada
bahan minyak kelapa sawit setelah diberi reagen eter dan diamati menggunakan
mikroskop, hasilnya terdapat kristal lemak sedikit, berbentuk bulat kecil dan tidak
berwarna. Pada bahan minyak VCO setelah diberi reagen eter dan diamati
menggunakan mikroskop terdapat kristal lemak berbentuk tak beraturan berwarna
kuning dan berjumlah banyak. Pada bahan susu sapi setelah diberi reagen eter dan
diamati menggunakan mikroskop terdapat kristal lemak berbentuk tak beraturan
berwarna kuning tetapi jumlahnya sedikit. Pada bahan minyak jelantah setelah
diberi reagen eter dan diamati menggunakan mikroskop, hasilnya terdapat banyak
kristal lemak berbentuk bulat dan berwarna hijau. Pada bahan daging setelah
diberi reagen eter dan diamati menggunakan mikroskop, hasilnya terdapat kristal
lemak dalam jumlah sedikit berukuran besar dengan bentuk tidak beraturan dan
berwarna hijau. Pada bahan minyak jagung setelah diberi reagen eter dan diamati
menggunakan mikroskop terdapat kristal kuning sangat kecil dan bentuknya bulat.
Pada bahan susu kedelai setelah diberi reagen eter dan diamati menggunakan
mikroskop, hasilnya terdapat kristal berbentuk bulat kecil.
PEMBAHASAN
Uji Akrolein
Uji akrolein adalah uji untuk mengetahui terjadinya dehidrasi gliserol,
uji ini dilakukan pada dua sampel yaitu, minyak zaitun, dan susu kambing. Uji
ini dilakukan dengan cara menambahkan KHSO4 yang berfungsi sebagai
katalisator pembentukkan gliserol pada sampel yang mengandung gliserol
tersebut. (Ketaren,1986) Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa
minyak zaitun, dan susu kambing menghasilkan bau khas. Hal ini terjadi
karena gliserol dihidrolisis menghasilkan gugus propanal yang menimbulkan
bau khas. Berarti minyak zaitun, dan susu kambing merupakan triester dari
asam lemak dan gliserol.
Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi
(KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi
kedalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein
(CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak.
Uji benedict
Bahan minyak zaitun, sebelum ditambah dengan reagen benedict +
H2O2 + FeCl3 berwarna kuning bening, setelah ditambah dengan reagen
mengalami perubahan warna menjadi biru dengan endapan putih, hal ini

mengidentifikasikan bahwa hasil uji gliserol dengan benedict dari bahan


minyak zaitun negatif.
Bahan susu kambing, sebelum ditambah dengan reagen Benedict + H2O2 +
FeCl3 berwarna putih, setelah ditambah dengan reagen mengalami perubahan
warna menjadi hijua, hal ini mengidentifikasikan bahwa hasil uji gliserol
dengan benedict dari bahan susu kambing positif.
Uji Salkowski
Uji salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk
mengidentifikasi keberadaan kolesterol. Kolesterol dilarutkan dengan
kloroform anhidrat lalu dengan volume yang sama ditambahkan asam sulfat.
Asam sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester lipid. Apabila dalam
sampel tersebut terdapat kolesterol maka lapisan kolesterol di bagian atas
menjadi berwarna hijau dan asam sulfat terlihat berubah menjadi kuning
dengan warna fluorescens hijau (Pramarsh, 2008). Dari hasil percobaan uji
salkowski menunjukkan hasil dengan terbentuk cincin coklat yang
menunjukkan terjadinya reaksi antara kolesterol dengan asam sulfat pekat.
Hasil dari pengujian ini terdapat beberapa bahan yang menunjukkan hasil
negatif, hal ini mungkin terjadi dikarenakan kadar kolesterol yang terkandung
dalam bahan tersebut rendah.
Uji Asam Basa
Pada percobaan ini hasil yang diperoleh adalah semua bahan bersifat
asam di mana bahan bahan tersebut menunjukkan perubahan pada pengujian
sifat asam basa dengan menggunakan kertas lakmus merah dan kertas lakmus
biru, yang mana kertas lakmus merah tetap berwarna merah sedangkan kertas
lakmus biru berubah menjadi merah, yang mana bahan-bahan tersebut
bersifat asam. Akan tetapi berbeda dengan hasil dari bahan minyak kelapa
sawit yang mengubah lakmus merah menjadi biru yang artinya bahan tersebut
bersifat basa. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa minyak
kelapa memiliki sifat asam. Kekeliruan hasil percobaan ini terjadi
dimungkinkan karena adanya kesalahan pada saat pemipetan larutan sehingga
kadarnya tidak sesuai dengan yang semestinya.
Uji Kelarutan Lipid
Lipid memiliki sifat kelarutan yang berbeda-beda. Lipid dapat larut
dalam pelarut organik nonpolar seperti eter, aseton, benzena dan pelarut polar
yang dipanaskan dan tidak dapat larut dalam air tetapi sedikit larut dalam
alkohol. Kelarutan lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas
asam lemak nya titik asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam
pelarut polar sedangkan asam lemak non polar larut dalam pelarut non polar.
Daya kelarutan asam lemak biasanya lebih tinggi dari komponen gliseridanya
dan dapat larut dalam pelarut organik bersifat polar dan nonpolar. Semakin
panjang rantai karbon semakin sukar dalam pelarut polar. Lemak dan minyak
merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipid. Pada uji ini
kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut baik pelarut non polar
maupun pelarut polar.
Berdasarkan hasil percobaan bahan minyak zaitun tidak larut dalam air karena
minyak zaitun bersifat nonpolar sedangkan air bersifat polar. Sedangkan bahan
susu kambing dapat larut dengan pelarut air. Hal ini dikarenakan butiran
lemak susu kambing yang berdiameter kecil dan homogen berukuran antara 1-
10 milimikron, sehingga susu kambing lebih mudah diserap oleh kulit
manusia atau bisa dikatakan lebih mudah larut jika dibandingkan dengan
minyak zaitun (Sodiq dan Abidin, 2008).
Pada pelarut HCl, kedua bahan tidak larut. Hal ini sesuai dengan literatur,
dikarenakan HCL sendiri tergolong larutan yang bersifat polar sehingga tidak
dapat melarutkan kedua bahan yang bersifat nonpolar. Minyak zaitun dan susu
kambing yang dilarutkan kedalam larutan Na2CO3 seharusnya tidak dapat
menyatu. Karena Na2CO3 bukan larutan non polar, sedangkan minyak hanya
dapat larut dalam larutan non polar. Larutan Na2CO3 juga mengandung garam
yang merupakan dapat larut dalam air,sedangkan minyak tidak dapat larut
dalam air. Alkohol dingin tidak melarut kan minyak zaitun namun melarutkan
susu kambing karena dari susu kambing yang cenderung lebih polar dari
minyak zaitun. Pada pelarut eter, minyak zaitun larut, sedangkan susu
kambing tidak larut.
Suatu lipid didefinisikan sebagai senyawa organik yang terdapat dalam alam
serta tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non polar seperti
suatu hidrokarbon atau dietil eter. Pada pelarut aseton dingin seharusnya
kedua bahan larut. Beberapa kesalahan yang terjadi dalam uji kelarutan ini
dikarenakan kurangnya jumlah penambahan pada bahan pelarut sehingga
bahan yang seharusnya larut menjadi tidak larut, kemungkinan tercampur
dengan bahan lain, ketidak akuratan dalam melihat kelarutannya, disebabkan
juga karena volume yang sedikit, jadi kelarutannya tidak terlihat jelas
Uji Emulsi
Emulsi adalah salah satu campuran yang terdiri dari zat yang tidak
tercampur atau tidak homogen, seperti air dan minyak, pengemulsian adalah
zat yang menstabilkan emulsi yang biasanya berupa protein. emulsi dapat
pula diartikan sebagai dispersi atau suspensi menstabil suatu cairan lain yang
keduanya tidak saling melarutkan.
Berdasarkan pengamatan pada uji ini sesuai dengan teori yang ada, air
yang ditambahkan dengan minyak tidak membentuk emulsi yang stabil
adalah karena air yang sifatnya polar sangat susah larut dalam minyak yang
sifatnya nonpolar sehingga kedua cairan tersebut akan saling memisah (tidak
bisa bersatu). Hal yang menyebabkan emulsi tidak stabil pada penambahan
minyak dengan air adalah karena tidak adanya emulsigator pada reagen uji
sehingga kondisinya stabil. Sementara itu penambahan minyak dengan
larutan sabun membentuk emulsi yang stabil karena larutan tersebut mampu
menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase cairan inilah yang
dinamakan zat pengemulsi daya kerja zat pengemulsi terutama disebabkan
oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air
emulsifier akan membentuk lapisan di sekeliling minyak sebagai akibat
menurunnya tegangan permukaan dan absorbsi melapisi butir-butir minyak
sehingga mengurangi kemungkinan bersatunya butir-butir minyak satu sama
lain.
Uji Kristal Kolesterol
Pada percobaan ini, kita ingin mengetahui bentuk kristal dari lemak.
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini ialah terlihat/nampak ada
gambar kristal pada pengamatan di bawah mikroskop larutan lemak yang
telah dicampurkan dengan eter. Menurut teori, kadar kolesterol yang tinggi
akan mengendap lalu membentuk kristal. Kolesterol dapat larut dalam pelarut
lemak, misalnya eter, kloroform, benzena, dan alkohol panas. Apabila
terdapat dalam konsentrasi tinggi, kolesterol mengkristal dalam bentuk kristal
yang tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Dan hasil yang diperoleh
kurang sesuai dengan teori yang ada. Terdapat beberapa bahan yang tidak
nampak kristal lemaknya. Pada pengujian ini, tidak ditemukan kristal karena
adanya keungkinan bahwa dalam bahan yang kami uji hanya terdapat
kolesterol dengan kadar yang rendah sehingga ketika diamati di bawah
mikroskop tidak ditemukan adanya kristal lipid atau kristal kolesterol.
KESIMPULAN
Lipid yang membentuk membran seluler biasanya amphipathic. Ini berarti bahwa satu
ujung dari setiap molekul lipid tertarik pada air dan yang lainnya menolak air. Ketika
molekul lipid terendam air, seperti pada sel hidup, sifat ini secara otomatis memaksa
lipid menjadi selaras yang menciptakan penghalang air alami. Hambatan ini berfungsi
sebagai membran luar sel, yang memungkinkan spesialisasi sel dan kerja sama.
Memahami bagaimana lipid menolak air dengan satu ujung dan menariknya ke yang lain
memerlukan pemahaman tentang struktur kimia dasar dari molekul lipida dan molekul
air. Molekul air secara alami bersifat polar, yaitu satu sisi memiliki muatan positif
sementara yang lain memiliki muatan negatif. Lipid terbentuk kurang ion hidrogen pada
satu ujung, yang membuat mereka bermuatan positif dan hidrofilik, atau tertarik pada
air. Ujung lainnya memiliki ion yang seimbang, tidak bermuatan dan karena itu
hidrofobik, atau ditolak oleh air.

Reaksi-reaksi identifikasi pada lipid dapat dilakukan dengan berbagai macam uji
diantaranya :

Kelarutan Lipid, Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terhadap
berbagai macam pelarut. Lipid tidak dapat larut dalam pelarut polar seperti air tetapi
dapat larut pada pelarut non polar seperti eter

uji acrolein, Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam
lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein.

Uji emulsi, Lemak/minyak dapat terhidrolisis lalu menghasilkan asam lemak dan gliserol.
Proses hidrolisis yang disengaja biasa dilakukan dengan penambahan basa kuat seperti
NaOH dan KOH, melalui pemanasan dan menghasilkan gliserol dan sabun.

Uji salkowski untuk kolesterol yang merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk
mendeteksi adanya kolesterol.

DAFTAR PUSTAKA

Azhari, M.A. 2015. Uji kelarutan, Akrolein, Ketidakjenuhan, Ketengikan, dan


Kolesterol Pada Lipid. Bogor: Departemen Biokimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut pertanian Bogor.
Haernuryadin, Kevin. 2015. Laporan Akhir Praktikum Biokimia Karbohidrat.
Sumedang: Laboratorium Biokimia dan Fisiologi Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Padjajaran.
Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia press.
Pramarsh. 2008. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jaakarta: Erlangga.
Sakinah, S.Q. 2011. Laporan Praktikum Biokimia: Lipid. Makassar: Laboratorium
Terpadu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Sartika, R.A. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep Frying)
Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Depok: Departemen Gizi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat.
G. LAMPIRAN
Bahan
Gambar Uji Gambar Uji Bahan uji
uji

Gliserol
Gliserol Gliserol
5 tetes +
dengan Akrolein dipanaska
benedict 5ml
n
benedict

Minyak
Minyak
Gliserol zaitun 5
zaitun
dengan tetes + Akrolein
benedict dipanaska
5ml
n
benedict

Susu Susu
Gliserol
kambing kambing
dengan Akrolein
benedict + 5 ml dipanaska
benedict n

Kolester
ol + Air sabun
Salkowsk
klorofor Emulsi + minyak
i
m+ zaitun
H2SO4
Minyak
zaitun + Air sabun
Salkowsk
klorofor Emulsi + susu
i
m+ kambing
H2SO4

Susu
kambing
Air +
Salkowsk +
Emulsi minyak
i klorofor
zaitun
m+
H2SO4

Susu
kambing
Reaksi Air +
+ lakmus
asam Emulsi susu
basa merah +
kambing
lakmus
biru

Minyak
zaitun +
Reaksi Minyak
lakmus Kelaruta
asam zaitun +
merah + n
basa air
lakmus
biru
Susu Minyak
Kelaruta Kelaruta
kambing zaitun +
n n
+ air HCl

Susu Minyak
Kelaruta Kelaruta
kambing zaitun +
n n
+ HCl Na2CO3

Susu Minyak
Kelaruta kambing Kelaruta zaitun +
n + n alkohol
Na2CO3 dingin

Susu
kambing Minyak
Kelaruta Kelaruta
+ zaitun +
n n
alkohol eter
dingin
Minyak
Susu
Kelaruta Kelaruta zaitun +
kambing
n n aseton
+ eter
dingin

Susu
Kelaruta kambing
n + aseton
dingin

Anda mungkin juga menyukai