Pengasuh:
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar isi.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................. 2
BAB IV PENUTUP......................................................................................... 21
4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 21
4.2 Saran............................................................................................................ 21
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian bayi adalah jumlah bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1
tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor
penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat
keberhasilan program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KB (Keluarga Berencana), serta
kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti
status kesehatan di wilayah tersebut rendah (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
2012).
Cakupan angka kematian bayi (AKB) di enam tahun terakhir mengalami fluktuatif.
dari data yang bersumber pada dinas kesehatan kabupaten/kota, diketahui jumlah kematian
bayi di Aceh sebanyak 943 kasus dan lahir hidup 103.931 jiwa. Dengan menggunakan
definisi operasional yang telah ditetapkan untuk kedua indikator tersebut, maka AKB di
Aceh tahun 2017 sebesar 9 per 1.000 kelahiran hidup. Pencapaian tahun 2017
dibandingkan dengan tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan.
Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan derajat
kesehatan masyarakat. Berbagai upaya kesehatan dilakukan dalam rangka menurunkan
angka kematian bayi, diantaranya pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. hal
ini disebabkan AKB sangat sensitive terhadap perbaikan pelayanan kesehatan. Selain itu
perbaikan kondisi perekonomian yang tercermin dengan pendapatan masyarakat yang
meningkat juga dapat berkontribusi melalui perbaikan gizi yang berdampak pada daya
tahan terhadap infeksi penyakit. (Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2017).
Prematuritas merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi dan
memiliki konsekuensi jangka panjang yang merugikan bagi kesehatan (Beck, Wojdyla,
Say). Di Indonesia sendiri angka kejadian prematur belum dapat dipastikan jumlahnya,
namun berdasarkan data Riskerdas Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi BBLR
mencapai 11.5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian persalinan
prematur (Dirjen Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2010).
Sejak tahun 1961 WHO mengganti istilah prematuritas dengan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR). Hal ini di karenakan tidak semua bayi yang berat kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir bayi prematur. Menurut WHO (World Health Organization, 2010)
pravalensi BBLR dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% - 3,8% dan lebih
sering terjadi pada Negara - negara yang sering berkembang atau sosial ekonomi rendah,
prevalensi BBLR tahun 2013 menurut WHO adalah sebesar 10,2% di dunia.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam
tentang BBLR dan bayi prematur serta untuk meningkatkan pengetahuan pembaca
mengenai bayi prematur dan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) agar pembaca
mengetahui dan mampu mengaplikasikan bagaimana penatalaksanaan maupun rencana
asuhan keperawatan yang dapat diberikan terhadap bayi berat badan lahir rendah (BBLR)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
BAYI PREMATUR
Bayi prematur adalah bayi yang lahir setelah 24 minggu dan sebelum 37 minggu
kehamilan, dengan berat badan 2500 gram atau kurang saat lahir, terlepas dari usia
kehamilan tepat atau di bawah 37 minggu (Broker, 2008). Secara patofisiologis menurut
Nelson (2010), bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup
bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Bayi lahir cukup bulan (usia
kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya,
yaitu tidak mencapai 2500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan
bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan
plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan
ke bayi jadi berkurang.
Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama
diantara bayi dengan berat 1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya berkaitan dengan
terjadinya peningkatan morbilitas dan mortalitas bayi. Problem klinis terjadi lebih sering
pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas
menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi
untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit. Bayi prematur dapat bertahan hidup
tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas.
Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus.
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi,
sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.
4. Penimbangan berat badan untuk melihat kondisi gizi atau nutrisi bayi yang erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh.
5. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi prematur dan BBLR
akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar
30%-35% dengan menggunakan head box, karena konsentrasi O2 yang tinggi
dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi dan
dapat menimbulkan kebutaan.
2. Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-
zat tertentu.(Suryadi dan Yuliani, 2006 )
Bayi BBLR juga sering dilahirkan secara prematur. Masalah yang umum ditemui pada
bayi seperti ini adalah:
Memiliki kadar gula dalam darah yang rendah (hipoglikemia).
Memiliki masalah dalam menyusu.
Memiliki hambatan dalam menaikkan berat badan.
Kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap hangat pada temperatur
yang normal.
Memiliki terlalu banyak sel darah merah yang membuat darah terlalu kental
(polisitemia).
2. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar perawatan
yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis lebih besar. Semua
perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator
4. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR,
akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O 2yang diberikan sekitar 30-
35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi o2 yang tinggi dalam masa yang
panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan
5. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang kurang
berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan terhadap infeksi.
Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci tangan
sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker, gunakan gaun/jas, lepaskan
semua asessoris dan tidak boleh masuk kekamar bayi dalam keadaan infeksi dan
sakit kulit.
6. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah terjadinya
hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan pertama, dapat diberikan
melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya
lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih banyak kalori,
dibandingkan dengan bayi preterm.
b. Makanan/cairan
Berat badan kurang 2500 (5lb 8 oz).
c. Neuroensori
Refleks tergantung pada usia gestasi ; rooting terjadi dengan baik pada gestasi
minggu 32; koordinasi refleks untuk menghisap, menelan, dan bernafas
biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32; komponen pertama dari refleks
Moro(ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan membuka tangan)tampak
pada gestasi minggu ke 28; komponen keduaa(fleksi anterior dan menangis yang
dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke 32.Pemeriksaan Dubowitz
menandakan usia gestasi antara minggu 24 dan 37.
d. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur;
pernafasan diafragmatik intermiten atau periodic (40-60x/mt). Mengorok,
pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan substernal, atau berbagai
derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi “ampelas” pada auskultasi,
menandakan adaya sindrom distress pernafasan (RDS).
e. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah. Wajah mungkin
memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit kemerahan atau tembus
pandang, warna mungkin merah. muda/kebiruan, akrosianosis, atau
sianosis/pucat. Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh. Ekstremitas
mungkin tampak edema. Garis telapak kaki mungkin tidak ada pada semua atau
sebagian telapak. Kuku m`ungkin pendek.
f. Seksualitas
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora, dengan
klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau
tidak ada pada skrotum.(IDAI, 2004)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan penumpukan cairan di rongga
paru
3. Intervensi Keperawatan
No TUJUAN INTERVENSI
.
1. Setelah mendapat tindakan a. Monitor pernafasan (kedalaman,
keparawatan 3x24 jam tidak terjadi irama, frekuensi )
gangguan jalan nafas(nafas efektif). b. Atur posisi kepala lebih tinggi
Kriteria Hasil : c. Monitor keefektifan jalan nafas,
a. Akral hangat kalau kerlu lakukan suction.
b. Tidak ada sianosis d. Lakukan auskultasi bunyi nafas
c. Tangisan aktif dan kuat tiap 4 jam
d. RR : 30-40x/mt e. Perthankan pemberian O2
e. Tidak ada retraksi otot f. Pertahankan bayi pada inkubator
pernafasan dengan penghangat
g. Kolaborasii untuk X foto thorax
2. Setelah mendapatkan tindakan a. Pertahankan bayi pada
keperawatan 3x24 jam tidak terjadi inkubator dengan kehangatan
gangguan hipotermi 37oC
Kriteria Hasil : b. Beri popok dan selimut sesuai
a. Badan hangat kondisi
b. Suhu : 36,5-37oC c. Ganti segera popok yang basah
oleh urine atau faeces
d. Hindarkan untuk sering
membuka penutup karena akan
menyebabkan fluktuasi suhu dan
peningkatan laju metabolisme
e. Atur suhu ruangan dengan
panas yang stabil
3. Setelah mendapat tindakan a. Monitor tanda-tanda infeksi
keperawatan 3x24 jam tidak terjadi (tumor, dolor, rubor, calor,
infeksi fungsiolaesa)
Kriteria Hasil : b. Lakukan cuci tangan sebelum
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan sesudah kontak dengan
(tumor, dolor, rubor, calor, bayi
fungsiolaesa) c. Anjurkan kepada ibu bayi
b. Suhu tubuh normal (36,5-37oC) untuk memakai jas saat masuk
ruang bayi dan sebelum
dan/sesudah kontak cuci tangan
d. Barikan gizi (ASI/PASI) secara
adekuat
e. Pastikan alat yang kontak
dengan bayi bersih/steril
f. Berikan antibiotika sesuai
program
g. Lakukan perawatan tali pusat
setiap hari
4. Setelah tindakan keperawatan 3x24 a. Kaji refleks menghisap dan
jam tidak terjadi gangguan nutrisi menelan
Kriteria Hasil : b. Monitor input dan output
a. Diet yang diberikan habis tidak c. Berikan minum sesuai program
ada residu lewat sonde/spin
b. Reflek menghisap dan menelan d. Sendawakan bayi sehabis
kuat minum
c. BB meningkat 100 gr/3hr. e. Timbang BB tiap hari.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama
diantara bayi dengan berat 1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya berkaitan dengan
terjadinya peningkatan morbilitas dan mortalitas bayi. Problem klinis terjadi lebih sering
pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas
menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi
untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit. Bayi prematur dapat bertahan hidup
tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas.
Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus.
Bayi prematur adalah bayi yang lahir setelah 24 minggu dan sebelum 37 minggu
kehamilan, dengan berat badan 2500 gram atau kurang saat lahir, terlepas dari usia
kehamilan tepat atau di bawah 37 minggu (Broker, 2008). Secara patofisiologis menurut
Nelson (2010), bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup
bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami
hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi
kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada
gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih
besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan
kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang
rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
4.1 Saran
a. Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang BBLR dan
bayi prematur dan problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita
memberikan informasi atau health education mengenai BBLR dan bayi prematur
kepada para orang tua anak yang paling utama.
b. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya BBLR dan
bayi prematur dan meningkatkan pola hidup yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA