Oleh:
Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi kekuatan dan hidayah sehingga makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN MALARIA” dapat diselesaikan
dengan baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Stikes Wira Medika PPNI Bali Tahun 2019.
Dalam penyusunan tugas ini banyak pihak yang telah membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis, baik yang secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Penulis pun menyadari dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan
maupun kesalahan, seperti kata pepatah “ tak ada gading yang tak retak “ karena
penulis hanya manusia biasa yang masih perlu banyak belajar. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyusunan tugas di masa depan yang lebih baik lagi. Semoga tugas ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi yang memerlukan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS..............4
2.1 Perawatan Kesehatan Komunitas...................................................................4
2.2 Tujuan Perawatan Kesehatan Komunitas.......................................................5
2.3 Sasaran...........................................................................................................6
2.4 Peran Perawat Komunitas (Provider Of Nursing Care).................................8
2.5 Ruang Lingkup Perawatan Kesehatan Komunitas.........................................9
2.6 Kegiatan Praktik Keperawatan Komunitas..................................................11
2.7 Model Pendekatan........................................................................................12
2.8 Metode.........................................................................................................13
BAB III TINJAUAN TEORI KONSEP PENYAKIT MALARIA.........................18
3.1 Definisi.........................................................................................................18
3.2 Epidemiologi................................................................................................18
3.3 Etiologi.........................................................................................................20
3.4 Klasifikasi....................................................................................................22
3.5 Patofisiologi.................................................................................................23
3.6 Patogenesis Malaria.....................................................................................25
3.7 Manifestasi Klinis........................................................................................26
3.8 Pemeriksaan Laboratorium..........................................................................30
3.9 Penatalaksanaan Malaria..............................................................................31
3.10 Pencegahan Malaria...................................................................................32
3.11 Komplikasi.................................................................................................33
3.12 Prognosis....................................................................................................34
BAB IV KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DENGAN MALARIA...........................................................................................35
4.1 Pengkajian Komunitas.................................................................................35
iii
4.2 Analisa Data.................................................................................................35
4.3 Diagnosa Keperawatan.................................................................................36
4.4 Prioritas Masalah..........................................................................................36
4.5 Intervensi......................................................................................................37
4.6 Implementasi................................................................................................39
4.7 Evaluasi........................................................................................................39
BAB V PENUTUP.................................................................................................40
5.1 Kesimpulan..................................................................................................40
5.2 Saran.............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................42
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
tertular malaria. Melihat keseriusan masalah ini, siapa pun berisiko untuk terkena
malaria, terutama anak balita, wanita hamil, dan penduduk non-immun yang
mengunjungi daerah endemik malaria, seperti pekerja migran, pengungsi,
transmigran, dan wisatawan.
Dalam menangani penderita malaria, sebagian penderita masih sering
terlambat dibawa ke unit pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas,
sehingga hal ini menyebabkan penderita tidak dapat tertolong lagi. Selain itu,
upaya pengobatan penyakit ini juga dipersulit oleh tingkat ketahanan parasit
malaria terhadap obat-obatan yang diberikan (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Upaya pemberantasan yang dilakukan saat ini adalah dengan menemukan
penderita sedini mungkin dan langsung memberi pengobatan. Beberapa upaya
dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria, yaitu
melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi
diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector
dalam upaya pemberantasan nyamuk penularan malaria baik nyamuk dewasa
melalui penyemprotan maupun pemberantasan jentik nyamuk dengan cara
memberi obat-obatan pada tempat jentik nyamuk tersebut hidup, yang
kesemuanya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan malaria.
2
2. Mampu menyusun rencana keperawatan pada komunitas dengan
kasus Malaria.
3. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada komunitas
dengan kasus Malaria.
4. Dapat melakukan evaluasi hasil dari tindakan keperawatan yang
di berikan kepadakomunitas dengan kasus Malaria.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS
4
kesehatan komunitas, dan memberikan prioritas pada strategi pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan.
Keperawatan komunitas sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan
utama yang ditujukan pada masyarakat pada prakteknya memerlukan acuan atau
landasan teoritis untuk menyelesaikan penyimpangan dalam kebutuhan dasar
komunitas. Keperawatan dikarakteristikkan oleh 4 (empat) konsep pokok, yang
meliputi konsep manusia, kesehatan, masyarakat dan keperawatan. Paradigma
keperawatan ini menggambarkan hubungan teori-teori yang membentuk susunan
yang mengatur teori-teori itu berhubungan satu dengan yang lain sehingga
menimbulkan hal-hal yang perlu di selidiki.
5
7. Meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara
mandiri (self care).
2.3 Sasaran
Sasaran perawatan kesehatan komunitas adalah individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit yang
mempunyai masalah kesehatan atau perawatan.
2.3.1 Individu
Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu
tersebut mempunyai masalah kesehatan/keperawatan karena
ketidakmampuan merawat diri sendiri oleh suatu hal dan sebab,
maka akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik
secara fisik, mental maupun sosial.
2.3.2 Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala
keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal
dalam suatu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan
perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya saling tergantung dan
berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggotat keluarga
mempunyai masalah kesehatan/keperawatan, maka akan
berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya dan keluarga-
keluarga yang ada disekitarnya.
2.3.3 Kelompok Khusus
Kelompok khusus adala kumpulan individu yang mempunyai
kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang
terorganisasi yang sangat rawan terhadap masalah kesehatan.
Termasuk diantaranya adalah:
1. Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat
perkembangan dan petumbuhannya, seperti: a. Ibu hamil
b. Bayi baru lahir
c. Balita
d. Anal usia sekolah
6
e. Usia lanjut
2. Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan
pengawasan dan bimbingan serta asuhan keperawatan,
diantaranya adalah:
a. Penderita penyakit menular, seperti: DBD, TBC, Lepra,
AIDS, penyekit kelamin lainnya.
b. Penderita dengan penyakit tak menular, seperti: penyakit
diabetes mellitus, jantung koroner, cacat fisik, gangguan
mental dan lain sebagainya.
3. Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit,
diantaranya:
a. Wanita tuna susila
b. Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba
c. Kelompok-kelompok pekerja tertentu
d. Dan lain-lain
4. Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah:
a. Panti werdha
b. Panti asuhan
c. Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)
d. Penitipan balita
2.3.4 Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dan
bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri
mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial
dengan batas-batas yang telah ditetapkan dengan jelas. Masyarakat
merupakan kelompok individu yang saling berinteraksi, saling
tergantung dan bekerjasama untuk mencapai tujuan. Dalam
berinteraksi sesama anggota masyarakat akan muncul banyak
permasalahan, baik permasalahan sosial, kebudayaan,
perekonomian, politik maupun kesehatan khususnya.
7
2.4 Peran Perawat Komunitas (Provider Of Nursing Care)
Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat
diantaranya adalah:
1. Sebagai Pendidik (Health Education)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik di rumah, puskesmas, dan di
masyarakat secara terorganisirdalam rangka menanamkan perilaku
sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan
dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
2. Sebagai Pengamat Kesehatan (Health Monitor)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut
masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta
berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan rumah,
pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.
3. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Servises)
Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat
dan puskesmas dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama
dengan team kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam
sistem pelayanan kesehatan.
Dengan demikianpelayanan kesehatan yang diberikan merupakan suatu
kegiatan yang menyeluruh dan tidak terpisah-pisah antara satu dengan
yang lainnya.
4. Sebagai Pembaharuan (Inovator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan sebagai agen pembaharu
terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam
merubah perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya dengan
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.
5. Pengorganisir Pelayanan Kesehatan (Organisator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan serta dalam memberikan
motivasi dalam meningkatkan keikutsertaan masyarakat individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam setiap upaya pelayanan
8
kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat misalnya: kegiatan
posyandu, dana sehat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan
sampai dengan tahap penilaian, sehingga ikut dalam berpartisipasi
dalam kegiatan pengembangan pengorganisasian masyarakat dalam
bidang kesehatan.
6. Sebagai Panutan (Role Model)
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang
baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru
dan di contoh oleh masyarakat.
7. Sebagai Tempat Bertanya (Fasilitator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat dijadikan tempat bertanya oleh
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan
berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi sehari-hari. Dan perawat kesehatan diharapkan dapat
membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah
kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi.
8. Sebagai Pengelola (Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai
kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan
beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
9
2.5.1 Upaya Promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan:
1. Penyuluhan kesehatan masyarakat
2. Peningkatan gizi
3. Pemeliharaan kesehatan perseorangan
4. Pemeliharaan kesehatan lingkungan
5. Olahraga secara teratur
6. Rekreasi
7. Pendidikan seks.
2.5.2 Upaya Preventif
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan terhadap kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat melalui kegiatan:
1. Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil
2. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui Posyandu,
Puskesmas maupun kunjungan rumah
3. Pemberian vitamin A dan yodium melalui Posyandu, Puskesmas
ataupun di rumah
4. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan meyusui
2.5.3 Upaya Kuratif
Upaya kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota-
anggota keluarga, kelompok dan masyarakat yang menderita
penyakit atau masalah kesehatan, melalui kegiatan:
1. Perawatan orang sakit di rumah (home nursing)
2. Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari
Puskesmas dan rumah sakit.
3. Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu
bersalin dan nifas.
4. Perawatan payudara
5. Perawatan tali pusat bayi baru lahir
10
2.5.4 Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi
penderita-penderita yang dirawat di rumah, maupun terhadap
kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama,
misalnya Kusta, TBC, cacat fisik dan lainnya, dilakukan melalui
kegiatan:
1. Latihan fisik, baik yang mengalami gangguan fisik seperti
penderita Kusta, patah tulang mapun kelainan bawaan
2. Latihan-latihan fisik tertentu bagi penderita-penderita penyakit
tertentu, misalnya TBC, latihan nafas dan batuk, penderita
stroke: fisioterapi manual yang mungkin dilakukan oleh perawat
2.5.5 Upaya Resosialitatif
Upaya resosialitatif adala upaya mengembalikan individu, keluarga
dan kelompok khusus ke dalam pergaulan masyarakat, diantaranya
adalah kelompok-kelompok yang diasingkan oleh masyarakat karena
menderita suatu penyakit, misalnya Malaria, AIDS.
11
6. Penemuan kasus pada tingakat individu, keluarga, kelompok dan
amsyarakat
7. Sebagai penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan
kesehatan
8. Melaksanakan asuhan keperawatan komuniti, melalui pengenalan
masalah kesehatan masyarakat, perencanaan kesehtan, pelaksanaan dan
penilaian kegiatan dengan menggunakan proses keperawatan sebagai
suatu usaha pendekatan ilmiah keperawatan.
9. Mengadakan koordinasi di berbagai kegiatan asuhan keperawatan
komuniti
10. Mengadakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan
instansi terkait.
11. Memberikan ketauladanan yang dapat dijadikan panutan oleh individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang berkaitan dengan
keperawatan dan kesehatan.
12
terhadap masyarakat daerah binaan melalui survei mawas diri dengan melibatkan
partisipasi masyarakat disebut community approach.
2.8 Metode
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat, metode
yang digunakan adalah proses keperawatan sebagai suatu pendekatan ilmiah di
dalam bidang keperawatan, melalui tahap-tahap sebagai berikut:
2.8.1 Pengkajian
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perawat kesehatan masyarakat
dalam mengkaji masalah kesehatan baik di tingkat individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat adalah:
1) Pengumpulan Data
Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok khusus
dan masyarakat melalui wawancara, observasi, studi
dokumentasi dengan menggunakan instrumen pengumpulan data
dalam menghimpun informasi.
Pengkajian yang diperlukan adalah inti komunitas beserta
faktor lingkungannya. Elemen pengkajian komunitas menurut
Anderson dan MC. Forlane (1958) terdiri dari inti komunitas,
yaitu meliputi demografi; populasi; nilai-nilai keyakinan dan
riwayat individu termasuk riwayat kesehatan. Sedangkan faktor
lingkungan adalah lingkungan fisik; pendidikan; keamanan dan
transportasi; politik dan pemerintahan; pelayanan kesehatan dan
sosial; komunikasi; ekonomi dan rekreasi.
Hal diatas perlu dikaji untuk menetapkan tindakan yang
sesuai dan efektif dalam langkah-langkah selanjutnya.
13
2) Analisa Data
Analisa data dilaksanakan berdasarkan data yang telah
diperoleh dan disusun dalam suatu format yang sistematis.
Dalam menganalisa data memerlukan pemikiran yang kritis.
Data yang terkumpul kemudian dianalisa seberapa besar
faktor stressor yang mengancam dan seberapa berat reaksi yang
timbul di komunitas. Selanjutnya dirumuskan maslah atau
diagnosa keperawatan. Masalah tersebut terdiri dari:
a. Masalah sehat sakit
b. Karakteristik populasi
c. Karakteristik lingkungan
3) Perumusan Masalah dan Diagnosa Keperawatan/Kesehatan
Kegiatan ini dilakukan diberbagai tingkat sesuai dengan
urutan prioritasnya. Diagnosa keperawtan yang dirumuskan
dapat aktual, ancaman resiko atau wellness.
Dasar penentuan masalah keperawatan kesehatan
masyarakat antara lain:
a. Masalah yang ditetapkan dari data umum
b. Masalah yang dianalisa dari hasil kessenjangan pelayanan
kesehatan.
Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk enentukan
tindakan yang lebih dahulu ditanggulangi karena dianggap dapat
mengancam kehidupan masyarakat secara keseluruhan dengan
mempertimbangkan:
a. Masalah spesifik yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.
b. Kebijaksanaan nasional dan wilayah setempat.
c. Kemampuan dan sumber daya masyarakat.
d. Keterlibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat.
14
Kriteria skala prioritas:
a. Perhatian masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap,
keterlibatan emosi masyarakat terhadap masalah kesehatan
yang dihadapi dan urgensinya untuk segera ditanggulangi.
b. Prevalensi menunjukkan jumlah kasus yang ditemukan pada
suatu kurun waktu tertentu
c. Besarnya masalah adalah seberapa jauh masalah tersebut
dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
masyarakat.
d. Kemungkinan masalah untuk dapat dikelola dengan
mempertimbangkan berbagai alternatif dalam cara-cara
pengelolaan masalah yang menyangkut biaya, sumber daya,
srana yang tersedia dan kesulitan yang mungkin timbul.
2.8.2 Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
1. Menetapkan tujuan dan sasaran pelayanan
2. Menetapkan rencana kegiatan untuk mengatasi masalah
kesehatan dan keperawatan
3. Menetapkan kriteria keberhasilan dari rencana tindakan yang
akan dilakukan.
2.8.3 Pelaksanaan
Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan
melibatkan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
sepenuhnya dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan
yang dihadapi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pelaksanaan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat adalah:
1. Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral
dengan instansi terkait
2. Mengikutsertakan partisipasi aktif individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya
3. Memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat
15
Level pencegahan dalam pelaksanaan praktik keperawatan
komunitas terdiri atas:
a. Pencegahan Primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsinya
dan diaplikasikannya ke dalam populasi sehat pada umumnya
dan perlindungan khusus terhadap penyakit.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder menekankan diagnosa diri dan intervensi
yang tepat untuk menghambat proses patologis, sehingga
memprependek waktu sakit dan tingkat keparahan.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimulai pad saat cacat atau terjadi
ketidakmampuan sambil stabil atau menetap atau tidak dapat
diperbaiki sama sekali. Rehabilitasi sebagai pencegahan primer
lebih dari upaya menghambat proses penyakit sendiri, yaitu
mengembalikan individu kepada tingkat berfungsi yang optimal
dari ketidakmampuannya.
2.8.4 Penilaian/Evaluasi
Evaluasi dilakukan atas respon komunitas terhadap program
kesehatan. Halhal yang perlu dievaluasi adalah masukan (input),
pelaksanaan (proses) dan hasil akhir (output).
Penilaian yang dilakukan berkaitan dengan tujuan yang akan
dicapai, sesuai dengan perencanaan yang telah disusun semula. Ada
4 dimensi yang harus dipertimbangkan dalam melaksanakan
penilaian, yaitu:
1. Daya guna
2. Hasil guna
3. Kelayakan
4. Kecukupan
Fokus evaluasi adalah:
1. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan
pelaksanaan
16
2. Perkembangan atau kemajuan proses
3. Efisiensi biaya
4. Efektifitas kerja
5. Dampak: apakah status kesehatan meningkat/menurun, dalam
rangka waktu berapa?
Tujuan akhir perawatan komunitas adalah kemandirian keluarga
yang terkait dengan lima tugas kesehatan, yaitu: mengenal masalah
kesehatan, mengambil keputusan tindakan kesehatan, merawat
anggota keluarga, menciptakan lingkungan yang dapat mendukung
upaya peningkatan kesehatan keluarga serta memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan yang tersedia, sedangkan pendekatan yang
digunakan adalah pemecahan masalah keperawatan yaitu melalui
proses keperawatan.
17
BAB III
TINJAUAN TEORI KONSEP PENYAKIT MALARIA
3.1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan
hepatosplenomegali. Penyakit malaria dapat menyerang secara berulang-ulang
dan dapat menyebabkan kematian (Soedarmo, 2010). Sedangkan meurut ahli lain
malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan
oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan
ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil,
anemia, dan pembesaran limpa (Harijanto, 2006).
3.2 Epidemiologi
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 600 utara sampai dengan 320
selatan; dari daerah dengan ketinggian 2.666 m (Bolivia), sampai dengan
daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut (Dead sea) (Husada,
2006).
18
Daerah yang sejak semula bebas malaria adalah daerah Pasifik Tengah dan
Selatan (Hawaii dan Selandia Baru). Di daerah-daerah tersebut, daur hidup parasit
malaria tidak dapat berlangsung karena tidak adanya vektor yang sesuai (Husada,
2006).
19
Beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dapat terinfeksi malaria
adalah (Nugroho, 2000; Gunawan, 2000):
1. Ras atau suku bangsa
Prevalensi Hemoglobin S (HbS) pada penduduk Afrika cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P.falciparum karena HbS
menghambat perkembangbiakan
P.falciparum. 5
2. Kurangnya enzim tertentu.
Kurangnya enzim Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P.falciparum yang berat.
Defisiensi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan
manifestasi utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan
Plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangbiakannya.
3.3 Etiologi
Malaria disebabkan parasit malaria, suatu protozoa darah yang termasuk
dalam phyllum Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas Coccidiida, ordo
Eucoccidides, subordo Haemosporidiidea, famili Plasmodiidae, genus
Plasmodium (Nugroho, 2000).
20
Plasmodium merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat
empat spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale.
Penularan manusia dapat dilakukan oleh nyamuk betina dari tribus anopheles.
Selain itu juga dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum
suntik yang tercemar serta ibu hamil kepada bayinya (Rampengan, 2000).
P. vivax menyebabkan malaria tertiana, P.malaria merupakan penyebab
malaria kuartana. P.ovale menyebabkan malaria ovale, sedangkan P.falciparum
menyebabkan malaria tropika. Spesies terkhir ini paling berbahaya karena malaria
yang ditimbulkan dapat menjadi berat. Hal ini disebabkan dalam waktu singkat
dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi di dalam organ-organ tubuh (Departemen Kesehatan RI, 2006;
Nugroho, 2000).
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya
sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di
Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada
pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar.
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a.Hidup di daerah tropis dan sub tropis, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c.Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit
manusia
(menghisap darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e.Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut
48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu
g. Lebih senang hidup di daerah rawa.
21
3.4 Klasifikasi
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2001) pembagian jenis-jenis malaria
berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
1. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling
berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia
yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria
tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium
falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3
diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2
kromatin inti (DoubleChromatin).
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi
Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang
mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan
endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal.
Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi
tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black
Water Fever).
2. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan
Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/lebih biru.
Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang
mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-
10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/rossete. Bentuk gametosit sangat
mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri
pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum.
Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan
komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema,
asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
22
3. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium
malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di
tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit
yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated.
Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria
disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode
laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari
10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
4. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda
yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan
plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah
menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli.
Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin
eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan
gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan
puncak demam setiap 72 jam. Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium
yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling
berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis
yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.
3.5 Patofisiologi
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk anopheles betina (Nugroho, 2000).
2.1 Siklus Pada Manusia (fase aseksual)
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia,
sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam
peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan
masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang
menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati.
Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang
23
lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk
dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam
sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila
imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan
relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel
darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai
skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit
yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang
disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah,
sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk
stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina (Nugroho, 2000).
2.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina (fase seksual)
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina
melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi
ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luar dinding
lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi
sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke
manusia.
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai
dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan
masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit
dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik (Nugroho,
2000).
24
3.6 Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemia tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan
eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin
malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah
melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya
anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Rampengan,
2000).
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag
dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasia dari retikulosit diserta
peningkatan makrofag (Rampengan, 2000).
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,
diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting
(Harijanto, 2000).
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi
P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu
eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk
roset (Harijanto, 2006).
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi (Harijanto, 2000).
25
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi
juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga
menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis
intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever)
dan dapat menyebabkan gagal ginjal (Pribadi, 2000).
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu
makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator.
Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria
sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan
suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan
yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan
demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang
dewasa (Pribadi, 2000).
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-
tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung
antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan
afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler
alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam.
Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk
gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan
anoksia dan edema jaringan (Pribadi, 2000).
26
mengarah ke diagnosis malaria. Banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi
klinis tersebut, antara lain:
1. Status kekebalan yang biasanya berhubungan dengan tingkat endemisitas
tempat tinggalnya.
2. Beratnya infeksi (kepadatan parasit).
3. Jenis dan strain Plasmodium.
4. Status gizi.
5. Sudah minum obat anti malaria.
6. Keadaan lain penderita (bayi, hamil, orang tua, menderita sakit lain).
7. Faktor genetik (HbF, defisiensi G6PD, ovalositosis, dan lain-lain)
Biasanya penderita yang tinggal atau berasal dari daerah endemis telah
mempunyai kekebalan terhadap malaria sehingga manifestasi klinisnya lebih
ringan dibandingkan penderita yang tidak kebal. Oleh sebab itu malaria berat
sering didapatkan pada penderita tidak kebal bahkan dapat berakibat fatal. Secara
umum, bila kepadatan parasit tinggi, biasanya risiko menjadi malaria berat lebih
besar. Walaupun demikian tidak jarang didapatkan penderita malaria berat dengan
kepadatan parasit rendah dan sebaliknya (Hadisaputro, 1991; Tjitra, 2000).
Hal ini dapat terjadi karena manifestasi klinis malaria dipengaruhi oleh
banyak faktor. Malaria berat umumnya disebabkan oleh P. falciparum. Di samping
itu malaria falsiparum merupakan jenis malaria yang telah dilaporkan resisten
terhadap klorokuin maupun multidrug (Tjitra, 2000). Di Irian dikenal P. vivax
Chesson strain yang lebih sulit dapat disembuhkan. Status gizi sangat
mempengaruhi kekebalan tubuh terhadap infeksi terutama pada anak-anak,
sehingga tak mengherankan malaria pada anak kurang gizi sering berkembang
menjadi berat.
Manifestasi klinis penderita yang sudah minum obat anti-malaria atau
minum profilaksis biasanya dapat lebih ringan atau menjadi tidak jelas. Pada
penderita dengan defisiensi G6PD dapat disertai dengan hemoglobinuria. Anak-
anak, ibu hamil dan orang tua, biasanya lebih rentan terhadap infeksi. Malaria
pada kehamilan dapat menyebabkan abortus, kematian janin, bayi lahir mati, berat
badan lahir rendah, malaria kongenital, partus sulit, anemia, gangguan fungsi
27
ginjal dan hipoglikemia. Infeksi malaria lebih sulit terjadi pada penderita dengan
HbF, defisiensi G6PD, dan ovalositosis.
Manifestasi umum malaria (Harijanto, 2006):
1. Masa inkubasi
Biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung pada spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjang untuk P. malariae),
beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat
resistensi hospes.
2. Keluhan prodromal
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang
atau otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang
merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.
vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P.
malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.
3. Gejala-gejala umum
Gejala klasik yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxysm)
secara berurutan: a. Periode dingin
Mulai menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat
menggigil, sering seluruh badan gemetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode
ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
b. Periode panas
Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat
dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 40°C atau lebih,
penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala,
nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan
darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak).
Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau
lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
28
c. Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
sampai basah temperatur turun, penderita merasa capek dan sering
tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melakukan pekerjaan biasa.
Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung antara 6-10 jam, lebih
sering terjadi pada infeksi P. vivax. Pada infeksi P. falciparum menggigil dapat
berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada
P. falsiparum, 36 jam pada P. vivax dan ovale, 60 jam pada P.malariae.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, dan
lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-anak
dan ibu hamil. Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah Pengrusakan
eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoeisis yang sementar, hemolisis karena
proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan
pengeluaran retikulosit. Pembesaran limpa (splenomegali) akan teraba setelah 3
hari dari serangan infeksi akut dimana akan terjadi bengkak, nyeri dan hiperemis.
Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi
malaria, penelitian pada binatang percobaan, limpa menghapuskan eritrosit yang
terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik dan rheological dari eritrosit
yang terinfeksi (Nugroho, 2000; Harijanto, 2000).
Untuk memudahkan penatalaksanaan penanganan kasus malaria,
manifestasi klinis dikelompokkan menjadi:
(1) Malaria ringan atau tanpa komplikasi
Malaria ini umumnya disertai gejala dan tanda klinis yang ringan
terutama sakit kepala, demam, menggigil dan mual serta tanpa
kelainan fungsi organ. Kadangkadang dapat disertai dengan sedikit
penurunan trombosit dan sedikit peningkatan bilirubin serum. Gejala-
gejala klinis ini juga sering dijumpai oleh peneliti-peneliti lain. Gejala
dan tanda klinis lain yang juga dapat ditemukan adalah pusing, pucat,
tak nafsu makan, muntah, sakit perut, diare, lemah, myalgia,
hepatomegali dan splenomegali (Udomsangpetch, 1989).
29
(2) Malaria berat atau dengan komplikasi
Malaria berat adalah malaria falsiparum yang cenderung menjadi
fatal atau malaria dengan komplikasi dimana kemungkinan penyakit
lain sudah dapat disingkirkan. Lebih kurang 10% dari penderita
malaria falsiparum adalah malaria berat dengan angka kematian 18,8-
40,0% (Hadisaputro, 1991).
30
dan akurat. Pulasan ini hasilnya dapat positif atau dapat juga terlihat pigmen
yang mengandung leukosit setelah dinyatakan negative pada pulasan darah
perifer. Untuk uji kesensitifitasannya, pulasan intradermal sebanding dengan
pulasan darah dari sumsum tulang yang lebih sensitif dari pulasan darah
perifer.
2. Tes Diagnostik Cepat (Rapid Diagnostic Test)
Metode ini untuk mendeteksi adanya antigen malaria dengan cara
imunokromatografi. Tes ini dapat dengan cepat didapatkan hasilnya, namun
lemah dalam hal spesifitas dan sensitifitas. Tes ini biasanya digunakan pada
KLB (Kejadian Luar Biasa) yang membutuhkan hasil yang cepat di
lapangan supaya cepat untuk ditanggulangi.
31
Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus di
Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria
lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah
diujicoba sebagai profilaksis dan pengobatan malaria diantaranya adalah derivate
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, sulfametoksazoltrimetoprim dan
siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat anti malaria yang
bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan kina.
32
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun transmisi
penyakit di daerah endemis. Contohnya, circumsporozoite protein (CSP),
Thrombospondin-related adhesion protein (TRAP), Liver stage antigen
(LSA).
• Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap
eritrosit, mengeliminasi parasit dalam eritrosit dan mencegah terjadinya
sekuesterasi parasit di kapiler organ dalam sehingga dapat mencegah
terjadinya malaria berat. Contohnya, merozoite surface protein (MSP),
ring infected erythrocyte surface antigen (RESA), apical membrane
antigen-1 (AMA-1).
• Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di suatu daerah.
Contohnya, Pfs 28 dan Pfs 25.
3.11 Komplikasi
Komplikasi pada penyakit malaria menurut Arif Mansjoer, dkk (2001)
adalah :
1. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi
(80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya
dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa
ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-
kejang bersifat fokal atau menyeluruh. 2. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak
> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian
mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia,
penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler,
sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
3. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah
melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat merupakan komplikasi yang
33
berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan
cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
3.12 Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan
diagnosis serta pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang
dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan
meningkat sampai 50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik
daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.
a) Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
b) Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
c) Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.
Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5% (KEPMENKES,
2007).
34
BAB IV
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN
MALARIA
35
4.3 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penularan malaria di ………….. berhubungan dengan
…………….. ditandai dengan…………
2. Defisiensi pengetahuan tentang malaria di ……………..berhubungan
dengan …………………. ditandai dengan ……………………
Defisiensi pengetahuan
tentang malaria di
……………..berhubungan
dengan ………………….
ditandai dengan
……………………
36
4.5 Intervensi
Diagnosa Tujuan Rencana Sasaran Metode Media Waktu Tempat
Keperawatan Tindakan
Resiko tinggi penularan Tujuan Umum : 1. Bina Warga di Ceramah, 1. Proposal Waktu Tempat
malaria di ………….. Tidak terjangkitnya hubungan …………… Tanya jawab, 2. Leafleat pelaksanaan pelaksanaan
berhubungan dengan / terjadinya saling diskusi. 3. Flipchart kegiatan kegiatan
…………….. ditandai penularan penyakit percaya
dengan………… di………….. dengan
Tujuan Khusus : masyarakat
- Masyarakat 2. Penyuluh
mengetahui an kesehatan
tentang Malaria tentang cara
dan cara pencegahan
mencegah dan cara
Malaria. penanganan
Masyarakat Malaria.
mengetahui cara 3. Mencega
pengobatan / h dan
penatalaksanaan melakukan
Malaria. deteksi dini
- Masyarakat terjadinya
mulai penularan
memperdulikan malaria.
kesehatannya
dengan melakukan
pengobatan secara
intensif.
37
2. Defisiensi pengetahuan Tujuan Umum : 1. Berikan Warga di 1. Bekerja sama 1. Propo Waktu Tempat
tentang malaria di Tidak terjadinya health …………… dengan kader sal pelaksanaan pelaksanaan
……………..berhubung penyakit Menular education untuk 2. Leafl kegiatan kegiatan
an dengan malaria di tentang cara melakukan eat
…………………. ……………. pencegahan persiapan 3. Flipc
ditandai dengan Tujuan Khusus : terjadinya posyandu. hart
…………………… - Masyarakat penularan 2. Komunikasi
mengetahui penyakit 3. Informasi
tentang penyakit malaria 4. Edukasi
menular dan cara 2. Penyuluhan
pencegahannya. kesehatan
tentang
penyebab,
cara
pencegahana
dan cara
penanganan
malaria.
38
4.6 Implementasi
Implementasi merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun. Implementasi diberikan secara langsung maupun tidak
langsung kepada masyarakat dan kebutuhan masyarakat. Pada umumnya tindakan
keperawatan komunitas yang dilakukan sesuai dengan teori yaitu berfokus pada
upaya meningkatkan, mempertahankan, memperbaiki kesehatan, mencegah
penyakit dan rehabilitasi dengan menggunakan strategi yaitu proses kelompok,
health promotion dan partnership. Tindakan pelaksanaan atau implementasi yang
diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah keperawatan komunitas adalah hasil
kerja sama dengan masyarakat.
4.7 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang digunakan untuk
menilai keberhasilan dari pemecahan masalah keperawatan komunitas yang ada.
Dari evaluasi yang dilaksanakan dapat diketahui masalah keperawatan komunitas
dapat terpecahkan seluruh, sebagian, atau tidak terpecahkan tetapi menimbulkan
masalah baru. Kegiatan evaluasi yang dilakukan adalah mengukur keberhasilan
mengumpulkan data dan menganalisa. Kegiatan ini dilakukan bersama dengan
masyarakat.
Evaluasi hasil kegiatan telah dilakukan untuk menilai efektifitas kegiatan
sesaat setelah kegiatan dilakukan dan evaluasi yang dilakukan pada akhir program
untuk menilai aktifitas jangka panjang yang akan dilakukan sebagai rencana
tindak lanjut. Evaluasi secara umum dilakukan setelah mahasiswa selesai
melaksanakan kegiatan yang direncanakan.
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik,
yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditandai
dengan demam, anemia dan pembesaran limpa.
2. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu P.
falciparum, P. ovale, P. vivax, dan P. malariae.
3. Klasifikasi malaria ada 4 yaitu P. falciparum, P. ovale, P. vivax, dan P.
malariae.
4. Patofisologi malaria ada 2 yaitu fase seksual (dalam tubuh nyamuk
anopheles betina) dan fase aseksual (dalam tubuh manusia).
5. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang
dan lingkungan.
6. Manifestasin klinik dari penyakit malaria ditandai dengan gejala
prodromal, trias malaria (menggigil-panas-berkeringat), anemia dan
splenomegali.
7. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan mikroskopik (darah dan
Pulasan Intradermal (Intradermal Smears) dan Tes Diagnostik Cepat
(Rapid Diagnostic Test).
8. Penatalaksanaan untuk malaria falsiparum, lini pertama: artesunat +
amodiakuin + primakuin, lini kedua: kina + dosksisiklin/tetrasiklin +
primakuin. Pengobatan malaria vivax dan ovale, lini pertama: klorokuin
+ primakuin, jika resistensi klorokuin: kina + primakuin, jika relaps:
naikkan dosis primakuin. Pengobatan malaria malariae diberikan
klorokuin. Untuk profilaksis dapat digunakan dosksisiklin dan
klorokuin.
9. Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis
maupun yang ingin pergi ke daerah endemis : Pengendalian vektor,
Proteksi personal/Personal Protection, dan Vaksin Malaria.
40
10. Komplikasi pada penyakit malaria adalah malaria otak, anemia berat
dan edema paru.
11. Prognosis Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan
ketepatan diagnosis serta pengobatan. Pada malaria berat yang tidak
ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%,
dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. Prognosis
malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada
gangguan 2 atau lebih fungsi organ.
5.2 Saran
Perlunya dilakukan program pemberantasan malaria melalui kegiatan:
1. Menghindari atau mengurangi kontak atau gigitan nyamuk anopheles.
a) Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunkan berbagai insektisida.
b) Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida) maupun biologik
(ikan, dan sebagainya).
c) Mengurangi tempat perindukan.
d) Mengobati penderita malaria.
e) Pemberian pengobatan pencegahan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien kepada pasien yang meliputi
diagnosis secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
3. Menganjurkan kepada masyarakat yang akan bepergian ke daerah
endemis malaria agar mengkonsumsi kemoprofilaksis malaria.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Pribadi, W. 2000. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W
(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI. Hal: 171-97.
Purwaningsih S. 2000. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC. Hal: 185-92.
Rampengan, TH. 2000. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor).
Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.
Jakarta: EGC. Hal: 249-60.
Soedarmo, S, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi ke-2. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Tjitra E. 2000. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC. Hal: 194-204.
Udomsangpetch R, Wahlin B, Carlson J dkk. 1989. Plasmodium falciparum
infected erythrocytes from spontaneous erythrocyte rosettes. J Experiment
Med. 169: 1835-1840.
Zulkarnaen, I. 2000. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Hal: 504-7.
43