Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE

Disusun oleh:

dr. Tirta Kalvari

Pembimbing:

dr. Effa Triani, Sp.A

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM PETALA BUMI

PEKANBARU

2016
BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. IY
No. RM : 17 45 06
Umur : 10 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Tanjung Jati, Pekanbaru
Tanggal Masuk : 2 Januari 2016

ALLO dan AUTOANAMNESIS


Diberikan oleh: Pasien dan Ayah pasien
Keluhan utama : Demam terus menerus sejak 4 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan demam.
Demam tinggi dan muncul tiba tiba, dirasakan terus menerus, tidak disertai dengan
flu, dan batuk, namun pasien mengeluhkan nyeri dan pegal pada seluruh sendi dan
badan, nyeri kepala dirasakan pasien terutama di sekitar pelipis dan mata, adanya
periode dingin-demam-berkeringat disangkal, nyeri menelan (-), nyeri telinga (-).
Pasien membeli obat di apotik dan mendapat obat penurun panas, demam turun
sebentar setelah minum obat, tetapi kemudian naik lagi. Pasien juga mengeluhkan
muntah, muntah setiap kali makanan dan minuman masuk, muntah berisi makanan
yang dimakan, volume muntah kurang dari setengah gelas ukuran 240 cc. Keluhan
muncul bintik-bintik merah disangkal. Perdarahan lainnya seperti gusi berdarah dan
mimisan juga disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien mengeluhkan
adanya nyeri pada ulu hati.
1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan lemas dan tidak nafsu
makan, bercak kemerahan di kulit (-), mimisan (-), gusi berdarah (-) kemudian pasien
dibawa berobat ke IGD RSUD Petala Bumi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluhan yang sama dalam keluarga disangkal. Tidak ada tetangga yang
mengeluhkan keluhan yang sama.

Riwayat Orang Tua :


Pekerjaan Ayah : Swasta
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Selama hamil, ibu pasien memeriksakan kehamilan di bidan dan dokter kandungan
setiap bulan, hanya mengkonsumsi vitamin dari dokter dan tidak mengkonsumsi obat
di luar resep dokter. Pasien lahir cukup bulan, lahir spontan ditolong Bidan, BBL
3200 gram.

Riwayat Makan dan Minum :


- ASI diberikan sejak lahir sampai 2 tahun
- PASI diberikan sejak usia 6 bulan hingga 3 tahun (tidak ASI eksklusif)
- Makanan biasa mulai diberikan sejak usia 1,5 tahun sampai sekarang.

Riwayat Imunisasi :
Lengkap sesuai usia

Riwayat Pertumbuhan :
Pertumbuhan sesuai dengan anak seusianya dan tidak ada gangguan pertumbuhan.

Riwayat Perkembangan :
Perkembangan sesuai dengan anak seusianya dan tidak ada gangguan perkembangan.
Keadaan Perumahan dan Tempat Tinggal :
- Sumber air minum : air galon
- Sumber MCK : air sumur

PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 136 x/menit, teraba halus
Suhu : 36ºC
Nafas : 28 x/menit
Status gizi
BB : 45 Kg
TB : 160 cm

Kepala : normocephali
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : cekung, edema palpebra (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : Bulat, isokor 3mm/3mm
Refleks cahaya: (+/+)
Telinga: dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal. Epistaksis (-)
Mulut : tonsil dan faring hiperemis (-), perdarahan pada gusi (-)
Bibir : basah
Selaput lendir : basah
Palatum : utuh
Lidah : kotor
Gigi : karies (-)
Leher
KGB : pembesaran KGB (-)
Kaku kuduk : (-)
Dada
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan. Retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus (+/+) simestris
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Bunyi jantung 1 & 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : tampak datar, distensi (-). Scar (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh lapangan abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) area epigastrium,
hepatomegali ( lebih kurang 2 cm), splenomegali (-)

Ekstremitas : akral dingin, CRT > 2 detik, edema (-/-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
2 Januari 2016
Hemoglobin : 17,8 g/dl
Hematokrit : 52,6%
Leukosit :8.500 /uL
Trombosit : 13.000 /uL
Diff.count : 0/1/64/23/13

S.typhii O 1/80
S.typhii H 1/80

HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS:


 Demam tinggi sejak 4 hari SMRS
 Demam disertai nyeri sendi dan nyeri kepala
 Muntah setiap kali makan

HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK


 TD 90/70 mmHg
Nadi : 136 x/menit, teraba halus
Suhu : 36ºC
Nafas : 28 x/menit
 Nyeri tekan abdomen area epigastrium
 Ekstremitas : akral dingin, CRT>2 detik

HAL-HAL YANG PENTING DARI LAB RUTIN :


 Hb 17, 8 g/dL, Ht 52,6%
 Trombositopenia
 Leukopenia

DIAGNOSA KERJA : DBD grade III

PEMERIKSAAN YANG BELUM KELUAR :


Pemeriksaan IgG dan IgM Anti Dengue

TERAPI
Konsul dr. Ari, Sp.A
Medikamentosa :
- IVFD RL 900 cc guyur selanjutnya evaluasi tanda-tanda vital, jika stabil maka
turunkan 10cc/kgBB, pantau TTV
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Pronovir 3x 1 cth
- Dehaf syr 3x 1 cth
- Ranitidin 2x 1 ampul
- Ondansentron 3x1 ampul

Follow up 30 menit setelah resusitasi cairan


TD : 100/70 mmHg
Nadi : 120x/menit, kuat angkat, reguler
RR : 24x / menit
Konsul dr. Arie. K, Sp.A tetesan cairan 10cc/kgBB/jam  evaluasi 1 jam kemudian

Follow up
TD : 90/70 mmHg
Nadi 136x/menit, teraba halus
RR : 28x/menit
Akral dingin, CRT>2 detik
Pemeriksaan Fisik Paru :
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan. Retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus (+/+) simestris
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Bunyi jantung 1 & 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Konsul dr. Arie. K, Sp. A loading 20cc/kgBB evaluasi 30 menit post resusitasi

Follow up
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 124x/menit
RR : 24x/menit
Pemeriksaan Fisik Paru :
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan. Retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus (+/+) simestris
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Bunyi jantung 1 & 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Konsul dr. Arie. K, Sp. A tetesan cairan 10cc/kgBB evaluasi 30 menit post
resusitasi

Follow up
TD 100/70 mmHg
Nadi 124x/menit, kuat angkat, reguler
RR 24x/menit
Konsul dr. Arie. K, Sp.A  tetesan cairan 10cc/kgBB pertahankan selama 6 jam,
kemudian evaluasi TTV
Pasang kateter urin evaluasi urin output

Follow up
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 110x/menit, kuat angkat
RR : 24x/menit
Akral hangat, CRT <2 detik
Konsul dr. Arie. K, Sp.A Tetesan cairan turunkan 7cc/kgBB, pertahankan selama 6
jam  besok pagi tetesan 5cc/kgBB

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP
Hari Subjektif Objektif Assesment Terapi
/tanggal
3 Demam (-), nyeri ulu KU : TSS DBD IVFD RL 24 tpm
Januari hati (+), nyeri sendi Kes : CM grade II makrodrip
2016 (+), nyeri kepala (+), TD : 98/70 mmHg Paracetamol 3 x
gusi berdarah (-), HR : 100x/menit 500 mg
mimisan (-), BAB Nafas : 24x/menit Pronovir 3x 1 cth
berdarah (-) T : 36,2 c Dehaf syr 3x 1 cth
Ranitidin 2x 1
Kepala / wajah : ampul
edema palpebral Ondansentron 3x1
(-/-), konjungtiva ampul
anemis (-/-), skelra Cek darah rutin
ikterik (-/-), lidah:
kotor
Abdomen : supel,
bising usus (+)
normal, NT (+),
hepar 2cm
Ekstremitas :
petechiae (+)
Pemeriksaan lab
Ig M anti Dengue +
Ig G anti Dengue +
Hb : 15,8 g/dl
Hematokrit : 46,4%
Leukosit :8.600 /uL
Trombosit :
36.000 /Ul
4 Demam (-), nyeri ulu KU : TSS DBD IVFD RL 24 tpm
Januari hati (+), nyeri sendi Kes : CM grade II makrodrip
2016 (+), nyeri kepala (+), TD : 100/70 mmHg Paracetamol 3 x
gusi berdarah (-), HR : 104x/menit 500 mg
mimisan (-), BAB Nafas : 22x/menit Pronovir 3x 1 cth
berdarah (-) T : 36,5 c Dehaf syr 3x 1 cth
Ranitidin 2x 1
Kepala / wajah : ampul
edema palpebral Ondansentron 3x1
(-/-), konjungtiva ampul
anemis (-/-), skelra Cek darah rutin
ikterik (-/-), lidah:
kotor
Abdomen : supel,
bising usus (+)
normal, NT (+),
hepar 2cm
Ekstremitas :
petechiae (+)
Pemeriksaan lab
Hb : 14,1 g/dl
Hematokrit : 44,3%
Leukosit :7.600 /uL
Trombosit :
42.000 /uL
5 Demam (-), nyeri ulu KU : TSS DBD IVFD RL 24 tpm
Januari hati (+), nyeri sendi Kes : CM grade II makrodrip
2016 (-), nyeri kepala (-), TD : 110/70 mmHg Paracetamol 3 x
gusi berdarah (-), HR : 96x/menit 500 mg
mimisan (-), BAB Nafas : 22x/menit Pronovir 3x 1 cth
berdarah (-) T : 36,0 c Dehaf syr 3x 1 cth
Ranitidin 2x 1
Kepala / wajah : ampul
edema palpebral
(-/-), konjungtiva Cek darah rutin
anemis (-/-), skelra
ikterik (-/-), lidah:
kotor
Abdomen : supel,
bising usus (+)
normal, NT (+),
hepar 1 cm
Hb : 13,3 g/dl
Hematokrit : 49,9%
Leukosit :7.600 /uL
Trombosit :
47.000 /uL
6 Demam (-), nyeri ulu KU : TSS DBD Paracetamol 3 x
Januari hati (-), nyeri sendi Kes : CM grade II 500 mg
2016 (-), nyeri kepala (-), TD : 98/70 mmHg Pronovir 3x 1 cth
gusi berdarah (-), HR : 100x/menit Dehaf syr 3x 1
mimisan (-), BAB Nafas : 24x/menit cthPasien recana
berdarah (-) dipulangkan
T : 36,2 c

Kepala / wajah :
edema palpebral
(-/-), konjungtiva
anemis (-/-), skelra
ikterik (-/-), lidah:
kotor
Abdomen : supel,
bising usus (+)
normal, NT (+),
hepar 2cm
Ekstremitas :
petechiae (+)
Pemeriksaan lab
Hb : 12,2 g/dl
Hematokrit : 36,6%
Leukosit :7.100 /uL
Trombosit :
86.000 /uL

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara endemik dengue dan merupakan negara dengan


kasus dengue tertinggi di Asia Tenggara. Epidemiologi Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) terjadi pada tahun 1998 dengan total kasus 47.573 dan dilaporkan 1527 orang
meninggal. Pada tahun 2005, Indonesia merupakan kontributor utama kasus dengue
dalam South Easth Asia Region Office (SEARO) dengan jumlah 95.270 kasus dan
1.298 kasus dilaporkan meninggal. Di tahun 2006, SEARO melaporkan bahwa,
Indonesia merupakan 53 % negara dengan kasus dengue dan 80% kematian dengue .1
Pada saat ini Demam Berdarah Dengue (DBD) di banyak negara di kawasan
Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Saat ini,
jumlah kasus masih tetap tinggi, rata–rata 10–25 kasus per 100.000 penduduk, namun
angka kematian telah menurun bermakna menjadi < 2 %. Infeksi dengue yang
terbanyak adalah pada kelompok umur 4 – 10 tahun. Pada tahun 2004, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia melaporkan 23.857 kasus DBD yang dirawat di
Rumah Sakit, termasuk diantaranya sebanyak 367 kematian. Di Sumatra bagian
Selatan sendiri prevalensi DBD adalah 0.4%.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dengue Hemoragic Fever


2.1.1 Definisi
Demam dengue merupakan penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Empat serotipe penyebab virus
dengue, yaitu DEN 1, 2, 3 dan 4 dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di
banyak daerah di dunia. Virus dengue dapat menyebabkan manifestasi klinis yang
bermacam-macam dari asimptomatik sampai DBD dengan kebocoran plasma yang
dapat mengakibatkan syok hipovolemik yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS).3,4
Penyakit ini merupakan penyakit dengan spektrum presentasi klinis yang luas
serta sulit diprediksi progresi serta hasil akhirnya. Sering kali sulit memprediksi
apakah pasien dengan infeksi dengue dengan gejala yang tidak parah akan menjadi
dengue berat atau tidak. Padahal, jika pasien yang pada perjalanan penyakitnya akan
menjadi dengue berat dapat diprediksi, maka tentunya manajemen kegawatdaruratan
penyakit oleh virus dengue akan menjadi lebih efektif.1

2.1.2 Etiologi
Virus dengue merupakan small single stranded RNA. Infeksi dengue
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Virus
(Arbovirus) yang sekarang dikenal dengan genus Flavivirus, famili Flaviviride dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4.5,6
Aedes aegypti adalah vektor utama nyamuk demam beradrah. Virus
berkembang di nyamuk selama 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
menularkan kembali ke manusia. Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa
tunas 4-7 hari (intrinsic incibation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan
dari manusia ke nyamuk hanya terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari sebelum timbul
demam.5,6
2.1.3 Epidemiologi
Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara
simultan atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah endemik di Asia tropik, dimana
suhu panas dan praktik penyimpanan air dirumah menyebabkan populasi Aedes
aegypti besar dan permanen. Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari
semua semua tipe sering ada dan infeksi kedua dengan tipe heterolog sering terjadi.
Sesudah umur 1 tahun hampir semua penderita dengan sindrom syok dengue
mempunyai kenaikan sekunder antibodi terhadap virus dengue, yang menunjukkan
infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat.5,6
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad 18. Pada masa itu
infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak
pernah menimbulkan kematian. Sejak tahun 1952, penyakit ini menimbulkan
manifestasi klinis yang berat. Dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun terjadi
peningkatan yang pesat, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran
penyakit. Sampai akhir tahun 2005, DBD sudah ditemukan di seluruh provinsi di
Indonesia dan 35 kabupaten/kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB).
Insiden meningkat dari 0,005 per 100.00 penduduk pada tahun 1968, menjadi 43,42
per 100.000 penduduk pada akhir tahun 2005.

2.1.4 Patogenesis
Patogenesisnya belum dimengerti secara sempurna. Penelitian epidemiologi
memberi kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi dengue tipe 2, 3 dan 4
sekunder. Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan
infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh
memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang
masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk. Hal ini merupakan dasar teori yang
disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection hypothesis.
Infeksi virus yang berulang ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi dengan konsentrasi tinggi.5,6
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang
akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang
kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.
Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasi oleh tubuh sehingga
akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenaian
antibody dependent enchancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
keadaan hipovolemik dan syok.5,6
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
tiap pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi
antibodi IgG anti dengue. Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang akan mengaktifkan
sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskular ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien yang syok berat volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan hematokrit, penurunan
kadar natrium dan terdapatnya cairan pada rongga serosa (efusi pleura,ascites). Syok
yang tidak ditangani secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia.5,6
Selain mengaktifkan komplemen, reaksi ini pun menyebabkan agregasi
trombosit dan mengaktivisasi sistem koagulasi melalui kerusakan endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga trombosit melekat
satu sama lain. Hal ini membuat trombosit dihancurkan oleh RES sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga ada penurunan faktor pembekuan.5,6
Agregasi trombosit mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Disisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehinga terjadi
aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan pada DBD merupakan akibat
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan akibat KID, kelainan fungsi trombosit,
kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan memperberat syok yang
terjadi.5,6
Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah
memposisikan tubuh host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi hipermetabolik
tubuh menuntut mitokondria untuk meningkatkan produksi ATP. Dampak
sampingnya ialah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS). ROS
bersama sitokin proinflamatori menyebabkan penurunan elastisitas otot polos kapiler,
miokard dan berpengaruh pada sistem konduksi jantung terutama pada sindrom syok
dengue. Dapat dipahami bahwa syok pada infeksi DBD dapat terjadi akibat
perpindahan plasma, perdarahan, kelumpuhan otot polos vaskuler dan kelumpuhan
miokard.7

2.1.5 Klasifikasi
Hingga saat ini, di Indonesia masih digunakan penggolongan penyakit oleh
virus dengue menggunakan konsensus WHO tahun 1997, dimana infeksi virus
dengue simtomatik dibagi menjadi tiga kategori yaitu undifferentiated fever, demam
dengue (DD), serta demam berdarah dengue (DBD). DBD sendiri diklasifikasikan
menjadi 4 kategori berdasarkan tingkat keparahannya dimana derajat III dan IV
merupakan Dengue syok sindrom (DSS). Menurut konsensus WHO, diagnosis DBD
harus memenuhi empat kriteria yaitu demam akut yang terjadi terus menerus selama
2-7 hari, terjadinya ciri-ciri pendarahan, trombositopenia, serta hemokonsentrasi. 8-11
Pada tahun 2009 WHO merevisi klasifikasi penyakit akibat virus dengue.
Pada panduan WHO, pasien langsung dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit, dimana terdapat dua kategori besar yaitu Dengue tidak berat (non severe
dengue), serta dengue berat (severe dengue) berdasarkan temuan klinis serta
laboratoris. Pasien non severe dengue dibagi kembali menjadi dua subgrup, yaitu
pasien dengan warning signs serta pasien tanpa warning signs. 8-11

Pada tahun 2011 SEARO menambahkan adanya kriteria expand karena


pada beberapa penyakit tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kriteria WHO, SEARO
juga memperbaharui dalam mengklasifikasikan infeksi dengue, klasifikasi tersebut
berupa demam yang tidak terklasifikasikan, demam dengue tanpa manifestasi
perdarahan, demam dengue dengan manifestasi perdarahan, demam berdarah dengue
dengan kebocoran plasma, demam berdarah dengue tanpa adanya tanda-tanda syok,
demam berdarah dengue diikuti syok, serta demam dengue dengan perluasan dari
sindroma dengue.
2.1.6 Manifestasi Klinik
WHO membagi gejala klinis demam dengue menjadi 3 fase, yaitu : Fase
Demam, Fase Kritis dan Fase Recovery.
1. Fase Demam
Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka kemerahan,
eritema kulit, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan sakit kepala. Beberapa pasien
dapat memiliki gejala sakit tenggorokan, faring hiperemis dan injeksi konjungtiva.
Anorexia, mual dan muntah sering terjadi dan dapat sulit dibedakan dengan demam
non-dengue pada fase awal. Uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan
kepastian dari dengue. Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan
membran mukosa (mis. hidung dan gusi) dapat terlihat. Gejala tidak khas seperti
perdarahan vagina dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi. Hati dapat membesar
dan terasa sakit pada beberapa hari sewaktu demam. Penurunan sel darah putih dapat
memberikan tanda sebagai infeksi dengue. Tanda dan gejala ini kurang dapat
membedakan antara severe dan non severe dengue sehingga perlu monitoring lebih
untuk berhati - hati dalam menilai fase perkembangan ke fase kritis.
2. Fase Kritis
Pada tahap ini, demam masih berlangsung pada hari ke 3 – 7 namun
temperatur sedikit menurun yaitu 37.5 – 38 ⁰C atau lebih rendah dan juga
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dengan level hematokrit yang
meningkat. Periode kebocoran plasma berlangsung selama 24 – 48 jam. Leukopenia
parah diikuti dengan penurunan hitung trombosit mengindikasikan terjadinya
kebocoran plasma. Pada pasien dengan tidak diikuti peningkatan permeabilitas
kapiler akan membaik namun pasien yang memiliki keadaan tersebut akan bertambah
parah dengan kehilangan volume plasma. Efusi pleura dan asites dapat terdeteksi
tergantung dari tingkat keparahan kebocoran plasma tersebut. Maka foto thorax dan
USG abdomen dapat digunakan sebagai alat bantu diagnosa. Kadar hematokrit yang
melebihi batas normal dapat digunakan sebagai acuan melihat derajat keparahan
kebocoran plasma. Syok dapat terjadi jika volume plasma berkurang hingga titik
kritis dan sering didahului oleh warning signs. Syok yang berlangsung lama,
menyebabkan hipoperfusi organ sehingga dapat mengakibatkan gangguan organ,
metabolik asidosis dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
3. Fase Penyembuhan (Recovery)
Pasien yang melewati fase kritis akan memasuki fase recovery dimana terjadi
reabsorpsi cairan extravaskular dalam 48-72 jam, dimana keadaan umum akan
membaik, nafsu makan bertambah, gejala gastrointestinal berkurang, status
hemodinamik stabil dan diuresis terjadi. Ruam, pruritis, bradikardia dapat terjadi pada
fase ini. Hematokrit dapat kembali stabil atau menurun akibat efek pengenceran dari
absorpsi cairan. Sel darah putih perlahan mengalami peningkatan setelah suhu tubuh
menurun diikuti dengan peningkatan trombosit. Respiratory distress akibat efusi
pleura masif dan ascites dapat terjadi akibat dari terapi cairan IV yang berlebih
sewaktu fase kritis ataupun fase recovery yang dapat dikaitkan d engan edema paru
atau gagal jantung kongestif
Pada balita, anak – anak dan dewasa yang pertama kali terinfeksi virus dengue
akan menimbulkan gejala demam yang tidak dapat dibedakan dari infeksi virus
lainnya. Ruam makulopapular dapat timbul bersamaan dengan demam ataupun
setelah demam turun. Ruam yang bersamaan dengan demam hanya berbentuk
makula, bersifat menyeluruh dan berubah pucat jika ditekan sedangkan ruam setelah
demam turun bersifat makulopapular pada seluruh tubuh dan tidak terdapat pada
telapak tangan dan kaki. Gejala ISPA dan GI sangat umum terjadi pada penderita ini.
Lelah, nyeri pada retroorbita, mialgia dan atralgia juga dirasakan pada penderita
DBD.

2.1.7 Diagnosis
Berdasarkan WHO, kriteria diagnosis DBD ditegakkan melalui dua kriteria8-
11
:
A. Kriteria Klinis
1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari
2) Didapati uji tourniquet positif dengan salah satu bentuk perdarahan:
 Petekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan
dari tempat lain
 Hematemesis dan atau melena
3) Pembesaran hati
4) Syok yang di tandai dengan nadi lemah dan cepat disertai penurunan tekanan
nadi (=20 mm Hg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik =80 mm Hg)
disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan
kaki, pasien menjadi gelisah dan timbul sianosis di sekitar mulut.
B. Kriteria Laboratorium
Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat
sangat penting dalam tata laksana klinis, surveilans, penelitian dan uji klinis vaksin.
Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue adalah:
a. isolasi virus
b. deteksi asam nukleat virus
c. deteksi antigen virus
d. deteksi serum respon imun/uji serologi serum imun
e. analisis parameter hematologi
isolasi virus
isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel
nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2) dan BHK21). Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya tersedia di beberapa laboratorium
besar yang terutama dilakukan untuk tujuan penelitian, sehingga tidak tersedia di
laboratorium komersial. Isolasi virus hanya dapat dilakukan pada enam hari pertama
demam.
Deteksi asam nukleat
Genome virus dengue terdiri dari asam ribonukleat (ribonucleic acid/RNA) dapat
dideteksi melalui pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-
PCR). Metode pemeriksaan bisa berupa nested PCR, one-step multiplex RT-PCR, real
time RT-PCR, dan isothermal amplification method. Pemeriksaan ini hanya tersedia
di laboratorium yang memiliki peralatan biologi molekuler dan petugas laboratorium
yang handal. Memberi hasil positif bila sediaan diambil pada enam hari pertama
demam. Biaya pemeriksaan tergolong mahal.
Deteksi antigen virus dengue
Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilakukan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen) yaitu suatu
glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan dan
replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari
pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari
demam dan kemudian makin menurun setelahnya.
Deteksi respon imun serum
Pemeriksaan respon imun serum berupa Haemaglutination inhibition test (uji HI),
complement fixation test (CFT), neutralization test (uji neutralisasi), pemeriksaan
serologi IgM dan IgG anti dengue.
Haemaglutination inhibition test (uji HI).
Pada saat ini tidak banyak laboratorium yang menyediakan pemeriksaan ini. Uji HI
walau sensitive namun kurang spesifik dan memerlukan dua sediaan serum akut dan
konvalesens, sehingga tidak dapa digunakan untuk menegakkan diagnosis dini.
Complement Fixation Test (uji FCT)
Tidak banyak dipakai secara luas untuk tujuan menegakkan diagnosis, sulit untuk
dilakukan dan memerlukan petugas yang sangat terlatih.
Uji neutralisasi
Merupakan pemeriksaann yang paling sensitif dan spesifik, metode yang paling
sering dipakai adalah plaque reduction neutralization test (PRNT). Pemeriksaan ini
mahal, perlu waktu, secara teknik cukup rumit, oleh karena itu jarang dilakukan di
laboratorium klinik. Sangat berguna untuk penelitian pembuatan dan efikasi vaksin.
Pemeriksaan serologi IgM dan IgG anti dengue
Immunoglobulin M anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat
terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah Sembilan puluh hari.
Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan
dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar
IgG anti dengue bertahan lama dalam serum. Kinetic NS-1 antigen virus dengue dan
IgG serta IgM anti dengue, merupakan petunjuk dalam menentukan jenis
pemeriksaan dan untuk membedakan antara infeksi primer dengan infeksi sekunder.
Parameter hematologi
Parameter hematologi terutama pemeriksaan hitung leukosit, nilai hematokrit, dan
jumlah trombosit sangat penting dan merupakan bagian dari diagnosis klinis demam
berdarah dengue.
Pada awal fase demam, hitung leukosit dapat normal atau dengan peningkatan
neutrofil, selanjutnya diikuti penurunan jumlah leukosit dan neutrofil, yang mencapai
titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan jumlah leukosit (<5.000 sel/mm 3)
dan rasio antara neutrofil dan limfosit (neutrofil<limfosit) berguna dalam
memprediksi masa kritis perembesan plasma. Sering kali ditemukan limfositosis
relative dengan peningkatan limfosit atipik pada akhir fase demam dan saat masuk
fase konvalesens. Perubahan ini juga dapat terlihat pada DD.
Pada awal fase demam, jumlah trombosit normal, kemudian diikuti oleh penurunan.
Trombositopenia dibawah 100.000/µL dapat ditemukan pada DD, namun selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan trombosit yang mendadak di =bawah 100.000/µL
teradi pada akhir fase demam memasuki fase kritis atau sat penurunan suhu.
Trombositopenia pada umumnya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai delapan,
dan sering mendahului peningkatan hematokrit. Jumlah trombosit berhubungan
dengan derajat penyakit DBD. Disamping itu terjadi gangguan fungsi trombosit
(trombositopati). Perubahan ini berlangsung singkat dan kembali normal selama fase
penyembuhan.
Pada awal demam, nilai hematokrit masih normal. Peningkatan ringan pada
umumnya disebabkan oleh demam tinggi anoreksia dan muntah. Peningkatan
hematokrit lebih dari 20% merupakan tanda dari adanya kebocoran plasma.
Trombositopenia dibawah 100.000/µL dan peningkatan hematokrit lebih dari 20%
merupakan bagian dari diagnosis klinik DBD. Harus diperhatikan bahwa nilai
hematokrit dapat diakibatkan oleh penggantian cairan dan adanya perdarahan.
1) Trombositopenia (=100.000/ ul}
2) Terdapat peningkatan hematokrit = 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit
pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen
3) Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia atau
hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DBD. Tes serologis,
kultur viral dari plasma (50% sensitif pada ke 5), pemeriksaan IgM dengan ELISA,
titer antibodi IgG yang meningkat 4 kali, serta pemeriksaan dengan PCR terhadap
virus dengue dapat membantu penegakan diagnosa pasien DBD. Pada penderita
DBD dengan enchepalitis, harus di periksa CSS/CSF untuk membantu diagnosis.
Pemeriksaan kadar AST dan ALT juga diperlukan karena berhubungan dengan
derajat penyakit DBD. Pada anak dengan infeksi dengue semakin tinggi kadar AST
dan ALT serum, semakin berat derajat penyakit. Kadar AST lebih tinggi dibandingkan
kadar ALT serum dengan rasio 2-3:1. Pada beberapa kasus dapat ditemukan
leukopenia.
2.1.8 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang
perawatan biasa, tetapi pada pasien DSS diperlukan perawatan intensif. Diagnosa dini
terhadap tanda–tanda syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi kematian.
Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, diberi obat antipiretik atau kompres
hangat. Tidak dianjurkan pemberian asetosal/salisilat dikarenakan dapat
menimbulkan gastritis, perdarahan atau asidosis sehingga antipiretik yang dianjurkan
adalah parasetamol. Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirup, susu,
selain air putih juga dianjurkan pada pasien demam dengue9-11.
Parameter yang harus diperhatikan dalam pemantauan perjalanan penyakit
DD/DBD adalah9-11 :
 Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan dan tanda dan gejala lain
 Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta
mudah dan cepat utk dilakukan
 Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4 jam
pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
 Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering pada
pasien tidak stabil atau dicurigai mengalami perdarahan.
 Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien dengan
syok berkepanjangan atau dicurigai mengalami kelebihan pemberian cairan. Jumlah
urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)
Adapun indikasi pemberian cairan intravena pada pasien dengan DBD adalah
sebagai berikut9-11 :
 Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
 Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral
 Ancaman syok atau dalam keadaan syok
Prinsip umum terapi cairan pada DBD9-11 :
 Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.
 Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat dan tidak ada
respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
 Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan
cairan intravaskular yang adekuat.
 Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk
menghitung volume cairan.
 Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis.
 Transfusi suspensi trombosit pada trombositopenia untuk profilaksis tidak dianjurkan.
 Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak ada
perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan ABCS
yang terdiri dari, A – Acidosis: gas darah, B – Bleeding: hematokrit, C – Calsium:
elektrolit, Ca++ dan S – Sugar: gula darah (dekstrostik).
Tata laksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit9-11:
 Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan atau cairan oral
apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam
a. Medikamentosa
 Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.
 Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid,
anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
 Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apabila terdapat perdarahan saluran
cerna kortikosteroid tidak diberikan.
 Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
b. Supportif
 Cairan: cairan per oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% deficit.
 Diberikan untuk 48 jam atau lebih
 Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai
keadaan klinis, tanda vital, diuresis dan hematokrit
 Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan
+ deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
 DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)
- Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat
cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
- Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan
bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil
laboratorium yang tidak normal
- Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya
- Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena sentral /
akses arteri)
- Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral
bila pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan
darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah
gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat
dalam 2-5 menit.
 Perdarahan hebat
- Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah
segera adalah darurat, tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah.
Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10
ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi.
- Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton dapat
digunakan.
- Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense
trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat
menyebabkan kelebihan cairan.
2.1.9 Prognosis
Prognosis demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau
infeksi awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD. Keparahan terlihat
dari usia dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain sehingga dapat
mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah. Prognosis di tentukan juga oleh
lamanya penanganan terhadap terjadinya syok pada DSS. Prognosis baik jika diatasi
maksimal 90 menit. Prognosis akan terlihat buruk jika melebihi 90 menit.
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Diagnosis awal
Pasien masuk dengan keluhan demam tinggi sejak 4 hari yang lalu, gejala prodromal
berupa badan pasien terasa sakit pada seluruh persendian dan nyeri kepala terutama disekitar
pelipis, pasien juga mengeluhkan mual dan muntah terutama setiap kali makan, nyeri tekan
epigastrium serta data labor trombositopenia dan serologi IgM Anti dengue (+) dan terdapat
nilai hematokrit yang meningkat > dari 20 % , sehingga diagnosis mengarah pada Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang pada pasien ini. Penegakan diagnosis DHF pada pasien ini
berdasarkan adanya lebih dari dua kriteria, yang memenuhi kriteria klinis dari WHO
yakni demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari, pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan umum tampak
sakit berat, dengan tanda-tanda vital yang menunjukkan keadaan kekurangan cairan
(Syok).
Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil
trombositopenia. Hal ini merupakan salah satu dari kriteria laboratoris DBD. Tanda
laboratoris lainnya adalah peningkatan nilai hematokrit 20% dari nilai sebelumnya.
Beberapa literatur yang mengatakan bahwa pada sindrom syok dengue, setelah
demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum pasien dapat tiba-tiba
memburuk, yang biasannya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yakni
antara hari sakit ke 3 – 7. Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi, kulit teraba lembab dan dingin, serta nadi menjadi cepat dan
halus. Pasien seringkali akan mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok.
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya akan ditemukan adanya hemokonsentrasi
(peningkatan kadar hematokrit ≥20%) dan trombositopenia (trombosit <
100.000/mm3). Terjadinya peningkatan kadar Hb merupakan bukti terjadinya
kebocoran plasma. Trombositopenia sedang sampai berat yang disertai dengan
hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang khusus untuk DBD. Patofisiologi
yang menunjukkan derajat keparahan DBD dan membedakannya dari Demam
Dengue adalah keluarnya plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan
hematokrit (hemokonsentrasi), efusi serosa, atau hipoproteinemia.

2. Terapi awal
Sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF pada pasien anak adalah
diberikan cairan infuse kristaloid 20cc/kgBB secepatnya. Setelah pemberian cairan,
dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 6-24 jam sesuai dengan kondisi pasien,
pemeriksaan tanda vital bisa dilakukan 2-4 jam dan penghitungan urin output per12
jam.

Pada kasus, pasien diberikan terapi infus cairan RL 20cc/kgBB secepatnya.


Dengan berat badan 45 kg, pemenuhan kebutuhan cairan sesuai protokol
penatalaksanaan DF. Selain itu diberikan terapi simptomatik seperti paracetamol,
pronovir, dehaf dan ranitidin.
3. Follow up
Pasien dirawat selama 4 hari. Rawatan hari pertama trombosit pasien sudah
mulai naik menjadi 36.000 dan tidak ada tanda-tanda perdarahan spontan serta
hematrokit tidak menunjukkan adanya peningkatan.

Pada hari kedua rawatan kadar trombosit pasien menjadi 42.000, hematokrit
tidak menunjukkan peningkatan, Suhu tubuh pasien normal, nyeri ulu hati dan nyeri
sendi sudah mulai berkurang. Pada hari ketiga rawatan keluhan nyeri ulu hari dan
nyeri sendi pasien sudah hilang, pasien sudah mau makan dan tidak ada mual muntah
lagi, suhu tubuh sudah baikserta trombosit pasien sudah mencapai 47.000 dan
hematocrit 49,9 %. Pada hari keempat rawatan keluhan nyeri ulu hari dan nyeri sendi
pasien sudah hilang, pasien sudah mau makan dan tidak ada mual muntah, suhu tubuh
sudah baik serta trombosit pasien sudah mencapai 86.000 dan hematocrit 36,6 %.
Kemudiann pasien diizinkan untuk pulang.

4. Prognosis

Prognosis pasien bonam. Pasien masuk dengan diagnosis DHF, perbaikan klinis
pasien pada setiap hari rawatan meliputi temuan subyektif, dan objektif pada pasien,
menunjukkan prognosis yang baik dengan penanganan yang tepat dan adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakshi AS. Dengue fever, DHF and DSS. Apollo Med 2007;4:111-7.
2. Karyanti MR, Hadinegoro SR. Perubahan epidemiologi demam berdarah dengue di
Indonesia. Sari Pediatri 2009;10:424-32
3. RSUP Persahabatan (2010). Penyakit terbanyak rawat inap (SMF Anak) menurut
nomor ICD dan jenis penyakit. Jakarta: Rekam Medis
4. Raihan, Hadinegoro SRS, Tumbelaka AR. Faktor prognosis terjadinya syok pada
demam berdarah dengue. Sari Pediatri 2010;12:47-52
5. Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010.
Hal.155-181
6. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan. 2006. Hal. 1-43
7. Hardiono D., Sri Rezeki. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2004
8. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Demam Berdarah
Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol. II. E/15.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.20001. Hal 1134-1135
9. World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever.
India: WHO; 2011.p.1-67.
10. WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. 2009.
Hal 3-147
11. Pudjiadi AH dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi
Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2009.

Anda mungkin juga menyukai