Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN DIABETES

MELITUS

DEFINISI DIABETES MELITUS

Diabetes melitus adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu menghasilkan

rau menggunakan insulin (hormon yang membawa glukosa darah ke sel-sel

dan menyimpannya sebagai glikogen). Dengan demikian, terjadi hiperglikemia

yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, melibatkan

kelainan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak serta menimbulkan

berbagai komplikasi kronis pada organ tubuh (Mansjoer dkk., 2000: Sukarmin

din . Rayadi, 2008; Tambayong, J. 2000).

Menurut American Diabetes Association (2005), diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua duanya.

KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI

Perkeni (2006) mengklasifikasikan diabetes melitus menjadi empat, yaitu diabetes

upe-diabetes bergantung insulin) dan diabetes tipe-2 (diabetes tidak bergantung

insalin, diabetes tipe lain, serta diabetes karena kehamilan

Diabetes tipe-1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus [IDDM

Merupakan kondisi autoiman yang menyebabkan kerusakan sel 8 pankreas

sehingga timbul defisiensi insulin absolut. Pada DM tipe 1 sistem inun tubuh

sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang

terdapat pada pankreas. Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya

elitian autoimun ini, namun bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa


20 Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin dengan Pendekatan NANDA NIC NOCI

faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus tertentu berperan

dalam prosesnya. Sekitar 70-90% sel B hancur sebelum timbul gejala klinis

Pasien DM tipe I harus menggunakan injeksi insulin dan menjalankan diet

secara ketat

Diabetes tipe-2 atau (Non Insulin Dependenti Diabetes Mellitus INIDDM)

Diabetes tipe ini merupakan bentuk diabetes yang paling umum. Penyebabnya

bervariasi nulai dominan resistansi insulin disertasi defisiensi insulin relati

sampai defek sekresi insulin disertai resistansi insulin. Penyebab resistansi

insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak

berperan antara lain sebagai berikut.

a kelainan genetik

b. Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara

dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan

ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk

memproduksi insulin.

Gaya hidup dan stres

Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang

cepat saji kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh

besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan keria

metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang

berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat

pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin

d. Pola makan yang salah.


Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko

terkena diabetes.

Obesitas (terutama pada abdomen)

Obesitas mengakibatkan sel-sel B pankreas mengalami hipertrofi

sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin

Peningkat. BB 10 kg pada pria dan 8 kg pada wanita dari batas

normal TMT (indeks masa tubuh) akan meningkatkan risiko DM

tipe 2 (Camacho, P.M., dkk, 2007).

Selain itu pada obesitas juga terjadi penurunan adiponektin

Adiponelatin alalah hormon yang dihasilkan adiposit, yang berfungsi untuk

memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara menstimulasi peringkatan

penggunaan glukosa dan oksidasi asam lemak otot dan hati sehingga kadi

trigliserida turun. Penurunan adiponektin menebabkan resistant insulin

Adiponelain berkon asi positit dengan HDL dan berkorelasi negatif denga

IDL Renaldy: 0., 2009, Umar, H dan Adam 1.2009)

Infeksi

Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat

rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan

fungsi pankreas

3. Diabetes tipe lain

a Defek genetik fungsi sel beta maturity onset diabetes of the young

MODY] 1.2.3 dan DNA mitokondria).

b. Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, tumor/pankreatektomi, dan


pankreatopati fibrokalkulus).

Infeksi rubella kongenital sitomegalovirus).

Diabetes melitus gestational (DMG)

Diabetes ini disebabkan karena terjadi resistansi insulin selama kehamilan

dan biasanya kerja insulin akan kembali normal setelah melahirkan.

No.

Tabel 2.1

Permasalahan

Awitan usia

Habitus tubuh

Insulin plasma

Genetik lakus

Perbedaaan DM Tipe-1 dan DM Tipe-11

DM Tipe-1

DM Tipe-2

<40 tahun

> 40 tahun

Normal-kurus

Gemuk

Rendah-negatif

Normal--tinggi

Kromosom 6

Kromosom 11 tetapi

masih belum jelas dan

dipertanyakan
Koma ketoasidosis Koma hiperosmolar non-

ketatik

Responsif

Responsif-resistan

Tidak responsif

Responsif

Komplikasi akut

Terapi insulin

Obat oral

Sumber Tambayong, 1.2000

PATOFISIOLOGI

Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama

kekurangan insulin, yaitu sebagai berikut.

1 Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan

peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai 1.200 mg

per 100 ml.

Insulin berfungsi membawa glukosa ke sel dan menyimpannya sebagai

glikogen. Sekresi insulin normalnya terjadi dalam dua fase vastu fal fase I.

Terjadi dalam beberapa menit setelah suplai glukosa dan kemudian melepaskan

cadangan insulin yang disimpan dalam sel B, dan (b) fase 2, merupakan

pelepasan insulin yang baru disintesis dalam beberapa jam setelah makan

Pada DM tipe 2, pelepasan insulin fase 2 sangat terganggu (Brashers, VL.

2008)

Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga


menvebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lemak

pada dinding vaskular.

3. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh

Keadaan patologi tersebut menurut Sukarmin dan S. Riyadi (2008 dalam

Camacho, PM., dkk., 2007: Baradero, M., dkk., 2009) akan mengakibatkan

beberapa kondisi seperti berikut ini.

1. Hiperglikemia

Normalnya asupan glukosa atau produksi glukosa dalam tubuh akan

difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa itu

kemudian diolah untuk menjadi bahan energi, apabila bahan energi vang

dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glikogen dalam sel hati dan

sel otot (sebagai massa sel otot). Proses ini tidak dapat berlangsung dengan

baik pada penderita diabetes sehingga glukosa banyak vang menumpuk di

darah (hiperglikemia).

Proses terjadinya hiperglikcinia karena defisit insulin diawali dengan

berkurangnya transpor glukosa yang melintasi membran sel. Kondisi ini

memicu terjadinya penurunan glikogenesis (pembentukan glikogen dan

glukosa) namun tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah sehingga

meningkatkan glikolisis (pemecahan glikogen). Cadangan glikogen menjadi

berkurang dan glukosa yang tersimpan dalam hati dikeluarkan terus

menerus melebihi kebutuhan. Peningkatan glukoneogenesis (pembentukan

glukosa dari unsur nonkarbohidrat seperti asam amino dan lemak) lugs

terjadi sehingga glukosa dalam hati semakin banyak yang dikeluarkan

Hiperglikemia berbahaya bagi sel dan sistem organ karena pengaruhnya

terhadap sistem imun, yang dapat memediasi terjadinya inflamasi. Toflamas


ini mengakibatkan respons vaskular (antara lain memudahkan teriadinya gaga

jantung), respons sel otak, kerusakan saraf. penurunan aktivitas fibrinolis

plasma, dan aktivitas aktivator plasminogen jaringan seseorang dengan

kondisi hiperglikemia akan mudah terinfeksi karena adanya disfungsi lagos

serta merangsang inflamasi akut yang tampak dari terjadinya peningkat

petanda sitokin proinflamasi seperti memor eu lactara INFO

dan interleukin-6 (IL-6). Peningkatan petanda silin intiaasi tersebus

Bab 2 - Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Diabetes Metitus 23

kemungkinan terjadi melalui induksi faktor transkripsional proinflamasi.

vaitu nudear factor (NF B) (PB PAPDI, 2013).

2. Hiperosmolaritas

Hiperosmolaritas adalah suatu keadaan seseorang dengan kelebihan

tekanan osmotik pada plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi

zat. Hiperosmolaritas terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi

glukosa dalam darah (yang notabene komposisi terbanyaknya adalah zat

cair). Peningkatan glukosa ini mengakibatkan kemampuan ginjal untuk

memfiltrasi dan reabsorpsi glukosa menurun sehingga glukosa terbuang

melalui urine (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara

osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik)

dan berakibat peningkatan volume air (poliuria). Kondisi im dapat berakibat

koma hiperglikemik hipere smolar nonketotik (K HHN).

Starvasi selular

Starvasi selular merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena

glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali glukosa. Dampak
dari starvasi selular akan terjadi proses kompensasi selular agar tetap

mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain sebagai berikut.

a. Sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen jika tidak terdapat

pemecahan glukosa, mungkin juga akan menggunakan asam lemak

bebas (keton). Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot,

kelemahan otot, dan perasaan mudah lelah

Starvast selular mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan

asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk

glukoneogenesis dalam hati Perubahan ini berdampak pada penurunan

sintesis protem. Depresi protein akan mengakibatkan tubuh menjadi

kurus, penurunan resistansi terhadap infeksi, dan sulitnya pengembalian

jaringan yang rusak (sulit sembuh kalau ada cedera).

Starvasi sel juga berdampak pada peningkatan mobilisasi dan

metabolisme lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan

gliserol vang meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi

hati untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan

aktivitas sel.

Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis diabetes melitus menurut American Diabetes Association

(2010) dapat ditegakkan melalui empat cara yaitu sebagai berikut

1. AC atau HDAC > 6,5%.

Kadar AC mecerninkan kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka

waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan. Tujuan dan manfaat pemeriksaan

ini adalah menilai kualitas pengendalian DM dan memperkirakan risiko


berkembangnya komplikasi diabetes.

2. Kadar glukosa plasma puasa 2 126 ing/dl (7,0 mmol/L), Puasa diartikan

pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan

glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11.1 mmol/L).

4. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Cars

melakukan TTGO yaitu pasien puasa sedikitnya 8 jam kemudian diperiksa

gula darah puasanya. Setelah itu diberikan 75 g glukosa yang dilarutkan dalam

250 ml air dan diminum dalam waktu 5 nenit, dan 2 jam kemudian diperiksa

gula darahnya. Meskipun TTGO lebih spesifik dibanding dengan pemeriksaan

glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri yaitu sulit untuk

dilakukan berulang-ulang dan dalam praktik sangat jarang dilakukan

Keluhan Klinis Diabetes

Kelahan Kimis Diabetes (+) keluhan klasike.

GDP

> 126 100-125 < 100

2 200 140-199140

126

GDS 2 200

126

200

GDP

GDS

Ulang GDS atau GDP


GDP

atau

GDS

2 126 126

200 <200

TIGO GD 2 jam

<200

140-199

<10

DIABETES MELITUS

TGT 7 GDPT Normal

Evaluasi status giz

Evaluasi penyulit DM

Evaluasi perencanaan makan sesuat

kebutuhan

Nasihat Umum

Perencanaan Makan

Latihan jasmani

Berat idaman

Belum perlu obat penurun

glukosa

GDP Gkikosa Darah Puasa

GDS Glukosa Darah Sewaktu

GDPT - Glokosa Darah Puasa Terganggu

TGT Toleransi Glukosa Terganggu


Gambar 2.1 Langkah-langkah Diagnostik OM

Swober Percent 2006

PILAR PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS

da empat pilar dalam penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, tetapi gizi/diet,

atraga, dan obat

Edukasi

Perbadan perilaku sangat dibutuhkan agar mendapatkan hasil pengelolaan

aheteising optimal. Supaya perubahan perilaku berhasil, dibutuhkan edukasi

ang kantprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Perubahan perilaku bertujuan

agar penyandang diabetes dapat menjalani pola hidup sehat. Beberapa perubahan

perilaku yang diharapkan seperti mengikuti pola makan sehat, meningkatkan

Segiatan jasmani, menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan

cara aman dan teratur, melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri

PGDM dan memanfaatkan data vang ada, melakukan perawatan kaki secara

la memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit

sur dengan tepat, mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana

dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes, mengajak keluarga

tuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes, serta memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan yang ada (Perkeni, 2006: Soegondo, 2008).

Terapi Gizi Medis

Pada umumnya, diet untuk penderita diabetes diatur berdasarkan 3 yaitu jumlah

kalori). Jenis dan jadwal. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori

antara lain jenis kelamin, umur, aktivitas fisik atau pekerjaan dan berat badan,

enentuan status gizi dapat menggunakan indeks massa tubuh (IMT) atau rumus
tetapi untuk kepentingan praktis di lapangan digunakan rumus Broca,

Penyandang diabetes yang juga mengidap penyakit lain, maka pola pengaturan

makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Hal yang terpenting adalah

jangan terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar

gula darah yang sangat rendah (hipoglikemia) dan juga jangan terlalu banyak

mengonsumsi makanan yang memperparah penyakit diabetes melitus. Menurut

Perkeni (2006), komposisi makanan yang dianjurkan terdiri atas beberapa unsur

gizi penting berikut

1. Karbohidrat

a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

b. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.

C. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

d Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat

makan sama dengan makanan keluarga yang lain.

e Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

nie alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak

hihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily intake)

tian kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat

on hari kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah

atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari

2. Lemak

a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.


b. Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori.

c Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal

d. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung

lemak jenuh dan lemak trans antara lain daging berlemak dan susu

penuh (whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

3. Protein

Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi.

b. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dan lain

lain), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak

kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

Pasion dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0.8 g/kg

BB per hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65 h. londolo bernila

biologis tinggi

4. Natrium

a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan

anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3.000 mg atau

sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2.100 mg garam

dapur

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan

bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

5. Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurka

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan savarat


serta sumber karbohidrat sang tinggi serat. Oleh karena mengandung

vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan

by Anjuran konsumsi serat adalah : 25 g/1.000 kkal/hari.

6. Pernais alternatif

2. Pemanis dikelumpokkan menjadi pemanis bergiat dan tale berging

Termasuk petnanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktoka

b.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol. maltitol, mannitol, sorbitol,

dan xylitol.

Penggunaan pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Fruktosa tidak dianjurkan penggunaannya bagi penyandang diabetes

karena efek samping pada lemak darah.

Pemanis tak bergizi termasuk aspartam, sakarin, acesulfame potasium,

sukralose, dan neotame.

Pemanis alternatif penggunaannya tidak akan mengganggu kesehatan

sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake [ADI]).

Olahraga

Olahraga selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan

dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani vang bersifat

aerobik seperti jalan kaki, bursepeda santai, jogging, dan berenang Latihan

jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Prinsip

Olahraga pada pasien DM adalah CRIPE, yaitu sebagai berikut (Kariadi, 2009)
1. Continous (terus-menerus)

Latihan harus berkesinambungan terus-menerus tanpa berhenti dalam

waktu tertentu, contohnya seperti berlari, istirahat, lalu mulai berlari lagi.

2. Rhyntical (berirama)

Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksasi

secara teratur. Contohnya, jalan kaki, berlari, berenang, atau bersepeda

3. Interval (berselang)

Latihan dilakukan secara berselang-seling antara gerak lambat dan cepat.

Contohnya, lari dapat diselingi dengan jalan cepat atau jalan cepat diselingi

jalan biasa (asalkan tidak berhenti).

4. Progressive (meningkat)

Latihan dilakukan meningkat secara bertahap sesuai kemampuan dari

ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit dan intensitas latihan

mencapai 60-70% maximum heart rate (MHR). Sementara frekuensi latihan

dilakukan 3-5 kali per minggu.

5. Endurance (daya tahan)

Latihan harus ditujukan pada latihan daya tahan untuk meningkatkan

kemampuan pernapasan dan jantung. Hal ini dipenuhi oleh olahraga seperti

jalan kaki berlart, berenang atau bersepeda.

Hal-hal berikut harus diperhatikan ketika melakukan latihan oleh

(Sudoyo dan kawan-kawan, 2006).

1. Pemanasan (warm-up).

Pemanasan dilakukan sebelum latihan yang sebenarnya. Tujuannya untuk

mempersiapkan berbagai sistem tubuh, seperti menaikkan suhu tubuh


meningkatkan denyut nadi hingga mendekati intensitas latihan dan

menghindari cedera akibat latihan Pemanasan dilakukan 5-10 menit

2. Latihan inti (conditoning).

Pada tahap ini diusahakan denyut nadi mencapai target heart rate (THR)

agar mendapat manfaat latihan. Apabila THR tidak tercapai, maka pasien

tidak akan me dapatkan manfaat latihan, sedangkan bila lebih dari THR,

bisa terjadi risiko yang fatal.

Cara menghitung THR adalah dengan menggunakan MHR yaitu 220 - umu

Setelah MHR didapatkan baru ditentukan THR. Contoh latihan bagi seorang

pasien DM (diabetisi) usia 50 tahun ditargetkan 60%, maka THR-nya adalah

60% (220 - 50) = 102. Dengan demikian, diabetisi tersebut dalam melakukan

olahraga denyut nadinya adalah sekitar 102 /menit.

3. Pendinginan (cooling down).

Tahap ini bertujuan untuk mencegah penimbunan asam laktat yang dapat

menimbulkan rasa nyeri pada otot setelah olahraga atau rasa pusing akiba

masih terkumpulnva darah pada otot vang aktif. Dilakukan 5-10 menit

hingga denyut nadi mencapai denyut nadi istirahat

1. Peregangan (stretching)

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan dan melenturkan

otot yang masih teregang dan menjadikannya lebih elastis

Intervensi Farmakologis (Obat)

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis terdir

atas pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan injeksi insulin.

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO).


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi empat golongan berike

(Petkeni, 2006)

2. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)

1) Sulfonilurea.

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekere

insulin oleh sel beta pankreas dan merupakan pilihan utama untu

pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih bold

berikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Penggunaan

sulfonilurea jangka panjang tidak dianjurkan untuk orang tum,

gangguan fungsi ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit

kardiovaskular, hal ini bertujuan untuk mencegah hipoglikemia

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi

insulin fase pertama. Golongan ini terdiri atas dua macam obat

yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian

secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

Penambah sensitivitas terhadap insulin.

Tiazolidindion (siglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-Y). suatu reseptor inti di

sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan

resistansi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut

glulosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.


Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal

jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema atau retensi

cairan dan juga pada gangguan fungsi hati. Pasien yang menggunakan

Tazolidindion perlu dilakukan pemantauan fungsi hati secara

Menghambat glukoneogenesis (Metformi

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa

perifer Obat ini utamanya dipakai pada penyandang diabetes yang

bertubuh gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin 1.5 mg/dl) dan hati serta

pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia (unisalnya penyakit

serebrovaskular sepsis, renjatan dan gagal jantung). Metformin dapat

memberikan efek samping mual, untuk mengurangi keluhan tersebut

dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

Penghambat glukosidase alfa (Acarbosel

Obat ini bekeria dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus.

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah

makan Acarbose ndak menimbulkan efek samping hipoglikemia Etek

samping yang paling sering diremukan talat kembung dan flatulens

38 Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin dengan Pendekatan NANDA NIC NOC

2. Insulin.

Berdasarkan berbagai penelitian klinis, insulin selain dapat memperbaiki status

metabolik dengan cepat (terutama kadar glukosa darah), juga memiliki efek lain

yang bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi. Pada pasien DMT-1 (DM tipe
1), terapi insulin dapat diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Sementara

pada DMT-2 dapat menggunakan hasil konsensus PERKENI 2006 yaitu jika

kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A C> 6,5%) dalam jangka

waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk memulai

terapi kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin. Lebih jelasnya menurut PB

PABDI (2013) insulin diperlukan pada keadaan-keadaan berikut.

a. Penurunan berat badan yang cepat.

b. Kendali kadar glukosa darah yang buruk (AC > 6,5 % atau kadar

glukosa darah puasa > 250 mg/dL).

c. DM lebih dari 10 tahun.

d Hiperglikemia berat yang disertai ketosis, hiperglikemia hiperosmolar

non-ketotik, dan hiperglikemia dengan asidosis laktat.

e. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal.

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, dan stroke),

g Kehamilan dengan DM (diabetes melitus gestasional) yang tidak

terkendali dengan perencanaan makan.

h Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

i kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

Climutan

KOMPLIKASI

Menurut Corwin. E. J. (2001) dan Scobie, I.N. (2007) diabetes melitus dapat

berkembang menjadi penyakit-penyakit lain, baik akut maupun kronis.

1. Komplikasi yang bersifat akut.

a. Koma hipoglikemia
Kondisi ini ditandai dengan adanya penurunan glukosa darah kurang dari

60 mg/dL. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe 1. Penyebabnya

adalah pemberian dosis insulin yang berlebih sehingga terjadi penurunan

glukosa dalam darah. Sering terjadi juga pada pasien yang menjalani

terapi obat DM sulfoniluria (gilbenclamid). Penyebab lainnya adalah

puasa yang disertai olahraga Olahraga meningkatkan pemakaian glukosa

oleh sel-sel otot rangka masukan nutrisi yang kurang atau tidak adekuat

atau terlambat makan (30 menit setelah diberikan insulin, pasien harus

makan). Oleh karena otak memerlukan glukosa darah sebagai sumber

energi utamanya, maka hipoglikemia menyebabkan timbulnya berbagai

gejala gangguan fungsi susunan saraf pusat (SSP).

Gejala hipoglikemia dibedakan menjadi gejala para autonomik

seperti berkeringat, tremor, palpitasi, dan rasa lapar. Sementara gejala

neuroglikopenik meliputi gangguan fungsi kognitif, sulit konsentrasi

dan inkoordinasi. Bila terjadi gejala neuroglikopenik tanpa didahului oleh

gejala autonomik, maka pasien bisa berkembang menjadi tidak sadar

Gejala hipoglikemia dapat pula dibedakan tingkatannya menjadi

gejala ringan, yaitu fremor, takikardia, palpitasi, kegelisahan, dan rasa

lapar. Gejala sedang berupa tidak mampu konsentrasi, sakit kepala,

vertigo, bingung, penurunan daya ingat, kebas di daerah bibir dan

lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional

penglihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan, serta gejala beratnya

kejang dan kehilangan kesadaran.

Pasien hipoglikemia sedang berespons cepat dengan masukan


glukosa oral. Akan tetapi, pasien yang tidak sadar atau setengah sadar

harus diberikan infus glukosa 20% sebanyak 30 ml. dilanjutkan dengan

pemberian glukosa oral saat pasien sadar

b. Krisis Hiperglikemia

Hiperglikemia merupakan kondisi serius pada DM. baik tipe 1

maupun 2. Terjadi dalam bentuk ketoasidosis dan koma hiperosmolar

non-ketotik

1) Ketoacidosis

Asidosis merupakan masalah yang serius dan kritis dalam DMA

Masalah ini sebagai dampak dari patogenesis primer DM, yaitu

defisiensi insulin. Ketoasidosis lebih banyak terjadi pada DM

tipe 1. dan jarang terjadi pada DM tipe 2 karena masih terdapat

sedikit insulin untuk mencegah pemecahan lemak dan protein

Ketoasidosis pada DM tipe 2 dapat disebabkan karena infeks

berat dan adanya penyakit penyerta lain seperti stroke, jantung

dan lain-lain. Ketidakmampuan transporglukosa ke dalam sel dan

metabolisme glukosa seluler, menyebabkan tubuh menggunaka

lemak sebagai sumber energi. Akibatnya akan terjadi peningkatan

kadar gula darah, kenaikannya dapat bervariasi dari 300 hingga 80

mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula dara

yang lebih rendah. Lemak akan dipecah menjadi asam asetoasca

asam bela hidroksibutírat, dan asetan dan jumlahnca mening

dalam cairan ekstraseluler Dengan demikian lah keton

sikeikan lewat urine meningkat itu 50 L ema


Bab 2 - Asuhan Keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus 43

Ketoasidosis yang terjadi pada pasien DM adalah asidosis

inetabolik (bukan asidosis respiratorik), ditandai dengan gejala

mual, muntah, haus/dehidrasi, poliuri, penurunan elektrolit

(penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira

kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium.

serta kdorida selama periode waktu 24 jam), nyeri abdomen, napas

bau keton/bau buah, hipotermia perubahan kesadaran, pernapasan

Kussmaul. Semua itu terjadi karena tingginya konsentrasi ion

hidrogen/asam memicu kemoreseptor untuk meningkatkan

jumlah dan kedalaman pernapasan (Corwin, J.E., 2001: Guthrie,

D. W. dan RA. Guthrie 2009).

Pengkajian dan monitoring biokimia darah yang meliputi

pemeriksa.. urea, elektrolit, glukosa, dan gus darah arteri harus

dilakukan. Bila penyebab yang mendasari ketoasidosis ditemukan,

maka harus segera dilakukan pengobatan Pasien memerlukan

perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap

keseimbangan cairan dan elektrolit serta pemberian insulin untuk

menurunkan gula darah (Scobie, IN, 2007).

Hiperglikemia luperosmolar nonketotik (HHNK)

Terjadi pada DM tipe 2 akibat tingginva kadar gula darah dan

kekurangan insulin secara relatif, biasanya dijumpai pada orang tua

pengidap diabetes setelah konsumsi makanan tinggi karbohidrat

Perbedaannya dengan ketoasidosis adalah pada HHNK Lidak!

terjadi ketosis karena kadar insulin masih cukup sehingga tidak


terjadi lipolisis besar-besaran. Kadar gula darah yang sangat tinggi

meningkatkan dehidrasi hipertonik sehingga terjadi penurunan

komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena pengeluaran urine

berlebih Dalam kondisi ini dapat terjadi pengeluaran berliter-

liter trine, defisit cairan sekitar 6-10 liter dan potasiun (kalium)

400 meq. Gejala lainnya adalah hipotensi, dehidrasi berat

(membran mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardia (nadi

cepat dan lemah), rasa baus vang hebat, hipokalemia berat tidak

ada hiperventilasi dan bau napas serta tanda-tanda neurologis

perubahan sensori kejang dan hemiparesis) (Huduk dan Gallo,

1998: Corwin E 2001

Efek Somogyi

Eiek Somogyi adalah penurunan unik kadar glukosa darah pada malam

hari di leh peningkatan dan pada paginya. Ditemukan oleh

ilmuwan Hungaria n

pada tahun 1949. Pembab

hipoglikemia malam hari kemungkinan besar berkaitan dengan

penyuntikan insulin di sore harinya. Hipoglikemia itu sendiri kemudian

menyebabkan peningkatan glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon

pertumbuhan. Hormon hormon ini merangsang glukoneogenesis

sehingga pada pagi harinya terjadi hiperglikemia. Risiko terjadinya efek!

Somogyi juga meningkat dengan menggunakan insulin NPH dalam

terapi diabetes. Oleh karena penyebab utama efek Somogyi adalah dosis

insulin yang berlebihan, maka langkah pertama pencegahannya adalah


dengan memodifikasi dosis insulin, misalnya mengganti NPH dengan

peakless analog long-acting, seperti glargine atau detemir (Corwin, I.E.

2001: Rybicka, M. dkk, 2011).

Fenomena fajar (dawn phenomenon)

Fenomena fajar adalah hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5

dan 9 referensi lainnya menyebutkan antara jam 3 dan 5 pagi) yang

tampaknya disebabkan oleh peningkatan sitkardian kadar glukosa pada

pagi hari Fenomena ini dapat dijumpai pada penderita diabetes tipe

I dan 2. Hormon lain yang memperlihatkan variasi sirkardian pada

pagi hari adalah kortisol dan hormon pertumbuhan yang keduanya

merangsang glukoneogenesis (Corwin, L.E., 2001).

Ada 2 tipe dawn phenomenon, yaitu fisiologis dan patologs

(kedua tipe ini terjadi pada saat yang sama yaitu antara jam 3 dan

pagi). Duw phenomenon fisiologis terjadi karena penurunan sa

sekresi insulin yang terjadi antara jam 3 dan 5 dikombinasikan dengan

ketinggian kadar glukosa darah vang tersisa sampai dengan standar

Pasien diabetes mengalami daw phenomenon patologis dengan tingkat

glukosa plasma pagi abnormal atau tinggi karena gangguan sekres

insulin ditambah efek dari sekresi hormon pertumbuhan (growth

hormone (GHD noktural. Hormon pertumbuhan (GH) menyebabkan

penguraian lemak dan penggunaan lebih lanjut asam-asam lemak

sebagai sumber energi (merangsang glukoneogenesis) sehingga akan

terjadi peningkatan glukosa darah. Penurunan insulin endoget

menyebabkan kurangnya represi (penekanan pada sekresi horm

insulin antagonis, yaitu GH, kortisol dan katekolamin vang akhirn


menyebabkan lupetikemia. Puncak sekresi kortisol terjadi sam

pagi dan jam 6-9 pagi, sedangkan terendah adalah tengah malam.

disekresi sepanjang hari, namun 50% berlangsung selama fase keni

dan keempat dari se tidur NREM dan sekresi terbesar lonia

hormon in feriadi ketika tidur shalar (Rybicka. M. dkk. 2011

2. Komplikasi vang bersifat kronis

Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh

darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak!

Pembuluh darah besar dapat mengalami aterosklerosis sering terjadi

pada NIDDM. Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskular

otak (stroke), penyakit arteri koroner, dan penyakit vaskuler perifer

(hipertensi, gagal ginjal).

Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati

diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati. Nefropati terjadi karena

perubahan mikrovaskular pada struktur dan fungsi ginjal yang

menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal

Retinopati (perubahan dalam retina) terjadi karena penurunan

protein dalam retina dan kerusakan endotel pembuluh darah Perubahan

ini dapat berakibat gangguan dalam penglihatan Retinopati terdiri atas

dua tipe berikut

1). Retinopati background

Retinopati background dimulai dari mikroneuronisma di dalam

pembuluh retina dan menyebabkan pembentukan eksudat keras

Retinopati proliferatif
Retinopati proliferati merupakan perkembangan lanjut dari

retinopati background. Terjadinya pembentukan pembuluh durah

baru pada retina akan mengakibatkan pembuluh darah menciut

dan menyebabkan tarikan pada retina serta perdarahan di dalam!

rongga vitreum

Neuropati terjadi karena perubahan metabolik pada diabetes

mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun.

yang selanjutnya akan menvebabkan penurunan persepsi nyeri.

Neuropati dapat terjadi pada tungkai dan kaki (gejala yang

paling dirasakan adalah kesemutan, kebas), saluran pencernaan

(neuropati pada saluran pencernaan menyebabkan diare dan

konstipasi), kandung kemih (kencing tidak lancar dan reproduksi

(impotensi).

Rentan infeksi seperti TB paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih

Kaki diabetik

Perubahan mikroangiopati, makroangiopati.dan neuropati menebabkan

perubahan pada ekstremitas bawah Komplikasinya dapat terjadi gangguan

sirkulasi terisdi infekst, gangren, penurunan sensasi dan hilangnya fungsi

Saral sensorik Semua ini dapat meminang teradi trattata RTK

terkontrola infeksi yang akhirnya menjadi gangren

Anda mungkin juga menyukai