Anda di halaman 1dari 29

13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWAT DIABETES MILITUS

DI PUSKESMAS MUARA BATUN

Oleh :

Nama : Ani Koryati S.Kep


NPM : 22.14901.11.13
Kelas : A2
Dosen Pembimbing: Ns.Mareta Akhriansyah.S.Kep ,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIK BINA HUSADA PALEMBANG

2022/2023

KONSEP DASAR
14

A. PENGERTIAN

Diabetes adalah penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis

berkelanjutan serta pendidikan manajemen kesehatan mandiri pada pasien untuk

mencegah komplikasi akut juga untuk mengurangi risiko komplikasi jangka

panjang, ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin,

ataupun keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis DM berhubungan dengan

gangguan fungsi hingga kegagalan organ, seperti mata, ginjal, saraf, jantung, dan

pembuluh darah (American Diabetes Association, 2017)

Diabetes mellitus merupakan kondisi kronis yang terjadi jika ada peningkatan

kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak menghasilkan insulin atau

menggunakan insulin secara efektif. Insulin merupakan hormon penting yang

diproduksi oleh pancreas kelenjar tubuh, yang merupakan transports glukosa dari

aliran darah ke sel-sel tubuh di mana glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya

insulin atau ketidakmampuan sel tubuh untuk merespons insulin akan menyebabkan

kadar glukosa darah menjadi tinggi atau hiperglikemi, yang merupakan ciri khas

DM. Hiperglikemi jika dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, dapat

menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh, yang menyebabkan

perkembangan komplikasi kesehatan yang melumpuhkan dan mengancam jiwa

seperti penyakit kardiovaskular, neuropati, nefropati dan penyakit mata, yang

menyebabkan retinopati dan kebutaan (International Diabetes Federation, 2017


15
B. ANTOMI FISIOLOGI

Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan

terdapat kurang lebih 200.000 – 1.800.000 pulau Langerhans. Dalam pulau

langerhans jumlah sel beta normal pada manusia antara 60% - 80% dari populasi

sel Pulau Langerhans. Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan.

Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan

jaringan endokrin. Jaringan eksokrin menghasilkan enzim-enzim pankreas seperti

amylase, peptidase dan lipase, sedangkan jaringan endokrin menghasilkan

hormon-hormon seperti insulin, glukagon dan somatostatin (Dolensek, Rupnik &

(Universitas Michigan, 2012)

Gambar 2.1
Anatomi Pankreas & Histologi Pulau Langerhans
Stozer, 2015).

Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu (Dolensek, Rupnik &

Stozer, 2015) :

a. Sel Alfa  sekresi glukagon

b. Sel Beta  sekresi insulin

c. Sel Delta  sekresi somatostatin

d. Sel Pankreatik

Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans

menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon yang

lain. Terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi gula

darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah
16
dengan efek gula darah pada sel beta. Kadar gula darah akan dipertahankan pada

nilai normal oleh peran antagonis hormon insulin dan glukagon, akan tetapi

hormon somatostatin menghambat sekresi keduanya (Dolensek, Rupnik & Stozer,

2015).

2.2 Insulin

Insulin (bahasa latin insula, “pulau”, karena diproduksi di pulau-pulau

Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon yang terdiri dari 2 rantai

polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat (glukosa  glikogen). Dua

rantai dihubungkan oleh ikatan disulfida pada posisi 7 dan 20 di rantai A dan

posisi 7 dan 19 di rantai B (Guyton & Hall, 2012).

2.2.1 Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin

Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan

respons tubuh berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar insulin

disekresikan oleh pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke sebagian besar

sel akan meningkat sampai 10 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan

kecepatan tanpa adanya sekresi insulin. Sebaliknya jumlah glukosa yang dapat

berdifusi ke sebagian besar sel tubuh tanpa adanya insulin, terlalu sedikit untuk

menyediakan sejumlah glukosa yang dibutuhkan untuk metabolisme energi

pada

keadaan normal, dengan pengecualian di sel hati dan sel otak (Guyton & Hall,

2012).

(The New Zealand Institute of Health and Fitness, 2007)


Gambar 2.2
17

Pada kadar normal glukosa darah puasa sebesar 80-90 mg/100ml,

kecepatan sekresi insulin akan sangat minimum yakni 25mg/menit/kg berat

badan. Namun ketika glukosa darah tiba-tiba meningkat 2-3 kali dari kadar

normal maka sekresi insulin akan meningkat yang berlangsung melalui 2 tahap

(Guyton & Hall, 2012)

1. Ketika kadar glukosa darah meningkat maka dalam waktu 3-5 menit kadar

insulin plasama akan meningkat 10 kali lipat karena sekresi insulin yang

sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel-sel beta pulau langerhans. Namun,

pada menit ke 5-10 kecepatan sekresi insulin mulai menurun sampai kira-

kira setengah dari nilai normalnya.

2. Kira-kira 15 menit kemudian sekresi insulin mulai meningkat kembali

untuk kedua kalinya yang disebabkan adanya tambahan pelepasan insulin

yang sudah lebih dulu terbentuk oleh adanya aktivasi beberapa sistem

enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel beta.

C. TANDA DAN GEJALA

Gejala yang muncul pada penderita diabetes mellitus diantaranya :

a. Poliuri (banyak kencing) Poliuri merupakan gejala awal diabetes yang terjadi

apabila kadar gula darah sampai di atas 160-180 mg/dl. Kadar glukosa darah

yang tinggi akan dikeluarkan melalui air kemih, jika semakin tinggi kadar

glukosa darah maka ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang banyak.

Akibatnya penderita diabetes sering berkemih dalam jumlah banyak.

b. Polidipsi (banyak minum) Polidipsi terjadi karena urin yang dikeluarkan

banyak, maka penderita akan merasa haus yang berlebihan sehingga banyak

minum.

c. Polifagi (banyak makan) Polifagi terjadi karena berkurangnya kemampuan

insulin mengelola kadar gula dalam darah sehingga penderita merasakan lapar

yang berlebihan.
18
d. Penurunan Berat Badan Penurunan berat badan terjadi karena tubuh memecah

cadangan energi lain dalam tubuh seperti lemak (Kemenkes RI, 2019a).

Keluhan lain penderita diabetes mellitus adalah lemah badan, kesemutan, gatal,

mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita

(Decroli, 2019)

D. PATOFISIOLOGI

a. DM Tipe 1

DM tipe 1 atau biasa disebut dengan diabetes melitus yang tergantung

insulin (IDDM). Pada IDDM terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pada

pasien IDDM membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan

karena sel beta pankreas

mengalami lesi akibat dari mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu

dipicu oleh infeksi virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan

ditemukan autoantibodi terhadap jaringan pulau yaitu ICCA (Islet Cell

Cytoplasmic Antibodies) dan autoantibodi insulin (IAA). ICCA pada beberapa

kasus dapat dideteksi selama bertahun- tahun sebelum onset penyakit. Ketika sel

beta mati, maka ICCA akan menghilang kembali. Sekitar 80% pasien membentuk

antibodi terhadap glutamat dekarboksilase yang diekspresikan di sel beta. IDDM

lebih sering terjadi pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-

DR4), hal ini menunjukkan terdapat faktor predisposisi genetik (Silbernagl dan

Lang, 2014).

b. DM Tipe 2

DM tipe 2 atau bisa disebut juga dengan diabetes melitus yang tidak

tergantung insulin (NIDDM). NIDDM merupakan diabetes yang paling sering

terjadi dan terdapat defisiensi insulin relatif. Pelepasan insulin dapat normal atau

bahkan biasanya meningkat, tetapi organ target memiliki sensitivitas yang

berkurang terhadap insulin (Silbernagl dan Lang, 2014).

Pasien NIDDM biasanya memiliki berat badan berlebih yang terjadi


19
karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak dan aktivitas fisik

yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan tersebut meningkatkan konsentrasi asam

lemak di dalam darah yang selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di

otot dan jaringan lemak. Akibatnya, akan terjadi resistensi insulin yang
2
0

memaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin. Karena menurunnya regulasi

pada reseptor, resistensi insulin akan semakin meningkat. Sehingga, obesitas

merupakan pemicu yang penting namun bukan satu-satunya penyebab NIDDM,

karena faktor disposisi genetik meupakan faktor yang lebih penting. Seringnya

pelepasan insulin yang tidak pernah normal, maka beberapa gen telah

diidentifikasi sebagai gen yang meningkatkan terjadinya obesitas dan NIDDM.

Diantara beberapa faktor tersebut, kelainan genetik pada protein yang memisahkan

rangkaian di mitokondria membatasi penggunaan substrat. Oleh karena itu, jika

faktor disposisi genetiknya kuat maka resiko mengalami NIDDM dapat terjadi

pada usia muda (Silbernagl dan Lang, 2014).

Adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin mempengaruhi efek insulin

pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan

protein tetap dipertahankan dengan baik. Jadi NIDDM lebih cenderung

menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai metabolisme lemak. Defisiensi

insulin relatif juga dapat disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor insulin

atau transmisi intrasel. Tanpa adanya disposisi genetik, diabetes dapat terjadi pada

perjalanan penyakit lain, seperti pankreatitis dengan kerusakan sel beta atau

kerusakan toksik pada sel beta. DM ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan

hormon antagonis, diantaranya somatotropin, glukokortikoid, epinefrin,

progestogen dan koriomamotropin, ACTH, hormon tiroid dan glukagon. Infeksi

yang cukup berat dapat meningkatkan pelepasan beberapa hormon yang telah

disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi DM. Somatostatinoma dapat

menyebabkan diabetes karena somatostatin yag disekresikan dapat menghabat

pelepasan insulin (Silbernagl dan Lang, 2014).


2
1
c. Diabetes Tipe Lain

Berdasarkan American Diabetes Association (2013) yang menyatakan

bahwa diabetes dapat berkembang menjadi diabetes sekunder yang disebabkan

oleh beberapa hal seperti diabetes yang disebabkan karena neoplasma, penyakit

pankreas, penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin ataupun konsumsi

obat-obatan tertentu. Selain itu, kegagalan sistem endokrin dalam tubuh yang

mempengaruhi produksi hormon counterregulatory seperti Acromegaly, Cushing’s

syndrome, dan Hyperthyroidism dapat berkembang menjadi diabetes sekunder.

Tidak hanya itu saja, namun beberapa penyebab lain seperti sindroma genetik lain

yang diantaranya adalah sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea,

Prader Willi juga dapat berkembang menjadi diabetes sekunder atau termasuk

diabetes tipe lain (American Diabetes Association, 2013).

d. Diabetes Gestasional

1. Peranan Unit Feto-Plasenta

Diabetes gestasional disebabkan adanya peningkatan resistensi insulin

dan penurunan sensitivitas insulin selama kehamilan yang merupakan efek dari

meningkatnya hormon yang dihasilkan selama kehamilan, seperti estrogen,

progesteron, kortisol dan laktogen dalam sirkulasi maternal. Sehingga semakin

meningkatnya usia kehamilan, resistensi insulin semakin besar. Plasenta

mensintesa progesteron dan pregnenolone. Progesteron sebagai sumber

pembentukan kortisol dan kortikosteron di kelenjar adrenal janin. Peningkatan

kortisol selama kehamilan normal menyebabkan penurunan toleransi glukosa.

Sedangkan pregnenolone ini merupakan sumber pembentuk estrogen, dimana

hormone ini mempengaruhi fungsi sel  pankreas.Selain estrogen dan

progesterone, Human placental lactogen (hPL) merupakan produk dari gen hPL-
2
2
A dan hPL-B yang disekresikan ke sirkulasi maternal dan janin. Hormon hPL ini

akan terpengaruh oleh kadar glukosa dan akan meningkat 10x lipat, yang

menandakan kondisi hipoglikemia. Hormon ini menstimulasi lipolisis, yang

menyebabkan tingginya kadar asam lemak dalam sirkulasi, ditujukan untuk

membentuk glukosa yang dibutuhkan oleh janin. Asam lemak ini berfungsi

antagonis dengan fungsi insulin, sehingga terjadi hambatan penyimpanan glukosa

dalam sel (Kaaja dan Ronnemaa, 2009).

2. Peranan Jaringan Adipose

Adipositokin, yang merupakan produk dari jaringan adiposa diduga

berperan dalam regulasi metabolisme maternal dan resitensi insulin selama kehamilan.

Adipositokin, termasuk leptin,adiponektin, Tumor Necrosis Factor- alpha, IL-6, resistin,

visfatin dan apelin ini diproduksi intrauterine. Adiponektin ini mempunyai efek sensitisasi

insulin dengan cara menurunkan trigliserida jaringan yang mengganggu aktivasi insulin-

stimulated phosphatidylinositol 3- kinase dan translokasi Glucose transporter 4 (GLUT-4)

serta uptake glukosa. Selain itu, TNF-alpha juga merupakan predictor dari resistensi

insulin selama kehamilan dan ditemukan konsntrasinya rendah pada awal kehamilan, dan

menjadi tinggi pada akhir kehamilan. Hal ini sejalan dengan sensitivitas insulin yang terus

menurun pada akhir kehamilan. Sebagai tambahan, TNF-alpha ini juga menurunkan kadar

adiponektin di adiposit (Kaaja dan Ronnemaa, 2009).

E. KOMPLIKASI

Pada DM yang tidak terkendali atau tidak segera ditangani dapat terjadi

komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik

mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika Serikat, DM merupakan

penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD), nontraumatic lowering


2
3
amputation, dan adult blindness. Sejak ditemukan banyak obat untuk menurunkan

glukosa darah, terutama setelah insulin ditemukan, angka kematian penderita

diabetes akibat komplikasi akut menurun drastis. Kelangsungan hidup penderita

diabetes lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol lebih lama. Komplikasi kronis

akibat diabetes yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan organ-organ

tubuh diantaranya (Ndraha, 2014):

 Kerusakan saraf (neuropati)

 Kerusakan mata (retinopati)

 Kerusakan ginjal (nefropati)

 Penyakit jantung koroner

 Stroke

 Hipertensi

 Penyakit paru

 Infeksi

 Gangguan saluran cerna

 Penyakit pembuluh darah perifer

 Gangguan pada hati


2
4

F. PATHWAYS

DM TIPE I DM TIPE II

Reaksi Autoimun Idiopatik, Usia,Genetik,dll

Sel β Pangkreas hancur Jumlah sel pangkreas menurun

Defisit insulin

Hipoglikemi Metabolisme Protein meningkat Limposit meningkat

Pembatasan Diet Penurunan BB Injuri

Fleksibelitas darah intake tidak adekuat Resiko nutrisi kurang

Pelepasan O2 Poliuria Defisit Volume Cariran

Hipoksia perifer Pefusi jaringan perifer tidak efektif

Nyeri

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :

 Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas

hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

 Tujuan jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati dan makroangiopati.

 Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk

memcapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,tekanan


2
5
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara

komprehensif.

Berikut langkah-langkah penatalaksanaan umum yang perlu dilakukan evaluasi

medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi:

1) Riwayat penyakit

2) Pemeriksaan Fisik

a) Pengukuran tinggi dan berat badan.

b) Pengukuran tekanan darah.

c) Pemeriksaan jantung.

d) Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.


e) Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskuler,

neuropati, dan adanya deformitas).

f) Pemeriksaan kulit.

g) Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan dm tipe lain.

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus

1. Pengkajian Menurut (Santosa, Budi. 2008)

1. Identitas klien, meliputi : Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis

kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.

2. Keluhan utama

a. Kondisi hiperglikemi: Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak

kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.

b. Kondisi hipoglikemi Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa

lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya


2
6
ingat, patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan

kesadaran.

3. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan

utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh,

kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.

Disamping itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan

muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot,

gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada

wanita dan masalah impoten pada pria.

4. Riwayat kesehatan dahulu DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit

pankreas, gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal,konsumsi obat-

obatan seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi

yang mengandung estrogen.

5. Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat anggota keluarga yang

menderita DM

6. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas dan Istirahat Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan,

kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur. Tanda:

takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, letargi,

disorientasi, koma

b. Sirkulasi Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut,

klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,

penyembuhan yang lama. Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi

menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata

cekung.
2
7
c. Integritas ego Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial

yang berhubungan dengan kondisi. Tanda : ansietas, peka rangsang.

d. Eliminasi Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa

nyeri terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda :

urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah, hiperaktif pada diare.

e. Makanan dan cairan Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak

mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan

berat badan, haus, penggunaan diuretik. Tanda: kulit kering bersisik, turgor

jelek, kekakuan, distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau

aseton

f. Neurosensori Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,

parastesia, gangguan penglihatan. Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi,

stupor/koma, gangguan memori, refleks tendon menurun, kejang.

g. Kardiovaskuler Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD

postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)

h. Pernapasan Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa

sputum. Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.

i. Seksualitas Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme

pada wanita

j. Gastro intestinal Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen,

anseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.

k. Muskulo skeletal Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus

pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.


2
8
l. Integumen Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor

jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,

lesi/ulserasi/ulku

I. DIANOSA KEPPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan denganagen injuri biologis

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan

menggunakan glukose (tipe 1)

3. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan volume cairan secara

aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan.

4. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

J. TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) SLKI


keperawatan

Setelah
1. Defisit Volume
Cairan berhubungan
dengan Kehilangan
volume cairan secara
aktif, Kegagalan
dilakukan
tindakan
mekanisme
pengaturan

keperawatan …x
24 jam, status
2
9

kenyamanan
pasien membaik
dengan dengan
kriteria hasil :
a. Tidak
mengeluh nyeri
b. Tidak
meringis
c. Tidak
bersikap
protektif
d. Tidak gelisah
e. Kesulitan
3
0

tidur menurun
f. Frekuensi nadi
membaik
g. Melaporkan
nyeri terkontrol
h. Kemampuan
mengenali onset
nyeri
meningkat
i. Kemampuan
mengenali
penyebab nyeri
meningkat
3
1

j. Kemampuan
menggunakan
teknikno
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan …x
24 jam, status
kenyamanan
pasien membaik
dengan dengan
kriteria hasil :
a. Tidak
3
2

mengeluh nyeri
b. Tidak
meringis
c. Tidak
bersikap
protektif
d. Tidak gelisah
e. Kesulitan
tidur menurun
f. Frekuensi nadi
membaik
g. Melaporkan
nyeri terkontrol
3
3

h. Kemampuan
mengenali onset
nyeri
meningkat
i. Kemampuan
mengenali
penyebab nyeri
meningkat
j. Kemampuan
menggunakan
teknikno
Setelah
dilakukan
3
4

tindakan
keperawatan …x
24 jam, status
kenyamanan
pasien membaik
dengan dengan
kriteria hasil :
a. Tidak
mengeluh nyeri
b. Tidak
meringis
c. Tidak
bersikap
3
5

protektif
d. Tidak gelisah
e. Kesulitan
tidur menurun
f. Frekuensi nadi
membaik
g. Melaporkan
nyeri terkontrol
h. Kemampuan
mengenali onset
nyeri
meningkat
i. Kemampuan
3
6

mengenali
penyebab nyeri
meningkat
j. Kemampuan
menggunakan
teknikno
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan …x
24 jam, status
kenyamanan
pasien membaik
3
7

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan …x
24 jam, status
kenyamanan p
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
diharapkan klien dengan diagnosa kelebihan volume cairan
dapat teratasi dengan kriteria hasil : 
Fluid balance
 Terbebas dari edema, efusi, anaskara
 Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru,
output jantung dan vital sign dalam batas normal
 Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
 Menjelaskan indikator kelebihan cairan

S
2. Nyeri akut

Setelah dilakuka asuhan keperawatan selama 3x 24 jam klien


dapat mengontrol nyeri, dengan kriteria :Pain Level

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,


 Mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
3
8
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal- Dispnea saat aktivitas
menurun

Setelah dilakuka asuhan keperawatan selama 2x 24 jam


3. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Kebutuhan keseimbangan nutrisi terpenuhi : Nutritional Status
 food and Fluid Intake Adanya peningkatan berat badan
kebutuuhan tubuh
sesuai dengan usia Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
badan
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x 24 jam
4. Ketidakefektifan
perfusi jaringan ketidaksfektipanjaringan teratasi;Circulation status
 TD normal (120/80 mmHg)
perifer
 Tingkat kesadaran membaik
 Tidak ada gerakan involunter
 Fungsi sensorik dan motorik tidak ada gangguan
3
9
I . INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Dignosa Itervensi
keperawatan
1. Defisit Volume Fluid management
Cairan berhubungan  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
dengan Kehilangan  Pasang urin kateter jika diperlukan
volume cairan secara  Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN,
aktif, Kegagalan Hmt, osmolalitas urin )
mekanisme  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
pengaturan edema, distensi vena leher, asites)
 Kaji lokasi dan luas edema
 Monitor status nutrisi
 Berikan diuretik sesuai interuksi
 Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermidilusi
dengan serum Na < 130 mEq/l
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
memburuk

2. Nyeri Akut Pain Management:


 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil

3. Ketidakseimbangan Nutrition Monitoring


nutrisi kurang dari  Monitor adanya penurunan berat badan
kebutuuhan tubuh  Monitor lingkungan selama makan
 Monitor mual dan muntah
4
0
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4. Ketidakefektifan Peripheral Sensation Management
perfusi jaringan  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
perifer rangsangan panas atau dingin
 Periksa penyebab perubahan sensasi
 Ajarkan klien untuk mengobservasi kulit pada daerah
perifer
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik
4
1
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Sudoyo, A. W; Bambang, S & Idrus, A, et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi
Keempat Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai