Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah
(BBLSR)”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal dan Basic Life Suport
Dosen Pengampu :
Yusri Dwi Lestari., S.ST., M.Kes

Disusun Oleh :
Nurul Qomariyah (2131900006)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NURUL JADID
PAITON-PROBOLINGGO
2022-2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya maka kami disini dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan
Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR).
Penulisan makalah adalah salah satu tugas mata kuliah kegawatdaruratan maternal
neonatal dan basic life suport. Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknik penulisan maupun penyampaian materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penulis belum maksimal. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis makalah ini menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada pendidik
mata kuliah kegawatdaruratan maternal neonatal dan basic life support, ibu Yusri Dwi
Letari S.ST., M.Kes yang telah membimbing dan mengarahkan bagaimana seharusnya
makalah ini dibuat.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, serta makalah ini dapat menjadi manfaat bagi pembaca. Amin Yarobbal Alamin.

Paiton, 26 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB 1.PENDAHULUAN.........................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................
C. Tujuan...............................................................................................................
BAB 2. PEMBAHASAN...............................................................................……....
A. Pembahasan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)................................……....
1. Definisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).................................……....
2. Etiologi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).................................……...
3. Patofisiologi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)..........................……....
4. Faktor Resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)........................………
5. Diagnosis Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)..............................………
6. Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)....................………
7. Pencegahan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)...........................………
B. Pembahasan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)..................…........
1. Definisi Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)...................…........
2. Etiologi Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)...................……....
3. Patofisiologi Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)............………
4. Faktor Resiko Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)..........……....
5. Diagnosis Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)................………
6. Tata Laksana Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)...........………
7. Pencegahan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR).............………
BAB 3. PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang saat lahir dengan berat
badan kurang dari 2.500 gram. Bayi berat lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan),
mungkin juga cukup bulan (dismatur)(Hendayani, 2019).
Berat bayi lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu penyumbang terbesar angka
kematian bayi (AKB) (Labir et al., 2013). BBLR masih merupakan masalah kesehatan terkait
dengan mortalitas (kematian) dan morbiditas (kesakitan) perinatal. Angka kematian bayi baru
lahir di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berkembang
lainnya. Bayi yang mengalami BBLR setiap tahun sekitar 20 juta bayi, 98,5% diantaranya di
negara berkembang. Pengalaman dari negara maju dan berpenghasilan rendah dan menengah
telah dengan jelas menunjukkan bahwa perawatan bayi BBLR yang tepat, termasuk
pemberian makan, pemeliharaan suhu, tali higienis dan perawatan kulit, serta deteksi dini dan
pengobatan infeksi dan komplikasi termasuk sindrom gangguan pernapasan dapat secara
substansial mengurangi kematian(WHO, 2018).
BBLR dapat menyebabkan dampak besar untuk mengalami berbagai masalah
kesehatan. Bayi dengan BBLR sering terkait dengan prematuritas dan masalah kesehatan
yang terjadi diakibatkan oleh belum matang dan lengkapnya organ dan fungsi tubuh
bayi(Abdiana, 2015). Maka perlu dilakukanya perawatan yang intensif. Bayi BBLR
menjalani perawatan di unit perawatan intensif seperti ruang NICU. BBLR dapat dirawat di
rumah jika kondisi kesehatan bayi tersebut sudah stabil. Selanjutnya perawatan BBLR harus
dilanjutkan di rumah oleh orang tua khususnya ibu dari si bayi.
Keluarga khususnya ibu memiliki peran penting dalam merawat dan mengasuh
bayinya dengan baik. Perawatan ibupada bayi BBLR sangat berdampak pada kualitas dan
pertahanan hidup BBLR dan bila ibu tidak melakukan perawatan dengan baik maka akan
berdampak pada angka kejadian infeksi, malnutrisi dan kematian pada bayi BBLR
(Magdalena br.Tarigan et al., 2012). Hasil penelitian ini juga didukung oleh pernyataan
Surasmi dalam (Magdalena br.Tarigan et al., 2012) yang menyatakan bahwa respon ibu
terhadap permasalahan bayi BBLR sangat mempengaruhi keputusan ibu untuk melakukan
perawatan terhadap bayinya dan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan BBLR,
masih banyak para ibu yang belum bisa merawat bayinya dengan baik, sehingga banyak bayi
BBLR yang tidak terselamatkan disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang
perawatan bayi BBLR.Tingginya kasusBBLR karena kurangnya tingkat pengetahuan ibu
tentang perawatan BBLR ini harus didukung dengan pemberian pendidikan kesehatan, karena
pendidikan kesehatan merupakan suatu cara penunjang program-program kesehatan yang
dapat menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan dalam waktu yang pendek.
Konsep pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu, kelompok atau
masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu
mengatasi masalah kesehatan menjadi mampu (Ribek et al., 2017).
Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan BBLR
berbeda-beda tiap individunya. Pengetahuan ibu yang berbeda ini akan mengakibatkan
perawatan yang berbeda pula pada setiap bayi. Banyak ibu mengira merawat bayi dengan
BBLR sama dengan merawat bayi normal dan hal tersebut seringkali menyebabkan masalah
kesehatan pada bayi BBLR. Maka dari itu pengetahuan tentang merawat BBLR merupakan
hal yang penting karena pengetahuan merupakan dasar kesiapan ibu dalam merawat BBLR
(Indrayati, 2020).
Bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram atau bayi berat lahir sangat rendah
(BBLSR) mempunyai beberapa masalah yang timbul di awal masa kehidupannya.
Permasalah ini merupakan akibat dari imaturitas stuktur dan fungsi sistem organ. Perkiraan
insidensi BBLSR berkisar 4-7% dari total kelahiran hidup namun mempunyai mortalitas 240
kematian per 1000 kelahiran BBLSR dimana angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan
dengan mortalitas pada bayi berat lahir rendah (BBLR). Dalam dekade terakhir angka
kematian BBLSR cenderung turun dengan makin berkembangnya sistem dan alat kesehatan
(National Center for Health Statistic, 2010). Badan organisasi kesehatan dunia WHO
merekomendasikan untuk tetap memberikan air susu ibu (ASI) sebagai nutrisi enteral pada
saat tatalaksana MEN tersebut (WHO, 2001).
Permasalahan yang sering muncul saat tatalaksana pemberian nutrisi pada BBLSR
adalah produksi ASI dari ibu yang melahirkan BBLSR atau bayi prematur tersebut masih
belum mencukupi kebutuhan anak sehingga diperlukan nutrisi enteral pengganti ASI. Susu
formula merupakan jenis nutrisi enteral yang sering digunakan sebagai nutrisi pengganti saat
ASI tidak tersedia (Klein, 2002). Saat ini susu formula pengganti ASI untuk BBLSR yang
direkomendasikan oleh WHO adalah susu formula jenis formula prematur standar yang
kandungannya lebih dikhususkaan untuk bayi BBLR (WHO, 2011).
Susu formula asam amino merupakan jenis susu formula elemental dikarena
mengandung senyawa elemental seperti karbohidrat, protein, lemak, dan mineral dalam
bentuk terkecil atau bentuk yang mudah tercerna dan terserap pada sistem pencernaan
manusia. Pada pasien neonatus dan pediatrik, penggunaan formula asam amino lebih sering
digunakan sebagai formula hipoalergik dalam kasus seperti alergi susu sapi dan malabsorpsi
(Martinez dan Ballew, 2011; Westland dan Crawley, 2013).
Hasil tersebut mendukung untuk mencoba menganalisis tolerasi, efektivitas, dan efek
samping pemberian formula asam amino saat diberikan pada BBLSR sejak awal pemberian
nutrisi enteral dengan pembanding formula prematur standar. Dengan kandungan nutrisi
elemental yang terkandung di dalamnya, diharapkan formula asam amino mempunyai tingkat
toleransi, efektivitas, dan efek samping yang lebih baik dibandingkan formula prematur
standar.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud BBLR dan BBLSR?
2. Apakah etilogi BBLR dan BBLSR?
3. Bagaima patofisiologi BBLR dan BBLSR?
4. Apa saja factor resiko BBLR dan BBLSR?
5. Bagaimana mendiagnosis BBLR dan BBLSR?
6. Bagaimana penatalaksanaan BBLR dan BBLSR?
7. Apa saja pencegahan BBLR dan BBLSR?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi BBLR dan BBLSR
2. Untuk Mengetahui etiologi BBLR dan BBLSR
3. Untuk mengetahui patofisiologi BBLR dan BBLSR
4. Untuk mengetahui factor resiko BBLR dan BBLSR
5. Untuk mengetahui diagnosa BBLR dan BBLSR
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan BBLR dan BBLSR
7. Untuk mengetahui pencegahan BBLR dan BBLSR
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


1. Definisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang saat
dilahirkan memiliki berat badan senilai < 2500 gram tanpa menilai masa gestasi.
(Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World Health Organization (WHO) semua
bayi yang telah lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2.500 gram disebut
Low Birth Weight Infants atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Banyak yang masih beranggapan apabila BBLR hanya terjadi pada bayi
prematur atau bayi tidak cukup bulan. Tapi, BBLR tidak hanya bisa terjadi pada bayi
prematur, bisa juga terjadi pada bayi cukup bulan yang mengalami proses hambatan
dalam pertumbuhannya selama kehamilan (Profil Kesehatan Dasar Indonesia, 2014).
Oleh karena itu, BBLR dapat juga dibagi berdasarkan usia gestasi, yakni bayi cukup
bulan (37-42 minggu) dan bayi kurang bulan atau premature (<37 minggu).
2. Etiologi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor fetus. Etiologi
dari maternal dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan IUGR (Intrauterine
Growth Restriction). Yang termasuk prematur dari faktor maternal yaitu Preeklamsia,
penyakit kronis, infeksi, penggunaan obat, KPD, polihidramnion, iatrogenic,
disfungsi plasenta, plasenta previa, solusio plasenta, inkompeten serviks, atau
malformasi uterin. Sedangkan yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth
Restriction) dari faktor maternal yaitu Anemia, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit
kronis, atau pecandu alcohol atau narkortika. Selain etiologi dari faktor maternal juga
ada etiologi dari faktor fetus. Yang termasuk prematur dari faktor fetus yaitu Gestasi
multipel atau malformasi. Sedangkan, yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth
Restriction) dari faktor fetus yaitu Gangguan kromosom, infeksi intrauterin
(TORCH), kongenital anomali, atau gestasi multipel (Bansal, Agrawal, dan
Sukumaran, 2013).
Selain itu ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan bayi dengan berat
badan lahir rendah atau biasa disebut BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010):
a. Faktor ibu
1) Penyakit
Penyakit kronik adalah penyakit yang sangat lama terjadi dan biasanya
kejadiannya bisa penyakit berat yang dialami ibu pada saat ibu hamil ataupun
pada saat melahirkan. Penyakit kronik pada ibu yang dapat menyebabkan
terjadinya BBLR adalah hipertensi kronik, Preeklampsia, diabetes melitus
dan jantung (England, 2014).
a) Adanya komplkasi - komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi
atau darah tinggi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c) Salah guna obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu (Geografis)
a) Usia ibu saat kehamilan tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek dari anak satu ke anak
yang akan dilahirkan (kurang dari 1 tahun).
c) Paritas yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu yang paling sering
terjadi yaitu paritas pertama dan paritas lebih dari 4.
d) Mempunyai riwayat BBLR yang pernah diderita sebelumnya.
3) Keadaan social ekonomi
a) Kejadian yang paling sering terjadi yaitu pada keadaan sosial ekonomi
yang kurang. Karena pengawasan dan perawatan kehamilan yang sangat
kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan dapat juga mempengaruhi keadaan bayi.
diusahakan apabila sedang hamil tidak melakukan aktivitas yang ekstrim.
c) Perkawinan yang tidak sah juga dapat mempengaruhi fisik serta mental.
b. Faktor janin
Faktor janin juga bisa menjadi salah satu faktor bayi BBLR disebabkan oleh :
kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan,
gawat janin, dan kehamilan kembar).
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta yang dapat menyebabkan bayi BBLR juga dapat menjadi salah
satu faktor. Kelainan plasenta dapat disebabkan och: hidramnion, plasenta previa,
solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Banyak masyarakat yang menganggap remeh adanya faktor lingkungan ini.
Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan BBLR, yaitu: tempat tinggal di
dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun (England, 2014).
3. Patofisiologi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Semakin kecil dan semakin premature bayi itu maka akan semakin tinggi
resiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi.
a. Menurunnya simpanan zat gizi padahal cadangan makanan di dalam tubuh
sedikit, hampir semua lemak, glikogen dan mineral seperti zat besi, kalsium,
fosfor dan seng di deposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan
demikian bayi preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan hipoglikemia,
anemia dan lain-lain. Hipoglikemia menyebabkan bayi kejang terutama pada
bayi BBLR Prematur.
b. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai
lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk mencerna dan
mengabsorpsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
c. Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan, koordinasi antara
refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai kehamilan
32-34 minggu, padahal bayi BBLR kebutuhan nutrisinya lebih tinggi karena
target pencapaian BB nya lebih besar. Penundaan pengosongan lambung dan
buruknya motilitas usus terjadi pada bayi preterm.
d. Paru yang belum matang dengan peningkatan kerja napas dan kebutuhan kalori
yang meningkat.
e. Potensial untuk kehilangan panas akibat luas permukaan tubuh tidak sebanding
dengan BB dan sedikitnya lemak pada jaringan di bawah kulit. Kehilangan panas
ini akan meningkatkan kebutuhan kalori.
Pada umumnya BBLR terjadi pada kelahiran premature, selain itu juga dapat
disebabkan karena dismaturitas. Dismaturitas adalah bayi yang lahir cukup bulan
tetapi berat badan lahirnya kecil dari masa kehamilan (<2500 gram). BBLR dapat
terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan saat dikandungan. Hal tersebut antara
lain disebabkan oleh penyakit ibu, kelainan plasenta, keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan suplai makanan dari ibu ke bayi berkurang.
4. Faktor Resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Faktor risiko maternal yang berkontribusi terhadap kejadian BBLR antara lain:
a. Usia ibu
Usia ibu lebih muda (<20 tahun) dan setiap peningkatan pada usia ibu
dikaitkan dengan risiko bayi lahir dengan BBLR yang lebih tinggi di Nepal dan
Malaysia (Sharma et al., 2015; Kaur et al., 2019).
Usia ibu menjadi salah satu faktor risiko yang secara signifikan
berkitan dengan kejadian BBLR, hal ini dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap
kesuburan. Pernyataan ini didukung oleh Agorinya et al., (2018) dan Roy
Prasojo (2018) ibu dengan usia < 20 tahun dan > 34 tahun memiliki risiko yang
lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR dari pada ibu dengan usia 20-34 tahun.
Fertilitas berkurang pada usia 20 tahun dan menurun sangat cepat ketika berusia
35 tahun. Ibu berusia muda memiliki kondisi kondisi endometrium yang belum
berkembang sempurna, sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun kondisi
endometrium menjadi kurang subur (Rahfiludin dan Dharmawan, 2018). Ibu
dengan usia muda masih dalam tahap pertumbuhan biologis dan belum cukup
matang secara fisik maupun emosional, disisi lain ibu dengan usia yang lebih tua
berisiko mengalami anomali kromosom, komplikasi pada kehamilan seperti
preeklamsia, diabetes yang berdampak pada kejadian BBLR (Badalyan, 2014).
b. Paritas
Hasil penelitian di Kamboja dan Malaysia menemukan hubungan yang
signifikan pada status paritas yang rendah dengan BBLR (Chhea, Ir dan
Sopheab, 2018; Kaur et al., 2019), sementara status paritas yang lebih tinggi juga
berhubungan dengan kejadian BBLR di Ethiopia dan Ghana (Mekie dan Taklual,
2019; Mohammed et al., 2019).
Kehamilan dan persalinan pertama memungkinkan risiko karena ibu
belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya. Pada setiap kehamilan
berikutnya memungkinkan tubuh ibu mengalami peingkatan aliran darah utero
plasenta yang lebih efisien pada kehamilan selanjutnya (Kaur et al., 2019). Hasil
ini sejalan dengan Mahu (2016) dan Sulistyawati (2015). Kemampuan rahim
untuk memenuhi nutrisi pada kehamilan selanjutnya semakin menurun seiring
dengan meningkatnya status paritas, sehingga proses transprtasi nutrisi ibu
kepada janin terganggu dan berdampak pada lahirnya BBLR (Sulistyawati,
2015).
c. Lingkar lengan atas yang rendah
Kelahiran BBLR ditemukan pada ibu dengan ukuran lingkar lengan
atas yang rendah di negara Ethiopia dan Malaysia (Asmare et al., 2018; Abera,
Ejara dan Gebremedhin, 2019; Kaur et al., 2019; Siyoum dan Melese, 2019).
Lingkar lengan ibu menjadi indikator cadangan protein dan energi
dalam tubuh serta menjadi sebagai salah satu penentu status gizi ibu sebelum
hamil. Ukuran LILA yang rendah menunjukan adanya kondisi tidak
terpenuhinya kebutuhan energi, kekurangan energi yang kronis menyebabkan
ibu hamil tidak memiliki cadangan zat gizi yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis selama masa kehamilanya seperti, peningkatan hormon dan
peningkatan volume darah untuk pertumbuhan janin (Sulistyawati, 2015).
d. Kadar hemoglobin kurang dari 11 gr/dL
Kadar hemoglobin yang rendah, kurang dari 11 gr/dl secara signifikan
berhubungan dengan kejadian BBLR di Ethiopia, Ghana, dan Nepal (Abera,
Ejara dan Gebremedhin, 2019; Adam et al., 2019; Sharma et al., 2015; Aboye et
al., 2018; Mekie dan Taklual, 2019; Mohammed et al., 2019).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin
dibawah 11 gr/dl pada trimester 1 dan 3, atau kadar hemoglobin kurang dari 10,5
gr/dl pada trimester 2 (Rahfiludin dan Dharmawan, 2018). Anemia yang terjadi
pada masa kehamilan dapat menyebabkan hipoksia janin. Hal ini berdampak
pada berkurangnya aliran oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin, yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim dan
menyebabkan bayi terlahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram (Aboye et
al., 2018; Abera, Ejara dan Gebremedhin, 2019).
e. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu
Persalinan prematur, yang terjadi pada usia kehamilan < 37 minggu di
Ghana dan Ethiopia, menjadi salah satu prediktor terjadinya kelahiran BBLR
(Aboye et al., 2018; Adam et al., 2019; Asmare et al., 2018; Hailu dan Kebede,
2018; Mohammed et al., 2019).
Usia kehamilan memainkan peran penting dalam menentukan berat
lahir. WHO memperkirakan sekitar satu per tiga dari seluruh BBLR di dunia
disebabkan oleh prematuritas (Aboye et al., 2018). Hal ini jelas bahwa bayi yang
lahir sebelum berusia aterm, baik disebabkan oleh karena faktor ginekologis
maupun medis, berisiko lebih tinggi lahir dalam kondisi BBLR, karena
pertumbuhan pada usia <37 minggu janin belum mencapai waktu pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal (Aboye et al., 2018; Hailu dan Kebede, 2018).
f. Komplikasi selama kehamilan
Tiga Penelitian di Ethiopia mendapatkan hasil BBLR memiliki
hubungan dengan kondisi komplikasi yang di alami oleh ibu selama masa
kehamilan (Asmare et al., 2018; Hailu dan Kebede, 2018; Siyoum dan Melese,
2019).
Terjadinya tanda-tanda komplikasi selama kehamilan (seperti
perdarahan, sakit kepala, penglihatan mata kabur, demam dan sakit perut hebat)
merupakan salah satu faktor risiko berat lahir rendah. Hal ini dikarenakan tanda
dan gejala komplikasi selama kehamilan merupakan indikasi dari adanya
gangguan selama kehamilan yang berdampak negatif tidak hanya pada ibu
namun juga pada janin. Ibu dengan preeklamsia atau hipertensi saat hamil dapat
mengalami abruption plasenta yang mengakibatkan berkurangnya perfusi
plasenta pada janin dan menyebabkan bayi terlahir dengan BBLR atau kematian
janin (Asmare et al., 2018; Hailu dan Kebede, 2018). Ibu hamil dengan
hiperemesis gravidarum mengalami mual dan muntah yang terus menerus, dapat
mengakibatkan dehidrasi dan kekurangan zat gizi (Sulistyawati, 2015). Selain itu
komplikasi perdarahan pada kehamilan seperti plasenta previa, solusio plasenta,
ruptur uteri dapat meningkatkan risiko kematian ibu dan janin, kelahiran
prematur, dan kematian perinatal. Kelahiran prematur dan gawat janin sering
tidak dapat terhindarkan oleh karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa
dilakukan pada usia kehamilan < 37 minggu. Bayi yang terlahir prematur belum
mencapai tahap pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, sehingga
berisiko lebih besar terlahir dengan berat << 2500 gram (prawirohardjo, 2016).
5. Diagnosis Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Diagnosis terhadap kondisi berat badan lahir rendah dapat dilakukan selama masa
kehamilan atau setelah bayi lahir.
a. Selama Kehamilan
Diagnosis berat badan bayi selama kehamilan dapat dilakukan dengan:
1) Pertambahan Berat Badan Ibu
Pertambahan berat yang ideal pada ibu hamil merupakan salah satu
cara untuk menilai atau memperkirakan pertumbuhan bayi.
2) Mengukur Tinggi Fundus
Metode lain untuk memperkirakan berat janin adalah dengan
mengukur ketinggian fundus (bagian atas tulang kemaluan hingga rahim).
Umumnya, tinggi fundus sama dengan usia kehamilan. Apabila tinggi
fundus tidak sesuai dengan usia kehamilan, maka dapat menandakan bahwa
pertumbuhan terlambat.
3) USG
Dokter biasanya juga memeriksa pertumbuhan dan perkembangan
janin menggunakan USG. Prosedur ini lebih akurat daripada memeriksa
tinggi fundus.
b. Setelah Melahirkan
Dokter akan menimbang berat badan bayi setelah dilahirkan. Apabila berat
badan tidak sesuai dengan usia kehamilan atau kurang dari 2500 gram, maka
bayi disebut mengalami kondisi BBLR.
6. Tata laksana Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) menjadi perhatian yang cukup besar
serta memerlukan penanganan yang tepat dan cepat. Untuk mengatasi masalah-
masalah yang terjadi. Penanganan BBLR meliputi Hal-hal berikut:
a. Mempertahankan suhu dengan ketat
BBLR mudah mengalami hipotermia. Maka, suhu sering diperhatikan
dan dijaga ketat.
b. Mencegah infeksi dengan ketat
Dalam penanganan BBLR harus memperhatikan prinsip-prinsip
pencegahan infeksi karena sangat rentan. Bayi BBLR juga memiliki imunitas
yang sangat kurang. Hal sekecil apapun harus perlu diperhatikan untuk
pencegahan bayi BBLR. Salah satu cara pencegahan infeksi, yaitu dengan
mencuci tangan sebelum memegang bayi.
c. Pengawasan nutrisi dan ASI
Refleks menelan pada BBLR belum sempurna dan lemahnya refleks
otot juga terdapat pada bayi BBLR Oleh karena itu, pemberian nutrisi harus
dilakukan dengan hati-hati.
d. Penimbangan ketat
Penimbangan berat badan harus perlu dilakukan secara ketat karena
peningkatan berat badan merupakan salah satu status gizi/nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh (Syafrudin dan Hamidah, 2009).
Ada juga penatalaksanaan menurut Proverawati, A. 2010 yaitu Penatalaksanaan
umum pada bayi dengan BBLR dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
a. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Keadaan bayi BBLR akan mudah mengalami rasa kehilangan panas
badan dan menjadi hipotermi, karena pada pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi secara baik dan optimal, metabolismenya masih rendah, dan
permukaan badannya yang sangat relatif luas. Maka, bayi harus di rawat pasa
suatu alat di dalam inkubator sehingga mendapatkan kehangatan atau panas
badan sesuai suhu dalam rahim. Inkubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai
sekitar 29,4°C untuk bayi dengan berat badan sebesar 1,7 kg dan suhu sebesar
32,2°C untuk bayi yang memiliki berat badan lebih kecil. Bila tidak memiliki
alat atau tidak terdapat inkubator, bayi dapat dibungkus menggunakan kain dan
pada sisi samping dapat diletakkan botol yang diisi dengan air hangat. Selain itu,
terdapat metode kanguru yang dapat dilakukan dengan cara menempatkan atau
menempelkan bayi secara langsung di atas dada ibu.
b. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi yang dimaksud yaitu
menentukan pilihan susu yang sesuai, tata cara pemberian dan pemberan jadwal
yang cocok dengan kebutuhan bayi dengan BBLR. ASI (Air Susu Ibu)
merupakan pilihan utama apabila bayi masih mampu mengisap. Tetapi, jika bayi
tidak mampu untuk mengisap maka dapat dilakukan dengan cara ASI dapat
diperas terlebih dahulu lalu diberikan kepada bayi dengan menggunakan sendok
atau dapat dengan cara memasang sonde ke lambung secara langsung. Jika ASI
tidak dapat mencukupi atau bahkan tidak ada, khusus pada bayi dengan BBLR
dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau biasanya dapat
disebut susu formula khusus untuk bayi BBLR (Hartini, 2017).
c. Pencegahan Infeksi
Bayi BBLR memiliki imun dan daya tahan tubuh yang relatif kecil
ataupun sedikit. Maka, sangat berisiko bayi BBLR akan sering terkena infeksi.
Pada bayi yang terkena infeksi dapat dilihat dari tingkah laku, seperti memiliki
rasa malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh yang relatif meningkat,
frekuensi pernapasan cenderung akan meningkat, terdapat muntah, diare, dan
berat badan mendadak akan semakin turun.
Fungsi perawatan di sini adalah memberi perlindungan terhadap bayi
BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi tidak boleh kontak dengan
penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus
dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung,
kulit, tindakan asepsis dan antisepsis alat- alat yang digunakan, rasio perawat
pasien ideal, menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya
asfiksia dan pemberian antibotik yang tepat (Kusparlina, 2016).
d. Hidrasi
Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya
kekurangan cairan dan elektrolit. Maka, perlu dilakukan tindakan hidrasi untuk
menambah asupan cairan serta elektrolit yang tidak cukup untuk kebutuhan
tubuh.
e. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila diperlukan pada bayi
BBLR. Pemberian oksigen ini dilakukan untuk mengurangi bahaya hipoksia dan
sirkulasi. Apabila kekurangan oksigen pada bayi BLR dapat menimbulkan
ekspansi paru akibat kurngnya surfaktan dan oksigen pada alveoli. Konsentrasi
oksigen yang dapt diberikan pada bayi BBLR sekitar 30% -35% dengan
menggunakan head box. Konsentrasi oksigen yang cukup tinggi dalam waktu
yang panjang akan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan retina. Oksigen
dapat dilakukan melalui tudung kepala, dapat menimbulkan kebutaan pada Bayi
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Sebisa mungkin lakukan dengan bahaya
yang sangat kecil mungkin dapat dilakukan dengan pemberian alat CPAP
(ContinousPositive Airway Pressure) atau dengan dengan pipa endotrakeal untuk
pemberian konsentrasi oksigen yang cukup aman dan relatif stabil.
f. Pengawasan Jalan Nafas
Salah satu bahaya yang paling besar dalam bayi BBLR yaitu
terhambatnya jalan nafas. Jalan nafas tersebut dapat menimbulkan asfiksia,
hipoksia, dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR susah dalam beradaptasi
apabila terjadi asfiksia selama proses kelahiran sehingga menyebabkan kondisi
pada saat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR memiliki resiko mengalami
serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh
oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi
seperti ini diperlukan tindakan pemberian jalan nafas segera setelah lahir
(aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi yang miring, merangsang pernapasan
dengan cara menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini dapat gagal,
dilakukan ventilasi. intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian
oksigen dan selama pemberian intake dicegah untuk terjadinya aspirasi.
Tindakan ini dapat dicegah untuk mengatasi asfiksia sehingga dapat
memperkecil kejadian kematian bayi BBLR (Proverawati, 2010).
7. Pencegahan Bayi Berat Lahir Rendah
Berat badan lahir rendah dapat dicegah dengan menjaga kondisi kesehatan ibu
dan janin selama masa kehamilan, seperti:
a. Mengelola stres.
b. Mengonsumsi makanan sehat untuk mencukupi kebutuhan nutrisi ibu hamil.
c. Menjaga kebersihan organ intim selama hamil.
d. Menghindari konsumsi minuman beralkohol, merokok, hingga menggunakan
narkoba.
Selain itu, ibu juga disarankan melakukan pemeriksaan secara rutin selama masa
kehamilan. Anda dapat menggunakan paket Medical Check Up Siloam Pregnant
Female Package di Siloam Hospitals terdekat untuk melakukan pemeriksaan
mendasar bagi ibu hamil.

B. Pembahasan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)


1. Definisi Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
Bayi baru lahir sangat rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 1500 gr tanpa melihat usia gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. BBLSR dapat terjadi pada bayi kurang dari 37
minggu atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction (IUGR). Bayi
lahir dengan presentase berat badan dibawah dari 10% pada kurva intrauterine bayi
tersebut dapat lahir dalam keadaan preterm, aterm atau postterm, (Sudarti & Fauziah,
2013).
2. Etiologi Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
Umumnya BBLR dan BBLSR disebabkan oleh faktor yang sama hanya saja
dibedakan dari berat badan bayi saat lahir. Penyebabnya dapat terjadi karena
persalinan kurang bulan atau bayi lahir kecil masa kehamilan karena adanya
hambatan pertumbuhan saat dalam kandungan atau kombinasi keduanya, (Kemenkes,
2011).
a. Factor Ibu: Penyebab lainnya berat ibu yang rendah, usia ibu remaja, kehamilan
ganda, riwayat kelahiran premature, perdarahan antepartum, penyakit sistemik
akut. Ibu kekurangan gizi, hipertensi, toksemia, anemia, penyakit kronik dan
merokok.
b. Factor plasenta: solosio plasenta, plasenta previa.
c. Factor janin: kehamilan ganda, cacat bawaan, infeksi, (Handriana, 2016).
3. Patofisiologi Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
Bayi BBLR mengalami kekurangan nutrisi in-utero diakibatkan karena
buruknya suplai nutrisi dari plasenta. Beberapa penyebab berhubungan dengan
buruknya kesehatan ibu, sosial ekonomi, factor ibu, dan beberapa dari factor janin,
Factor genetic dan rasial juga diperkirakan memicu terjadinya kecil pada berat dan
mengukur dengan standar percentile charts didesain untuk rata-rata untuk populasi
European Caucasian. Seringkali ini terjadi pada bayi-bayi yang original Asians. Hal
ini juga diakibatkan diet dan kesehatan yang buruk, dimana ibu hidup berbeda
budaya, susah untuk memenuhi makanan yang biasanya dia konsumsi. Keadaan
plasenta yang kurang baik menyebabkan janin tidak mendapat cukup asupan
glikogen dan saat lahir, bayi akan sulit untuk mempertahankan suhu tubuh dan kadar
gula darah dan mungkin organ-organ bisa sudah matur, terutama bila usia
kehamilannya mendekati aterm, Jika bayi ini premature, maka masalah-masalahnya
bisa imaturitas dari resiko komplikasi dan prematuritasnya danmembutuhkan sebagai
bayi premature. (Sudarti & Fauziah, 2013).
4. Faktor Resiko Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
Beberapa factor resiko yang membuat bayi lebih berisiko lahir dengan berat
yang sangat rendah di antaranya :
a. Ras Asia-Afrika
b. Usia ibu dibawah 17 tahun atau diatas 35 tahun
c. Kelahiran kembar
d. Penggunaan narkoba, penyalahgunaan alcohol, dan kebiasaan merokok pada ibu
hamil
e. Tingkat social ekonomi yang rendah
5. Diagnosis Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) sebenarnya sudah dapat diprediksi
sejak dalam kandungan. Beberapa pemeriksaan yang dapat mengarah pada potensi
BBLSR adalah:
a. Ukuran tinggi fundus (batas atas pembesaran rahim pada perut ibu) yang lebih
kecil dari nilai normal yang seharusnya pada usia kehamilannya
b. Ultrasonografi (USG) yang menunjukkan lingkar perut bayi dan lingkar kepala
yang lebih kecil dari seharusnya
6. Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai kemungkinan yang
dapat terjadi pada bayi prematuritas, maka perawatan dan pengawasan bayi
prematuritas ditujukan pada pengaturan panas badan, pemberian makanan bayi, dan
menghindari infeksi, (Rahardjo dan Marmi, 2012):
a. Suhu badan bayi prematuritas/BBLSR akan cepat kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermi, hal ini diakibatkan fungsi pusat pengaturan panas badan bayi
belum bekerja dengan baik, rendahnya metabolisme dan luasnya relative
permukaan badan. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam
inkubator sehingga panas badan mendekati dalam rahim. Bila belum memiliki
inkubator, bayi prematuritas dapat dibungkus dengan kain kemudian di
sampingnya diletakkan botol yang berisi air panas, sehingga panas badan bayi
dapat dipertahankan.
b. Makanan bayi prematur/BBLSR Alat pencernaan bayi prematur masih belum
sempurna seperti lambung kecil atau belum sempurna sehingga enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan pada bayi BBLSR yaitu
kebutuhan protein 3 sampai 5gr/kgBB dan kalori 110 kal/kgBB, agar
pertumbuhan dapat meningkat. Bayi sekitar 3 jam setelah lahir diberikan minum
kemudian didahului dengan mengisap cairan lambung bayi. Lemahnya reflek
menghisap bayi sehingga untuk pemberian minum diberikan sedikit sedikit
tetapi dengan frekuensi yang lebih sering. ASI diberikan lebih utama, karena
merupakan makanan yang paling utama. Bila faktor mengisapnya kurang maka
ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan
memasang sonde arah lambung. Cairan awal yang diberikan sekitar 50 sampai
60 cc/kgBB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kgBB/hari.
c. Menghindari infeksi, bayi prematuritas mudah terkontaminasi infeksi,
disebabkan daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih
kurang, dan pembentukan antibodi yang belum sempurna. Oleh karena itu,
upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak
ukan sejak penga terjadi persalinan prematuritas (BBLSR). Dengan demikian
perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi
dengan baik.
d. Penimbangan ketat Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi
bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan
berat badan harus dilakukan dengan ketat.
7. Pencegahan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
Untuk meminimalkan resiko bayi lahir dengan berat sangat rendah (BBLSR),
berbagai hal dapat dilakukan :
a. Kontrol rutin selama kehamilan
b. Menjaga pola makan bergizi selama kehamilan
c. Menghindari konsumsi alcohol, rokok, dan narkoba
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah berat badan lahir bayi kurang dari 2500
gram terlepas dari berapapun usia gestasinya. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga
dikategorikan menjadi Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) yaitu berat badan bayi
<1500 gram, dan Berat Badan Lahir Amat Rendah (BBLASR) dimana berat badan bayi
<1000 gram.
Bayi BBLR mengalami kekurangan nutrisi in-utero diakibatkan karena buruknya
suplai nutrisi dari plasenta. Beberapa penyebab berhubungan dengan buruknya kesehatan
ibu, sosial ekonomi, factor ibu, dan beberapa dari factor janin, Factor genetic dan rasial
juga diperkirakan memicu terjadinya kecil pada berat dan mengukur dengan standar
percentile charts didesain untuk rata-rata untuk populasi European Caucasian. Seringkali
ini terjadi pada bayi-bayi yang original Asians. Hal ini juga diakibatkan diet dan
kesehatan yang buruk, dimana ibu hidup berbeda budaya, susah untuk memenuhi
makanan yang biasanya dia konsumsi. Keadaan plasenta yang kurang baik menyebabkan
janin tidak mendapat cukup asupan glikogen dan saat lahir, bayi akan sulit untuk
mempertahankan suhu tubuh dan kadar gula darah dan dapat menyebabkan bayi kecil
mungkin organ-organ bisa sudah matur, terutama bila usia kehamilannya mendekati
aterm, Jika bayi ini premature, maka masalah-masalahnya bisa imaturitas dari resiko
komplikasi dan prematuritasnya danmembutuhkan sebagai bayi premature.
B. Saran
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) dan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR). Dan bagi masyarakat agar rajin
melakukan pemeriksaan kehamilan dan menjaga pola aktivitas dan pola nutrisinya.
DAFTAR PUSTAKA

Anik Maryunani, E. P. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta: CV


Trans Info Medika.
Atikah Proverawati, C. I. (2017). Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Budiono, S. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika.
Nasution, D. (2014). BBLR Dengan Kejadian Stunting Pada Anak. Jurnal Gizi Klinik, 31-37.
Pantiawati, I. (2010). Bayi Dengan BBLR. Yogyakarta: Nuha Medika.
Perry, P. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Sarwono P. Ilmu Kebidanan, Edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2010.

Prawirohardjo S, Winkjosastro H. Plasenta dan Cairan Amnion. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo; 2010.
OECD/WHO. “Low birthweight” in Health at Glance. Asia/Pasific: OECD Publishing; 2012
(diakses 15 Maret 2016) http://dx.doi.org/10.1787/97892661_83902-17-en.

Anda mungkin juga menyukai