Anda di halaman 1dari 168

Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia
KATA PENGANTAR
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
atas berkat dan rahmat-Nya Laporan Kinerja Kementerian
Kesehatan Tahun 2015 dapat disusun. Dokumen ini merupakan
wujud pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Kementerian Kesehatan serta bentuk akuntabilitas pencapaian
kinerja Kementerian Kesehatan.

Laporan ini berupaya menggambarkan berbagai capaian kinerja yang dapat diraih
oleh Kementerian Kesehatan selama Tahun 2015 dengan membandingkannya
terhadap target kinerja yang telah ditetapkan untuk Tahun 2015. Berbagai kebijakan
dan upaya telah dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan Kementerian
Kesehatan yaitu: 1) meningkatnya status kesehatan masyarakat; dan 2)
meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat
terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan.

Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusi dalam penyusunan laporan ini. Melalui penyusunan laporan ini kami
sangat mengharapkan adanya masukan umpan balik yang akan berguna dalam
proses perbaikan kinerja Kementerian Kesehatan di masa mendatang. Masukan dan
saran perbaikan sangat kami harapkan guna penyempurnaan di waktu yang akan
datang.

Jakarta, Februari 2016


Menteri Kesehatan

llr/l
l{-[ j
/
Prof. Dr. di. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K)
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR MENTERI KESEHATAN R.I

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN 1

: A. Latar Belakang 1

: B. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi 1

: C.lsu Strategis 4

BAB II : PERENCANAAN KINERJA 7


: A. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015- 7

2019
B. Perjanjian Kinerja Tahun 2015 20

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 25


A. Prestasi Kementerian Kesehatan 25
B. Capaian Kinerja Organisasi 32
C. Realisasi Anggaran 141

BAB IV PENUTUP 143

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 ll


Daftar Gambar Hal

Gambar 1 .1. Bagan Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan 3


Gambar 2.1. Peta Strategi Kementerian Kesehatan 8
Gambar 3.1. Regional Workshop on lncrease Access to Health Services for 29
ASEAN People in Collaboration with WHO. (Batam, lndonesia, 3 - 5 Maret
201 5)
Gambar 3.2. dh Meeting of ASEAN Working Group on Pandemic
Preparedness and Response (AWGPPR). Jakarta, Indonesia, 8 - 10
Desember 2015
Gambar 3.3. lbu Bersalin di Fasilitas Kesehatan di Kab. Bulukumba 36
Gambar 3.4. lbu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya. 37
Gambar 3.5. Realisasi Per Propinsi Indikator Persentase Kabupaten/Kota 45
Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2O15
Gambar 3.6. Salah satu sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Total 51
Berbasis Masyarakat (PAM- STBM) yang pada tahun 2015 dilaksanakan di
77 lokasi
Gambar 3.7. Penyelidikan Epidemiologi Kasus Rubella di Malang 55
Gambar 3.8. Pertemuan Congenital Rubella Syndrome 55
Gambar 3.9. Pelatihan Evaluasi SKDR Tingkat Nasional 55
Gambar 3.10. Salah satu pertemuan Penyusunan Dokumen Rencana 56
Kontijensi Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
diselenggarakan di Kota Bandung dihadiri oleh Subdit Kekarantinaan
Kesehatan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
Gambar 3.11. Rangkaian The ld lndonesian Conference on Tobacco or 62
Health
Gambar 3.12. Workshop Teknis Akreditasi FKTP yang diselenggarakan
pada tanggal 11-13 Mei 2015 di Jakarta
Gambar 3.13. Pelatihan Surveior Akreditasi FKTP yang Diselenggarakan 66
pada tgl 31 Agustus sd 10 September 2O15 di Yogyakarta
Gambar 3.14. Pelatihan TOT Pendamping Akreditasi FKTP yang 66
disefenggarakan pada tgl 5-19 April 2015 di Bapelkes Semarang
Gambar 3.15. Pelaksanaan Bimbingan Teknis di Rumah Sakit 73
Gambar 3.16. Peningkatan Kapasitas Pendamping Akreditasi di Rumah Sakit 73
Gambar 3.17. Sosialisasi penerapan katalog obat bagi industri farmasi 82
Tahun 2015 dijakarta
Gambar 3.18. Alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri tahun 2015 88
Gambar 3.19. Menteri Kesehatan Rl, Prof. Dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K) 88
membuka pameran alat kesehatan dan PKRT dalam negeri di Hall B Jakarta
Convention Center, Senayan Jakarta
Gambar 3.20. Pencanangan gerakan masyarakat cerdas menggunakan obat 94
oleh Menteri Kesehatan Rl tahun 2015
Gambar 3.21. Launching Faralkes Online oleh Menteri Kesehatan Republik 95
Indonesia

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tatrun 2015 lll


Gambar 3.22. Kegiatan Tim Nusantara Sehat Tahun 2015 99
Gambar 3.23. Pelaksanaan Penandatanganan MoU Kementerian Kesehatan 108
dengan Dunia Usaha
Gambar 3.24. Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat melalui Organisasa 112
Kemasyarakatan di Daerah Binaan.
Gambar 3.25. Kegiatan Training Center ACKM di LaboratoriumPoltekkes 132
Surabaya
Gambar 3.26. Tampilan Muka Aplikasi Komunikasi Data 138
Gambar 3.27. Tampilan Data Kesehatan Prioritas pada Aplikasi Komunikasi 138
Data
Gambar 3.28. Tampilan Muka Aplikasi SIKDA Generik 140

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 tv


Daftar Grafik Hal

(PF)
Grafik 3.1. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan 33
tahun 2015-2019
Grafik 3.2. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan 35
kesehatan (PF) tahun 2015
Grafik 3.3. Target persentase ibu hamil KEK tahun2015-2019 39
Memiliki
Grafik 3.4. Target dan Capaian Persentase Kabupaten/Kota yang 40
Kebijakan PHBS Tahun 2015
Grafik 3.5. Capaian Kab/Kota yang memiliki Kebijakan PHBS perProvinsi 41
Tahun 2015
Yang
Grafik 3.6. Target Dan Realisasi Indikator Persentase Kabupaten/Kota 45
Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015
Yang
Grafik 3.7. Realisasi Per Propinsi Indikator Persentase Kabupaten/Kota 46
Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015
Grafik 3.8. Penyandingan Capaian Kinerja Dan RealisasiAnggaran Indikator 46
Persentase Kabupaten/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan
Lingkungan
Tahun 2015
Grafik 3.9. Indikator dan realisasi persentase penurunan kasus PD3l tertentu 53
Tahun 2015
Grafik 3.10. Pencapaian Puskesmas yang TersertifikasiAkreditasi 68
Nasional
Grafik 3.1 1. Pencapaian RSUD yang Tersertifikasi Akreditasi 74
dan
Grafik 3.12.Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian 79
Alat Kesehatan Tahun 2015
dan
Grafik 3.13.Target dan realisasi indikator persentase ketersediaan obat 82
vaksin di puskesmas Tahun 2015
34
Grafik 3.14. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas di 83
provinsi Tahun 2015
34
Grafik 3.15. Jumlah item obat dan vaksin yang tersedia di puskesmas di 84
provinsi Tahun 2015
obat
Grafik 3.16. Target dan realisasi indikator jumlah bahan baku obat dan 87
tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeri
tahun 2015
Grafik 3.17. Target dan realisasi indikator persentase produk alat kesehatan 92
dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat tahun 2015
4
Grafik 3.18. Target dan Capaian RS Kab/Kota Kelas C yang memiliki 101
dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesiais penunjang
RS
Grafik 3.19. Perbandingan Target dan Capaian lndikator persentase 101
Kab/Kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter
spesialis penunjang Tahun 2015-2019
Grafik 3.20. Distribusi Bantuan PPDS/PPDGS Seluruh Angkatan 1O2
(kumulatif)
Grafik 3.21. SDM kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya 103
Grafik 3.22.Target dan Capaian Jumlah Dunia Usaha yang Memanfaatkan 1O7

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 v


CSR-nya untuk Program Kesehatan
yang
Grafik 3.23. Target dan Capaian Jumlah Organisasi Kemasyarakatan 111
Memanfaatkan Sumber Dayanya untuk Mendukung Kesehatan
Memenuhi
Grafik 3.24.Target dan Realisasi Pejabat Struktural yang 135
Kompetensi
Grafik 3.25. Target danRealisasi SKP Min. Baik 136
Grafik 3.26. Persentase Capaian Indikator Kabupaten Kota yang Melaporkan 139
Data Kesehatan Prioritas
Grafik 3.27. Presentase Realisasi Per Jenis Belanja 142
Grafik 3.28. Realisasi Per Kewenangan 142

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


DaftarTabel Hal

Tabel 2.1. Perjanjian Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 20


Tabel 3.1. Capaian Indikator Kinerja Program Kefarmasian danAlat 78
Kesehatan Tahun 2015
Tabel 3.2.Target, realisasi dan capaian indikator persentase ketersediaan 81
obat dan vaksin di puskesmas tahun 2015
obat
Tabel 3.3. Target, realisasi dan capaian indikator jumlah bahan baku 86
dan obat tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam
negeri tahun 2015
Tabel 3.4. Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional yang 87
Diproduksi di Dalam Negeri Tahun 2015
alat
Tabel 3.5. Target, realisasi dan capaian indikator percentase produk 91
kesehatan dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat tahun 2015
dokter
Tabel 3.6. Target dan Capaian RS Kab/Kota Kelas C yang memiliki 4 100
spesialis dasar dan 3 dokter spesiais penunjang
Tabel 3.7. Alokasi dan realisasi anggaran Badan PPSDM Kesehatan per 105
Kegiatan
Tabel 3.8. Daftar Kementerian dengan Dukungan Program Pembangunan 105
Kesehatan Tahun 2015
Tabel 3.9. Dokumen Kesepakatan dan lmplementasi Kerja Sama Pusat 115
Kerjasama Luar Negeri, Tahun 2015
Tabel 3.10. Capaian Target Kinerja Tahun 2O1O - 2015 Pusat Kerjasama 1 18

Luar Negeri
Tabel 3.1 1. Capaian Target Kinerja Tahun 2015 - 2019 PusatKerjasama 1 18

Luar Negeri
Tabel 3.12. Sasaran dan IKP Badan Litbang Kesehatan Tahun 2015 123
Tabel 3.13. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2015 dengan Target 124
Jangka Menengah pada Renstra 2015-2019
Tabel 3.14. Capaian Indikator Jumlah Penelitian yang Didaftarkan HKI Tahun 125
2015
Tabel 3.15. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2015 dengan Target 127
Jangka Menengah pada Renstra 2015-2019
Tabel 3.16. Judul Rekomendasi Kebijakan yang telah Diadvokasikanpada 128
Tahun 2015
Tabel 3.17. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2015 dengan Target 130
Jangka Menengah pada Renstra 2015-2019
Tabel 3.18. Capaian indikator ini dihitung dengan cara: 133

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 vii


IKHTISAR EKSEKUTIF

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 merupakan sarana


untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja Menteri Kesehatan
beserta jajarannya kepada Presiden Rl dan seluruh pemangku kepentingan
baik yang terkait langsung maupun tidak langsung. Selain itu Laporan Kinerja
Kementerian Kesehatan merupakan wujud dari pertanggungjawaban atas
kinerja pencapaian visi dan misi yang dijabarkan dalam tujuan/sasaran
strategis. Tujuan/sasaran strategis tersebut mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Tahun 2015 merupakan tonggak awal dimulainya era pemerintahan baru


dengan visi dan misi Presiden terpilih. Tahun 2015 adalah tahun perdana dari
pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019 yang sekaligus tahun awal pelaksanaan Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahu n 201 5-2019.

Dari 30 Indikator Kinerja pada 12 Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan


yang dijanjikan oleh Menteri Kesehatan pada dokumen Perjanjian Kinerja
Tahun 2015, terdapat 25 Indikator Kinerja Sasaran Strategis yang memiliki
kinerja sesuai atau melebih target yaitu:
1. Persentase persalinan di fasilitas kesehatan tercapai 78,43o/o dari

target 75o/o atau 104,57o/o dari yang ditargetkan'


2. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) tercapai sebesar
13,3o/o dari target yang ditetapkan tidak lebih dari24,2o/o. Capaian yang
lebih kecil ini dapat dimaknai sebagai hal yang baik karena

memperlihatkan bahwa jumlah ibu hamil yang mengalami KEK lebih


sedikit dari jumlah maksimal yang ditargetkan pada tahun 2015 atau
dengan kata lain jumlah ibu hamil dengan kondisi kesehatan yang baik
lebih banyak dari yang ditargetkan.
3. Persentase kabupaten/kota yang memiliki Kebijakan PHBS tercapai
228 kabupaten/kota. Jumlah kabupaten/tersebut sama dengan 44o/o
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 20L5
dari jumlah seluruh kabupaten/kota. Dengan demikian capaian
indikator ini sama dengan 110o/o dari target yang ditetapkan pada
tahun 2015.
4. Persentase kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan
lingkungan tercapai sebanyak 142 kabupaten/kota dari total 514
kabupaten/kota atau sebesar 27 ,630/o atau sebesar 138,15% dari yang
ditargetkan.
5. Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi tertentu (PD3l) tercapai sebesar 11,2o/o dari yang ditargetkan
sebesar 7% pada tahun 2015. Semakin tinggi persentasenya
menunjukkan semakin besar penurunan kasus penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi tertentu.
6. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas tercapai
sebesar 79,38o/o dari target 77o/o pada tahun 2015 atau mencapai
103,09%.
7. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta Alat Kesehatan
(Alkes) yang diproduksi di dalam negeri (kumulatif) telah mencapai 11

dariT yang ditargetkan pada tahun 2015 atau mencapai157,14o/o.


8. Persentase produk Alkes dan PKRT di peredaran yang memenuhi
syarat mencapai 78,18o/o dari target 75o/o atau mencapai 104,24o/o dari
yang telah ditargetkan pada tahun 2015.
9. Persentase RS Kabupaten/Kota kelas C yang memiliki 4 dokter

spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang berhasil mencapai


35% dari target 30% pada tahun 2015 atau mencapai 117o/o dari target
yang ditetapkan.
10.Jumlah SDM kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya (kumulatif)
tercapai 13.003 orang dari target sebanyak 10.200 orang SDM
Kesehatan atau 127o/o daritarget.
11.Jumlah kementerian lain yang mendukung pembangunan kesehatan
tercapai sebanyak 12 dari 34 kementerian yang ada atau 35, 29o/o'
Capaian ini melebih target yang ditetapkan pada tahun 2015 yaitu
sebesar 20o/o dari seluruh kementerian.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 tx


12.Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program
kesehatan telah mencapai 5 dunia usaha dari 4 dunia usaha yang
ditargetkan atau mencapai 125%.
13.Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber
dayanya untuk mendukung kesehatan telah tercapai 3 organisasi
kemasyarakatan dari 3 organisasi kemasyarakatan yang ditargetkan
atau mencapai 100% dari target pada tahun 2015.
14.Jumlah kesepakatan kerjasama luar negeri di bidang kesehatan yang
diimplementasikan telah tercapai 100% sesuai target pada tahun 2015
yakni 8 dokumen kesepakatan kerjasama luar negeri.
15.Jumlah provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan anggaran
kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber telah tercapai 100% dari
target pada tahun 2015 yaitu sebanyak 9 provinsi.
16.Jumlah rekomendasi monitoring evaluasi terpadu tercapai 100% dari
target pada tahun 2015 yakni sebanyak 34 rekomendasi.
17.Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI telah mencapai 14 dari
target 13 hasil penelitian atau tercapai 107,690/o dari target pada tahun
2015.
18.Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan
kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan
atau pemangku kepentingan tercapai 100% dari yang ditargetkan pada
tahun 2015 yakni sebanyak 24 rekomendasi.
19.Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang
kesehatan dan gizi masyarakat tercapai 100o/o dari yang ditargetkan
pada tahun 2015 yakni sebanyak 1 laporan.
20. Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan
kerugian negara 31o/o telah tercapai 98,58% dari target sebanyak 88%
atau sebesar 112% dari target.
21. Persentase pejabat struktural di lingkungan Kementerian Kesehatan
yang kompetensinya sesuai persyaratan jabatan tercapai sebanyak
73,17o/o dari target 60% atau mencapai 121,95o/o dari target.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


22. Persentase pegawai Kementerian Kesehatan dengan nilai kinerja
minimal baik tercapai sebanyak 85,460/o dari target sebesar 80% atau
mencapai 106,8% daritargetnya pada tahun 2015.
23. Persentase Kab/Kota yang melaporkan data kesehatan prioritas
secara lengkap dan tepat waktu telah tercapai 61 ,7o/o dari target 30%
pada tahun 2015 atau mencapai 205,670/o dari targetnya.
24. Persentase tersedianya jaringan komunikasi data yang diperuntukkan
untuk akses pelayanan e-health telah tercapai 10,5o/o dari target
sebesar 10% pada tahun 2015 atau mencapai 1 05%'
25.Jumlah Puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga kesehatan
tercapai sebanyak 1.200 puskesmas dari 1.200 puskesmas yang
ditargetkan pada tahun 2015. Kementerian Kesehatan terus berupaya
memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di seluruh wilayah lndonesia
antara lain melalui penempatan tenaga kesehatan berbasis tim (team
based) dengan Program Nusantara Sehat. Meskipun demikian upaya-
upaya dari Kementerian Kesehatan sangat membutuhkan dukungan
terutama dari pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

Terdapat pula Indikator Kinerja Sasaran Strategis yang belum mencapai


target yaitu:
1. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi
wabah tercapai 29 kabupaten/kota dari target sebanyak 31
kabupaten/kota atau baru tercapai 93,5% dari yang ditargetkan pada
tahun 2015.
2. Jumlah Kecamatan yang memiliki minimal 1 puskesmas yang
tersertifikasi akreditasi baru tercapai 93 kecamatan dari target
sebanyak 350 kecamatan pada tahun 2015 atau baru sebesar 26,57o/o.
Capaian yang belum sesuai harapan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
anggaran, waktu, sumber daya manusia, dan sarana.
3. Kabupaten/Kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi
akreditasi nasional tercapai sebanyak 50 kabupaten/kota. Angka
capaian ini masih di bawah target pada tahun 2015 sebanyak 94
Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015
kabupaten/kota atau baru tercapai 53,19%. anggaran, waktu, sumber
daya manusia, dan Sarana prasarana menjadi faktor yang berpengaruh
dalam pencapaian target indikator ini.

Dalam tahun 2015, terdapat pula indikator yang belum dapat dinilai
keberhasilan atau kegagalannya karena data capaian belum tersedia, yaitu:
1. Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia S 18 tahun.
lndikator ini baru dapat diketahui capaiannya melalui pelaksanaan
survey nasional kesehatan yang direncanakan dilaksanakan pada
tahun 2016. Dengan demikian cata capaian pada tahun 2015 masih
belum dapat disajikan.
2. Persentase Kab/Kota yang mendapat predikat baik dalam pelaksanaan
SPM. Indikator ini masih menggunakan data pengukuran tahun 2014
karena data capaian SPM tahun 2015 baru akan dilaporkan oleh
kabupaten/kota pada tahun 2016.

Untuk kinerja keuangan pada tahun 2015, realisasi anggaran mencapai


90,4o/o dari alokasi anggaran yang tersedia.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 xll


::t oH e t'"
k ; rii{ ;$
r l*',

4 -eg i+
{b
I !\$e ffi[g 't+
4 t
ffi tnw ,t*
a ! lbn it"
ffire |
,'t>
|tue
.a
IE ,
.'b
t\,+

I !l}
M ttt 'rr ip
,

ro
t
liiji
I {fl.t' lsilF i: r;..
m ffi'tk., !} Irl" t tilx

t I
I
il ill*# t>
!ffi si
lwr
1s{F

{Mi.
*s+at
a& ,*l Eft
I
i$:i
i .lF
t t fiu xJ,ll i$ #t 4rt ffi tst
t n Em, t
.l
:ID f$[ AT 'ffsmg
.i"' ,.I
n 4 mx $s #r
re il |rk" d{Fr tq
I a
sr|[.i
.G;
ffi wk qr a !#

t "{
I IF
r

a
j{ra tl a
I

t I
[F
F

-
q+
IF
: "rt
D rlh
4
ID aa
a
-ttD

'i

i
\
I

'ffii
tC,
G
tl
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kementerian Kesehatan dibentuk dalam rangka membantu Presiden Republik
Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan negara di bidang
kesehatan.

Kementerian Kesehatan berperan strategis dalam rangka mewujudkan Visi


Presiden Republik Indonesia 2015-20'19 yakni 'Terwujudnya Indonesia yang
Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong royong" dan
pelaksanaan 7 misi pembangunan, khususnya misi ke-4: mewujudkan
kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera.
Kementerian Kesehatan juga memiliki peran penting dalam rangka mencapai
9 agenda prioritas nasional yang dikenal dengan Nawacita, terutama agenda
ke-S: meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

Laporan Kinerja ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban


Kementerian Kesehatan atas pelaksanaan tugas dan fungsi selama Tahun
2015 dan alat bantu dalam upaya perbaikan Kementerian Kesehatan secara
berkesinambungan di masa yang akan datang. Dalam rangka pemenuhan
aspek akuntabilitas, Laporan Kinerja ini disusun guna memenuhi amanat
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53
Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja
dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

B. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi


Tugas dan fungsi serta Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan pada
Tahun 2015 masih berpedoman kepada Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun
2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang
dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.

Sesuai peraturan dimaksud, tugas Kementerian Kesehatan adalah


menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam
melaksanakan tugas tersebut Kementerian Kesehatan mempunyai fungsi: 1)
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan; 2)
pengelolaan barang miliUkekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan; 3) pengawasan atas pelaksanaan tugas di
lingkungan Kementerian Kesehatan; 4) pelaksanaan bimbingan teknis dan
supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah; dan 5)
pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, Menteri Kesehatan dibantu


oleh 8 unit eselon l, 5 Staf Ahli, dan 8 Pusat. Selain itu, Menteri Kesehatan
juga mengelola dukungan administrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia
(KKl) yang dijalankan oleh Sekretariat KKl. Bagan struktur organisasi
Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada gambar berikut:

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 2


I.AiPIRA}| PRATURAN TEilTER XEf,}tATAX
IOAOR : ll{/AfEN(ES/PER/Vlll/mlo
TA{GGAI : l9Ag6t620i0

1gdr'fiRTffitiffib STRU KTUR ORGANISASI KEAAENTERIAN KESEHATAN


ffi
2Utrfrht{-A Pd.nry-
t|q.i{
! g/ALad ffiF FlqHo
1UtrSffiuKstu
Xffirie ILd&r*
5 YffiEdlr.Colrd

Gambar 1.1. Bagan Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

Struktur organisasi Kementerian Kesehatan sebagaimana tergambarkan di


atas didukung oleh sumber daya manusia sebanyak 50.252 orang pegawai
yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan maupun bidang lain yang
diperlukan seperti ekonomi, manajemen, keuangan, hukum, dan sebagainya.
Pegawai tersebut ditempatkan di seluruh unit eselon I baik di kantor pusat
maupun daerah. Perimbangan dari sisijenis kelamin adalah sebanyak 19.304
orang atau 39 persen adalah laki-laki dan 30.948 orang atau 61 persen
perempuan. Pegawai Kementerian Kesehatan tersebar ke dalam unit utama
sebagai berikut: 1) Sekretariat Jenderal sebanyak2.457 orang; 2) Inspektorat
Jenderal sebanyak 324 orang; 3) Ditjen Bina Upaya Kesehatan sebanyak
34.378 orang; 4) Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
sebanyak 4.557 orang; 5) Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan lbu dan Anak
sebanyak 525 orang; 6) Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
sebanyak 259 orang; 7) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 3


sebanyak 1.389 orang; dan 8) Badan PPSDM Kesehatan sebanyak 9.788
orang.

C. lsu Strategis
Dalam pelaksanaan rencana kerja Kementerian Kesehatan, terdapat
beberapa isu strategis atau permasalahan yang perlu mendapat perhatian,
yaitu:
1. Besarnya jumlah penduduk Indonesia
Pada Tahun 2015 Indonesia berpenduduk 256.461.700 jiwa sementara
laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah 1,19o/o per tahun.
Diperkirakan dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar itu, pada tahun
2030Indonesia akan memiliki penduduk sebanyak 268.074.600 jiwa.
Jumlah penduduk yang besar dan laju pertumbuhannya yang tinggi akan
berdampak pada layanan kesehatan yang harus disediakan oleh
pemerintah. Dua permasalahan yang harus dihadapi adalah isu penduduk
miskin dan penduduk lanjut usia (lansia). Dengan bertambahnya
penduduk miskin berimplikasi makin besarnya biaya kesehatan yang
harus ditanggung oleh pemerintah. Meningkatnya populasi lansia
berakibat 1) meningkatnya kebutuhan layanan sekunder dan tersier; 2)
meningkatnya kebutuhan layanan home care; dan 3) meningkatnya biaya
kesehatan.

2. Disparitas status kesehatan


Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat
namun masih terdapat kesenjangan status kesehatan baik antar tingkat
social ekonomi, antar kawasan, dan antar wilayah perkotaan-perdesaaan.
Pada golongan masyarakat miskin angka kematian bayi dan angka
kematian balita hampir empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan
golongan terkaya. Angka kematian bayi dan angka kematian ibu
melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan, kawasan timur Indonesia,
serta penduduk dengan tingkat pendidikan rendah.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 4


3. Pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Pemberlakuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan
bagian dari SJSN menuntut dilakukannya peningkatan akses dan mutu
pelayanan kesehatan, baik pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, serta perbaikan system
rujukan pelayanan kesehatan. Bersamaan dengan bertambahnya jumlah
peserta JKN yang mencapai 127.763.851 orang atau 105,1o/o dari target
perlu diimbangi dengan peningkatan jumlah fasilitas kesehatan guna
menghindari terjadinya antrian panjang yang dapat menurunkan kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan.

4. Pemberlakuan ASEAN Commundy (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA)

Mulai 1 Januari 2016 ASEAN Community atau Masyarakat Ekonomi


ASEAN (MEA) akan efektif berlaku. lmplementasinya mencakup
liberalisasi perdagangan barang dan jasa serta investasi sektor
kesehatan. lsu pokok yang harus segera direspon oleh Indonesia adalah
daya saing (competitiveness).

Pembenahan daya saing perlu segera dilakukan di fasilitas kesehatan baik


aspek sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarananya,
maupun aspek manajemennya. Untuk menjawab hal tersebut, akreditasi
fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dan lain-lain)
harus dilakukan secara serius, terencana, dan dalam tempo yang tidak
terlalu lama. Pada aspek daya saing tenaga kesehatan, perlu dilakukan
peningkatan mutu institusi pendidikan tenaga kesehatan melalui
pembenahan dan akreditasi.

5. MDGs dan SDGs


Tahun 2015 adalah tahun terakhir pelaksanaan agenda Millenium
Development Goals (MDGs). MDGs diakui keberhasilannya sebagai
pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan pembangunan masyarakat, khususnya dalam bentuk

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 5


dukungan politik. Keberhasilan MDGs akan dilanjutkan dengan program
yang disebut dengan Susfarn able Development Goals (SDGs). Sebagian
indikator dari SDGs akan berada dalam cakupan tugas dan fungsi
Kementerian Kesehatan yang dapat dimaknai dengan penempatan
sasaran terkait kesehatan dalam prioritas politik yang tinggi.
D. Sistematika Laporan Kineria
1. Bab I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan
kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic
issue) yang sedang dihadapi organisasi.

2. Bab ll Perencanaan Kinerja


Bab ini menguraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja Kementerian
Kesehatan Tahun 2015.

3. Bab lllAkuntabilitas Kinerja


a. Capaian Kinerja Organisasi
Sub bab ini menyajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap
pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil
pengukuran kinerja organisasi.

b. RealisasiAnggaran
Sub bab ini menguraikan tentang realisasi anggaran yang digunakan
dan telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai
dengan dokumen Perjanjian Kinerja.

4. Bab lV Penutup
Bab ini menguraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta
langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk
meningkatkan kinerjanya.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 6


BAB II PERENCANAAN KINERJA

A. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019


Tahun 2015 adalah tahun pertama dari pelaksanaan Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Berbeda dengan Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2010, Renstra Tahun 2015-2019
tidak lagi mencantumkan visi dan misi Kementerian Kesehatan namun langsung
terikat dengan visi dan misi Presiden Republik Indonesia yaitu "Terwujudnya
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong
Royong". Misi Kementerian Kesehatan pun mengikuti atau bersifat mendukung
perwujudan misi pembangunan serta 9 Agenda Prioritas yang dikenal dengan
Nawacita.

Dengan memperhatikan visi dan misi Presiden dimaksud, Kementerian


Kesehatan kemudian menetapkan dua tujuan Kementerian Kesehatan pada
Tahun 2015-2019, yaitu: 1) meningkatnya status kesehatan masyarakat; dan 2)
meningkatnya daya tanggap (responsrveness) dan perlindungan masyarakat
terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan. Kedua tujuan indikator
Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau outcome).

Dalam rangka mencapaitujuan Kementerian Kesehatan, telah ditetapkan strategi


Kementerian Kesehatan seperti dalam gambar berikut:

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


c
o
o
-c
o
o
o
Y
co
.E
o
c
o
E
o
Y
'6,
o
o
a
o
co
F
c.i
o
Il
E
G
o
rn
e{
o
(\
c
J
E(o

c
|!
P
|!
0)
6
o
:z
c(o
HFgistgeii*iii L
o
c,
o
E
o
Y
(!
o
c
!z
c(U
o
q
(!
-t
Strategi Kementerian Kesehatan disusun sebagai jalinan strategi dan tahapan-
tahapan pencapaian tujuan Kementerian Kesehatan baik yang tertuang dalam
Tujuan Satu (T1) maupun Tujuan Dua (T2). Kedua tujuan tersebut diarahkan
dalam rangka pencapaian visi dan misi Presiden.

Guna mencapai kedua tujuan tersebut, ditetapkanlah 12 Sasaran Strategis


Kementerian Kesehatan yang harus diwujudkan sebagai arah dan prioritas
strategis dalam lima tahun mendatang. Kedua belas Sasaran Strategis tersebut
membentuk suatu hipotesis jalinan sebab-akibat untuk mewujudkan tercapainya
T1 dan T2.

Dua belas Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan dikelompokkan menjadi


tiga, yaitu: 1) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek input (organisasi, sumber
daya manusia, dan manajemen); 2) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek
penguatan kelembagaan; dan 3) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek upaya
strategic.

A. Kelompok Sasaran Strategis pada aspek input adalah sebagai berikut:


1. SS1: Meningkatkan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Bersih
Strategi untuk meningkatkan tata kelola pemerintah yang baik dan bersih
meliputi:
a. Mendorong pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, ekonomis dan
ketaatan pada peraturan perundang-undangan.
b. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dengan memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan.
c. Mewujudkan pengawasan yang bermutu untuk menghasilkan Laporan
Hasil Pengawasan (LHP) sesuai dengan kebutuhan pemangku
kepentingan.
d. Mewujudkan tata kelola manajemen Inspektorat Jenderal yang
transparan dan akuntabel.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Meningkatkan Kompetensi dan Kinerja Aparatur Kementerian Kesehatan
Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain:
a. Menyusun standar kompetensijabatan struktural untuk semua eselon
b. Mengembangkan sistem kaderisasi secara terbuka di intemal
Kementerian Kesehatan, misalnya dengan lelang jabatan untuk Eselon
1 dan2.

3. Meningkatkan Sistem Informasi Kesehatan Terintegrasi


Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:
a. Mengembangkan "real time monitoingl untuk seluruh Indikator Kinerja
Program (lKP) dan Indikator Kinerja Kegiatan (lKK) Kementerian
Kesehatan.
b. Meningkatkan kemampuan SDM pengelola informasi di tingkat
kab/kota dan provinsi sehingga profil kesehatan bisa terbit setiap bulan
April.

B. Kelompok Sasaran Strategis pada aspek penguatan kelembagaan:


4. Meningkatkan Sinergitas Antar Kementerian/Lembaga
Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:
a. Menyusun rencana aksi nasional program prioritas pembangunan
kesehatan.
b. Membuat forum komunikasi untuk menjamin sinergi antar
Kementerian/Lembaga (1(/L).

5. Meningkatkan Daya Guna Kemitraan (Dalam dan Luar Negeri)


Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:
a. Menyusun roadmap kerjasama dalam dan luar negeri.
b. Membuat aturan kerja sama yang mengisi roadmap yang sudah
disusun.
c. Membuat forum komunikasi antar stakeholders untuk mengetahui
efektivitas kemitraan baik dengan institusi dalam maupun luar negeri.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


6. Meningkatkan Integrasi Perencanaan, Bimbingan Teknis dan
Pemantauan Evaluasi
Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:
a. Penetapan fokus dan lokus pembangunan kesehatan.
b. Penyediaan kebijakan teknis integrasi perencanaan dan monitoring
dan evaluasi terpadu.
c. Peningkatan kompetensi perencana dan pengevaluasi Pusat dan
Daerah.
d. Peningkatan kualitas dan pemanfaatan hasil monitoring dan evaluasi
terpadu.

7. Meningkatkan Efektivitas Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Strategi ini akan dilakukan melalui berbagal upaya antara lain:
a. Memperluas kerjasama penelitian dalam lingkup nasional dan
internasional yang melibatkan Kementerian/Lembaga lain, perguruan
tinggi dan pemerintah daerah dengan perjanjian kerjasama yang saling
menguntungkan dan percepatan proses alih teknologi.
b. Menguatkan jejaring penelitian dan jejaring laboratorium dalam
mendukung upaya penelitian dan sistem pelayanan kesehatan
nasional.
c. Aktif membangun aliansi mitra strategic dengan Kementerian/Lembaga
Non Kementerian, Pemda, dunia usaha dan akademisi.
d. Meningkatkan diseminasi dan advokasi pemanfaatan hasil penelitian
dan pengembangan untuk kebutuhan program dan kebijakan
kesehatan.
e. Melaksanakan penelitian dan pengembangan mengacu pada
Kebijakan Kementerian Kesehatan dan Rencana Kebijakan Prioritas
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tahun 2015-2019.
f. Pengembangan sarana, prasarana, sumber daya dan regulasi dalam
pelaksanaan penelitian dan pengembangan.

[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


C. Kelompok Sasaran Strategis pada aspek upaya strategic
8. Meningkatkan Kesehatan Masyarakat
Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
mencakup pelayanan kesehatan bagi seluruh kelompok usia mengikuti
siklus hidup sejak dari bayi sampai anak, remaja, kelompok usia
produktif, maternal, dan kelompok usia lanjut (Lansia), yang dilakukan
antara lain melalui:
a. Melaksanakan penyuluhan kesehatan, advokasi dan menggalang
kemitraan dengan berbagai pelaku pembangunan termasuk
pemerintah daerah.
b. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan peran
serta masyarakat dalam bidang kesehatan.
c. Meningkatkan jumlah dan kemampuan tenaga penyuluh kesehatan
masyarakaUdan tenaga kesehatan lainnya dalam hal promosi
kesehatan.
d. Mengembangkan metode dan teknologi promosi kesehatan yang
sejalan dengan perubahan dinamis masyarakat.

9. MeningkatkanPengendalianPenyakit
1) Untuk mengendalikan penyakit menular maka strategi yang dilakukan
melalui:
Perluasan cakupan akses masyarakat (termasuk skrining cepat bila
ada dugaan potensi meningkatnya kejadian penyakit menular
seperti Mass Blood Suruey untuk malaria) dalam memperoleh
pelayanan kesehatan terkait penyakit menular terutama di daerah-
daerah yang berada di perbatasan, kepulauan dan terpencil untuk
menjamin upaya memutus mata rantai penularan.
Untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan penanggulangan
penyakit menular dibutuhkan strategi innovative dengan
memberikan otoritas pada petugas kesehatan masyarakat (Public

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Health Officer), terutama hak akses pengamatan faktor risiko dan
penyakit dan penentuan langkah penanggulangannya.
Mendorong keterlibatan masyarakat dalam membantu upaya
pengendalian penyakit melalui community base surueillance
berbasis masyarakat untuk melakukan pengamatan terhadap hal-
hal yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dan
melaporkannya kepada petugas kesehatan agar dapat dilakukan
respon dini sehingga permasalahan kesehatan tidak terjadi.
d. Meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dalam pengendalian
penyakit menular seperti tenaga epidemiologi, sanitasi dan
laboratorium.
e. Peningkatan peran daerah khususnya kabupaten/kota yang
menjadi daerah pintu masuk negara dalam mendukung
implementasi pelaksanaan International Health Regulation (lHR)
untuk upaya cegah tangkal terhadap masuk dan keluarnya penyakit
yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
f. Menjamin ketersediaan obat dan vaksin serta alat diagnostik cepat
untuk pengendalian penyakit menular secara cepat.

2) Untuk penyakit tidak menular maka perlu melakukan deteksi dini


secara proaktif mengunjungi masyarakat karena Tt penderita tidak
tahu kalau dirinya menderita penyakit tidak menular terutama pada
para pekerja. Di samping itu perlu mendorong kabupaten/kota yang
memiliki kebijakan PHBS untuk menerapkan kawasan bebas asap
rokok agar mampu membatasi ruang gerak para perokok.

3) Meningkatnya kesehatan lingkungan, strateginya adalah:


a. Penyusunan regulasi daerah dalam bentuk peraturan Gubernur,
Walikota/Bupati yang dapat mengerakkan sektor lain di daerah
berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan penyehatan lingkungan
seperti peningkatan ketersediaan sanitasi dan air minum layak
serta tatanan kawasan sehat.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 13


b. Meningkatkan pemanfaatan tenologi tepat guna sesuai dengan
kemampuan dan kondisi permasalahan kesehatan lingkungan di
masing-masing daerah.
c. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam wirausaha sanitasi.
d. Penguatan POKJA Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)
melalui pertemuan jejaring AMPL, Pembagian peran SKPD dalam
mendukung peningkatan akses air minum dan sanitasi.
e. Peningkatan peran Puskesmas dalam pencapaian
kecamatan/kabupaten Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)
minimal satu Puskesmas memiliki satu Desa SBS.
f. Meningkatkan peran daerah potensial yang melaksanakan strategi
adaptasi dampak kesehatan akibat perubahan iklim.

10. Meningkatkan Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Untuk meningkatkan akses dan mutu Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP), maka upaya yang akan dilakukan adalah:
a. Mewujudkan ketepatan alokasi anggaran dalam rangka pemenuhan
sarana prasarana dan alat kesehatan yang sesuai standar.
b. Optimalisasi fungsi FKTP, dimana tiap kecamatan memiliki minimal
satu Puskesmas yang memenuhi standar.
c. Mewujdukan dukungan regulasi yaitu melalui penyusunan kebijakan
dan NSPK FKTP.
d. Mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan nakes antara lain melalui
penguatan konsep dan kompetensi Dokter Layanan Primer (DLP) serta
nakes strategis.
e. Mewujudkan penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan
ke Pemerintah Daerah dalam rangka penguatan manajemen
Puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
f. Mewujudkan sistem manajemen kinerja FKTP melalui instumen
penilaian kinerja.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 L4


Untuk meningkatkan akses dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan, maka strategi yang akan dilakukan adalah:
a. Mewujudkan ketepatan alokasi anggaran dalam rangka pmenuhan
sarana prasarana dan alat kesehatan di RS yang sesuai standar.
b. Mewujudkan penerapan sistem manajemen kinerja RS sehingga
terjamin implementasi Pafient Safety, standar pelayanan kedokteran
dan standar pelayanan keperawatan.
c. Mewujudkan penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan
untuk percepatan mutu pelayanan kesehatan serta mendorong RSUD
menjadi BLUD.
d. Optimalisasi peran UPT vertikal dalam dalam mengampu Fasyankes
daerah.
e. Mewujudkan berbagai layanan unggulan (penanganan kasus tersier)
pada Rumah Sakit rujukan nasional secara terintegrasi dalam
academic health sysfem.
f. Mewujudkan penguatan sistem rujukan dengan mengembangkan
sistem regionalisasi rujukan pada tiap provinsi (satu rumah sakit
rujukan regional untuk beberapa kabupaten/kota) dan sistem rujukan
nasional (satu Rumah Sakit rujukan nasional untuk beberapa provinsi).
g. Mewujudkan kemitraan yang berdaya guna tinggi melalui program
srsfer hospital, kemitraan dengan pihak swasta, KSO alat medis, dan
lain-lain.
h. Mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan tenaga kesehatan.

11. Meningkatkan Jumlah, Jenis, Kualitas dan Pemerataan Tenaga


Kesehatan
Strategi ini akan dilakukan melalui berbagai upaya antara lain:
a. Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan berbasis Tim (Team Based).
b. Peningkatan distribusi tenaga yang terintegrasi, mengikat, dan lokal
spesifik.
c. Pengembangan insentif baik material dan non material untuk tenaga
kesehatan dan SDM Kesehatan.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 15


d. Peningkatan produksi SDM Kesehatan yang bermutu.
e. Penerapan mekanisme registrasi dan lisensi tenaga dengan uji

kompetensi pada seluruh tenaga kesehatan.


t. Peningkatan mutu pelatihan melalui akreditasi pelatihan.
g. Pengendalian peserta pendidikan dan hasil pendidikan.
h. Peningkatan pendidikan dan pelatihan jarak jauh.
i. Peningkatan pelatihan yang berbasis kompetensi dan persyaratan
jabatan.
j. Pengembangan sistem kinerja.

12. Meningkatkan Akses, Kemandirian dan Mutu Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.
Untuk mewujudkan kemandirian bahan baku obat dibutuhkan komitmen
politik yang tinggi. Strategi yang perlu dilakukan dari berbagai upaya
antara lain:
a. Regulasi perusahaan farmasi memproduksi bahan baku dan obat
tradisional dan menggunakannya dalam produksi obat dan obat
tradisional dalam negeri, serta bentuk insentif bagi percepatan
kemandirian nasional.
b. Regulasi penguatan kelembagaan dan sistem pengawasan pre dan
post markef alat kesehatan.

c. Pokja ABGC dalam pengembangan dan produksi bahan baku obat,


obat tradisional dan alat kesehatan dalam negeri.
d. Regulasi penguatan penggunaan dan pembinaan industri alat
kesehatan dalam negeri.
e. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dan tenaga
kesehatan tentang pentingnya kemandirian bahan baku obat, obat
tradisional dan alat kesehatan dalam negeri yang berkualitas dan
terjangkau.
f. Mewujudkan Instalasi Farmasi Nasional sebagai center of escellence
manajemen pengelolaan obat, vaksin dan perbekkes di sektor publik.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 15


g. Memperkuat tata laksana HTA dan pelaksanaannya dalam seleksi obat
dan alat kesehatan untuk program pemerintah maupun manfaat paket
JKN.
h. Percepatan tersedianya produk generik bagi obatobat yang baru habis
masa patennya.
i. Membangun sistem informasi dan jaringan informasi terintegrasi di
bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
j. Menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan strategis,
termasuk menyelenggarakan program PTT untuk mendorong
pemerataan distribusinya.
k. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat
rasional melalui penguatan manajerial, regulasi, edukasi serta sistem
monitoring dan evaluasi.

Sasaran yang menjadi indikator kinerja pada masing-masing 12 Sasaran


Strategis sebagai berikut:

1. Sasaran Strategis Kesatu: Meningkatnya Kesehatan Masyarakat, dengan


sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya persentase persalinan di fasilitas kesehatan;
b. Menurunnya persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik;
c. Meningkatnya persentase kabupaten dan kota yang memiliki kebijakan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

2. Sasaran Strategis Kedua: Meningkatnya Pengendalian Penyakit, dengan


sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan;
b. Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan lmunisasi (PD3l)
tertentu;
c. Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi
wabah:

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 t7


d. Menurunnya prevalensi merokok pada usia s 18 Tahun.

3. Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dengan

sasaran yang akan dicapai adalah:


a. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang
terakreditasi;
b. Jumlah kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang terakreditasi.
4. Meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas;
b. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alat kesehatan yang

diproduksi di dalam negeri;


c. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT di peredaran yang
memenuhi syarat.

5. Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas dan Pemerataan Tenaga Kesehatan,


dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah Puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga kesehatan;
b. Persentase RS kab/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar
dan 3 dokter spesialis penunjang;
c. Jumlah SDM Kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya.

6. Meningkatnya sinergitas antar Kementerian/Lembaga, dengan sasaran yang


akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya jumlah kementerian lain yang mendukung pembangungan
kesehatan,
b. Meningkatnya persentase kab/kota yang mendapat predikat baik dalam
pelaksanaan SPM.

7. Meningkatnya daya guna kemitraan dalam dan luar negeri, dengan sasaran
yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan;

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 18


b' Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya
untuk mendukung kesehatan;
c. Jumlah kesepakatan kerjasama luar negeri di bidang kesehatan yang
diimplementasikan.

8. Meningkatnya integrasi perencanaan, bimbingan teknis dan pemantauan-


evaluasi, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a' Jumlah provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan anggaran
kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber;
b. Jumlah rekomendasi monitoring evaluasi terpadu.

9. Meningkatnya efektivitas penelitian dan pengembangan kesehatan, dengan


sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI;
b' Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan
kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau
pemangku kepentingan;
c- Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan
dan gizi masyarakat.

10. Meningkatnya tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih, dengan
sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan kerugian
negara 31o/o.

11. Meningkatnya kompetensi dan kinerja aparatur Kementerian Kesehatan,


dengan sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya persentase pejabat struktural di lingkungan Kementerian
Kesehatan yang kompetensinya sesuai persyaratan jabatan;
b. Meningkatnya persentase pegawai Kementerian Kesehatan dengan nilai
kinerja minimal baik.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 19

I
/
12. Meningkatnya sistem informasi kesehatan terintegrasi, dengan sasaran yang
akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya persentase Kab/Kota yang melaporkan data kesehatan
prioritas secara lengkap dan tepat waktu;
b. Persentase ketersediaan jaringan komunikasi data yang diperuntukkan
untuk akses pelayanan e-health.

B. Perjanjian Kineria Tahun 2015


Perjanjian Kinerja merupakan amanat dari Peraturan Presiden Republik
fndonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) dan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang
Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Dokumen Perjanjian Kinerja merupakan
dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi
kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan
program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja.

Penjabaran Renstra Kementerian Kesehatan ke dalam Perjanjian Kinerja Tahun


2015 beserta rincian indikator dan targetnya adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Perjanjian Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target


(1) (2) (3) (4)
1 Meningkatnya Kesehatan 1 Persentase persalinan di fasilitas 75o/o

Masyarakat kesehatan
2 Persentase ibu hamil kurang energi 24.2
o/o
kronik
3 Persentase Kabupaten/Kota yang 40o/o

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 20


No Sasaran Strategis lndikator Kineria Targel

(1) (2) (3) (4)


memiliki Kebijakan Perilaku Hidup
Sehat dan Bersih
2 Meningkatnya 1 Persentase Kab/Kota yang 20o/o

Pengendalian Penyakit memenuhi kualitas kesehatan


lingkungan
2 Persentase penurunan kasus 7o/o

penyakit yang dapat dicegah


dengan imunisasi (PD3l) tertentu

3 Persentase Kabupaten/Kota yang 29o/o

mempunyai kebijakan
kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan
kesehatan masyarakat yang
berpotensiwabah
4 Persentase penurunan prevalensi 6.9o/o

merokok pada usia s 18 tahun


3 Meningkatnya akses dan 1 Jumlah Kecamatan yang memiliki 350
Mutu Fasilitas Pelayanan minimal 1 puskesmas yang
Kesehataan tersertifi kasi akreditasi
2 Kabupaten/Kota yang memiliki 94
minimal 1 RSUD yang tersertifikasi
akreditasi nasional
4 Meningkatnya akses, 1 Persentase ketersediaan obat dan 77o/o

kemandirian, dan mutu vaksin di Puskesmas


sediaan farmasi dan alat
kesehatan
2 Jumlah bahan baku obat dan obat 7
tradisional serta Alat Kesehatan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 2t


No Sasaran Strategis Indikator Kinefa Targel

(1) (2) (3) (4)


(Alkes) yang diproduksi di dalam
negeri (kumulatif)
3 Persentase produk Alkes dan 75o/o

PKRT di peredaran yang


memenuhi syarat
,l
5 Meningkatnya Jumlah, Jumlah Puskesmas yang minimal 1200
Jenis, Kualitas dan memiliki 5 jenis tenaga kesehatan
Pemerataan Tenaga
Kesehatan

2 Persentase RS Kabupaten/Kota 3Qo/o

kelas C yang memiliki 4 dokter


spesialis dasar dan 3 dokter
spesialis penunjang
3 Jumlah SDM Kesehatan yang 10.2
diti ngkatkan kompetensinya 00
(kumulatif)
6 Menin gkatnya sinergitas 1 Jumlah kementerian lain yang 2Oo/o

antar mendukung pembangunan


Kementerian/Lembaga kesehatan

2 Persentase Kab/Kota yang 3Oo/o

mendapat predikat baik dalam


pelaksanaan SPM
7 Meningkatnya daya guna 1 Jumlah dunia usaha yang 4
kemitraan dalam dan luar memanfaatkan CSR untuk program
negeri kesehatan
2 Jumlah organisasi kemasyarakatan 3
yang memanfaatkan sumber

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 22


No Sasaran Strategis Indilotor Kineria Target

(1) (2) (3) (4)

dayanya untuk mendukung


kesehatan
3 Jumlah kesepakatan kerjasama I
luar negeri di bidang kesehatan
yang diimplementasikan
8 Meningkatnya integrasi 1 Jumlah provinsi yang memiliki 9
perencanaan, bimbingan rencana lima tahun dan anggaran
teknis dan pemantauan- kesehatan terintegrasi dari
evaluasi berbagai sumber
2 Jumlah rekomendasi monitoring 34
evaluasi terpadu
9 Meningkatnya efektivitas 1 Jumlah hasil penelitian yang 13
penelitian dan didaftarkanHKl
pengembangan kesehatan
2 Jumlah rekomendasi dan kebijakan 24
berbasis penelitian dan
pengembangan kesehatan yang
diadvokasikan ke pengelola
program kesehatan dan atau
pemangku kepentingan
3 Jumlah laporan Riset Kesehatan 1

Nasional (Riskesnas) bidang


kesehatan dan gizi masyarakat
10 Meningkatnya tata kelola Persentase satuan kerja yang 88o/o

kepemerintahan yang baik dilakukan audit memiliki temuan


dan bersih kerugian Negara 31o/o
11 Meningkatnya kompetensi 1 Persentase pejabat struktural di 60%
dan kinerja aparatur lingkungan Kementerian
Kementerian Kesehatan Kesehatan yang kompetensinya

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 23


No Sasaran Strategis Indikator Kineria Targel
(1) (2) (3) (4)
sesuai persyaratan ja batan
2 Persentase pegawai Kementerian 80o/o

Kesehatan dengan nilai kinerja


minimal baik
12 Meningkatnya sistem 1 Persentase Kab/Kota yang 3Oo/o

informasi kesehatan melaporkan data kesehatan


integrasi prioritas secara lengkap dan tepat
waktu
2 Persentase tersedianya jarin gan 1Oo/o

komunikasi data yang


diperuntukkan untul( akses
pelayanan e-health

Jumlah anggaran yang dialokasikan pada Tahun 2015 untuk mencapai seluruh
sasaran tersebut adalah Rp47.758.757.903.000,00 (empat puluh tujuh triliun
tujuh ratus lima puluh delapan miliar tujuh ratus lima puluh tujuh juta Sembilan
ratus tiga ribu rupiah).

[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 24


f
$

ffi
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

A. Prestasi Kementerian Kesehatan


Pada tahun 2015 Kementerian Kesehatan mampu menorehkan berbagai prestasi
baik di tingkat domestik maupun pengakuan di tingkat regional serta global.

a. Di tingkat Internasional
1) lndonesia sebagai Lead Country pelaksanaan Project ASEAN Cities
Getting to Zeros
'ASEAN Declaration of Commitment: Getting to Zerc New HIV
lnfections, Zerc Discrimination and AIDS-Related Death' telah diadopsi
oleh LeaderASEAN pada KTTASEAN ke-19 pada 17 November2011 di
Bali, Indonesia. Inisiatif Deklarasi tersebut merupakan prakarsa dari
lndonesia. Kementerian Kesehatan Rl menjadi lead country untuk
melaksanakan project ASEAN Cfties Getting to Zeros.

ASEAN Cffies Getting to Zeros merupakan intervensi yang menyeluruh


dan melaksanakan "Getting to Zeros' dengan membentuk kemitraan lintas
negara diantara kota terpilih di bawah rencana kefla ASEAN Task Force
on AIDS (ATFOA). Focal Point ATFOA Indonesia adalah Direktur
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dan Sekretaris Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional.

13 kota dari 8 negara anggota ASFAN (kecuali Brunei dan Singapura)


berpartisipasi dalam proyek ini. Adapun Kota di Indonesia yang
berpartisipasi dalam projek ini adalah Kab. Badung, Kota Denpasar dan
Kota Jakarta Barat.

Dalam rangka melaksanakan proyek tersebut, Indonesia selaku /ead


country ditugaskan untuk menyusun panduan pelaksanaan untuk kawasan
ASEAN yang berisi panduan umum dalam hal: a) kriteria kota yang akan
dipilih, b) strategi, c) pelaksanaan dan koordinasi serta d) targeUindikator

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 25


serta monitoring dan evaluasi. Melalui dokumen ASEAN Citis Partnership,
Indonesia berhasil mengumpulkan walikota-walikota dari kabupaten/kota
yang berpartisipasi dalam projek ASEAN Cffies Getting to Zeros untuk
meningkatkan komitmen/dukungan politis mereka terhadap project yang
bertujuan untuk menekan laju angka pertambahan penderita AIDS baru,
menekan stigma terhadap ODHA dan menurunkan angka kematian yang
disebabkan oleh AIDS di tahun 2015.

Pada fase 1, Indonesia berhasil mengembangkan assess/nent and


planning tool yang digunakan untuk membantu kab/kota yang
berpartisipasi untuk memperoleh baseline data, melakukan rapid
assessmenf terhadap faktor internal dan faktor eksternal serta menyusun
strategi intervensi untuk monitoring dan evaluasi. Pada fase 2, dengan
bantuan teknis dari konsultan, data yang dikumpulkan dari seluruh
kab/kota dianalisis guna memperoleh rekomendasi.

Sejak digulirkannya ASEAN Cities Getting to Zero, terdapat output


yang signifikan di level global sehingga memberikan harapan bahwa
pandemic HIV/AIDS dapat dihentikan tahun 2030.

Paparan The ASEAN Cfties Getting to Zero: Localizing The Three


Zeros pada pertemuan para walikota beserta jajaran pemerintah di sela-
sela pertemuan 2Uh lntemational A/DS Conference menghasilkan
rekomend a$ Fast-Track-Cities memajukan target pengakhiran HIV/AIDS
di tahun 2020.

Pada pertemuan ASEA,V Task Force Meeting ke-23 bulan Juli 2015,
seluruh negara ASEAN sepakat terhadap rekomendasi Fast-Track-Cities
memajukan target pengakhiran HIV/AIDS di tahun 2020 dengan
pendekatan 90-90-90, yaitu di tahun 2020 90o/o penderita HIV/AIDS
mengetahui status penyakitnya, 9oo/o mendapat terapi antiretroviral yang

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 26


berkelanjutan serta 90% virus HIV dapat ditekan setelah mendapatkan
terapi yang berkelanjutan.

2) Regional Workshop on lncrease Access to Health Servtbes for ASEAN


People in Collaboration with WHO
Penyelenggaraan "Regional Workshopon lncrease Access to Health
Servrbes for ASEAN People in Collaboration with WHO " merupakan
mandat Indonesia sebagai Lead Country pada Working Group lncrease
Access. Pertemuan dilaksanakan di Batam, Indonesia, pada tanggal 3 - 5
Maret 2015. Pertemuan dihadiri oleh 7 (tujuh) negara anggota ASEAN
(lndonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Kamboja dan Lao
PDR), serta perwakilan dari WHO SEARO, WHO WPRO, ASEAN
Secretaiat.

Output pertemuan berupa Recommendations on Regional Workshop


on lncreasing Access to Health Servrbes for ASEAN People yang
merupakan kesepakatan yang berisi strategi regional beserta kegiatan
yang akan dikerjasamakan untuk periode post-2O15 sbb:
a) Strategy l: lmprove health quality by promoting accessibility,
community empowerment, and revitalization of the pimary health care
approach including innovation in delivery system, 'self-care concept",
health workforce development, border healthcare technical assisfance,
adequate resources/finances through apprcpriate means, focusing on
people at risk and vulnerable groups such as people at the borders and
remote areas.

b) Possrble Regional Activities : lncrease capacity building in healthy


border management including hands-on training for workers and
sharing training modules for health boder volunteers;

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 27


c) Strategy ll: Promote increased access to safe, standard, affodable and
appropriate health technology, essentra/ drugs and, traditional
medicine, including in the border and remote arcas.

d) Possible Regional Activity : a) Develop ASEAN common guiding


pinciples on an essenfia/ health services package, including NCDs
Matemal and Child Health , and basrb immunization in PHC; b)
Develop guiding principles for accreditation of primary level carc;

e) Strategy lll: Enhance communication, knowledge management,


shaing of good practices and information on increase access to heafth
services.

f) Possrble Regional Activity : Sharing knowledge thrcugh training


modules, information, and best pracfices rn managing and increasing
access to primary healthcare serurbes, including bilateral worl< on
access to health care and healthy borders;

g) Strategy lV: Strengthen multi-sectoral cooperation, paftnerchip and


networking with paftners including NGOs and pivate sector on
increasing access to health servrbes. Possrble Regional Activity :

Promote bilateral and multilateral dialogue between counties & in


regional platforms and rclevanf secfors;

h) Strategy V: Promote evidence-based advocacy, health policy and


decision making on identified issues on increasing access fo health
servrbes for ASEAN people at the borders and remote areas in
particular.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 28


Possible Regional Activity : a) ldentify gaps & opportunities aligned to
global & regional research initiatives/assesmenf) that can be applied to
health policies; and b)ldentify common indicators to measure regional
progress in implementation of the proposed sfrafegies

Gambar 3.1. RegionalWorkshop on lncrease Access to Health Servr'ces for ASEAN


People in Collaboration with WHO. @atam, Indonesia, 3 - 5 Maret 2015)

3) dh Meeting of ASEAN Working Group on Pandemic Preparedness and


Response (AWGPPR)
lndonesia pada tahun 2015 menyelenggarakan 'dh Meeting of ASEAN
Working Group on Pandemic Preparedness and Response (AWGPPR)'
sebagai mandat TOR AWGPPR yang dilaksanakan di Jakarta, Indonesia
pada tanggal 8 - 10 Desember 2015. Pertemuan di hadiri oleh 7 Negara
Anggota ASEAN, yaitu Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Lao
PDR, Filipina, Singapura, dan Thailand, serta perwakilan dari WHO
Representative to Indonesia, ASEAN Secretariat.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 29


Tujuan pertemuan AWGPPR ke-6 adalah untuk mereview
perkembangan workplan AWGPPR serta membahas tindak lanjut working
group berupa prioritas kegiatan Cluster 2yang menjadi usulan AWGPPR.

Pertemuan AWGPPR ke-6 merupakan pertemuan working group


terakhir sebelum kegiatannya dilebur dalam Cluster 2 Responding to all
hazads and emerging threats sesuai dengan ASEAN Post-2015 HDA.

Beberapa kegiatan yang telah disepakati dan diusulkan oleh AWGPPR


untuk tetap dilaksanakan paska 2015 melalui kegiatan di bawah Cluster 2
diantaranya adalah:
a) Ensure efficient busrness continuity management (BCM) in essential
seruice and business secfor among AMS;
b) Build capacity of AMS on BCM;
c) Surueillance program customized accoding to health priorities under
cluster 2;
d) Regional simulation (e-simulation, table top exercise);
e) Stockpile emetgency operation;
f) Capacity building through trcining of health workers on infection
(ogistic, manpower, and other);
g) Strengthening logistic support for PPR/EID control and prevention;
h) Biodiaspora prcject phase ll.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Gambar 3.2. * Ueting of ASEAN Working Grcup on Pandemic Preparedness and
Response (AWGPPR). Jakarta, Indonesia, 8 - 10 Desember 2015

4) Ditingkat Nasional
Keberhasilan Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan tahun 2015 diantaranya :

a) Penyerahan Sertifikat Eliminasi Malaria kepada 232kablkota.


b) Peringatan Hari Malaria Sedunia dan Peresmian Malaria Center di
Kabupaten Fak-fak
c) 137 l<abl Kota berhasil mewujudkan lGbupaten Kota Sehat dan
memperoleh penghargaan
d) 26.417 desa melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
e) Pembangunan Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (PAM-STBM) di 77 lokasi

D Pemberian penghargaan terhadap upaya pengendalian dampak


tembakau di Indonesia dalam Rangkaian acara The 2nd lndonesian
Conference on Tobaca or Health

laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 31


g) Pelayanan publik kekarantinaan kesehatan berbasis elektronik
(pendaftaran vaksinasi online) dan penerbitan dokumen kesehatan
secara elektronik
h) Penghargaan Menteri Kesehatan Rl untuk Green Office Tingkat UPT
Ditjen PP dan PL Pada HKN 2014
lmplementasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) melalui
aplikasi website di seluruh provinsi berbasis data mingguan
puskesmas yang dapat segera direspon untuk mencegah terjadinnya
KLB
lmplementasi sistem surveilans berbasais kejadian melalui posko KLB
yang beroprasi selama 24 jam termasuk hari libur.
k) Penganugerahan Satuan Kerja Berpredikat WBBM
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (Kemen
PAN & RB) menganugrahkan predikat Wilayah Birokrasi Bersih
Melayani WBBM) kepada satuan kerja Kementerian Kesehatan, RS.
Dr. Kariadi Semarang sebagai satuan kerja yang memiliki predikat
WBBM tahun 2015..
Penghargaan Unit Pengendalian Gratifikasi Terbaik
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan penghargaan
kepada Kementerian Kesehatan sebagai
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dengan UPG terbaik tahun
2015 kategori Kementerian/Lembaga yang telah menerapkan Program
Pengendalian Gratifikasi dan jumlah pelaporan gratifikasi terbanyak.
m) Pelaksanaan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Menindaklanjuti Instruksi Presiden No. 712015 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) tahun 2O15,
Kementerian Kesehatan telah melaksanakan seluruh target capaian
pada checkpoint 807, 809, dan B'12. Hasil yang didapat dari
verifikasi/penilaian seluruh aksi PPK oleh Bappenas, kementerian
Kesehatan mendapat nilai 100o/o dengan indikator warna HIJAU.
Adapun Aksi PPK untuk Kementerian Kesehatan pada tahun 2015
adalah:

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 20L5 32


Optimalisasi pelaksanaan whistle blowing sysfem (WBS) dan
jaminan perlindungan terhadap whistle blowerlpelapor yang
terintegrasi di Kementerian/Lembaga.
Pelaksanaan upaya pengendalian gratifikasi di Kementerian
Kesehatan.
Transparansi pelaksanaan layanan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) di Rumah Sakit yang bekerjasama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas dalam mekanisme
pengadaan barang dan jasa.
Penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan dari Kementerian, lembaga, dan instansi pemerintah.

B. Capaian Kineria Organisasi


Capaian kinerja organisasi Kementerian Kesehatan pada tahun 2015 akan
diuraikan menurut Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan.

1. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya Kesehatan Masyarakat


Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a. Persentase persalinan di fasilitas kesehatan
Pertolongan persalinan merupakan bagian dari proses pelayanan
persalinan. Proses persalinan membutuhkan penanganan oleh tenaga
kesehatan (dokter atau bidan) yang dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan adalah
meningkatnya Kesehatan Masyarakat, dengan salah satu sasaran yang
akan dicapai adalah meningkatnya persentase persalinan di fasilitas
kesehatan sampai pada pada akhir tahun 2019 sebesar 85o/o.

Indikator PF merupakan Indikator Kinerja Utama (lKU) yang baru


dimasukkan dalam Renstra Kementerian Kesehatan periode 2015-2019.
Pada tahun 2015 capaian indikator PF sebesar 78,43o/o (target 75%o).

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 33


Definisi operasional persentase persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan adalah persentase ibu bersalin yang mendapat pertolongan
persalinan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan.

Pengukuran persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan


ditentukan melalui jumlah ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas yang
mendapatkan pertolongan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan dalam kurun waktu satu tahun dibandingkan dengan
jumlah sasaran ibu bersalin yang ada di wilayah kerja puskesmas dalam
kurun waktu satu tahun yang sama dikali lOOo/o. Indikator ini
memperlihatkan tingkat kemampuan pemerintah untuk menyediakan
pelayanan persalinan berkualitas mencakup ketersediaan SDM, sarana
prasarana dan meningkatkan akses pelayanan persalinan dalam upaya
penurunan angka kematian ibu, dan neonatal.

Grafik 3.1. Persentase persalinan difasilitas pelayanan kesehatan (PF) tahun 2O1r2O19

90

85

80 lTarget
I
75

70
20L6 2017

Sumber Data: Dit Kesehatan lbu Tahun 2015

Dalam upaya peningkatan cakupan PF tersebut, pada tahun 2015


dilaksanakan berbagai kegiatan, yaitu:
1) Pertemuan orientasi pelayanan persalinan dan nifas sesuai standar
melalui dukungan organisasi profesi dan lintas program;
2) Orientasi pedoman penyeliaan fasilitasi;

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 34


3) Fasilitasi dan pendampingan pusat dalam rangka peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan ibu, KB dan reproduksi.
Faktor pendukung keberhasilan:
1) Dukungan regulasi pelayanan kesehatan ibu dan anak oleh pemerintah
daerah;
2) Dukungan lintas program, lintas sektor dan organisasi profesi terkait
upaya percepatan penurunan kematian ibu.

Faktor yang masih menjadi hambatan:


1) Rendahnya pemahaman ibu mengenai pentingnya ANC;
2) Sulitnya akses ibu hamil terhadap tempat pelayanan persalinan;
3) Rendahnya dukungan keluarga terkait keputusan penetapan tempat
persalinan di Fasyankes.

Penyebab langsung (Direct Obstetric Death\ kematian ibu disebabkan


oleh komplikasi obstetri pada masa hamil, bersalin dan nifas, atau
kematian yang disebabkan oleh suatu tindakan, atau berbagai hal yang
terjadi akibat tindakan yang dihkukan selama hamil, bersalin atau nifas
terkait erat dengan faktor penolong persalinan dan tempaUfasilitas
persalinan.

Walaupun secara nasional target indikator PF tersebut telah tercapai,


namun masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi. Terdapat
kesenjangan cakupan yang cukup besar, yaitu cakupan tertinggi pada
Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 97.51o/o dan terendah di Provinsi
Papua yang hanya mencapai 11.89o/o. Terdapat 21 provinsi yang
realisasinya di bawah target nasional, yaitu Sulawesi Barat, Kalimantan
Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Riau, Aceh,
Sumatera Utara, NTT, Bengkulu, Kalimantan Barat, Gorontalo, Kalimantan
Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Jambi, Sulawesi Tengah,
Kalimantan Tengah, Papua Barat, Maluku, dan Papua. Capaian

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 35


persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan secara nasional dapat dilihat
pada grafik berikut:

Grafik 3.2. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan
(PF) tahun 2015

NureTen3jen Errlt
JrweTlmur
Brll
J.w.B|7|t -
lrmgun3
Indonoh
Sumrten Srlrten
Srdrwrsl Elrrt

Sulrwol lftrrr Target PF


Aceh
NusrTrn33tr Tlmur Renstra Kemenkes
l(dim.nt n B.r.t
XdknrntrnSehrn 2Ol5=75%
Suhwrrifrn33ue
SuhweslTrn3eh
Prpur hrrt

60,00 )o 100,00 120,00

Sumber data: Laporan- Rutin Direffiorat Bina Kesehatan lbu Tahun 2015

-
Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu karena
memperoleh pelayanan dengan sarana yang memadai, oleh tenaga
kesehatan yang terlatih, serta mendapatkan penanganan kegawat-
daruratan yang komprehensif.

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan adalah mendorong seluruh


persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan.

Ketika ibu hamil yang di daerahnya tidak terdapat bidan atau memang
memiliki kondisi penyulit, maka pada saat menjelang hari taksiran

[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


persallnan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas pelayanan
kesehatan, yaitu dapat tinggal di rumah tunggu kelahiran.

Rumah tunggu kelahiran tersebut dapat berupa rumah tunggu khusus


maupun di rumah sanak saudara yang dekat dengan fasilitas kesehatan.
Fokus pengembangan rumah tunggu kelahiran adalah pada Daerah
Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK). Sampai tahun 2011, tercatat 6
buah (12o/o) rumah tunggu kelahiran di wilayah puskesmas DTPK dan
meningkat pada tahun 2013 sebanyak 597 rumah tunggu.

Gambar 3.3. Konseling lbu Hamil di Puskesmas

Keberhasilan pencapaian target indikator PF merupakan hasil dari


kerja keras dan pelaksanaan berbagai program yang dilakukan oleh
berbagai pihak terkait.

Melihat penyerapan anggaran sebesar gO,24o/o dari alokasi anggaran


sebesar Rp69,300,950,000, capaian indikator persalinan di fasilitas
kesehatan sebesar 78,43o/o (dari target 75Yo). Hal ini menunjukkan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 37


korelasi yang positif sekaligus menunjukkan pemakaian anggaran yang
efisien. Hal ini bisa dicapai karena mengoptimalkan sumber daya yang
ada.

Rencana tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan PF yaitu


mengalokasikan biaya transportasi dan akomodasi ibu ke fasilitas
kesehatan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik yaitu Jaminan
Persali nan (Jampersal).

?rei.t r" +

:.F
lj

Gambar 3.4. Penyuluhan kepada ibu hamil

1. Konseling dalam Kelas lbu


2. Penyediaan Rumah Tunggu kelahiran
3. Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
4. Dukungan Program Jampersal

b. Persentase ibu hamil kurang energi kronik


Kondisi kurang energi kronis pada ibu hamil akan terjadijika kebutuhan
akan tubuh tidak mencukupi. Keadaan kurang energi kronis pada ibu
hamil dapat dimonitor dengan melakukan pengukuran lingkar lengan atas

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 38


ibu hamil. lbu hamil sebaiknya memiliki lingkar lengan atas lebih dari 23,5
cm pada 3 bulan pertama kehamilan.

lbu hamil selain membutuhkan energi untuk dirinya, energi juga


dibutuhkan untuk pertumbuhan janin dalam kandungannya. Indikator ibu
hamil KEK merupakan indikator untuk mengurangi risiko persalinan,
pertumbuhan dan perkembangan anak dikemudian hari. Kekurangan
energi kronik pada ibu hamil berdampak pada pertumbuhan janin didalam
kandungan ibu, dimungkinkan akan melahirkan bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR). Kondisi KEK pada ibu hamil ini harus segera
ditindaklanjuti untuk menurunkan angka kejadian BBLR sehingga risiko
kematian bayi atau neonatal yang disebabkan BBLR dapat diturunkan.

Persentase ibu hamil KEK diharapkan turun sebesar 1,5o/o setiap


tahunnya. Dimulai pada tahun 2015 dengan batasan 24,2o/o ibu hamil KEK
hingga pada akhir tahun 2019 diharapkan persentase ibu hamil KEK
dibawah 18,2o/o. Persentase ibu hamil KEK pada tahun 2015 diharapkan
tidak febih dari 24,2o/o. Sementara hasil survey pemantauan status gizi
tahun 2015 menunjukka angka 13,3o/o.

Indikator bumil KEK merupakan salah satu indikator baru di


Kementerian Kesehatan daan merupakan indikator outcome. Target
pemerintah pada tahun 2015 ini adalah sebanyak 24,2o/o ibu hamil KEK
dibandingkan dengan seluruh ibu hamil.

Data ibu hamil KEK diperoleh dengan membandingkan antara Jumlah


ibu hamil dengan Lil-A < 23,5 cm dibagijumlah ibu hamil yang diukur LilA)
dikafi 10Oo/o.

Data bumil KEK ini didapat berdasarkan Riset Kesehatan dasar


(Riskesdas) tahun 2013. Prosentase ibu hamil KEK berdasarkan hasil
Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2015 sebesar 13,3o/o. Capaian bumil

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 39


KEK dibawah target merupakan hal yang diharapkan. hal ini menandakan
kegiatan yang dilakukan untuk menurunkan angka bumil KEK berhasil.

Grafik 3.3. Target persentase ibu hamil KEK tahun 2015-2019

30
25
20
15 I Target
10 I
5
0
201s 20L6 20L7 2018 2019

Sumber data: Pemantauan sfafus gizi tahun 2015

Faktor pendukung keberhasilan:


1. Penyediaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil;
2. Distribusi tablet tambah darah;
3. Konseling gizi bagi ibu hamil;
4. Pemberian Tablet Tambah Darah (T-TD) pada remaja putri;
5. Kampanye gizi seimbang;
6. Promosi keluarga sadar gizi;
7. Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK);
8. Kegiatan kelas ibu hamil;
9. Penyelenggaraan kegiatan antenatal di puskesmas.

Faktor yang masih menjadi hambatan:


1. PMT bumil tidak sepenuhnya tepat sasaran;
2. Jumlah PMT yang diberikan belum sesuai kebutuhan ibu hamil;
3. Kesediaan ibu hamil untuk mengkonsumsi PMT ibu hamil;
4. PMT lokal belum sesuai standar;
5. Logistik TTD tidak mencukupi (terlambat dalam penyediaanya);
6. Kepatuhan ibu dalam meminum TTD masih rendah.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 40


Melihat penyerapan anggaran sebesar 91,260/o dari alokasi sebesar
Rp 394,232,275,000, capaian indikator ibu hamil KEK sebesar 13,2o/o

(dari target 24,2%). Hal ini menunjukkan korelasi yang positif sekaligus
menunjukkan pemakaian anggaran yang efisien. Hal ini bisa dicapai
karena mengoptimalkan sumber daya dan keterpaduan antar program.

Rencana tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan ibu hamil KEK,


yaitu melakukan validasi data ibu hamil yang membutuhkan PMT,
konseling ibu tentang gizi seimbang, penyuluhan gizi di kelas ibu,
penyediaan PMT dan TTD bumil sesuaijumlah sasaran.

Persentase kabupaterldan kota yang memiliki kebijakan Perilaku Hidup


Sehat dan Bersih (PHBS)
Dalam rangka mendukung pelaksanaan perilaku hidup sehat,
diperlukan kebrlakan PHBS di daerah. Adapun yang dimaksud persentase
kabupaten dan kota yang membuat kebijakan yang mendukung PHBS
minimal 1 kebijakan baru per tahun. Kebijakan yang mendukung
kesehatan/PHBS/perilaku sehat adalah kebijakan mendukung
kesehatan/PHBS/perilaku sehat dalam bentuk Peraturan Daerah,
Peraturan BupatiM/alikota, Instruksi BupatiMalikota, Surat Keputusan
BupatiMalikota, Surat Edaran/Himbauan BupatiMalikota pada tahun
tersebut.
Grafik 3.4. Target dan Capaian Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Kebijakan
PHBS Tahun 201 5

50%

4OAl'

3096

20

LOo/.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 4t


Pada tahun 2015, capaian kabupatenftota yang memiliki kebiiakan
PHBS sebanyak 44o/o atau sebanyak 228l<abupatenftota. Persentase ini
mencapai 11Oo/o dari target yang ditetapkan pada tahun 2015. Hasil ini
menunjukkan bahwa target lGbupaten/Kota yang memiliki kebiiakan
PHBS tahun 2015 telah tercapai. Apabila dibandingkan dengan target
akhir Renstra, capaian tahun 2015 sudah mencapai 637o dari target
sebanyak 707o kabupatenftota yang memiliki kebijakan PHBS tahun 2019.

Grafik 3.5. Capaian Kab/Kotra yang memiliki Kebijakan PHBS per ProvinsiTahun 2015
o

Berdasarkan grafik di atias, provinsi yang mempunyai kabupatenftota


yang memiliki kebijakan PHBS pada tahun 2015 terbanyak adalah Jawa
Tengah(31 lGbupaten/Kota), Sumatera Utara dan Jawa Barat (13
kabupaten/kota), Sumatera Barat (12 kabupaten/kota) dan Jawa Timur (11
Kabupaten/kota).

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Upaya yang dilakukan oleh Pusat Promosi Kesehatan untuk mencapai
presentase Kabupaten/Kota yang memiliki kebijakan PHBS adalah
mengintegrasikan dengan kegiatan yang ada dengan melibatkan
pemerintah daerah antara lain :

1) Sosialisasi Pajak/cukai rokok dalam rangka Penggalangan Komitmen


dalam Pengendalian Tembakau
Sosialisasi ini selain bertujuan dalam rangka Pengendalian
Tembakau juga diintegrasikan dengan penggalangan komitmen
Pemerintah Daerah untuk mengeluarkan kebijakan PHBS khususnya
tentang Perilaku Merokok. Sasaran kegiatan ini adalah pemegang
kebijakan di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

2) Pelaksanaan Penggalangan komitmen dengan Pemerintah derah


dalam Mendukung Percepatan AKI dan AKB
Pelaksanaan Penggalangan Komitmen dalam rangka Percepatan
AKI dan AKB selain untuk mendorong Kebijakan Publik Berwawasan
Kesehatan pada level provinsi menyangkut kebijakan AKI dan AKB,
juga mendorong Kabupaten/Kota untuk mengeluarkan kebijakan PHBS
seperti Kebijakan Pemberian ASI Eksklusif, Perlindungan dan
Peningkatan Kesehatan lbu, Bayi dan Anak Balita, Pelaksanaan PHBS
pada 5 Tatanan, Pertolongan persalinan harus di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dan lain-lain.

3) Pelaksanaan Advokasi Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan di 3


provinsi Terpilih
Pertemuan ini juga
diintegrasikan selain untuk mendorong
Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan juga mendorong Kab./Kota
untuk mengeluarkan kebijakan PHBS. Pertemuan ini dilakukan di
Makassar dengan mengundang 34 Propinsi dan 100 Kab./Kota
sebagaiwilayah target dari Peningkatan KlA.

4) lmplementasi Model Intervensi di Daerah

[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 43


Model Intervensi Promosi Kesehatan merupaka model promosi
kesehatan yang implementasikan oleh daerah sesiao dengan spesifik
lokal dan diharapkan keluarnya kebijakan PHBS atau sebagai
implementasi dari Kebijakan PHBS yang telah dikeluarkan. Untuk
tahun 2015, daerah sasaran (Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa
Tengah, Sumatera Utara dan Batam) untuk melakukan kegiatan terkait
model WPS dan PPIA untuk wilayah sasaran (Jawa Timur dan Jawa
Barat) dalam bentuk kegiatan koordinasi, standarisasi, advokasi
kepada lokasi tempat hiburan, orientasi peer educafor, sosialisasi bagi
kelompok sasaran dan monitoring dan evaluasi.

5) Pendampingan melalui audiensi pada daerah yang sedang menyusun


kebijakan terkait PHBS
Kegiatan ini bertujuan sebagai pendampingan penyusunan
kebijakan PHBS disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di tiap
daerah yang melakukan audiensi dengan Pusat Promosi Kesehatan

6) Peningkatan kapasitas petugas provinsi dan kabupaten melalui


Pelatihan Advokasi untuk menetapkan kebijakan PHBS.

Nilai-nilai positif atau pembelajaran yang bisa diambil dari indikator


kebijakan PHBS sehingga dapat menjadi acuan bagi program selanjutnya
yaitu:
1) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat menjadi program milik bersama
antara pusat, daerah, lintas program, lintas sektor, dunia usaha dan
masyarakat.
2) Kebijakan PHBS di kabupaten/kota mendorong adanya pembiayaan
dan pelaksanaan kegiatan dari pemerintah dkabupaten/kota agar
masyarakat melakukan perihku sehat.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 44


Prestasi yang dicapai dalam indikator kebijakan PHBS di kabupaten/kota
di tahun 2015 adalah ada Kabupaten/Kota mengeluarkan kebijakan
PHBS:
1) Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu mengeluarkan Keputusan Bupati
Nomor 124 tahun 2015 tentang PHBS di 5 tatanan.
2) Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung mengeluarkan
Keputusan Bupaten Bangka Nomor 1 tahun 2015 tentang PHBS.
2. Sasaran Strategis 2: Meningkatnya Pengendalian Penyakit
Yang dimaksud dengan pengendalian penyakit adalah suatu tindakan atau
aktivitas yang bertujuan untuk mengurangi, menekan atau melenyapkan
faktor risiko penyakit dan atau gangguan kesehatan baik menular maupun
tidak menular.

Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:


a. Persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan
1) Penjelasan indikator
Direktorat Penyehatan Lingkungan memiliki sepuluh indikator
dimana pelaksanaan kesembilan indikator kinerja kegiatan dalam
rangka mewujudkan sebuah indikator kinerja program yaitu Persentase
kabupaten/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan
(indikator komposit).

Peningkatan kualitas kesling pada kab/kota tercapai dengan kriteria


minimal 4 dari 6 kriteria yang diambil dari indikator kinerja kegiatan
meliputi Memiliki Desa/kel melaksanakan STBM minimal 2Oo/oi

Menyelenggarakan kab/kota sehat; Melakukan pengawasan kualitas


air minum minimal 30o/o; TPM memenuhi syarat kesehatan minimal 8
o/o; TTU memenuhi syarat kesehatan minimal 30o/oi RS melaksanakan
pengelolaan limbah medis minimal 10%.

Laporan capaian kesembilan indikator kinerja kegiatan lah yang


dipakai untuk mendapatkan capaian indikator kinerja program tersebut.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 45


Diharapkan dengan tenrujudnya kualitas kesehatan lingkungan yang
baik pada suatu daerah maka angka kesakitan dapat ditekan dimana
lingkungan merupakan salah satu faktor penentu kesehatan manusia.

2) Gambaran capaian target dan realisasi tahun 2015


Pada Th 20'15, target indikator Persentase lGbupaten/Kota yang
Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan sebesar 20 o/o (103 kab/
kota dari 514 kab/ kota). Sedangkan realisasi indikator tersebut
sebesar 27.63 o/o (142 kab/ kota). ltu berarti realisasi indikator tersebut
sudah mencapai target indikator dengan capaian kinerja sebesar
o/o.
138.13

Grafik 3.6. Target Dan Realisasi lndikator Persentase Kabupaten/Kota Yang


Memenuhi Kualitas Kesehatran Lingkungan Tahun 2015

30.00

25.00

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
to*.n"''*ti ;;;*r;;;il;." I vo

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


firhr|l

ffiffi E I
O-25 o/o kab/ kota 26-5O o/o kab/ kota Sl-75 o/o kab/ kota 76-LOO o/ol<ab/
di propinsi di propinsi di propinsi kota di propinsi

Gambar 3.5. Realisasi Per Propinsi lndikator Persentase Kabupaten/Kota Yang


Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015

Pada tahun 2015, baru terdapat 3 propinsi (9 o/o) yang berada di


zona hijau yaitu Gorontalo, DIY dan Sumatera Barat; 5 propinsi (15 %)
beradadi zona kuning yaitu Riau, Jambi, Bangka Belitung, Jawa
Tengah dan Bali; 7 (21 Yo) propinsi berada di zona oranye yaitu
Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Timur
dan Sulawesi Barat; dan terakhir 19 (55 %) propinsi masih berada di
zona merah.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 47


Pada tahun 2015, realisasi nasional kesemua indikator sudah
mencapai target nasional. Propinsi dengan realisasi paling tinggi yaitu
Gorontalo. Sedangkan propinsi dengan realisasi paling rendah Papua
Barat. Terdapat 16 Propinsi (47 %o) sudah berada di atas target
nasional. Sementara terdapat 18 Propinsi (53 %) masih berada di
bawah target nasional.
Grafik 3.8. Penyandingan Capaian Kinerja Dan RealisasiAnggaran Indikator
Persentase Kab/Kota Yang Memenuhi Kualitas Kesehatan Lingkungan Tahun 2015
I
[34-13 |

r4()
r20
1()()
ao
6()
40
20
o
C/\P/AIANKINERIA REALISASIANGGARAN
-
Pada tahun 2015, anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan
indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Memenuhi Kualitas
Kesehatan Lingkungan sebesar Rp 327,508,693,000 dan realisasi
anggaran untuk pelaksanaan indikator tersebut sebesar 81.36 o/o atau
Rp 266,474,345,409. Target indikator yang ditetapkan sebesar 20 o/o

dan realisasi indikator tersebut sebesar 27.63 % sehingga capaian


kinerja yang diperoleh sebesar 138.31 %. ltu berarti terwujud efisiensi
anggaran karena capaian kinerja sebesar 138.13 % dapat terwujud
dengan 81.36 % anggaran.

3) Capaian indikator ini tahun 2015 dipengaruhi oleh:


a) Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target lndikator
Pengalokasian dana APBN dalam bentuk dana dekonsentrasi di
34 propinsi dan dana tugas pembantuan di 116 Kabupaten pada
25 Provinsi.
Advokasi dan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten dalam rangka internalisasi kegiatan penyehatan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


lingkungan serta agar tersusun peraturan daerah terkait
penyehatan lingkungan.
Melakukan koordinasi & sinergi antar instansi, stakeholder &
antar tingkatan pemerintah (pusat, propinsi, kabupaten/kota).
Peningkatan kapasitas perencanaan, implementasi & monev
kegiatan penyehatan lingkungan.
a Pelibatan UPT (B/BTKL PP) dalam pencapaian target indikator.
o Penguatan Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) yakni
melibatkan LSM Lokal/Nasional/ Internasional, CSR (Corporate
Socra/ Responsrbility), donor agency internasional, seperti World
Bank, ADB dll.

b) Kendala/Masalah yang Dihadapi


o Berbagai upaya telah dilakukan dalam upaya pencapaian target
namun masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu :

. Kegiatan penyehatan lingkungan belum menjadi kegiatan


prioritas di provinsi dan kabupaten/ kota.
o Kurangnya sarana dan pra sarana.
o Permasalahan dalam hal ketersediaan Sumber Daya Manusia.
Di beberapa daerah masalah yang terjadi, sanitarian mengalami
duplikasi fungsi. Selain menjadi sanitarian seringkali juga
melaksanakan tugas sebagai tenaga administrasi. Ada juga
sanitarian yang justru sama sekali tidak menjalankan fungsinya
sebagai sanitarian melainkan hanya menjalankan fungsi
sebagai tenaga administrasi. Selain itu permasalahan dalam hal
distribusi sanitarian juga terjadi. Penyebaran sanitarian tidak
merata. ldealnya Puskesmas memiliki 1 orang tenaga
sanitarian. Sementara yang terjadi, terdapat Puskesmas yang
sama sekali tidak memiliki tenaga sanitarian sementara terdapat
Puskesmas lain yang memiliki tenaga sanitarian yang sangat
banyak hamper 5 orang.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Sistem monev yang belum optimal. Pengiriman data dari
kabupaten dan puskesmas belum lancar karena belum semua
mengetahui indikator Renstra Kemenkes TA 2015-2019 Bidang
Kesehatan Lingkungan.
Kemitraan yang belum optimal sep : perijinan pengelolaan
limbah 83 RS yang masih dipegang oleh KLHK menyebabkan
RS mengalami kesulitan untuk mendapatkannya.

c) Upaya Pemecahan Masalah


o Advokasi dan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten dalam rangka internalisasi kegiatan penyehatan
lingkungan serta agar tersusun peraturan daerah terkait
penyehatan lingkungan dan pengalokasian dana APBD untuk
mendukung kegiatan penyehatan lingkungan.
. Pemberian sarana dan prasarana ke daerah seperti water test
kit, food contamination kit dll.
o Melakukan advokasi kepada otoritas daerah setempat terkait
permasalahan SDM yang terjadi karena kewenangan terkait
SDM ada di daerah.
. Penguatan sistem monev bekerja sama dengan Pusdatin.
Kedepannya akan dibangun system monev elektronik untuk
membantu pengumpulan dan pengolahan data. Sejauh ini
beberapa system monev elektronik sudah ada yang dibangun
seperti emonev STBM, HSP, PKAM, dan akan diikuti kegiatan-
kegiatan terkait penyehatan lingkungan lainnya.
o Penguatan kemitraan melalui advokasi kepada lintas program
dan lintas sektor terkait.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


RANGKAIAN PERINGATAN HARI KESEHATAN SEDUNIA TH 2015
DENGAN TEMA: PILIH A KONSUMSI PANGAN YANG AMAII a SEHAT

SiIBUil sE

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


PEMBERIAN PEIIGHARGAAN
KABUPATEN KOTA SEHAT DALAM
RANGKAI/AN PERII{GATAI{ HARI
KESEI{ATAI{ I{ASIONAL KE.sI
TH 2015

.t
;l/l\-E
,L'.rl

t-l
l!li{

tr q

-r-II

Jamban Model Honal menghantarkan Desa Manda dan Deia Alr Garam DIstrlct
Bugl eebagal Desa Pertama SBS dl Kabupaten Jayaw[aya, Papua Th 2015

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 52


ilmr

Gambar 3.6. Salah satu sarana Penyediaan Air Minum dan SanitasiTotal
Berbasis Masyarakat (PAM- STBM)yang pada tahun 2015 dilaksanakandiTT
lokasi

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 53


b. Persentase penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3l) tertentu

1) Penjelasan indikator

Saat ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di Regional


SEARO yang belum mencapai tahap Eliminasi Tetanus Maternal
Neonatal. Sejumlah 30 dari 34 provinsi dan 479 dari 514 kabupaten di
Indonesia yang tersebar di regional 1 (Jawa-Bali), regional 2
(Sumatera), dan regional 3 (Kalimantan, Sulawesi, NTB dan NTT)
sudah mencapai tahap eliminasi Tetatus Maternal dan Neonatal
melalui berbagai kegiatan imunisasi rutin, imunisasi massal, serta
persalinan bersih dan aman. Namun, Indonesia baru dinyatakan
eliminasi apabih regional 4 yang meliputi provinsi Maluku Utara,
Maluku, Papua Barat dan Papua telah mencapai target eliminasi.
Program eliminasi TMN saat ini terfokus di 18 kabupaten pada regional
4. Perlu dilakukan imunisasi TT dua putaran dengan cakupan tinggi
(>80%) agar Indonesia dapat disertifikasi sebagai negara yang sudah
mengeliminasi penyakit TMN pada tahun 2016.

Resolusi Regional Committee pada pertemuan World Health


Assembly WHA) tanggal 28 Mei 2012, mendesak negara-negara
anggota untuk mencapai eliminasi campak pada tahun 2015 dan
melakukan pengendalian penyakit rubella. Namun, seiring waktu,
perkembangan dalam menurunkan angka kematian akibat campak dan
cakupan imunisasi yang menyeluruh belum cukup cepat. Melihat hal
tersebut, WHO Regional Asia Tenggara menetapkan bahwa Eliminasi
Campak dan Pengendalian Rubella/ Congenital Rubella Syndrom
(CRS) akan dicapai pada tahun 2020.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 54


Upaya untuk mencapai hal tersebut adalah mempertahankan
cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di seluruh wilayah dan
penguatan surveilans PD3l. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan
terjadinya daerah kantong yang akan mempermudah terjadinya
kejadian luar biasa (KLB). Namun, gambaran kondisi saat ini adalah
masih terdapat daerah kantong yang cakupan imunisasinya belum
memenuhi target selama beberapa tahun untuk beberapa antigen,
kinerja surveilans yang mengalami penurunan, serta adanya disparitas
capaian antar provinsi. Hal ini memerlukan perhatian upaya khusus
mempertahankan Erapo dan mencapai target eliminasi penyakit
tertentu. Keadaan tersebut di atas menimbulkan daerah risiko tinggi
terhadap PD3l

2) Gambaran capaian target dan realisasitahun 2015


Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan lmunisasi (PD3l) tertentu
meliputi difteri, tetanus neonatorum, campak, dan pertusis. Presentase
penurunan kasus dihitung dati base-line data jumlah kasus tahun 2013,
yaitu difteri775 kasus, tetanus neonatorum 78 kasus, campak 11.521
kasus dan pertussis 4.681 kasus (per Desember 2014). Tahun 2015
tercatat kejadian difteri sebanyak 243 kasus, neonatorum 53 kasus,
campak 6.603 kasus dan pertussis 8.247 kasus. Pada minggu ke-52
tahun 2015 tercatat kajadian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
lmunisasi (PD3l) tertentu sebesar 6.909 kasus. Terjadi penurunan
kasus sebesar 1.909 kasus dengan presentase penurunan sebesar
11,2o/o dibandingkan angka kasus tahun 2013.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 55


Grafik 3.9. Indikator dan realisasi persentase penurunan kasus PD3l tertentu
Tahun 2015

lndikatordan halhasi
Persenhse Penurunan Kasus PD3l Tertentu Ih.2015

15

r Target
x10
I Capaian
c
!,
|,|
oq

3) Capaian indikator ini tahun 2O15 dipengaruhi oleh:


a) Upaya yang dilakukan
o Menyelenggarakan pelatihan dan penyegaran Petugas Khusus
Penanggulangan PD3l (PKP PD3l)
o Mempertahankan kinerja Surveilans AFP dan PD3l lain
. Melakukan penguatan jejaring kerja (klinisi, laboratorium)
. Memfasilitasi pertemuan Tim Sertifikasi Nasional (TSN)
Eradikasi Polio dan Pokja Ahli Surveilans AFP.

b) Hambatan/kendala
. Cakupan lmunisasi yang belum merata di semua wilayah
. Sebagian besar koordinator PD3l memiliki tugas rangkap
sehingga tidak fokus pada fungsinya
. Kondisi geografis yang sulit di jangkau sehingga petugas
mengalami kesulitan saat melakukan PE,
o Belum maksimalnya komitmen dan dukungan pemangku
program surveilans PD3l baik di provinsi maupun di
kabupaten/kota, hal ini sejalan dengan masih terbatasnya
dukungan dana operasional bersumber APBD.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 56


c) Usulan pemecahan masalah
o Komitmen Global eradikasi Polio dan eliminasi campak
. Perhatian Khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan
penyakit (KLB)
. Introduksi vaksin baru
. Peningkatan jumlah dan kompetensi petugas surveilans
(epidemiologi lapangan)

,-.&u,fir

#i ,,

Gambar 3.8. Pelaksanaan lmunisasi

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Persentase kabupaten/kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan
dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang
berpotensi wabah.

1) Penjelasan Indikator

Jumlah kab/kota dengan pelabuhan, bandar udara dan PLBDN


yang memiliki kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan PHEIC
dibagi jumlah kab/kota dengan pelabuhan, bandar udara dan PLBDN
di kali 100o/o. Nominator adalah Jumlah kabupaten kota yang
mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan
kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah.
Denominator adalah jumlah kabupaten/kota yang memiliki pintu masuk
internasional. Kriteria pengukuran adalah periode prevalence dalam 1

tahun indikator diukur per tahun.

2) Gambaran capaian target dan realisasitahun 2015

Target 2015 sebesar 29o/o atau 31 Kab/kota dari 106 kab/kota


yang merupakan target penyusunan rencana kontijensi capaian tahun
2015 sebesar 29 KablKota (93,5%)

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 58


3) Capaian indikator lni tahun 2O1S dipengaruhi oleh:

a) Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

o Persiapan pelaksanaan kegiatan dengan melakukan komunikasi


baik verbal maupun surat kepada kabupaten/kota sasaran
penyusunan dokumen termasuk melakukan koordinasi dengan
propinsi

Sosialisasi kegiatan dengan lingkup kebijakan dan strategi


nasional kekarantinaan kesehatan, sosialisasi International
Health Regulation (lHR) 2005, Sistem surveilans di wilayah dan
pintu masuk negara serta kebijakan penyusunan dokumen
kebijakan rencana kontigensi kedaruratan kesehatan
masyarakat.

Melaksanakan workshop penyusunan rencana kontingensi


mencakup konsep pedoman penyusunan renkon, identifikasi
potensi KKM, membangun komitmen lintas sektoral dan
pengumpulan data dasar.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 59


o Melaksanakan kegiatan penyusunan rencana kontigensi KKM
dengan melibatkan seluruh lintas sektoral pemerintah daerah
yang terkait dengan kesiapsiagaan, respon dan koordinasi
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat.

b) Kendala/Masalah yang Dihadap


o Penyusunan dokumen kebijakan ini merupakan suatu
pendekatan program baru di kabupaten/kota sehingga
memerlukan penyamaan pemahaman dan persepsi sehingga
diperlukan proses integrasi program ini dengan sistem
surveilans yang ada dan sistem penanggulangan krisis
kesehatan di kabupaten/kota. lmplikasi dari situasi dan kondisi
ini maka pelaksanaan kegiatan pembentukan dokumen
Rencana Kontigensi di Pemerintah Daerah sebagian besar
dilaksanakan di semester ll tahun anggaran 2O15
o Komitmen dinas kesehatan propinsi untuk melaksanakan
kegiatan sebagai bagian dari upaya pengendalian penyakit
belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari ketidaksiapan tim
pengelola programdi daerah baik dari aspek administrasi,
pendukung kegiatan maupun teknis dalam pelaksanaan
kegiatan
. Dukungan pendanaan kegiatan melalui beberapa skema yaitu:
dekonsentrasi, pendanaan DIPA pusat dengan komponen
pembiayaan yang berbeda. Hal ini menyebabkan pelaksanaan
kegiatan penyusunan dokumen rencana kontigensi yang
berbeda. Ada beberapa kabupaten (di Propinsi Lampung)
dengan komponen pembiayaan lengkap mulai dari sosialisasi,
workshop dan penyusunan dokumen, sementara dibeberapa
kabupaten lain hanya didukung dengan kegiatan sosialisasi
dan penyusunan.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 50


c) Upaya Pemecahan Masalah
. Mengintensifkan kegiatan sosialisasi kebijakan kesiapsiagaan
terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat kepada
pemerintah daerah sasaran untuk menyamakan pemahaman
dan rencana tindak lanjut pelaksanaan kegiatan pembuatan
dokumen rencana kontingensi. Hal ini dapat meningkatkan
komitmen daerah dalam melaksanakan program yang
disepakati.
o Mendorong kabupaten/kota sasaran untuk menyelesaikan
hambatan administrasi agar kegiatan dapat terlaksana sesuai
dengan rencana yang telah disepakati baik melalui mekanisme
pembiayaan dekonsentrasi maupun pusat
. Memaksimalkan potensi sumber daya manusia khususnya di
subdit-subdit direktorat Simkarkesma untuk memenuhi
permintaan narasumber dari berbagai daerah untuk
memfasilitasi pembentukan dokumen rencana kontigensi.
o Mengoptimalisasikan potensi daerah dalam kesiapsiagaan
kedaruratan khususnya kedaruratan bencana alam untuk
memperkaya dan memperkuat substansi kedaruratan kesehatan
masyarakat.
o Menyesuaikan metode penyusunan dokumen dengan waktu
yang tersedia termasuk design kegiatan yang interaktif (diskusi,
table top, simulasi) dan penyusunan draft awal sebelum
pertemuan.

d. Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia s 18 tahun.


1) Penjelasan indikator
a) Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia s 18 tahun
adalah Jumlah penduduk di Indonesia yang berusia 10 sampai
dengan 18 tahun yang diketahui sebagai perokok melalui
pengambilan data faktor risiko baik survei atau metode lainnya,

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 61


dibandingkan dengan jumlah semua penduduk yang berusia 10
sampai dengan 18 tahun di Indonesia yang terdata di tahun
tersebut (data BPS).
b) Perokok adalah orang yang merokok minimal 100 batang rokok
dalam 1 bulan terakhir dan masih merokok.
c) Penduduk usia 10 sampai dengan 18 tahun adalah penduduk yang
berusia 10 tahun (> 120 bulan) sampai dengan 18 tahun (216
bulan) pada saat pengumpulan data dilakukan
d) Persentase perokok usia 10 sampai dengan 18 tahun,
dibandingkan dengan jumlah semua penduduk berusia 10 sampai
dengan 18 tahun di suatu wilayah yang terdata di tahun tersebut
(data BPS).

2\ Gambaran capaian target dan realisasitahun 2015


Pencapaian target pada tahun 2015 belum dapat digambarkan
sebelum pelaksanaan survei kesehatan dilaksanakan. Survey nasional
bidang kesehatan akan dilaksanakan pada tahun 2016.

3) Capaian indikator ini tahun 2015 dipengaruhi oleh:


a) Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator
o Peningkatan kapasitas sumber daya dalam upaya pengendalian
konsumsi tembakau, seperti pelatihan upaya berhenti merokok
bagi guru sekolah di 6 propinsi, pelatihan konseling berhenti
merokok bagi petugas kesehatan di FKTP.
. Menfasilitasi sarana prasarana dalam upaya berhenti merokok
di sekolah dan Puskesmas.
. Meningkatkan komitmen dengan berbagai pihak yang terlibat
dalam pengendalian tembakau melalui advokasi kepada
pengambil kebijakan untuk mendukung pengendalian tembakau
dan pengendalian PTM seperti pertemuan Aliansi Bupati dan
Walikota Pendukung Kawasan Tanpa Rokok.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 62


Pertemuan Major to Major sebagai upaya pengembangan
kebijakan KTR kepada pemegang kebijakan di daerah.
Menjalin koordinasi dengan APEKSI dan API(ASI dimana Ketua
Aliansi Bupati Walikota akan menyuarakan pentingnya
Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Masalah Kesehatan
Akibat tembakau.
sosialisasi dampak rokok terhadap kesehatan, menyusun,
mencetak dan menggandakan media KIE terkait dampak rokok
terhadap kesehatan
survei/penelitian terkait rokok dan dampaknya terhadap
kesehatan, seperti poling suruey didaerah.
sosialisasi dampak rokok terhadap kesehatan kepada
masyarakat melalui berbagai rangkaian peringatan Hari Tanpa
Tembakau Sedunia.

b) Kendala/Masalah yang Dihadapi


o Pencapaian indikator belum tercapai, karena survei tahunan
faktor risiko Penyakit Tidak Menular di Litbangkes baru akan
dilaksanakan pada tahun 2016, Riset Kesehatan Dasar
dilaksanakan setiap 3 tahunan, Global Youth Tobacco Survey
dan GlobalAdult tobacco survey dilaksanakan 3 tahunan.
o Belum optimalnya sistem pencatatan laporan melalui Surveilans
berbasis web PTM.
. Masih terbatasnya jumlah kebijakan KTR di daerah dan belum
optimalnya penerapan kebijakan di daerah yang telah memiliki
kebijakan KTR.
. Belum maksimalnya advokasi dan sosialisasi pengendalian
konsumsi tembakau pada kab/kota
o Koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektor yang belum
optimal di tingkat Kab/Kota dalam upaya pengendalian
konsumsi rokok

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya konsumsi
rokok. Perlunya rentang waktu sosialisasi peraturan kepada
masyarakat maupun pihak terkait minimal 1 tahun setelah
disahkannya aturan tersebut, agar masyarakat dapat
memahami pentingnya regulasi terkait KTR.
Anggaran belum menfasilitasi kegiatan-kegiatan terkait
pengendalian konsumsi rokok

c) Rencana Pemecahan Masalah


o Meningkatkan komitmen dan pengembangan regulasi tentang
pengendalian tembakau di berbagai tingkat pemerintahan dan
didukung oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai
tatanan.
o Penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai
dengan ketentuan peraturan yang berlaku dalam upaya
melindungi dampak kesehatan akibat rokok
o Peningkatan pemahaman tentang bahaya rokok kepada seluruh
lapisan masyarakat dengan melibatkan stakeholder termasuk
masyarakat, organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial
masyarakat (LSM).
. Pengendalian tembakau dilakukan secara komprehensif,
berkelanjutan, terintegrasi dalam suatu kebijakan publik dan
melalui periode pentahapan pembangunan jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang.
. Komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian
tembakau melalui APBN, APBD dan sumber penganggaran
lainnya.
o Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam
pengendalian tembakau.
. Mensinergikan kegiatan dengan strategi MPOWER yang
mencakup Monitor penggunaan tambakau dan kebijakan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 64


preventifnya; Perlindungan masyarakat dari asap tembakau;
Optimalisasi dukungan berhenti merokok; Waspadakan
masyarakat akan bahaya (asap) tembakau; Eliminasi iklan,
promosi serta sponsor tembakau/ rokok; Raih kenaikan cukai
tembakau/rokok.

Psnbdogree
the 2!,ador*n Canleipltoe on Ww u Fstilciu ponilrryn brhdrp ry
tbdill emenafr dryp* hat|fr d htlonri

renrmnn Afnd Bfld t{flrfr drbn mnb'lein nonOfrr girpn lapdr efiri YHdr yrp norfl
(qrlnro.r gmo.oddh Pnl dr| d'rpl teildqr eminEr odrn DanoflrCan PIl| dm dJtfll Srtalr,
Gambar 3.1 l. Rangk aian The * tndonesian Conferene on Tobaw or
Heafth

3. Sasaran Strategis 3: Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan


Kesehatan
Yang dimaksud akses adalah akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan menuju cakupan semesta (universal coverage), akses masyarakat
tidak hanya terbatas pada transportasi saja tetapi meliputi :

- availabilitas/ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas


dan mudah dijangkau masyarakat

laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


affordabilitas/kemudahan biaya bagi pengguna,
akseptabi I itas/keterbu kaa n nformasi secara sosi oku ltu ra l.
i

tersedianya transportasi ambulane untuk pasien ke fasilitas pelayanan


kesehatan
terbangunnya sistem rujukan antar fasilitas pelayanan kesehatan.

Kemudahan akses tersebut diharapkan menjadi pendorong tercapainya


cakupan semesta pelayanan kesehatan, tetapi dari akses universal untuk
mencapai universal coverage diperlukan adanya pelayanan yang berkualitas
(service excellent).

Universalaccess Service excellent Universal coverage

Sedangkan yang dimaksud mutu yaitu mutu fasilitas pelayanan kesehatan,


meliputi mutu input (sarana, prasarana, alat, dan SDM), mutu proses
(manajemen operasional pelayanan dan manajemen mutu), dan mutu output
(pencapaian indikator mutu/kinerja), sehingga baik dari segi input, proses,
dan output diharapkan sesuai standar.

Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:


a. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 puskesmas yang tersertifikasi
akreditasi
Kebijakan Kemenkes mengenai Puskesmas yaitu Permenkes 75 tahun
2014 tentang Puskesmas, dimana pada pasal 9 menyatakan bahwa dalam
satu kecamatan harus didirikan sebuah Puskesmas. Sejak tahun 2015
Kemenkes mengambil kebijakan untuk melakukan sertifikasi akreditasi
terhadap Puskesmas dengan keluarnya Permenkes Nomor 46 tahun 2015
tentang akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri
dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 55


Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan terhadap Puskesmas yang
diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang
ditetapkan oleh Menteri setelah dinilai bahwa Puskesmas telah memenuhi
standar pelayanan Puskesmas yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk
meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas secara berkesinambungan.

Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan


tempat praktik mandiri dokter gigi bertujuan untuk:
1) meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien;
2) meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan,
masyarakat dan lingkungannya, serta Puskesmas, Klinik Pratama,
tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi
sebagai institusi; dan
3) meningkatkan kinerja Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik
mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi dalam
pelayanan kesehatan perseorangan dan/atau kesehatan masyarakat.

Data capaian untuk indikator ini diperoleh dengan cara menjumlah seluruh
kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang terakreditasi pada
tahun berjalan. Data diperoleh dengan cara merekapitulasi data hasil
survei Puskesmas yang telah diputuskan lulus oleh Komisi Akreditasi
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Kegiatan yang dilakukan dalam pencapaian indikator program ini adalah:
1) Penyusunan regulasi dengan diterbitkannya Permenkes No. 46 Tahun
2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik
Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
2) Pertemuan sosialisasi dan advokasi kebijakan akreditasi Puskesmas,
klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter dan tempat praktik
mandiri dokter gigi pada pertemuan rutin Direktorat Bina Upaya
Kesehatan Dasar.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 67


3) Peningkatan sarana dan prasarana Puskesmas melalui alokasi Dana
Tugas Pembantuan.
4) Operasional Komisi Akreditasi FKTP yang dibentuk oleh Menteri
berdasarkan Kepmenkes No. HK.02.021059/2015. Komisi Akreditasi
FKTP memiliki tugas sebagai pelaksana survei dan penetapan status
akreditasi.

Gambar 3.9. Pelayanan kesehatan di puskesmas terakreditasi

5) Pelatihan untuk surveior dan tim ToT tim pendamping tingkat propinsi
melalui DIPA Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 68


Gambar 3.10. Pelatihan TOT Pendamping Akreditasi FKTP yang diselenggarakan
pada tgl 5-19 April 2015 di Bapelkes Semarang

6) Pelatihan pendamping kabupaten/kota pada 14 propinsi melalui dana


dekonsentrasi. Ke empat belas provinsi tersebut adalah Aceh,
Bengkulu, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
lstimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Bali, dan NTB.
7) Penyusunan NSPK terkait akreditasi FKTP.

Berdasar kegiatan tersebut di atas maka, sampai dengan tanggal 31


Desember 2015 didapatkan hasil sebagai berikut:
1) Kab/Kota yang telah memiliki tim pendamping sebanyak 224kablkota.
Pendampingan pra akreditasi pada Puskesmas yang akan diusulkan
akan diakreditasi dilakukan oleh tim pendamping dari Dinas Kesehatan
Kab/Kota yang telah dilatih. Dalam pendampingan Puskesmas, tim
pendamping akan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :

a) Melaksanakan lokakarya di Puskesmas

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 59


b) Pelatihan pemahaman standar dan instrumen akreditasi
Puskesmas dan persiapan asesmen.
c) Penyiapan dokumen akreditasi Puskesmas.
d) lmplementasi dokumen akreditasi Puskesmas.
e) Pemilaian pra sertifikasi/ pra akreditasi sebagai dasar menilai
kesiapan Puskesmas apakah layak untuk diusulkan disurvei oleh
surveyor.
f) Pengajuan permohonan untuk disurvei oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota melalui dinas kesehatan provinsi.

Pada tahun 2015 telah dialokasikan pelatihan pendamping


akreditasi FKTP melalui Dana Dekon bagi 14 provinsi. Selain melalui
pembiayaan Dana Dekon, pelaksanaan pelatihan pendamping
akreditasi FKTP bagi dinkes kab/kota juga melalui pembiayaan APBD
ll. Jumlah kab/kota yang telah memiliki tim pendamping akreditasi
FKTP sebanyak 224 kablkola.

2) Puskesmas yang sudah mengajukan untuk disurvei sebanyak 223


Puskesmas yang berasal dari 11 propinsi .

Sesuai dengan Permenkes No. 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi


Puskesmas, Klinik Pratama, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, selama lembaga independen
penyelenggara akreditasi belum terbentuk, pelaksanaan survey dan
penetapan status akreditasi menjadi tanggung jawab Komisi Akreditasi
FKTP. Berdasarkan laporan Komisi, hingga 31 Desember 2015
tercatat Puskesmas yang mengajukan untuk disurvei sebanyak 223
Puskesmas.

3) Puskesmas yang sudah disurvey sebanyak 126 Puskesmas


Survei dilakukan oleh tim surveior yang telah dilatih. Survei
dilakukan setelah ada permohonan survei yang disampaikan kepada
Komisi Akreditasi FKTP. Komisi Akreditasi FKTP akan menugaskan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 70


tim surveior untuk melakukan survei. Survei dilakukan selama 3 (tiga)
hari efektif. Tim survei akan menyampaikan hasil survei ke Komisi
Akreditasi FKTP untuk ditetapkan hasil survei.Berdasarkan laporan
Komisi, hingga 31 Desember 2015 dari 223 usulan survey yang
masuk, Puskesmas yang sudah disurvei sebanyak 126 Puskesmas

4) Puskesmas yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi


Berdasarkan laporan Komisi Akreditasi FKTP, hingga 31 Desember
2015 Puskesmas yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi
sebanyak 100 Puskesmas yang terdapat di 93 kecamatan.

Grafi k 3. 1 0. Pencapaian Puskesmas yang Tersertifikasi Akreditasi

Jika dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan, maka


realisasi tahun 2015 mencapai 93 kecamatan (26,570/o) dari 350
kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi
akreditasi. Dari 93 kecamatan tercebut jumlah Puskesmas yang sudah
terakreditasi sebanyak 1 00 Puskesmas tersertifi kasi akreditasi (sumber
data dari laporan Komisi Akreditasi per 31 Desember 2015). Apabila
capaian tersebut dibandingkan dengan target akhir tahun Rencana
Strategis, maka masih diperlukan upaya percepatan pencapaian
indikator tersebut. Akreditasi Puskesmas merupakan kegiatan yang

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 7t


baru dilaksanakan mulai tahun 2015, sehingga tidak ada pencapaian
pada tahun-tahun sebelumnya.

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian indikator


adalah:
a) Faktor Dana:
o Tidak cairnya dana refokusing APBN tahun 2015
mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya pelatihan
pendamping dan surveior bagi 10 provinsi yang sudah
mengusulkan akreditasi di tahun 2015
o Tidak ada dana untuk pelaksanaan pendampingan dan survei di
kabupaten/kota karena keterbatasan APBD maupun proses
revisi anggaran, sehingga banyak kabupaten/kota yang sudah
mengusulkan di dalam roadmap tetapi tidak menindaklanjuti
dengan pengusulan survei.

b) Faktor Waktu
o Pencairan dana dekon 04 (BUK) ke beberapa provinsi baru
terlaksana pertengahan tahun 2015 sehingga mempengaruhi
pelaksanaan pelatihan tim pendamping kab/kota, sebagai
akibatnya waktu untuk pendampingan ke Puskesmas terbatas
sehingga belum siap untuk disurvei
o DIPA dana tugas pembantuan tahun 20'15 untuk Direktorat Bina
Upaya Kesehatan Dasar terbit pada tanggal 30 Oktober 2015,
sehingga dinas kesehatan kab/kota yang mengalokasikan dana
untuk pembangunan fisik tidak dilaksanakan karena waktu
pelaksanaan sangat singkat.
. Pengiriman berkas pengajuan survei oleh provinsi sebagian
besar pada bulan November 2015.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


c) Faktor SDM
o Masih kurangnya jumlah tim pendamping da beberapa
kabupaten/kota
. Masih kurangnya jumlah tim surveior di provinsi
o Tensga kesehatan di Puskesmas belum semuanya memahami
konsep akreditasi.

d) Faktor Sarana
o Komisi Akreditasi FKTP yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan belum mempunyai ruangan tersendiri sehingga
belum dapat bekerja secara optimal
o Mekanisme pengajuan berkas kelengkapan survei masih
manual lewat surat belum berbasis web.

Usulan Pemecahan Masalah


a) Dana:
o Penganggaran dana pelatihan TOT pendamping dan pelatihan
surveior melalui APBN 2016
o Penganggaran dana survei dan pendampingan melalui DAK non
fisik 2016
o Integrasi menu DAK non fisik ke e-planning.

b) Waktu :

o Alokasi dana dekon 2016 menu akreditasi untuk provinsi yang


mengusulkan.
Pembahasan dukungan anggaran ke daerah baik DAK,
dekonsentrasi maupun tugas pembantuan perlu
memperhitungkan waktu pelaksanaan kegiatan.
Bersurat ke provinsi mengenai batas waktu pengiriman berkas
survei yang akan dilaksanakan tahun 2016.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


c) SDM :

o Peningkatan kompetensi SDM (pendamping dan surveior)


melalui pelatihan
o Seleksicalon surveior baru
o Sosialisasi ke lintas program dan lintas sektor.

d) Sarana:
o Pengusulan ruangan untuk IGFKfP ke Biro Umum
o Penganggaran kegiatan pembuatan sistem informasi akreditasi
untuk mempermudah pelaksanaan dan pengorganisasian survei
akreditasi FKTP.

b. Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi


akreditasi nasional
Pada saat ini terdapat 511 kabupaten/kota, sedangkan jumlah RSUD
di seluruh Indonesia adalah 680 RSUD. Jumlah kab/kota yang memiliki
RSUD adalah 460 kabupaten/kota atau 90,02o/o dan total kab/kota.

Berdasarkan Undang-undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


dan Permenkes nomor 12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit,
maka semua rumah sakit termasuk RSUD wajib mengikuti akreditasi
nasional. Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan,
salah satu indikator kineria program adalah kabupaten/kota yang memiliki
minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional.

Yang dimaksud akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap


rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara
akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri, setelah dinilai bahwa rumah sakit
itumemenuhi standar pelayanan rumah sakit yang berlaku untuk
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara berkesinambungan.
Akreditasi dilakukan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit sesuai dengan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Permenkes 42812012 tentang Lembaga Independen Pelaksana Akreditasi
di Indonesia.
Pelaksanaan akreditasi rumah sakit bertujuan:
1) meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
2) meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit
3) meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya
manuasia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi; dan
4) mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.

Cara perhitungannya adalah dengan menjumlahkan kabupaten/kota


yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional dari
KomisiAkreditasi Rumah Sakit (KARS). Sedangkan cara pengukuran hasil
adalah dengan dibuktikan adanya sertifikat atau data RSUD terakreditasi
dari I(ARS atau melalui website KARS. Untuk kabupaten/kota dengan
lebih dari 1 rumah sakit terakreditasi, maka hanya dihitung sebagai satu
kabupaten/kota.

Kegiatan yang dilakukan dalam pencapaian indikator program ini adalah:


a) Penyusunan regulasi berupa draft petunjuk teknis standar akreditasi
rumah sakit
b) Pelatihan/workshop peningkatan SDM pelayanan RS, misalnya patient
safety dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
c) Peningkatan sarana dan prasarana RSUD melalui dana tugas
pembantuan dan dana alokasi khusus yang berupa pemenuhan
standar ruangan dan alat di lGD, lCU, ruang operasi, TT kelas lll,
IPAL, dan ambulance.
d) Melakukan bimbingan teknis pra akreditasi nasional kepada rumah
sakit rujukan regional dan rumah sakit kabupaten/kota bersama
dengan tim dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit atau tim pendamping
yang terlatih.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 75


Gambar 3.11. Pelaksanaan Bimbingan Teknis di Rumah Sakit

e) Melakukan peningkatan kapasitas pendamping akreditasi rumah sakit


sebanyak 2tahap dan dilaksanakan di Jakarta. Pendamping dipilih dari
RS vertikal yang sudah terakreditasi internasional maupun terakreditasi
nasional paripurna (RS Sanglah, RS Sardjito, RS Kariadi, RS
Fatmawati, RS Moh. Hoesin, RS Adam Malik, RS Othopedi Surakarta)
dan RSPAD Gatot Subroto. Jumlah total pendamping saat ini
sebanyak 76 orang.

Gambar 3.12. Peningkatan Kapasitas Pendamping Akreditasi di Rumah Sakit

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 76


Melakukan koordinasi dengan KARS mulai dari penyusunan road map
pelaksanaan akreditasi
g) Melakukan evaluasi penilaian akreditasi yang dilakukan oleh KARS.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan
kepada 78 rumah sakit yang telah terakreditasi pada tahun 2014.

Dari hasil kegiatan tersebut di atas maka, sampai dengan tanggal 31

Desember 2O15 didapatkan hasil adalah.


a) Rumah sakit yang telah mendapatkan pendampingan/visitasi dari
KARS sebanyak 145 rumah sakit
b) Rumah sakit yang sudah siap dan mengajukan survei simulasi
sebanyak 101 rumah sakit
c) Rumah sakit yang sudah disurvey sebanyak 79 rumah sakit
d) Rumah sakit yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi: 192
rumah sakit. Dari 192 rumah sakit yang sudah terakreditasi tersebut,
yang berkategori sebagai RSUD sebanyak 50 rumah sakit.

Grafik 3.10. Pencapaian RSUD yang Tersertifikasi Akreditasi Nasional

Pada tahun 2O15, pencapaian indikator sebanyak 50 kabupaten/kota


yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 77


(53,19%). Data capaian berasal dari laporan Komisi Akreditasi Rumah
Sakit per 31 Desember 2015. Base line data capaian pada tahun 2014
sebanyak terdapat 10 kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD
yang tersertifikasi akreditasi nasional.

Permasalahan
a) Dana
Belum semua Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran yang
mendukung pelaksanaan akreditasi di RSUD wilayah kerjanya.

b) Waktu
o Proses akreditasi mulai dari pelatihan sampai terakreditasi
merupakan rangkaian yang panjang dan memakan waktu yang
lama.
. RSUD yang akan melakukan workshop,bimbingan, maupun survey
simulasi harus masuk dalam waiting /isf oleh IGRS karena
banyaknya permintaan RS sementara jumlah SDM pembimbing
terbatas. Padahal pengunaan pendanaan hanya berlaku 1 tahun.

c) SDM
Komitmen pemerintah daerah yang belum merata sehingga kurang
mendukung persyaratan pelaksanaan akreditasi yaitu dengan
menunjuk Direktur Rumah Sakit yang bukan Tenaga Medis,
sehingga struktur organisasi RS tidak sesuai dengan Permenkes
Nomor 1045/MENKES/PER/X\|2OO6 tentang Pedoman Organisasi
Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
Komitmen Pimpinan RS dan pegawai yang kurang sehingga tidak
terlibat aktif dalam kegiatan persiapan akreditasi dan kurang
mendukung kegiatan akreditasi.
Ketersediaan SDM tenaga kesehatan yang masih belum memenuhi
kebutuhan pegawai sesuai dengan kelas RS.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Diperlukan perubahan budaya kerja dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang senantiasa berorientasi pada peningkatan mutu
pelayanan sesuai dengan standar akreditasi.
Minimnya pelatihan SDM dalam memenuhi persyaratan akreditasi
seperti pelatihan bantuan hidup dasar, PPI, bencana dan
keselamatan pasien.
Kemampuan propinsi dalam persiapan akreditasi belum cukup
untuk dapat mendorong Dinkes dalam menjalankan fungsi
pembinaan sesuai Permenkes 1212012.

d) Sarana dan Prasarana


Masih banyak Rumah Sakit yang akan diakreditasi, namun belum
memiliki sarana, prasarana dan alat kesehatan yang sesuai dengan
standar akreditasi.

Usulan Pemecahan Masalah


a) Dana
Menyediakan alokasi dana melalui DAK Non Fisik 2016 untuk 212
RSUD yang akan mencapai akreditasi pada tahun 2016.

b) Waktu
. Mengkoordinasikan dengan KARS untuk menjadwalkan survei
simulasi akreditasi agar sesuai dengan target indikator RS
akreditasi.
. Melakukan advokasi kepada Dinkes Propinsi untuk melakukan
bimbingan akreditasi ke RSUD Kab/Kota dalam mengatur proses
akreditasi mulai dari pelatihan sampai dengan survei akreditasi
dalam satu tahun anggaran.

c) SDM

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 79


o Peningkatan keterlibatan dinas kesehatan dalam persiapan
akreditasi RS.
. Koordinasi dengan Kemendagri untuk dapat meningkatkan
komitmen Pimpinan Daerah dalam Akreditasi RS, dalam
penyusunan struktur organisasi RS dan penunjukan Direktur RS.
o Melakukan koordinasi kepada PPSDM untuk melakukan
pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan sesuai dengan kelas
Rumah Sakit.
o Membuat Pakta Integritas Direktur RS terutama RS Regional dalam
persiapan akreditasi.
o Mensosialisasikan transformasi budaya kerja untuk meningkatkan
budaya Mutu.
. Membentuk tim pendamping akreditasi yang dapat memberikan
bimbingan kepada RS yang membutuhkan sesuai dengan
penugasan Kemenkes.

d) Sarana dan prasarana


Mengalokasikan anggaran DAK Fisik 2016 untuk seluruh RSUD dalam
pemenuhan standar, prasarana dan alat kesehatan sesuai kelas RS
untuk standar akreditasi.

4. Sasaran Strategis 4: Meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan


farmasi dan alat kesehatan
Pada tahun 2015, sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
diukur dengan indikator sebagai berikut:
a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas menjadiTTo/o.
b. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alkes yang diproduksi di

dalam negeri sebanyak 7 jenis.


c. Persentase produk alkes dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat
sebesar 75o/o.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 80


Dari indikator pencapaian kinerja tahun 2015 tersebut diatas, Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah mencapai target yang
telah ditetapkan, yaitu dengan capaian:
a. Realisasi persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebesar
79,38o/o.

b. Realisasi jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alkes yang
diproduksi di dalam negeri sebanyak 11 jenis.
c. Realisasi persentase produk alkes dan PKRT di peredaran yang
memenuhi syarat sebesar 78,18Vo.

Tercapaianya indikator yang telah ditetapkan pada tahun pertama Renstra


2015-2019 tersebut menjadi penting sebagai modal dalam pencapaian target
di tahun-tahun itu
diperlukan kerja keras seluruh
berikutnya. Untuk
komponen, pendayagunaan sumber daya yang optimal dan diperlukan
penguatan terutama dalam perencanaan penyusunan peraturan perundang-
undangan bidang kefarmasian dan alat kesehatan serta monitoring dan
evaluasi pelaksanaan kegiatan.

Tabel 3.1. Capaian Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2015
Target Realisasi Capaian
Sasaran Strategis lndikator Kinerja
2015 2015 2015
Meningkatnya Persentase ketersediaan 77o/o 79,38o/o 103,09%
akses dan mutu obat dan vaksin di
sediaan farmasi, Puskesmas
alat kesehatan dan Jumlah bahan baku obat 11 157,140/o
Perbekalan dan obat tradisional serta
Kesehatan Rumah alat kesehatan (alkes) yang
Tangga (PKRT) diproduksi di dalam negeri
Persentase produk alat 75o/o 78,18o/o 104,24%
kesehatan dan PKRT di
peredaran yang memenuhi
syarat

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 81


Grafik 3.12.Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun 2015

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0
Persentase ketersediaan Jumlah bahan baku obat Persentase produk alat
obat dan vaksin di dan obat tradisional scrta kesehatan dan PKRT di
Puskesmas alat kesehatan (alkes) pcredaran yang,
yang diproduksi di dalam memenuhisyarat
neSerl

Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:

a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas


Aksesibilitas obat ditentukan oleh ketersediaan obat bagi pelayanan
kesehatan. Pada tahun 2014, tingkat ketersediaan obat dan vaksin telah
mencapai 10O,51o/o, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai
96,820/o. Walaupun demikian, ketersediaan obat dan vaksin belum
terdistribusi secara merata baik antar puskesmas, antar kabupaten/kota
maupun antar provinsi. Disparitas ini mencerminkan belum optimalnya
manajemen logistik obat dan vaksin. Untuk itu, perlu didorong
pemanfaatan sistem pengelolaan logistik online serta skema relokasi obat-
vaksin antar Provinsi/Kabupaten/Kota yang fleksible dan akuntabel. Upaya
perbaikan manajemen logistic obat dan vaksin yang telah dilakukan antara
lain implementasi e-catalog dan inisiasi e-logistik obat.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 82


fndikator ketersediaan obat dan vaksin pada tahun 2010 - 2014
menggambarkan kondisi di instalasi farmasi kabupaten/kota dan kurang
menggambarkan ketersediaan obat dan vaksin di pelayanan kesehatan
dasar, sehingga pada Renstra periode 2015 2019 diformulasikan
indicator Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas dengan mengambil
20 item obat dan vaksin indicator yang merupakan obat dan vaksin
pendukung program kesehatan ibu, kesehatan anak, penanggulangan
penyakit, serta obat pelayanan kesehatan dasar yang banyak digunakan
dan terdapat di Formularium Nasional.

Sesuai dengan Undang - undang Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan, yang dimaksud dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan
obat, obat tradislonal, dan kosmetika.

Sedangkan alat kesehatan menurut Permenkes No 70 tahun 2014


tentang Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga adalah instrumen, aparatus, mesin, perkakas,
dan/atau implan, reagen in vitro dan kalibrator, perangkat lunak, bahan
atau material yang digunakan tunggal atau kombinasi, untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh, menghalangi pembuahan,
desinfeksi alat kesehatan, dan pengujian in vitro terhadap spesimen dari
tubuh manusia, dan dapat mengandung obat yang tidak mencapai kerja
utama pada tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi atau
metabolisme untuk dapat membantu fungsi/kinerja yang diinginkan.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 83


Kondisi yang dicapai:
Realisasi indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin di
Puskesmas tahun 2015 sebesar 79,38o/o, melebihi target yang telah
ditetapkan dalam Renstra Kemenkes Tahun 2015-2019 yaitu sebesar 77%
dengan capaian sebesar 103,09%.

Sosialisasi yang terus menerus kepada petugas Provinsi di setiap


kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan di sepanjang tahun 2015 adalah salah satu faktor
yang menunjang keberhasilan pencapaian indikator kinerja kegiatan
melebihi target yang telah ditetapkan, karena indikator kinerja tahun 2015
merupakan indikator baru yang berbeda dengan indikator kinerja periode
tahun 2010-2014, baik dari segi definisi operasionalnya, cara perhitungan
maupun cara pengumpulan data dan pelaporannya.

Untuk itu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


menerbitkan buku 'Petunjuk Teknis Pemantauan Indikator Kinerja
Kegiatan (lKK) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Tahun 2015-2019'yang telah dibagikan kepada seluruh petugas Provinsi
sebagai pedoman dalam melaksanakan pengumpulan, perhitungan dan
pelaporan data indikator kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan di daerahnya masing-masing.

Selain itu, dikeluarkannya surat keputusan Direktur Bina Obat Publik


dan Perbekalan Kesehatan nomor HK.02.04151102512015 tanggal 8 Juni
2015 tentang penunjukan panitia pengumpulan dan pengolahan data
indikator kinerja kegiatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan di 34 Provinsi memungkinkan terbangunnya koordinasi dan
komunikasi yang baik dengan daerah yang ikut mendukung pencapaian
indikator kinerja kegiatan yang melebihi target yang telah ditetapkan.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 84


Tabel 3.2.Target, realisasidan capaian indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin
di puskesmas tahun 2015

Persentase ketersediaan obat


dan vaksin di Puskesmas

Grafik 3.11.Target dan realisasi indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin
di puskesmas tahun 2015

95",5 l
90% -

ITarget
r Realisasi

2015 2016 2017

[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 85


Hasil tersebut diperoleh dari periode pelaporan bulan November tahun
2015 dimana Jumlah Puskesmas yang melapor sebanyak 1.013 dari
1.328 Puskesmas sampel dan terdapat empat Provinsi yang
Puskesmasnya sama sekali tidak mengirimkan laporan (135 Puskesmas),
yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan
dan Papua Barat. Provinsi dengan persentase ketersediaan obat dan
vaksin di Puskesmas tertinggi adalah D.l. Yogyakarta (92,73o/o).

Grafik 3.13. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas di 34 provinsi


Tahun 2015

Persentase Ketersedlaan Obat dan \taksln di Puskesmas dl


34 Provlnsl Tehun 2O15
F.qttsl\l F.Pu 69
Ptortrrl PaF.ra lt.al ooo 'O
h 01 lml hl.hrl u Ut.a. Eil, | 7
fr o rlr rl lrl rhrl u 56,19
Ff0{{irt ttaawfrl k{.|J. ooo
fr olbl tulGrt i-.1 o.o0
Proltt{l l.Lh'Aa f ftarh sJ,:,rr
ftsrba tul.wrl ldtolr. 87.83
,,ovt.r{as({ftrlo ro oo
tro"li!l1(&$^l uha ,7fi
l.ovh{t.lhubn Utr. ,o.00
,..ovt !aX.hrn|.hlau EO.9a
[to\tril f,.l6mLr LLl- at57
ftnla[rll.l|ndt n f stah 8r.78
Pro\a.r{ li.krnrllrl t-.1 90.oo
Pffrhrt lall o.oo
prenh{All 07.Oo
Pt o rtQra kI E$.0!'
ttdr|nrt la'ra lilul tl.6:l
ProlLr{aH l.*y.lJl. Dr ,3
Iro',lnrl ra\e. lfrl.lt E5 57
f.rottrrrl irlcr 'r4 a7
P.o,,tt( l.w. lral 77 99
Fruvhrl tlll r.lr|| 69,60;
Pto "*r!l ldvrof ?7.8O
tf o!ft |. L.prad.d ldrli. i.liru 7(}m
9rr*trll.d[.|{a (L.1ff ;'6,6)
Ptdrltrl laril.Ar rt 29
Fre!'!r$ lril{ Et.d4
Pto"rrrl f qri-ar l||a 65.00
lraov|'rrl rtar 89.5t
trovffit t{{6ll{aix.l 8t.e6
9reilrhalq$atd.(rt. 69,74
Itrodrrrl Ardr ,7a.2,
LA\r|ltrt 79.t4
0,oo lo,oo to@ ]o00 40.il) 5000 60.d) 70.oo 8000 90.fi) 100.00

Item obat yang memiliki ketersediaan tertinggi di Puskesmas adalah


Parasetamol 500 mg Tablet, sedangkan item obat yang memiliki
ketersediaan terendah di Puskesmas adalah Magnesium Sulfat Injeksi
2Oo/o.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 86


Grafik 3.14. Jumlah item obat dan vaksin yang tersedia di puskesmas di 34 provinsi
Tahun 2015

Jumlah ltem Obat dan Vaksin yant tersedia di


Puskesmas di 34 ProvinsiTahun 2015

V*rln OPtl DPt-lt C/ OPI-fi D tttt


V.lrrnll
v*rhtCG
l*hrlrarbrhOrdr
Pl'rotrnol ll0o m3 trb
Obltodolnftrl
Ob.t Antl &a..culodr dtwur
Mor|l.r3onrotrtn M.L.r &rl 4l0O mjl nl
tt|3n .hrn s|iiil hr.trt lor3
x.ttoprar.b
6llbealba*d
6a?xtr oaaln
firorrntd rrbbr rlo mj 872
fhcne rlldoa lVlr&ilh Xl hl.lri
tptrfran lA&rn*rl lnlrlra O,f X lrbt a f{Ctl
Otrrogrrn erltrt 3 oq/mt
Drlrrnrtercnteb
&rrorkilan rvrup
tnqrk0o3@njtrb
ADandrolt.b

Permasalahan:
Pelaksanaan kegiatan pengumpulan data indikator persentase
ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas tahun 2015 menghadapi
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1) Laporan yang dikirimkan oleh Provinsi setiap bulannya tidak lengkap
dan tidak tepat waktu seperti yang telah dituangkan di dalam buku
Petunjuk Teknis Pemantauan Indikator Kinerja Kegiatan (lKK)
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2015-
2019 yang sudah disosialisasikan kepada seluruh Provinsi.
2) Jumlah tenaga kefarmasian yang terbatas dan kompetensi yang belum
sesuai di Puskesmas.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 87


3) Seringnya mutasi tenaga kefarmasian yang bertugas di Instalasi
Farmasi.
4) Kurangnya koordinasi antara Puskesmas, Kabupaten/Kota dan
Provinsi.
Usul Pemecahan Masalah:
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut di
atas antara lain sebagai berikut:
1) Pemberian reward bagi petugas/pengelola data di daerah.
2) Melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan obat di
Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten/Kota.
3) Melakukan pembinaan terhadap SDM pengelola obat secara
berkesinambungan.
4) Perlu dibangun koordinasi yang baik untuk pelaporan data
ketersediaan obat dan vaksin dari unit pelayanan ke instansi
penanggung jawab kesehatan di daerah (Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Provinsi).

Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta Alat Kesehatan (Alkes)
yang diproduksi di dalam negeri (kumulatif).
lmpor bahan baku obat, produk kefarmasian lain dan alat kesehatan
mengakibatkan kurangnya kemandirian dalam pelayanan kesehatan.
Hampir 90% kebutuhan obat nasional sudah dapat dipenuhi dari produksi
dalam negeri. Hanya industry farmasi masih bergantung pada 96% bahan
baku impor. Selain itu ketergantungan terhadap impor alat kesehatan
masih mencapai 94o/o. Sehingga pada Renstra periode 2015 - 2019
ditetapkan indikator Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta
Alat Kesehatan (Alkes) yang diproduksi di dalam negeri (kumulatiQ

Kondisi yang dicapai:


Pada tahun 2015, jumlah bahan baku obat dan obat tradisional serta alat
kesehatan yang diproduksi di dalam negeri mencapai 11 jenis dari target
sebanyak 7 jenis yang telah ditetapkan. Upaya yang dilakukan adalah

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 88


dengan pendirian kelompok kerja kemandirian bahan baku obat
beranggotakan lintas kementerian dan sfakeholder terkait lain dengan
Kementerian Kesehatan sebagai koordinator. Pencapaian kemandirian
obat dan bahan baku obat juga terutama dilakukan melalui kerjasama dan
fasilitasi penelitian dengan lembaga penelitian (BPPT dan LlPl) dan
Perguruan Tinggi di bidang pengembangan bahan baku obat serta
pembentukan jejaring dengan berbagai stakeholder diantaranya institusi
penelitian, kalangan industri dan asosiasi pengusaha.

Pada tahun 2015 dilakukan kerjasama dengan Kementerian Riset dan


Teknologi (BPPT) dan Kementerian Pendidikan melalui Perguruan Tinggi
yaitu Institut Teknologi Bandung (lTB), Universitas Gadjah Mada (UGM)
dan Universitas Padjadjaran (UNPAD).

Jumlah produk alat kesehatan dalam negeri di Indonesia masih


terbatas jenisnya serta belum digunakan secara maksimal oleh sarana
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya promosi
untuk menarik minat investor dan pelaku usaha, pembinaan kepada
industri alat kesehatan negeri agar meningkatkan kualitas produk dan
kapasitas produksi, melakukan sosialisasi dan advokasi terhadap
Pemerintah Daerah maupun sarana pelayanan kesehatan agat
menggunakan alat kesehatan dalam negeri.
Tabel3.3. Target, realisasi dan capaian indikator jumlah bahan baku obat dan obat
tradisional serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeritahun 2015

Jumlah bahan baku obat dan 157,140/o

obat tradisional serta alat


kesehatan (alkes) yang
diproduksi di dalam negeri

*)Jenr's
bahan baku obat dan alat kesehatan yang diinisiasi pada tahun 2015

[aporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 89


Grafik 3.15. Target dan realisasi indikator jumlah bahan baku obat dan obat tradisional
serta alat kesehatan (alkes) yang diproduksi di dalam negeritahun 2015

40

30

20 lTarget
I Realisasi
10

Daftar Nama Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional yang
Diproduksi di Dalam Negeri Tahun 20'15

Tabel 3.4. Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional yang Diproduksi di Dalam
Negeri Tahun 2015

No BBO/BBOT Kerjasama A-B-G


1 Ekstrak Terstandar Daun Kepel UGM-PT Swayasa
(Stelechocarpus buharol (Bl) Hook.f. & Prakasa
rh)
2 Ekstrak Umbi Bengkoan g (Pachynhizus UGM-PT Swayasa
erosus L.) Prakasa
3 Ekstrak Aktif Terstandar Daun Mimba UGM-PT Swayasa
(Azadirachta indica) Prakasa
4 Ekstrak Biji lGbet (Tigonella foenum- BPPT - PT Kimia
graecum L.) Farma
5 Pemanis Alami Gliosida Steviol ITB - PT Kimia Farma
6 Ekstrak Terstanda r Strobi lanfhes cnspus ITB - PT Kimia Farma
L
7 Ekstrak Terstandar Kelopak Bunga UNPAD - PT
Roseola (Hrbrscus sabdariffa L.) Phytochemindo Reksa
8 Karagena n Pharmaceutical Grade UNPAD - CV Suprima

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


"
PT.SARAI{DI KARYA NUGRAHA PT, MEDII{OP PT.1IED1HOP
TKARIXA Renograf 'SIIEMIIES
-TRITONT-Vlo(AKD21603510351)
.TRtroN Tkln Marlcr
(AKD 21501510202) (AKD11603510346)
-TRITON Ttene (AKD 21603510292)
- TRITON T- Mon (AKD 21603510n3)
.BIOLOGICALSUTURES:
.TRITON T-Plaln (AKD 21603510347)
- TRITON T-Chromlc (AKD 21603510348)
-TRtTOit T-Silk (AKD 21603510352)

Gambar 3.13. Alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri tahun 2015

rill/'/'ff//

. Pornoron ' Ditfog


Pcrrksa frfata Grolis '

Gambar 3.14. Menteri Kesehatan Rl, Prof. Dr. Nila Farid Moeloe( Sp.M (K) membuka
pameran alat kesehatan dan PKRT dalam negeri di Hall B Jakarta Convention Center,
Senayan Jakarta

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 91


Kementerian Kesehatan bersama jajaran pemerintah,
akademisi/peneliti dan masyarakat industri terus berupaya untuk
meningkatkan penggunaan produk alat kesehatan dalam negeri yang
beredar dapat bersaing di skala nasional dan global. Berkaitan dengan hal
tersebut, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan'Pameran Alat
Kesehatan dan PKRT Dalam Negeri" sekaligus pencanangan 'Gerakan
Cinta Alat Kesehatan Dalam Negeri" yang diselenggarakan pada tanggal
16-17 Oktober di Hall B, Jakafta Convention Center. Dengan
diselenggarakan pameran tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kebanggaan dan kecintaan masyarakat untuk menggunakan produk
buatan dalam negeri khususnya alat kesehatan ditengah membanjirnya
barang-barang impor sebagai akibat dari implementasi FTA (Free Trade
Agreemenf), sebagai sarana untuk menampilkan produk alat kesehatan
hasil karya anak bangsa yang diproduksi di dalam negeri, serta memacu
pelaksanaan dan peningkatan pembangunan industri alat kesehatan
dalam negeri.

Permasalahan:
Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian
indikator kinerja kegiatan jumlah Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional
serta Alat Kesehatan yang diproduksi di dalam negeri yaitu:
1) Keterlambatan pihak ke tiga dalam mengusulkan proposal penelitian
BBO
2) Keterlambatan pelaksanaan penelitian BBO, sehingga penelitian
selesai di akhir tahun
3) Terbatasnya jenis produk alat kesehatan yang diproduksi di dalam
negeri.
4) Terbatasnya jumlah sarana produksi dalam negeri.
5) Terbatasnya kemampuan sarana produksi dalam negeri untuk
memproduksi alat kesehatan.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Usul Pemecahan Masalah:
Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam
pencapaian indikator kinerja kegiatan jumlah Bahan Baku Obat dan Obat
Tradisionat serta Alat Kesehatan yang diproduksi di dalam negeri adalah
sebagai berikut:
1) Waktu pelaksanaan kegiatan dipercepat dan diintensifkan sesuai
kontrak. Pembentukan konsorsium pengembangan BBO BBOT dan
pemanfaatannya.
2) Melakukan pembinaan terhadap industri alkes dalam negeri untuk
memperbanyak item produk alat kesehatan dalam negeri melalui
terobosan "Gerakan Cinta Alat Kesehatan Dalam Negeri" yang
dicanangkan pada saat pembukaan Pameran Alat Kesehatan Dalam
Negeri.
3) Memberikan dukungan kepada sarana penyalur alat kesehatan untuk
meningkatkan investasi usahanya di bidang produksi alat kesehatan.
4) Melakukan pembinaan kepada sarana produksi dalam negeri untuk
meningkatkan kapasitas dan menambah jenis produk yang
diproduksinya.

Persentase produk Alkes dan PKRT di peredaran yang memenuhi syarat.


Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang
ditempuh dalam rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
terhadap keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang
telah memiliki izin edar. Pengambilan sampel alat kesehatan dan PKRT
dilaksanakan di 34 Provinsi. Seluruh sampel diuji di beberapa laboratorium
yang terakreditasi atau yang ditunjuk.

Kondisi yang dicapai:


Total sampel yang diuji dan telah diperoleh hasil uji adalah 1797 sampel.
Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel, diperoleh hasil yang
menunjukan 1405 sampel memenuhi syarat (MS) dan 392 sampel tidak
memenuhi syarat (TMS).

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 93


Pengambilan sampel alat kesehatan dilakukan berdasarkan Pedoman
Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan. Kriteria
sampel alat kesehatan dan PKRT yang diuji sebagai berikut:

Kriteria umum:
1) Ketersediaan laboratorium uji dan metode pengujiannya.
2) Kajian resiko dari sampel yang akan diambil.
3) Ketersediaan standar yang digunakan dalam metode analisis.
4) Produk yang banyak dipakai oleh masyarakat luas.
5) Produk yang banyak beredar dan memiliki dampak yang cukup luas
pada masyarakat.
6) Produk yang berdasarkan data tahun sebelumnya yang tidak
memenuhi syarat (TMS).

Kriteria khusus:
1) Produk alat kesehatan kelas satu.
2) Produk alat kesehatan steril.
3) Produk PKRT.
4) Produk yang diduga tercemar dan dapat menimbulkan dampak yang
tidak diinginkan.

Pada tahun 2015, indikator kinerja persentase produk alat kesehatan


dan PKRT di peredaran memenuhi syarat memiliki target sebesar 75%
dan secara nasional realisasinya sebesar 78.18o/o dengan persentase
capaian indicator kinerja sebesar 104.24o/o

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 94


Tabel 3.5. Target, realisasi dan capaian indikator persentase produk alat kesehatan dan
PKRT di peredaran yang memenuhi syarat tahun 2015

Percentase produk alat 78,180/o 104,240/o


kesehatan dan PKRT di
peredaran yang memenuhi
syarat

Grafik 3.16. Target dan realisasi indikator persentase produk alat kesehatan dan
PKRT di peredaran yang memenuhi syarat tahun 2015

840A

82o/o

80o,6

78%
76%
74%
72%
70016

Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah kegiatan proaktif, kegiatan ini
merupakan salah satu upaya strategi peningkatan pengawasan posf-
market dalam rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
terhadap keamanan, mutu, manfaat dan kinerja alat kesehatan dan PKRT
yang beredar di wilayah NKRI dan telah memiliki izin edar. Tujuan
Kegiatan ini adalah untuk menjamin alat kesehatan dan PKRT yang
beredar di wilayah NKRI memenuhi persyaratan mutu dan manfaat dan
mendukung pencapaian indikator ketiga Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan yaitu persentase produk alat kesehatan dan
PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamaanan, mutu dan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 95


manfaat. Output dari kegiatan tersebut yaitu tersedianya data dan
informasi alat kesehatan yang Memenuhi Syarat (MS) dan Tidak
Memenuhi Syarat (TMS).

Permasalahan:
Terdapat beberapa permasalahan yang dialami dalam pencapaian
indikator kinerja kegiatan persentase produk alat kesehatan dan PKRT di
peredaran yang memenuhi syarat, yaitu:

Usul Pemecahan Masalah:


1) Sampling baru dilakukan prioritas untuk produk tertentu.
2) Jumlah Laboratorium yang bias menguji produk alkes dan PKRT masih
terbatas.
3) Befum tersosialisasikannya e-watch alkes untuk melaporkan Kejadian
yang Tidak Diinginkan (KTD) alat kesehatan dan/atau PKRT secara
masif.
4) Standar SNI belum menjadi mandatory sebagai salah satu persyaratan
pendaftaran alkes dan/atau PKRT.

Upaya pemecahan masalah terhadap kendala yang dialami dalam


pencapaian indikator kinerja kegiatan persentase produk alat kesehatan
dan PKRT yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Meningkatkan peran dan tanggung jawab sarana pemegang izin edar
terhadap pengawasan internal produk yang diedarkannya dengan cara
mewajibkan melakukan sampling secara berkala dan melaporkan hasil
uji produknya ke Kementerian Kesehatan Rl.
2) Perlu dilakukan koordinasi lintas sektor terus menerus agar
meningkatkan kemampuan laboratorium untuk pengujian sampel alkes
dan/atau PKRT.
3) Melakukan sosialisasi e-watch alkes terus menerus, sehingga laporan
atas KTD dari alat kesehatan dapat ditindaklanjuti.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 95


4) Perlu diberlakukan persyaratan SNI sebagai salah satu syarat dalam
pendaftaran alkes dan PKRT tertentu sehingga laboratorium dapat
meningkatkan kapasitas pengujian.

Upaya dan prestasi yang telah dicapai oleh Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada tahun 2015 antara lain:
1) Pencanangan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat
(GeMa CerMat) dan selanjutnya dilakukan sosialisasi pelaksanaannya
kepada Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia, lkatan Apoteker
Indonesia dan Akademisi. Selanjutnya setelah pedoman pelaksanaan
GeMa CerMat tersebut tersusun maka akan dilakukan penerapan yang
diawali dengan model percontohan GeMa CerMat di Dinas Kesehatan
Provi nsi/Kabu paten/Kota.

Gambar 3.15. Pencanangan gerakan masyarakat cerdas menggunakan obat oleh


Menteri Kesehatan Rltahun 2015

2) Farmasi dan Alat Kesehatan Online (Faralkes Online)


a) e-regalkes
Track & trace sysfem e-regalkes adalah sistem perizinan registrasi
alat kesehatan dan PKRT secara online yang dapat dilacak dan
ditelusuri di setiap tahapan proses evaluasi perizinan atau

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 97


sertifikasi. Dengan sistem ini maka stakeholder (pelaku usaha)
dapat memantau proses perizinan nya sesuai janji layanan. Sistem
ini juga terkoneksi dengan Portal INSW milik Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.
b) e-payment
Penerapan e-paymenf, yaitu aplikasi yang menghubungkan antara
sistem registrasi online alkes dan PKRT dengan sistem informasi
PNBP online (SIMPONI) milik Kementerian Keuangan. Dengan
aplikasi ini pemohon dapat melakukan pembayaran 24 jam reaftime
online melalui ATM atau lntemet banking bank persepsi di seluruh
Indonesia. Pembayaran PNBP dengan metode ini dapat lebih
terpercaya kebenarannya, efektif dan efisien dibandingkan
pembayaran dengan formulir Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP)
atau pembayaran manual. Selain itu dapat meningkatkan
akuntabilitas pencatatan dan pelaporan keuangan.
c) e-suka
Penerapan e-suka yaitu pelayanan surat keterangan secara online
sebagai terobosan banyaknya permohonan surat keterangan yang
dibutuhkan masyarakat untuk informasi produk, baik untuk
kebutuhan pribadi, pengadaan, ekspor-impor, dan untuk melakukan
proses registrasi alat kesehatan dan PKRT. E-sistem surat
keterangan alat kesehatan yang dinamakan e-suka yang dapat
diakses melalui www.esuka. binfar. kemkes. oo. id.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Gambar 3.15. Launching Faralkes Online oleh Menteri Kesehatan
Republik Indonesia

5. Sasaran Strategis 5: Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas dan Pemerataan


Tenaga Kesehatan
Menurut pendataan Badan PPSDMK terkait jumlah SDM Kesehatan pada
akhir tahun 2015, tercatat sebanyak 876.617 orang, dengan rincian jenis
tenaga kesehatan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2015 tentang Tenaga
Kesehatan, yaitu Medis 108.752, Keperawatan 214.447, Kebidanan 96.313,
Kefarmasian 31.904, Kesehatan Masyarakat 41.181, Kesehatan Lingkungan
12.897, Gizi 14.881, Keterapian Fisik 5.165, Keteknisian Medis 18.522, dan
Teknik Biomedika 24.092.

Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:


a. Jumlah Puskesmas yang memiliki minimal 5 jenis tenaga kesehatan
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas).

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Berdasarkan pasal 16 Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas, disebutkan bahwa sumber daya manusia Puskesmas terdiri
dari tenaga kesehatan dan non kesehatan. Tenaga kesehatan yang
dimaksud paling sedikit terdiri atas :

1) dokter atau dokter layanan primer;


2) dokter gigi;
3) perawat;
4) bidan;
5) tenaga kesehatan masyarakat;
6) tenaga kesehatan lingkungan;
7) ahli teknologi laboratorium medik;
8) tenaga gizi; dan
9) tenaga kefarmasian.

Sejak 1
Januari 2014, Pemerintah mulai mengimplementasikan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN yang dikembangkan di
Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Nasional
yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kebijakan JKN merupakan suatu
kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dengan
tujuan tercapainya keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan seluruh rakyat untuk hidup produkti
secara sosial dan ekonomi. Hal ini selaras dengan amanah UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pelayanan kesehatan era JKN
dilaksanakan secara berjenjang serta memberlakukan sistem rujukan
dengan harapan akan mengurangi beban rumah sakit. Akan tetapi, sukses
dan tidaknya pelaksanaan JKN, salah satunya ditentukan oleh berjalan
tidaknya sistem rujukan dan Puskesmas merupakan garda pertama sistem
tersebut. Berdasarkan penelitian Rahmat Alyakin (2014), pengalaman
penerapan Jamkesmas di Kabupaten Nias Selatan justru perubahan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai kesehatan karena jaminan
kesehatan yang tersedia memberikan disinsentif program preventif
karena masyarakat tidak berusaha untuk tidak menjadi sakit, sebab
merasa telah tersedia biaya untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

Oleh karenanya, peran Puskesmas sebagai gate keeper sangat


dibutuhkan. Puskesmas harus kembali kepada perannya yang lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya di wilayah keryanya. Revitalisasi
Puskesmas dalam upaya promotif dan preventif harus diterapkan, tanpa
mengabaikan fungsi kuratif. Untuk itulah, dibutuhkan SDM kesehatan
pada area promotif dan preventif. Karenanya selama 5 tahun kedepan
sejak 2015, salah satu indikator yang ditetapkan Badan PPSDM
Kesehatan dalam rangka mencapai sasaran strategisnya adalah jumlah
puskesmas yang memiliki minimal 5 jenis tenaga kesehatan, yaitu tenaga
kesehatan lingkungan, tenaga kefarmasian, tenaga gizi, tenaga kesehatan
masyarakat dan tenaga analis kesehatan.

Untuk tahun 2015, dari taget 1.200 yang ditetapkan, telah tercapai
1.179 Puskesmas yang memiliki minimal 5 jenis tenaga kesehatan atau
tercapai 98 %. Pencapaian ini menunjukkan bahwa capaian indikator ini
turut didukung oleh peran serta Pemerintah Daerah terkait SDM
kesehatan. Hal ini selaras dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, dimana dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah
Provinsi wajib melakukan perencanaan dan pengembangan SDM
kesehatan untuk UKM dan UKP daerah Provinsi. Di dalam UU Nomor 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 4 disebutkan pula bahwa
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab terhadap
pengaturan, pengawasan dan peningkatan mutu Tenaga Kesehatan.
Selain itu, disebutkan pula bahwa perencanaan, pengadaan dan
pendayagunaan Tenaga Kesehatan sesuai kebutuhan juga menjadi
tanggung jawab bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Artinya

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 101


ada peran Pemerintah Daerah mulai dari perencanaan, pendayagunaan
hingga pendistribusian Tenaga Kesehatan. Apabila diproyeksikan kepada
target 2019, maka capaian ini telah mencakup 21 o/o dari target 5.600
tersebut. Badan PPSDM Kesehatan sebagai unit Eselon I Kementerian
Kesehatan yang memiliki tugas melaksanakan pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia di bidang kesehatan akan terus
berupaya memenuhi pencapaian target ini.

Salah satu upaya yang dilakukan Badan PPSDM Kesehatan untuk


mencapai target tersebut adalah melalui penempatan tenaga kesehatan
berbasis tim (team based) dengan program Nusantara Sehat yang
dilaksanakan oleh Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM
Kesehatan sejak tahun 2015. Program ini bertujuan meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan
(DTPK) serta Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) untuk mendukung
pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu
Indonesia Sehat (KlS). Program ini dilaksanakan dengan menempatkan
tenaga kesehatan berbasis tim (Tim Nusantara Sehat) dalam rangka
penguatan program pelayanan kesehatan di puskesmas DTPK dan DBK.
Peserta Program Nusantara Sehat adalah para tenaga profesional dengan
latar belakang kesehatan antara lain dokter, dokter gigi, perawat, bidan,
Ahli Teknologi Laboratorium Medik, Tenaga Kefarmasian, Tenaga Gizi,
Tenaga Kesehatan Lingkungan dan Tenaga Kesehatan Masyarakat yang
bersedia ditempatkan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Daerah
Tertinggal, Perlcatasan dan Kepulauan (DTPK) serta Daerah Bermasalah
Kesehatan (DBK) di seluruh wilayah Indonesia selama 2 (dua) tahun.
Target penempatan Tim Nusantara Sehat pada tahun 2015 sebanyak 480
tenaga kesehatan di 44 kabupaten DTPK yang terbagi dalam 2 periode
penempatan.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 to2


Gambar 3.17. Kegiatan Tim Nusantara Sehat Tahun 2015

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 103


Dibutuhkan komitmen semua pihak, baik Pusat dan Daerah untuk
bersama-sama bersinergi terkait pemenuhan tenaga kesehatan di
Puskesmas, sehingga derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingganya dapat tenrujud.

b. Persentase RS kabupaten/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis


dasar dan 3 dokter spesialis penunjang
Persentase RS kab/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar
dan 3 dokter spesialis penunjang adalah persentase RS kab/kota kelas G
yang memiliki4 dokter spesialis dasar (Obstetri ginekolog, Kesehatan
Anak, Penyakit dalam, dan Bedah) dan 3 dokter spesialis penunjang
(Anestesiologi, Radiologi dan Patologi Klinik).
Cara perhitungan indikator ini adalah jumlah RS kab/kota kelas C
yang telah terpenuhi dokter spesialis dasar (Obstetri ginekolog, Kesehatan
Anak, Penyakit dalam, dan Bedah) dan 3 dokter spesialis penunjang,
dibagi totaljumlah RS kab/kota kelas C.

Tabel 3.6. Target dan Capaian RS Kab/Kota Kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis
dasar dan 3 dokter spesiais penunjang

TARGET CAPAIAN
NO INDIKATOR 2015 2016 2017 2018 2019 TAHUN
2015
2 Persentase RS 30o/o 35o/o 4Qo/o 50o/o 60% 35o/o

Kab/Kota Kelas C
yang memiliki4
dokter spesialis
dasar dan 3
dokter spesiais
penunjang

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Grafik 3.17. Target dan Capaian RS Kab/Kota Kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis
dasar dan 3 dokter spesiais penunjang

Targeft Rsatsari
rTarget Reahsasi

Berdasarkan hasil pendataan oleh Badan PPSDM Kesehatan, dari


total 296 RS kelas C milk Pemerintah Kab/Kota, yang telah terpenuhi 4
dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang adalah sebanyak
104 Rumah Sakit atau tercapai 35%. Sehingga prosentase capaian untuk
o/o.
indikator ini adalah 117 Apabila capaian target ini dibandingkan dengan
target yang ingin dicapai di tahun 2019, maka dari target 60% yang ingin
o/o
dicapai, telah tercapai 35 atau secara prosentase, telah tercapai 58o/o.

Grafik 3.18. Perbandingan Target dan Capaian Indikator persentase RS Kab/Kota kelas
C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang
Tahun 2015-2019

bllt,

\il:'.

-tif.:.

2 t-t',

10':'

rJg;
2(i18

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 105


Permasalahan maldistribusi ini sebenarnya merupakan isu yang sering
disampaikan. Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk dalam rangka
penempatan dokter spesialis. Akan tetapi belum ada identifikasi mengenai
kualitas daerah yang dituju untuk penempatan tenaga dokter. Dokter yang
baru lulus akan ditempatkan di daerah yang sangat minim fasilitas dan
sarana pendukung lainnya. Akibatnya angka intention to leave menjadi
sangat tinggi di kalangan dokter muda yang bekerja di pedalaman.

Kebijakan yang dibuat pula sering kali concern hanya pada


mengurangi kesenjangan; seperti menaikkan gaji/upah atau insentif,
ketimbang membuat strategi jangka panjang. Perbaikan dan penguatan
sistem kesehatan daerah dan mutu pelayanan kesehatan belum digarap
secara serius. Pemerataan tenaga dokter spesialis tidak bisa dilihat hanya
dari sudut pandang saja, melainkan perlu juga
ketenagaannya
memperhatikan pengembangan sistem kesehatan daerah dan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Apabila sistem pelayanan
kesehatan di suatu daerah sudah baik dengan didukung sumber daya
memadai, serta sarana dan prasarana menunjang dan adanya jaminan
keamanan saat dokter melakukan tugasnya, maka dengan sendirinya para
dokter spesialis muda akan dengan sukarela mau bertugas di daerah
sampai ke level kabupaten sekalipun. Oleh karenanya, sinergi antara
Pusat dan Daerah juga kembali dibutuhkan agar sama-sama berupaya
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 106


Grafik 3.19. Distribusi Bantuan PPDS/PPDGS Seluruh Angkatan

DISTRIBUSI PENERIMA EANTUAN PENOIDIKAN OR,DRG SPESIALIS


SELUR,UH AN6KATAN (I - XIII)

400

t00

Fi.lrata,r,rpr sratl!

I 5p Penr.k'r oalam ! S9 An.k ! sp s.d.h I 5p ob:gyn ! 5p Arc:rcsi I 5p P.toloqr Klrn'k


I 5p Radiotogr

tr]'>'Nl J.tul l,',lelnai .eb. f,-.;,:


^L;(

Salah satu upaya pencapaian target indikator kinerja program PPSDM


Kesehatan, yang dilaksanakan Badan PPSDM Kesehatan adalah melalui
pemberian bantuan biaya pendidikan PPDS dan PPDGS dengan prioritas
mata kuliah untuk 4 spesialisasi dasar yaitu Kebidanan dan Kandungan,
Bedah, Penyakit Dalam dan Kesehatan Anak, serta 3 spesialisasi
penunjang yaitu Anestesi, Radiologi dan Patologi Klinik.

Jumlah SDM kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya (kumulatif)


Cara perhitungan indikator ini adalah jumlah aparatur, tenaga pendidik
dan kependidikan serta tenaga kesehatan non aparatur dan masyarakat
yang telah ditingkatkan kemampuannya dengan memperoleh sertifikat
melalui pendidikan dan pelatihan yang sudah terakreditasi.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Grafik 3.20. SDM kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya (kumulatif)

SDM Kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif di


bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan,
maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam
melaksanakan upaya kesehatan. Dalam rangka mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, SDM Kesehatan dituntut untuk senantiasa
meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, baik melalui pendidikan
maupun pelatihan. Melalui peningkatan kompetensi, SDM Kesehatan
senantiasa terpapar akan informasi kesehatan yang up to date sehingga
ilmu pengetahuan dan teknologi terkini di bidang kesehatan turut
meningkat.

Indikator ini menghitung jumlah aparatur, tenaga pendidik dan


kependidikan serta tenaga kesehatan non aparatur dan masyarakat yang
telah ditingkatkan kemampuannya dengan memperoleh sertifikat melalui
pendidikan dan pelatihan yang sudah terakreditasi. Data yang ada
menunjukkan bahwa dari total target 10.200 SDM Kesehatan yang
o/o cagaian Apabila
ditingkatkan kompetensinya, tercapai 13.003 atau 127

laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 108


diproyeksikan ke target Tahun 2019, maka capaian indikator ini telah
o/o.
mencapai 23

Pelatihan yang diberikan adalah Pelatihan Kepemimpinan, Pelatihan


Prajabatan, Pelatihan Manajemen, Pelatihan Teknis Kesehatan dan
Pelatihan Fungsional bagi aparatur. Sementara pelatihan bagi tenaga
pendidik, tenaga kesehatan dan masyarakat adalah Pelatihan assessor
program studi kesehatan, Pelatihan Sistem Penjaminan Mutu Internal bagi
tenaga pendidik, Pelatihan publikasi jurnal ilmiah bagi tenaga pendidik,
pelatihan metodologi penelitian bagi tenaga pendidik, pelatihan
manajemen laboratorium bagi pengelola laboratorium diknakes, pelatihan
analis soal bagi tenaga pendidik serta pelatihan pengendali infeksi terpadu
bagi tenaga pendidik. Sementara data peningkatan SDM Kesehatan
melalui pendidikan diperoleh dari data jumlah peserta aktif dan peserta
baru penerima bantuan tugas belajar dan Program Pendidikan Dokter dan
Dokter Gigi Spesialis (PPDS/PPGS).

Persentase realisasi anggaran Badan PPSDM Kesehatan pada Tahun


2015 adalah sebesar 89,21oh atau Rp 2.730,620.945.986,- dari total Pagu
Rp 3.060.790.867.000,-.

Alokasi dan realisasi anggaran Badan PPSDM Kesehatan per


Kegiatan, dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel3.7. Alokasidan realisasianggaran Badan PPSDM Kesehatan per Kegiatan


KEGIATAT{ PAGU REATISASI %
itandardisasi, Seftifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan bagi SDM 23.028.750,00C L7.220.966.8Lt 74,72
(esehatan
Pendidikan dan Pelatihan ADaratur 173.518.407.0q r28.345,5L2.76, 73,9i
)endidikan dan Pelatihan Tenasa Xesehatan 20.000.000.0fi t5.756.flg.t35 78 7t
Perencanaan dan Pendavasunaan SDM Kesehatan 18.720.500.0fl t6.5s3.120,29t 88,4!
)ukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada 1.325.316.962.0fi 1.239.515.520.87r 93,53
)rogram Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
(esehatan
Pendidikan Tinggi dan Peningkatan Mutu SDM Kesehatan 445,000.000.00( 370.874320g1 83.16
rengelolaan Mutu Pendidikan Tinggi 24.000.000.00( 21.098.089.03: 87.91
Pembinaan dan Pengelolaan Pendidikan Tinrei 780.206.248.00( 575.492.777.92( 85,5t
telakanaan Intemshio Tenasa Kesehatan 2s0.000.000.0fi 245.763.158.51( 98,31
rorAt 3.060.790.857.000 2.730.620.945.986 89,2

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 109


Sasaran Strategis 6: Meningkatnya sinergitas antar Kementerian/Lembaga
Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a. Jumlah kementerian lain yang mendukung pembangunan kesehatan
Indikator pertama untuk mencapai sasaran kinerja meningkatnya
sinergitas antar Kementerian/Lembaga adalah jumlah Kementerian lain
yang mendukung pembangunan kesehatan. Dari total 34 kementerian,
sebanyak 12 kementerian yang telah mendukung pembangunan
kesehatan pada tahun 2015. Daftar kementerian tersebut sebagai berikut:

Tabel3.8. Daftar Kementerian dengan Dukungan Program Pembangunan Kesehatan


Tahun 2015

Dukungan Program
No. Kementerian
Pembangunan Kesehatan
1 Kementerian Dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Negeri bidang Kesehatan, Gerakan
Masyarakat Sehat, Posbindu, dan
Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK)
2 Kemnterian Perencanaan Gerakan Masyarakat Sehat
Pembangunan Nasional
(Bappenas)
3 Kementerian Keuangan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang
Kesehatan dan Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK)
4 Kementerian Pertanian Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)
5 Kementerian Desa, Desa Siaga, Desa Sehat
Perbatasan, dan Daerah
Tertinggal
6 Kementerian Pekerjaan Rumah Sehat
Umum dan Perumahan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 110


Rakyat
7 Kementerian Perind ustrian Riset Tanaman Obat dan Jamu,
Produksi dan Distribusi Farmasi
8 Kementerian Produksi dan Distribusi Alat
Perdagangan Kesehatan
I Kementerian Sosial Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
10 Kementerian Pertahanan Nusantara Sehat
11 Kementerian Keselamatan Berkendara
Perhubungan
12 Kementerian Agama Kesehatan Haji, Pos Kesehatan
Pesantren, Vaksinasi TT Calon
Pengantin

Jumlah kementerian yang mendukung program pembangunan


kesehatan pada tahun 2015 telah melebihi target. Hal ini akan terus
ditingkatkan kedepannya untuk menjadikan pembangunan nasional yang
berorientasi kesehatan.

b. Persentase kabupaten/kota yang mendapat predikat baik dalam


pelaksanaan SPM
Meningkatnya presentase Kabupaten/Kota yang mendapat predikat
baik dalam pelaksanaan SPM sebesar 30% pada tahun 2015. Pengukuran
indikator kedua ini menggunakan data tahun 2014, dikarenakan masing-
masing Kabupaten/Kota melaporkan capaian SPM tahun 20'15 pada tahun
2016. Sehingga data tahun 2015 baru akan terhimpun di tahun 2016.

7. Sasaran Strategis 7: Meningkatnya daya guna kemitraan dalam dan luar


negeri
Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 111


Dunia usaha dan swasta juga memiliki kewajiban untuk turut serta
dalam pembangunan kesehatan. Melihat peluang besar dari dunia usaha
melalui program Corporate Socn/ Responsibility (CSR)-nya, Pusat
Promosi Kesehatan menggalang kemitraan dengan dunia usaha.

Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR-nya untuk program


kesehatan adalah jumlah dunia usahayang telah melakukan Perjanjian
Kerja Sama (PKS) dengan Kementerian Kesehatan untuk memanfaatkan
CSR-nya untuk program kesehatan. Berbagai kegiatan yang telah
dilakukan melalui kemitraan ini pada tahun 2015 seperti pemberdayaan
masyarakat di daerah model, mobilisasi massa, pemutaran lLM, dan lain
sebagainya.

Grafik 3.21. Target dan Capaian Jumlah Dunia Usaha yang Memanfaatkan CSR-nya
untuk Program Kesehatan

iE;;l
]rc.p"i"n
I

Capaian jumlah dunia usaha baru yang memanfaatkan CSR-nya untuk


program kesehatan pada tahun 2015 adalah 5 (lima) dunia usaha atau
125% dari target yang telah ditetapkan. Dunia usaha yang melakukan
perjanjian kerla sama tersebut adalah PT. K-24 Indonesia, PT. Herlina
Indah, PT. Media Inovasi Global, PT. Merck Sharp Dohme Pharma serta
Center For Indonesia Medical Student's Activities (CIMSA).

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 rtz


Gambar 3.18. Pelaksanaan Penandatanganan MoU Kementerian Kesehatan dengan
Dunia Usaha
Selain dunia usaha yang baru, terdapat 14 Dunia Usaha yang
memperpanjang MoU yaitu: PT. Adaro Energy Tbk, PT. Aventis Pharma,
PT. Glaxo Wellcome Indonesia, PT. Johnson & Johnson Indonesia, PT.
Novartis Indonesia, PT. Novo Nordisk Indonesia, PT. Nutrifood Indonesia,
PT. Pfizer Indonesia, PT. Roche, PT. Smithkline Beecham
pharmaceuticals, PT. Steding Product Indonesia, PT. Unilever Indonesia,
PT. Indofood Sukses Makmur. Sehingga sampai saat ini dunia usaha yang
telah melakukan kerjasama dengan Kementerian Kesehatan berjumlah 43
dunia usaha.
Kegiatan yang mendukung keberhasilan pencapaian target adalah:
1) Sosialisasi program prioritas kesehatan kepada Dunia Usaha
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada dunia
usaha potensial tentang program prioritas kesehatan yang dapat
didukung dengan dana GSR mereka. Kegiatan dilakukan sebanyak
dua kali masing-masing melibatkan 20 dunia usaha yang potensial.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


2) Pelaksanaan MoU dengan Dunia usaha
Kegiatan ini dilakukan bertepatan dengan pelaksanaan Hari Kesehatan
nasional tahun 2015. Sebanyak lima dunia usaha elaksanakan
penandatanganan kerjasama untuk mendukung program prioritas
Kementerian Kesehatan.

3) Penyusunan rencana kerja kemitraan dengan Dunia Usaha


Penyusunan rencana kegiatan merupakan fasilitasi dunia usaha untuk
membuat perencanaan kegiatan sesuai dengan kerjasama yang telah
dilaksanakan. Kegiatan diarahkan pada kegiatan yang pemberdayaan
masyarakat yang berkelanjutan serta melibatkan lintas sektor serta
sumber daya lokal.

4) Melakukan pembinaan teknis pada mitra yang sudah bekerja sama


Kementerian Kesehatan melaksanakan bimbingan teknis pada dunia
usaha yang telah bekerjasama dengan melakukan pertemuan dan
koordinasi pelaksanaan teknis kegiatan. selain itu, Kementerian
Kesehatan juga mendorong dunia usaha agara berkoordinasi dengan
lintas sektor dan dinas kesehatan di daerah binaan.

5) Memberikan apresiasi kepada Dunia Usaha yang menjalankan


program kemitraan/CsR Bidang Kesehatan melalui CSR Award
Kegiatan ini diadakan pertama kali di Kementerian Kesehatan dengan
melibatkan pakar CSR sebagai tim penilai yang berasal dari
Universitas Trisaksti, Forum CSR dan lembaga Independet yang
menangani CSR (PIRAC) serta dari Internal Kementerian Kesehatan.

6) Pengembangan modul pelatihan CSR bagi pengelola Promkes.


Selain di tingkat pusat, Kementerian Kesehatan juga mendorong Dinas
Kesehatan Provinsi dan kabupaten/Kota untuk melaksanaan kemitraan
dengan dunia usaha. oleh karena itu, pada tahun 2015 dilaksanakaan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 1r4


pengembangan modul pelatihan CSR bagi pengelola Promkes, dan
pelatihannya akan dilaksanakan pada tahun 2016.

Adapun berbagai masalah yang dihadapi dalam dunia usaha yang


memanfaatkan CSR-nya untuk program kesehatan adalah:
1) Beberapa Dunia Usaha hanya ingin bekerjasama dalam event tertentu
bukan bekelanjutan.
2) Aturan/kebijakan yang berbeda antara Kemenkes dan Dunia Usaha
sehingga perlu waktu lama untuk penyusunan MoU dan PKS.

Untuk mengatasi permasalahan yang teriadi, Pusat Promosi Kesehatan


telah melakukan berbagai upaya diantaranya:
1) Menginformasikan kembali bahwa pelaksanaan kerjasama diarahkan
pada kegiatan yang pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan
2) Melakukan pertemuan terkait legal aspek antara Legal Officer
Perusahan dengan Biro Hukum dan Organisasi Kementerian
Kesehatan

Nilai-nilai positif atau pembelajaran yang bisa diambil dari kemitraan dunia
usaha dalam pembangunan kesehatan adalah:
1) Dunia usaha dan swasta mendapatkan informasi tentang program
kesehatan prioritas.
2) Dunia usaha dan swasta berkontribusi untuk penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat.
3) Adanya daerah binaan dunia usaha dalam pemberdayaan masyarakat
dan promosi kesehatan untuk program prioritas Kemenkes.

Prestasi yang dicapai dalam kemitraan dengan dunia usaha di tahun 2015
adalah:
1) Pemerintah daerah menggalang kemitraan dengan 87 dunia usaha di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota di tahun 2015, diantaranya

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 115


Provinsi Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah,
Dl Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat.
Pada tahun 2015 terpilih 4 (empat) dunianusaha yang layak menerima
Penghargaan Mitra Bakti Husada kategori CSR yaitu PT. Adaro, PT.
ASTRA International. PT. Nutrifood dan PT. Unilever.

Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya


untuk mendukung kesehatan
Organisasi kemasyarakatan merupakan kelompok potensial untuk
meningkatkan perilaku sehat masyarakat karena mereka memiliki
sumberdaya sampai di grass roof. Pusat promosi Kesehatan menggalang
peran serta ormas baik ormas keagamaan, kepemudaan, dan wanita
untuk meningkatkan jangkauan akses informasi kesehatan dan
pemberdayaan program kesehatan prioritas terhadap masyarakat luas.

Jumlah Organisasi Kemasyarakatan yang Memanfaatkan Sumber


Dayanya untuk Mendukung Kesehatan adalah organisasi kemasyarakatan
yang telah bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan yang
memanfaatkan sumberdayanya untuk mendukung program kesehatan.

Kerjasama yang dimaksud adalah organisasi kemasyarakat melakukan


Perjanjian Kerja Sama sebagai tindak lanjut MoU dan melaksanakan
kegiatan pemberdayaan masyarakat di daerah binaan yang telah
disepakati. Adapun Sumberdaya ormas yang dimanfaatkan meliputi
su m ber daya ma n usia/jejari n g/sarana prasa ra na I dana penda m pi n g.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 116


Grafik 3.17. Target dan Capaian Jumlah Organisasi Kemasyarakatan yang
Memanfaatkan Sumber Dayanya untuk Mendukung Kesehatan

io*a-
i lCrpaian

Capaian jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan


sumber dayanya untuk program kesehatan pada tahun 2015 adalah 3

(tiga) atau 100% dari target yang telah ditetapkan. Adapun ormas tersebut
adalah Muslimat Nadhlatul Ulama, Perdhaki, dan Pramuka.
Selain itu, Pusat Promosi Kesehatan memperbarui Kesepakatan
Bersama dengan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang terdiri dari
Organisasi Keagamaan, Organisasi Wanita dan Organisasi Pemuda. Pada
tahun 2015, sebanyak 19 (sembilan belas) Ormas melalui
penandatanganan MoU bersepakat dan berkomitmen untuk melakukan
upaya peningkatan Promosi Kesehatan bidang kesehatan.

Gambar 3.19. Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat melalui Organisasi


Kemasyarakatan di Daerah Binaan. (Ki-Ka): Desa Medani kabupaten Pati , Jawa Tengah;
Kader PHBS desa Astomulyo Lampung Tengah

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 LL7


Hal-hal yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan jumlah
organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk
program kesehatan adalah sebagai berikut:
1) Penggalangan kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi organisasi
kemasyarakatan yang potensial serta melakukan kerjasama dalam
kegiatan program kesehatan prioritas Kementerian Kesehatan.
Kegiatan antara lain meliputi:
a) Sosialisasi program kerjasama peningkatan peran serta ormas dan
pihak lain.
b) Penyusunan rencana kinerja ormas dan pihak lain.
c) Penyusunan PKS dengan organisasi kemasyarakatan.
d) Pemetaan ormas dan pihak lain dalam mendukung peningkatan
perilaku sehat.

2\ Bimbingan teknis pelaksanaan kerjasama dengan organisasi


kemasyarakatan. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bimbingan
ormas dalam pelaksanaan kegiatan. Adapun kegiatan tersebut
meliputi:
a) Penyusunan pedoman peran serta ormas dan pihak lain dalam
mendukung peningkatan perilaku sehat
b) Penyusunan petunjuk pelaksanaan kegiatan organisai
kemasyarakatan
c) Pembinaan Saka Bhakti Husada yang terintegrasi dengan tugas
dan fungsi di lintas program Kementerian Kesehatan. Selain itu,
juga dilaksanakan orientasi pimpinan SBH, koordinasi pengelola
SBH tingkt provinsi, serta berpartisipasi dalam berbagai
perkemahan dan event kepramukaan lainnya.
d) Bimbingan teknis pelaksanaan fasilitasi ormas
e) Pembinaan Rumah tangga Ber-PHBS dalam Lomba PHBS dan
Posyandu

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 118


0 Bimbingan teknis pelaksanaan Health lmpact Assessmenf yang
melibatkan peran organisasi masyarakat dalam pemberdayaan
masyarakat di wilayah sekitar kawasan industri.

3) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan fasilitasi ormas


Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan oleh ormas beserta hambatan dan upaya
penyelesaiannya. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan melalui
kegiatan:
a) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan ormas di wilayah
binaan ormas.
b) Penganugerahan Tanda Penghargaan Bidang Kesehatan
dimaksudkan sebagai bentuk terima kasih dan motivasi atas peran
serta aktif dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.

4\ Penyebarluasan hasil fasilitasi ormas dalam program kesehatan


prioritas. Kegiatan ini bertujuan agar keberhasilan kegiatan
pemberdayaan dengan fasilitasi ormas yang baik dapat menjadi contoh
(/esson learn) bagi ormas dan daerah lain yang ingin mengembangkan
pemberdayaan dengan melibatkan ormas.

Adapun berbagai masalah yang dihadapi dalam Organisasi


Kemasyarakatan yang Memanfaatkan Sumber Dayanya untuk Mendukung
Kesehatan adalah:
1) Tidak semua ormas yang bekerjasama dengan Kementerian
Kesehatan memiliki dokumen persyaratan untuk MoU sesuai
Permenkes No 74 Tahun 2015 tentang Pengembangan Peran Serta
Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kesehatan.
2) Kegiatan fasilitasi ormas tertunda karena berakhirnya MoU pada tahun
20'15.
3) Hasil evaluasi kinerja fasilitasi ormas tahun 2014 menunjukkan tiidak
semua ormas mencapai target kinerja yang telah disepakati.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 119


Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, Pusat Promosi Kesehatan
telah melakukan berbagai upaya diantaranya:
1) Ormas yang beum memnuhi syarat sesuai peraturan yang belaku
harus melengkapi persyaratan yang diperlukan sebelum dilakukan
pelaksanaan kegiatan tahun 2016.
2) Pada tahun 2015 dilakukan perpanjangan MoU dengan 19 ormas
sebagai dasar pelaksanaan fasilitasi kegiatan ormas.
3) Dilakukan pendampingan teknis dan administrasi yang lebih intens
untuk meningkatkan kinerja ormas yang telah bekerjasama.

Nilai-nilai positif atau pembelajaran yang bisa diambil dari peningkatan


peran serta organisasi kemasyarakatan untuk program kesehatan adalah:
1) Organisasi masyarakat mendapatkan informasi tentang program
kesehatan prioritas yang perlu didukung.
2) Organisasi kemasyarakatan berperan sebagai mitra pemerintah
termasuk Puskesmas dalam melakukan pemberdayaan masyarakat di
tingkat desa.
3) Kader ormas dapat menjadi agent of change untuk meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, dan perubahan perilaku sehat masyarakat.

Prestasi yang dicapai dalam peningkatan peran serta organisasi


kemasyarakatan di tahun 2O15 adalah:
Pemerintah daerah menggalang peran serta dengan 50 ormas di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota di tahun 2015, diantaranya Provinsi Sumatera
Utara, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Dl
Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
Barat.

c. Jumlah kesepakatan kerjasama luar negeri di bidang kesehatan yang


diimplementasikan.
Jumlah kesepakatan kerjasama luar negeri di bidang kesehatan yang
diimplementasikan adalah jumlah dokumen kesepakatan internasional

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 I20


yang telah ditandatangani termasuk kesepakatan dalam persidangan
internasional yang bersifat kepemerintahan dan telah diimplementasikan
oleh Kementerian Kesehatan untuk mendukung pencapaian sasaran
strategis pembangunan kesehatan yang diukur dengan pelaporan
monitoring dan evaluasi secara berkala dan komprehensif dalam satu
tahun .

Pada tahun 2015 jumlah target yang akan dicapai adalah sebanya 8
dokumen kesepakatan yang diimplementasikan, sebagai mana yang
tercantum dalam tabel di bawah ini

Tabel3.9. Dokumen Kesepakatan dan lmplementasi Kerja Sama Pusat Kerjasama Luar
Negeri, Tahun 2015

Dokumen Kesepakatan
No lmplementasi Kerja Sama
Kerja Sama
Pelaksanaan The 1st Joint Working
MoU Kerja Sama Bilateral Rl
1 Group Meeting on Health Cooperation
- India
Rl - India
Thematic Area: 3 OIC
Pelaksanaan Workshop for Policy
2 Strategic Health Programme
Makers on Scaling up Nutrition
of Action (SHPA) OKI
Global Nutrition Report
(GNR) dan KTT Agenda
Pembangunan Pasca 2015 Penyusunan indikator pencapaian
3
serta Pertemuan UN Summit SDGs tingkat nasional
side-event on Food Security,
Nutrition and Health
Declaration on
Tersusunnya Dokumen Governance
Strengthening the ASEAN
and lmplementation Mechanism of
4 Secretariat and Reviewing
ASEAN Post 2015 Health
the ASEAN Programme (3rd
Development Agenda
SOMHD Work Group

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Meeting)
Terbentuknya Cluster Strategic and
Nay Pyi Taw Declaration on
Gonesponding Health Priority
5 the ASEAN Community's
Strategic Based on the ASEAN Post
Post 2015 Vision
2015 Health Development Agenda
Coordinating Commitree on
Tersusunnya Dokumen MRA (Mutual
6 Services (CCS) ke-80, ke-81
Recognition Arrangement)
dan ke-82
Peningkatan keflasama dalam hal
pelayanan kesehatan di daerah
perbatasan
Membangun ASEAN-Emergency
Brunei Darussalam, Operating Center
Indonesia, Malaysia, Membangun mekanisme
7
Singapore, Thailand surveillans data tentang
(BIMST) ke-1e penanggulangan Anti Microbal
Resistance
Kerjasama perbatasan dalam hal
pencegahan penanggulangan
penyakit Infeksi
Di tingkat nasional, kelompok kerja
GHSA sedang disusun. Pokja tersebut
akan bertugas di bawah koordinasi
Menko PMK dan Menko Polhukam,
Global Health Security
I sedangkan Menteri Kesehatan akan
Agenda (GHSA)
menjadi Ketua Umum harian. Kerja
sama GHSA di tingkat nasional
melibatkan sedikitnya 22 KL terkait.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 L22


Berikut tabel capaian kinerja Pusat Kerjasama Luar Negeri Tahun 2015:

Tabel3.l0 . Pengukuran Kinerja Pusat Kerjasama Luar Negeri, Tahun 2015


No Sasaran Indikator Target Capaian %
Strategis/ Kinerja
Kegiatan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Meningkatnya Jumlah 8 I 100


peran dan posisi kesepakatan Dokumen Dokumen
Indonesia dalam kerja sama
kerja sama luar luar negeri
negeri di bidang di bidang
kesehatan/ kesehatan
Peningkatan
kerja sama luar
negeri

Tabel 3.11. Capaian Target Kinerja Tahun 2O1O - 2015 Pusat Kerjasama Luar Negeri
No. Indikator Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah Target: Target: Target: Target: Target:
Naskah Kerja 22 23 27 28 30
Sama Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisa
lnternasional :22 :23 :27 :28 si:30
(100o/o) (100%) (100%) (100%) (100%)
2 Jumlah Target:
Kesepakatan I
Kerja Sama Realisa
Luar Negeri di si :

Bidang I
Kesehatan (100%)

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 t23


Tabef 3.12. Capaian Target Kinerja Tahun 2015 - 2019 Pusat Kerjasama Luar Negeri

No. Indikator Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun


2015 20'|-6 2017 2018 2019
1 Jumlah Target: Target: Target: Target: Target:
Kesepakatan 22 23 27 28 30
Kerja Sama Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi
Luar Negeri :22 :23 :27 :28 :30
di Bidang (100%) (100%) (100%) (100%) (100%)
Kesehatan

Analisis penyebab keberhasilan pencapaian target :

1) Koordinasi yang berjalan dengan baik antara Pusat Kerjasama Luar


Negeri dengan unit teknis terkait
2) Komitmen dalam melaksanakan sosialisasi hasil-hasil kesepakatan
yang telah dibuat oleh Kementerian Kesehatan dengan mitra luar
negeri
Komitmen Unit Teknis terkait dalam melaksanakan hasil kesepakatan
yang telah dibuat oleh Kementerian Kesehatan

8. Sasaran Strategis 8: Meningkatnya integrasi perencanaan, bimbingan teknis


dan pemantauan-evaluasi
Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a. Jumlah provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan anggaran
kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber
jumlah Provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan anggaran
kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber. Secara umum, indikator
ketiga telah tercapai. Anggaran yang dialokasikan dalam rangka mencapai
target indikator ketiga adalah sebanyak Rp. 13.100.000.000,00 atau
27.09o/o dari total anggaran Biro Perencanaan dan Anggaran.
Output dari kegiatan yang terkait langsung maupun tidak langsung
dengan pencapaian indikator ini pada umumnya dapat tercapai seluruhnya
(100%) dengan menghasilkan kinerja jumlah Provinsi yang memiliki

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 124


rencana lima tahun dan anggaran kesehatan terintegrasi dari berbagai
sumber sejumlah 9 Provinsi atau mencapai 100o/o. Berikut rincian 9
Provinsi tersebut:
1) DKI Jakarta
2) Jawa Barat
3) Sumatera Utara
4) Sulawesi Selatan
5) Lampung
6) Banten
7) JawaTengah
8) Jawa Timur
9) Sumatera Selatan

Pencapaian indikator ketiga yang mampu mencapai target yang


direncanakan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan didukung
oleh hal-hal sebagai berikut:
1) Undang - undang Kesehatan
2) Permenkes Nomor 7 Tahun 2014
3) Hasil trilateral meeting
Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan untuk indikator ini adalah
monitoring dan evaluasi secara berkala ke propinsi.

b. Jumlah rekomendasi monitoring evaluasi terpadu


Jumlah rekomendasi monitoring dan evaluasi terpadu. Secara umum,
indikator ketiga jika dilihat dari terlaksananya kegiatan telah tercapai
seluruhnya.

Faktor yang mendukung pencapaian indikator kelima adalah


monitoring program yang menggunakan pendekatan Binwil, serta
konfirmasi pimpinan untuk melaksankan program secara terpadu.
Rencana tindak lanjut untuk indikator ini antara lain:

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 t25


1) Meningkatkan Kualitas melalui penyempurnaan sistem, metode,
lnstrumentasi dan Analisis
Meningkatkan kerjasama lintas Sektor dan Lintas Program

9. Sasaran Strategis 9: Meningkatnya efektivitas penelitian dan pengembangan


kesehatan
Sebagai bentuk dukungan dalam mencapai target-target program
pembangunan kesehatan, Badan Litbang Kesehatan berperan aktif
meningkatkan kualitas hasil-hasil penelitian agar terciptanya output yang
dapat dimanfaatkan. Tahun 2015 merupakan tahun pertama pelaksanaan
program litbangkes jangka menengah untuk tahun 2015 - 2019. Pelaksanaan
program dan kegiatan di tahun 20'15 tentunya tidak terlepas dari pelaksanaan
berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan di periode sebelumnya.
Pelaksanaan Riskesdas pertama pada tahun 2007 merupakan salah satu titik
balik dalam perkembangan Badan Litbang Kesehatan. Hasil Riskesdas mulai
dikenal dan dipakai oleh para pemangku kepentingan yang berimbas juga
dengan hasil-hasil penelitian lainnya dengan skala yang lebih kecil.

Periode penguatan substansi selama tahun 2010 - 2014 disadari bahwa


data hasil penelitian saja tidaklah cukup bila dibandingkan dengan peran
Badan Litbang Kesehatan yang sangat strategis terutama di lingkungan
Kemenkes. Hasil analisis-analisis dalam mengungkap masalah kesehatan
dan strategi pemecahan masalah membutuhkan penguatan hasil-hasil
litbangkes yang dimulai dengan penyusunan IPKM, analisis-analisis lanjutan
Riskesnas, pembentukan laboratorium manajemen data, serta
pengembangan riset skala nasional yang tidak terbatas hanya Riskesdas,
selanjutnya telah dilaksanakan ristoja, riset cemarling dan SDT.

Dibukanya lembaran baru pelaksanaan penelitian dan pengembangan,


menandakan komitmen Badan Litbang Kesehatan untuk menghasilkan
penelitian yang lebih bermutu dan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan
program akan hasil-hasil penelitian sebagai dasar penyusunan keijakan

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 726


berbasis bukti. Badan Litbang Kesehatan melaksanakan dan
mengembangkan berbagai strategi melalui pelaksanaan berbagai riset,
pemantauan berkala serta pengembangan jejaring sehingga agar program
dan kegiatan tahun 2015-2019 dapat dilaksanakan dengan baik.

Dalam upaya meningkatkan kualitas penelitian, pengembangan dan


pemanfaatan di bidang kesehatan, sesuai dengan Permenkes Nomor 35
Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan
melakukan kegiatan:
a. Penelitian dan Pengembangan Bidang Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan
b. Penelitian dan Pengembangan Bidang Teknologi Intervensi Kesehatan
Masyarakat;
c. Penelitian dan Pengembangan Bidang Teknologi Terapan Kesehatan dan
Epidemiologi Klinik;
d. Penelitian dan Pengembangan Bidang Humaniora, Kebijakan Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat;
e. Penelitian dan Pengembangan Bidang Tanaman Obat dan Obat
Tradisional;
f. Penelitian dan Pengembangan Bidang Vektor dan Reservoir Penyakit;
g. Dukungan Manajemen dan Dukungan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Pada Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Penelitian dan pengembangan kesehatan diarahkan pada riset yang
menyediakan informasi untuk mendukung program kesehatan baik dalam
bentuk kajian, riset kesehatan nasional, pemantauan berkala, riset terobosan
berorientasi produk, maupun riset pembinaan dan jejaring. Salah satu upaya
ini terlihat dari beberapa terobosan riset seperti Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas), Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes), Riset Tanaman Obat dan
Jamu (Ristoja), Riset Khusus Pencemaran Lingkungan (Rikus Cemarling),
Riset Budaya Kesehatan, Riset Kohort Tumbuh Kembang dan Penyakit Tidak
Menular (PTM), Riset Registrasi Penyakit dan Studi Diet Total.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 127


Meningkatnya efektivitas penelitian dan pengembangan kesehatan,
digambarkan dengan sasaran yang akan dicapai selama periode tahun 2015-
2019, yaitu a) Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI sebanyak 35 buah
b) Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan
kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau
pemangku kepentingan sebanyak 12O rekomendasi c) Jumlah laporan Riset
Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat
sebanyak 5 laporan.

Strategi peningkatan efektivitas penelitian dan pengembangan kesehatan


a) Memperluas kerja sama
dilakukan melalui berbagai upaya antara lain
penelitian dalam lingkup nasional dan international yang melibatkan
Kementerian/Lembaga lain, perguruan tinggi dan pemerintah daerah dengan
perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan dan percepatan proses alih
teknologi b) Menguatkan jejaring penelitian dan jejaring laboratorium dalam
mendukung upaya penelitian dan sistem pelayanan kesehatan nasional c)
Aktif membangun aliansi mitra strategik dengan Kementerian/Lembaga Non
Kementerian, Pemda, dunia usaha dan akademisi d) Meningkatkan
diseminasi dan advokasi pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan
untuk kebutuhan program dan kebijakan kesehatan e) Melaksanakan
penelitian dan pengembangan mengacu pada Kebijakan Kementerian
Kesehatan dan Rencana Kebijakan Prioritas Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Tahun 2015-2019 0 Pengembangan sarana,
prasarana, sumber daya dan regulasi dalam pelaksanaan penelitian dan
pengembangan.

Penetapan Indikator Kinerja Program (lKP) Badan Litbang Kesehatan


merupakan ukuran keberhasilan kerja yang digunakan untuk perbaikan dan
peningkatan akuntabilitas kinerja. IKP Badan Litbang Kesehatan terdiri dari 3
indikator seperti tercantum pada tabel di bawah ini:

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 128


Tabel 3.13. Sasaran dan IKP Badan Litbang Kesehatan Tahun 2015

Program Sasaran Indikator Target Capaian Vo

Program Meningkatnya Jumlah hasil 13 14 >100

Penelitian dan kualitas penelitian yang


Pengembangan penelitian, didaftarkan HKI
Kesehatan pengembangan Jumlah 24 24 100
dan rekomendasi
pemanfaatan di kebijakan
bidang berbasis
kesehatan penelitian dan
pengembangan
kesehatan yang
diadvokasikan
ke pengelola
program
kesehatan dan
atau pemangku
kepentingan
Jumlah laporan 1 I 100
Riset Kesehatan
Nasional
(Riskesnas)
bidang
kesehatan dan
gizi masyarakat
Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a. Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI
Definisi Operasional indikator ini adalah jumlah hasil litbangkes yang
didaftarkan HKI ke Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum dan HAM.
Cara perhitungan indikator ini dengan menghitung jumlah hasil litbangkes
yang didaftarkan HKI dengan bukti telah menerima nomor registrasi.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Tabel 3.14. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2015 dengan Target Jangka
Menengah pada Renstra 2O1 i2O19
Target akhir
Target Capaian tahun
o/o
Program Sasaran lndikator
2015 2015 renstra
2015-2019
Program
Meningkatnya Jumlah hasil
Penelitian
kualitas penelitian, penelitian
dan 4
pengembangan dan yang 13 14 35
Pengemba 0
pemanfaatan di didaftarkan
ngan
bidang kesehatan HKI
Kesehatan

Capaian kinerja indikator hasil penelitian yang didaftarkan HKI pada


tahun 2015 dalam kerangka Renstra Kemenkes tahun 2015-20'19 terlihat
pada tabel di atas. Pada tahun 2015, capaian kinerja indikator hasil
penelitian yang didaftarkan HKI sudah tercapai sebesar 4Oo/o dari target
akhir tahun renstra.

Orientasi Badan Litbang Kesehatan selain diarahkan untuk


kepentingan program dan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan juga diarahkan untuk menghasilkan produk HKl. Manfaat
dari dihasilkannya produk HKI bagi Kementerian Kesehatan adalah
adanya perlindungan hukum, khususnya untuk semua penelitian Badan
Litbang Kesehatan yang memiliki prospek HKI baik yang masih berupa
ide, hasil teknologi maupun metode dan formulasi. Selain itu, teknologi
hasil riset dan inovasi peneliti kesehatan juga dapat meningkatkan daya
saing bangsa.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Tabel3.15. Capaian Indikator Jumlah Penelitian yang Didaftarkan HKlTahun 2015
No Judul No Registrasi Satker
1 Pembuatan Formula Ramuan Ekstrak Klabet P 00201504968 Pusat
untuk meningkatkan pengeluaran ASI dan TTKEK
Meningkatkan Gizi Ballta Berbasis Tanaman
Obat (Hak Paten)
2 Sekuens cDNA dari Non Struktural 1 (SNl) P 00201505724 Pusat BTDK
Virus Dengue Serotype 1 Strain lndonesia
(Bekasi 2003915846) (Hak Paten)
3 Komposisi Herbal untuk Hemoroid Deratat l- P00201507999 B2P2TOOT
lll (Hak Paten)
4 Komposisi Herbal Sebagai Pelancar ASI (Hak P00201507787 B2P2TOOT
Paten)
5 Komposisi Herba Untuk Anemia Defisiensi P00201507788 82P2TOOT
Besi(Hak Paten)
6 Komposisi Herbal untuk Hepatoprotektor (Hak P00201507790 82P2TOOT
Paten)
7 Komposisi Herbal untuk Meningkatkan Daya P00201507791 B2P2TOOT
Tahan Tubuh (Hak Paten)
I Komposisi Herbal untuk Osteoarthritis Sendi P00201507792 82P2TOOT
Lutut (Hak Paten)
9 Komposisi Herbal Untuk Obesitas (Hak Paten) P00201507794 82P2TOOT
10 Proses Pembuatan Bubuk Mikrokapsulasi P00201507797 82P2VRP
Bacilfus Thuingiensr's H-14 lsolat Salatiga
(Hak Paten)
11 Komposisi Herbal untuk batu Salauran Kemih P00201507785 82P2TOOT
(Hak Paten)
12 Mengenal Tanaman Narkotika (Buku) (Hak c00201 5041 89 82P2TOOT
Cipta)
13 Buku Foto Makanan (Hak Cipta) c00201501882 Pusat
TTKEK
14 Proses Diagnosa TB dengan menggunakan c00201500249 Pusat BTDK
primer gyr B (Hak Cipta)

Kondisi yang dicapai: Kementerian Kesehatan terus berkomitmen


untuk meningkatkan jumlah hasil litbangkes yang didaftarkan HKl. Pada
tahun 2015, telah dihasilkan 14 judul penelitian yang didaftarkan HKI dari
target yang ditetapkan yakni 13 judul penelitian atau dengan capaian
sebesar 105o/o.

Kendala yang dihadapi: penelitian yang didaftarkan belum merupakan


penelitian yang dirancang untuk menghasilkan HKl. Hal tersebut

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


disebabkan belum optimalnya pemahaman dan motivasi peneliti terhadap
penelitian berpotensi HKI serta sistem yang ada belum mendukung
prioritas dan insentif terhadap penelitian inovatif.

Tindak lanjut: meningkatkan sistem yang lebih kondusif dalam


menghasilkan penelitian inovatif antara lain dengan mendorong para
peneliti untuk mengembangkan pengetahuan, nilai-nilai kebaruan dan
invensi, pendampingan penelitian yang memiliki prospek HKl,
pendampingan drafting penelitian, pendaftaran hingga diseminasi produk
paten Badan Litbang Kesehatan.

b. Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan


kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau
pemangku kepentingan.

Definisi Operasional indikator ini adalah jumlah rekomendasi kebijakan


(policy brief/policy paper) yang ditulis berdasarkan hasil litbang kesehatan
yang disampaikan dalam forum atau pertemuan kepada pengelola
program dan atau pemangku kepentingan. Cara perhitungan indikator ini
dengan menghitung Jumlah rekomendasi kebijakan (policy brief/policy
paper) yang ditulis berdasarkan hasil litbang kesehatan yang disampaikan
dalam forum atau pertemuan kepada pengelola program dan atau
pemangku kepentingan yang dibuktikan dengan adanya policy paper dan
laporan forum/pertemuan (Menghitung targeUbaseline berdasarkan
perhitungan rekomendasi sesuai isu strategis yang telah diadvokasikan).

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


Tabel3.16. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2015 dengan Target Jangka
Menengah pada Renstra 201 5-2019

Target
akhir
Target Capaian tahun
Program Sasaran Indikator o/o
2015 2015 renstra
2015-
2019

Jumlah
rekomendasi
kebijakan
Meningkatny
berbasis
Program a kualitas
penelitian dan
Penelitian penelitian,
pengembangan
dan pengembang 2
kesehatan yang 24 24 120
Pengemban an dan 0
diadvokasikan
gan pemanfaatan
ke pengelola
Kesehatan di bidang
program
kesehatan
kesehatan dan
atau pemangku
kepentingan

Capaian kinerja indikator rekomendasi kebijakan berbasis penelitian


dan pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program
kesehatan dan atau pemangku kepentingan pada tahun 2o1s dalam
kerangka Renstra Kemenkes tahun 2015-2019 terlihat pada tabel di atas.
Pada tahun 2015, capaian kinerja indikator ini sudah tercapai sebesar
20o/o dari target akhir tahun renstra.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 133


Tabel3.17. Judul Rekomendasi Kebijakan yang telah Diadvokasikan pada Tahun 2015
Satker No Judul
Pusat 1 Krisis Dukungan Kesiapan Laboratorium Dalam
BTDK Penanggulangan Pandemi
Pusat 2 Penataan Pengaturan Minuman Bersoda dan Berenergi
TTK&EK untuk Mencegah PGK
3 Mempersiapkan Calon lbu untuk Melahirkan Calon Anak
yang Sehat dan Cerdas
4 Deteksi Dini Hipertensi untuk Pencegahan Stroke
5 Membangun Sistem Terintegrasi untuk Penanganan TB
-DM
Pusat TIKM 6 Optimalisasi Peran Lintas Sektor dalam Upaya Perbaikan
Balita Gizi Kurang dan Buruk di Indonesia
7 Biaya Dan Pemanfaatan Puskesmas Mampu Poned
(Pelayanan Obstetri-Neonatal Emergensi Dasar)
I Peningkatan Cakupan Pemberian Antenatal
Corticosteroids (ACS)
9 sebagai Upaya Menurunkan Angka Kematian Bayi
Prematur
10 Feasibilitas Kebijakan Pengendalian Resistensi Anti
Mikroba di Rumah Sakit
11 Upaya Peningkatan Akses dan Kualitas Untuk Mencapai
Cakupan Semesta Air Minum di Indonesia pada Tahun
2019
12 Peranan Puskesmas dalam Upaya Penurunan Angka
Kematian lbu
13 Mengembangkan Sistem Kesiapsiagaan dalam
Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas di Daerah Rawan
Kecelakaan
Pusat 14 Standar Kompetensi Sumberdaya Manusia Pelayanan
HKKPM Kesehatan Tradisional Integratif
15 Equity Ketersediaan Fasilitas Kesehatan Maternal
Puskesmas Di lndonesia
16 Model Pemicuan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Berbasis Masyarakat (P2TMBM)
17 Sosialisasi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan oleh BPJS
Terhadap Penduduk Miskin di Indonesia

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 734


Satker No Judul
18 Persalinan "Asal Tidak Di Rumah" Peluang Menggeser
Persalinan ke Fasilitas Kesehatan pada Suku Muyu
(Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014)
19 Peluang Kemitraan Tenaga Kesehatan Dan Dukun
Marapu Dalam Memberantas TB UpayaPengendalian TB
di Desa Watu Hadang Kabupaten Sumba Timur
(Berdasar Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014)
20 Kebijakan Meminimalkan Kasus Pelayanan
Kesehatan/Kedokteran ke Pengadilan
B2P2TOOT 21 Suplai Bahan Baku Jamu Di Kabupaten/Kota Jejaring
Saintifikasi Jamu
22 Aplikasi Hasil Saintifikasi Jamu dalam Pelayanan
Kesehatan (PP NO 103 Tahun 2014)
82P2VRP 23 Deteksi Dini Leptospirosis Tingkat Puskesmas
24 Opak Kelor lkan Modifikasi "Gerupuk Tunu" Untuk
Meningkatkan Nilai Gizi

Kondisi yang dicapai: Kementerian Kesehatan terus berkomitmen


untuk meningkatkan jumlah rekomendasi kebijakan (policy brief/policy
paper) berdasarkan hasil litbang kesehatan yang disampaikan dalam
forum atau pertemuan kepada pengelola program dan atau pemangku
kepentingan. Pada tahun 2015, telah dihasilkan 24 judul policy brief dari
target yang ditetapkan yakni 24 judul atau dengan capaian sebesar 10Oo/o.

Kendala yang dihadapi: Belum optimalnya kualitas peneliti dalam


melakukan penyusunan policy brief dan masih rendahnya perhatian
peneliti terhadap isu-isu aktual dan strategis. Selain itu belum ada
prosedur standar dalam menyusun policy brief yang menjadi acuan untuk
peneliti.

Tindak lanjut: meningkatkan advokasi kepada program dan pemangku


kebijakan untuk pemanfaatan hasil litbangkes; membangun kerja sama
lintas program dan sektor untuk memfasilitasi kebutuhan program;

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 135


peningkatan kualitas sdm dan sarana prasarana pendukung penelitian
kesehatan yang mengikuti perkembangan isu-isu kesehatan strategis.

c. Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan


dan gizi masyarakat
Definisi Operasional indikator ini adalah jumlah laporan Riskesnas
yang ditulis berdasarkan hasil litbang (sesuai dengan agenda Badan
Litbang Kesehatan). Cara perhitungan indikator ini dengan menghitung
jumlah laporan Riskesnas yang ditulis berdasarkan hasil litbang
kesehatan, dibuktikan dengan adanya laporan Nasional Riskesnas.

Tabel 3.18. Perbandingan Realisasi Kinefla Tahun 2015 dengan Target Jangka
Menengah pada Renstra 2O1 *2O19
Target akhir
Target Capaian tahun o/o
Program Sasaran lndikator
2015 2015 renstra
2015-2019
Jumlah
Meningkatn
laporan Riset
Program ya kualitas
Kesehatan
Penelitian penelitian,
Nasional
dan pengemban
(Riskesnas) 1 1 5 20
Pengemba gan dan
bidang
ngan pemanfaata
kesehatan
Kesehatan n di bidang
dan gizi
kesehatan
masyarakat

Gapaian kinerja indikator laporan Riset Kesehatan Nasional


(Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat pada tahun 2015
dafam kerangka Renstra Kemenkes tahun 2015-2019 terlihat pada tabel di
atas. Pada tahun 2015, capaian kinerja indikator ini sudah tercapai
sebesar 2Oo/o da"i target akhir tahun renstra.

Riset Kesehatan Nasional yang dilakukan pada tahun 2015 adalah


Riset Analisis Cemaran Kimia pada Makanan (ACKM). Riset ini bertujuan
untuk mendapatkan data paparan kimia berbahaya dari makanan yang

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015


dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sampel riset ini adalah food list 95%
dari total diet masyarakat di 15 propinsi (Aceh, Sumatera Selatan, Bangka
Belitung, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Timur, NTB, NTT, Maluku dan Papua Barat). Kelompok analit yang
diperiksa pada Riset ACKM adalah pestisida, logam berat, mikotoksin,
mineral dan Bahan Tambahan Pangan. Dalam pelaksanaanya, dilakukan
kerja sama pada tahap preparasi di laboratorium pengolahan di Poltekkes
Jakarta ll dan Laboratorium Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan
Epidemiologi Klinik.

Kondisi yang dicapai: Kementerian Kesehatan terus berkomitmen


untuk meningkatkan kualitas hasil Riset Skala Nasional. Pada tahun 2015,
telah dihasilkan 1 Riset Skala Nasional dari target yang ditetapkan yakni 1

Riset Skala Nasiona! atau dengan capaian sebesar 100o/o.

Kendala yang dihadapi: efisiensi anggaran menyebabkan perubahan


jumlah lokasi awal penelitian sebanyak 34 propinsi difokuskan menjadi 15
propinsi. Penyusunan food list dilakukan secara learning by doing sebagai
proses pembelajaran dari penyelenggaraan riset ACKM yang pertama.
Data bahan makanan dan hidangan sangat banyak dan kompleks
sehingga memerlukan waktu cleaning yang panjang (> 6 bulan).

Tindak lanjut: percepatan pelaksanaan kegiatan serta intensifikasi


kegiatan melalui kerja sama dengan Laboratorium Mandat Badan Litbang
Kesehatan dan melibatkan sdm manajemen data di Satker Badan Litbang
Kesehatan untuk pemrosesan data.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 137


Gambar 3.20. Kegiatan Training Center ACKM di Laboratorium Poltekkes Surabaya

10. Sasara Strategis 10: Meningkatnya tata kelola kepemerintahan yang baik
dan bersih
Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:
a. Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan kerugian
negara 31o/o
Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan kerugian
negara 31o/o
Satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan yang diaudit selama
periode TA. 2015 adalah 558 (lima ratus enam puluh dua) dengan rincian
sebagai berikut:
1) Satuan Kerja yang diaudit oleh Inspektorat Jenderal Kemenkes
sebanyak: 179 (seratus tujuh puluh sembilan);
2) Satuan Kerja yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
sebanyak: 379 (tiga ratus tujuh puluh sembilan).
Total satuan kerja yang temuan Kerugian Negaranya 0 s.d < 1 o/o
adalah sebanyak 554 (lima ratus lima puluh empat) dengan persentase

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 138


capaian keberhasilan adalah 98.58 o/o dari target Indikator Kinerja
o/o.
Utama di TA. 2015 adalah 88

Satuan Kerja dinyatakan memiliki kerugian negara 3 1o/o bila satuan kerja
pengelofa APBN Kemenkes dengan temuan kerugian negara < 1o/o dari
total realisasi anggaran dalam satu periode tahun anggaran berdasarkan
laporan hasil pengawasan.

Tabel3.19. Capaian indikator ini dihitung dengan cara:

Jumlah satker pengelola APBN Kemenkes dengan


nilai temuan keruoian neqara s1% berdasarkan hasil
x 10Oo/o
audit
Jumlah satker pengelola APBN Kemenkes yang diaudit

11. Sasaran Strategis 11. Meningkatnya kompetensi dan kinerja aparatur


Kementerian Kesehatan
Diterbitkannya Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (ASN) memiliki implikasi yang mengikat terhadap eksistensi seluruh
Aparatur Negara, khususnya di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Penerapan undang-undang tersebut berfungsi sebagai acuan pengelolaan
ASN sehingga dapat terbentuk Aparatur Negara yang berintegritas;
professional; netral; bersih dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
Mampu menyelenggarakan pelayanan public bagi masyarakat dan; Mampu
menjalankan peran sebagai unsure perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

Kondisi sebelum diberlakukannya Undang-undang ASN, penilaian


Aparatur Negara oleh masyarakat luas lebih cenderung berpresepsi negatif
terutama pada factor kepercayaan publik. Hal ini timbul salah satunya
dikarenakan pola pengelolaan yang belum tertata dengan komprehensif dan
sistematis.Untuk itu, proses diferensialisasi Undang-undang ASN kemudian

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 139


wajib memperoleh tujuh tujuan utama yaitu ASN memiliki kesesuaian tolak
ukur pada Independensi dan Netralitas; Kompetensi; Kinerja atau
Produktivitas Kerja; Integritas; Kesejahteraan; Kualitas Pelayanan publik;
Pengawasan dan Akuntabilitas. Pada titik ini, tentulah poin kompetensi dan
produktivitas kinerja harus juga menjadi perhatian utama dan mutlak untuk
dihkukan perbaikan. Sehingga diharapkan factor kepercayaan public tersebut
secara otomatis dapat merangkak naik.

Keberadaan Aparatur Negara, dalam hal ini adalah AsN di lingkungan


Kementerian Kesehatan yang sebelumnya belum memiliki strategi yang jelas,
utuh dan terukur pada permasalahan peningkatan kompetensi dan
produktivitas kinerja, diharapkan segera menjadi lebih terstruktur dan terarah
serta tentu saja dapat diukur pencapaiannya. Mengingat Kementerian
Kesehatan saat ini memiliki kuantitas aparatur yang sangat besar yaitu
53.156 orang (PNS) dan total jabatan structural sejumlah z.2gsjabatan.
Dengan demikian, merupakan sebuah keniscayaan dalam ikhtiar menjaga
amanah Undang-undang ASN serta meraih cita-cita kongkrit terkait
pelaksanaan Reformasi Birokrasi, salah satu sasaran yang penting untuk
dipikirkan dan diimplementasikan bersama sama adalah meningkat nya
kompetensi dan kinerja aparatu rKementerian Kesehatan

lndikator vanq terkait sasaran strateqis ini adalah:


a. Persentase pejabat struktural di lingkungan Kementerian Kesehatan yang
kompetensinya sesuai persyaratan jabatan. Pengangkatan pegawai
Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilakukan berdasarkan prinsip
Profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang
pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya
tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.
Dalam melakukan promosi PNS atau pengisian lowongan jabatan secara
terbuka bertujuan untuk lebih menjamin para pejabat struktural memenuhi
kompetensi jabatan yang diperlukan oleh suatu jabatan, dengan
mempertimbangkan kesinambungan karier PNS yang bersangkutan.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 140


Biro Kepegawaian telah menyusun Standar Kompetensi Jabatan
Struktural di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Permenkes Nomor 56
Tahun 2012) sebagai mana merupakan salah satu aspek input dari
sasaran strategic Kementerian Kesehatan dan Indikator Kinerja Kegiatan
Pembinaan Adminitrasi Kepegawaian yang kedua sesuai dengan Renstra
Kementerian Kesehatan 2015 - 2019.

Grafik 3.24. Target dan Realisasi Pejabat Struktural yang Memenuhi Kompetensi

80%
70%
60%
so%
40%
30%
20%
70%
o%

R ea lisas i

Pada tahun 2015 seperti grafik diatas, telah terealisasi sebanyak 1.620
pejabat structural atau sebesar 73,17o/o dan 2.214 Pejabat Struktural,
dimana total seluruh Jabatan Struktural (Eselon) di Lingkungan
Kementerian Kesehatan beflumlah 2.235 jabatan dan terdapat2l jabatan
struktural yang masih kosong.

b. PersentasepegawaiKementerian Kesehatandengan nilaikinerja m in imal


baik.
Sebagai salah satu anggota POKJA V RB dengan area perubahan
Penataan SDM Aparatur, Biro Kepegawaian telah melakukan upaya guna
mendukung dan mensukseskan Reformasi Birokrasi di Kementerian
Kesehatan antara lain dengan Penerapan Sistem Penilaian Prestasi Kerja
Pegawai. Dimana system penilaian prestasi kerja pegawai tersebut

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 t4t


merupakan salah satu sasaran strategis Kementerian Kesehatan yang
tertuang didalam Renstra Kementerian Kesehatan 2015 - 2019 dan
merupakan salah satu indikator kinerja kegiatan Pembinaan Administrasi
Kepegawaian. Di awal tahun 2014, system penilaian kinerja pegawai
mengalami perubahan dari DP3 menjadi penilaian dengan menggunakan
Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kerja.Seorang pegawai
dinyatakan memiliki nilai kinerja minimal baik bila Nila iPrestasi Kerja > 76.
Untuk memudahkan para pejabat penilai dalam memberikan penilaian
unsure perilaku kerja juga telah dikembangkan log book khusus
sedangkan untuk paa pegawai juga telah dikembangkan log book
tersendiri yang terintegrasi dengan target-target dalam SKP agar pegawai
dapat menuliskan apa saja yang telah dikerjakannya setiap hari. Kedepan,
target-target dan pencapaian SKP Jabatan Fungsional Tertentu (JFT)
dapat diintegrasikan dengan penilaian angka kredit masing-masing JFT
agar dapat diketahui ada atau tidaknya kesesuaian antara target yang
dibuat dengan yang dikerjakan.

Grafik 3.25. Target danRealisasi SKP Min. Baik

90%

1 .'"
85%

80%

75%
i,.

70%

Target Realisasi

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 telah
ditetapkan target sebesar 80% Pegawai dengan kinerja minimal baik dari
seluruh jumlah pegawai Kementerian Kesehatan baik CPNS maupun

laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 L42


PNS. Dari Total Pegawai sebesar 53.156 terdapat sejumlah 45.425
Pegawai dengan SKP (kinerja) minimal Baik atau sebesar 85.46%.

l2.Sasaran Strategis 12: Meningkatnya sistem informasi kesehatan integrasi


Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 92 Tahun 2014
tentang penyelenggaraan komunikasi data dalam sistem informasi kesehatan
terintegrasi, sistem informasi kesehatan terintegrasi adalah sistem informasi
kesehatan yang ada telah mampu menyediakan mekanisme saling hubung
antar subsistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai dengan yang
dibutuhkan, sehingga data dari satu sistem atau subsistem secara rutin dapat
melintas, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem atau subsistem
yang lain.

Indikator yang terkait sasaran strategis ini adalah:


a. Persentase kabupaten/kota yang melaporkan data kesehatan prioritas
Data kesehatan prioritas adalah sekumpulan data kesehatan yang
menjadi prioritas kebutuhan informasi bidang kesehatan berdasarkan
kriteria tertentu serta sesuai indikator strategis nasional dan global bidang
kesehatan. Data kesehatan prioritas merupakan bagian dari sekumpulan
data kesehatan provinsi dan sekumpulan data kesehatan kabupaten/kota.
Data kesehatan prioritas juga merupakan muatan data dalam
penyelenggaraan Komunikasi Data. Data kesehatan prioritas terdiri atas
sejumlah elemen data yang dikelompokkan menjadi data derajat
kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan, determinan
kesehatan atau terkait lainnya. Data kesehatan prioritas dilaporkan melalui
Aplikasi Komunikasi Data.

Aplikasi Komunikasi data adalah suatu aplikasi sistem informasi


kesehatan yang digunakan untuk pertukaran data dalam rangka
konsolidasi/integrasi data kesehatan prioritas yang dikirimkan dari dinas
kesehatan kabupaten/kota dan/atau dinas kesehatan provinsi dalam
rangka penyelenggaraan sistem informasi kesehatan terintegrasi. Aplikasi

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 t43


ini dapat diakses di www.komdat.kemkes.oo.id dan tampilan muka seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.26. Tampilan Muka Aplikasi Komunikasi Data

it/:
^Mrrreura
s&[Mll

5fuldqdeE@hdffi@
re|4ffi +ehHqrtr.tqlqb &6

e
cffi p6ddhels*Alpjd

rffiotemgsffi
g

Kementerian Kesehatan menetapkan 115 variabel yang menjadi data


kesehatan prioritas tahun 2015. lGbupaten/kota melaporkan 115 variabel
dengan periode pelaporan bulanan sejumlah 44 vanabnl|, triwulanan 4
variabel, tahunan 79 variabel (11 variabel di awal tahun dan 68 variabel di
akhir tahun). Gambar memperlihatkan tampilan data kesehatan
prioritas periode data bulanan yang terdapat pada Aplikasi Komunikasi
Data.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 tu


Gambar 3.27.Tampilan Data Kesehatan Prioritas pada Aplikasi Komunikasi Data

Prde guESIffiG&
th JMdrs$ffi
tb 4r5

Pada tahun 2015 target kabupaten/kota yang melaporkan data


kesehatan prioritas ditetapkan sebesar 30% dari total kabupaten/kota
yang ada. Kabupaten/kota yang dikategorikan melapor apabila
kabupaten/kota tersebut mengirimkan laporan data prioritas kesehatan
minimal 80% variabel data bulanan. Pada akhir tahun 2015 rata-rata
kabupaten/kota yang melapor data bulanan yaitu 61,7o/o. Angka ini
melebihi target yang telah ditetapkan.
Grafik 3.26. Persentase Capaian Indikator Kabupaten Kota yang Melaporkan
Data Kesehatan Prioritas

70

50

50

40

30 - -ofr Capaian
ryyoTarget
20
20,20
10

0
TWI TW II TW III TW IV

Sumber: Pusat Data dan lnformasi,20l5

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 145


Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas data kesehatan
prioritas, yaitu dengan (1) membentuk tim pemantauan SIK tingkat pusat
yang rutin melakukan pemantauan serta berkomunikasi dengan pengelola
data di dinas kesehatan provinsi; (2) memberikan umpan balik keterisian
data ke dinas kesehatan provinsi; (3) pendampingan pengisian data
kesehatan prioritas melalui pelatihan dan atau pertemuan; (4) update
Aplikasi Komunikasi Data; (5) menjaga keamanan informasi data dengan
sertifikasi ISO 27001:2013; serta (6) menyediakan jaringan komunikasi
data intraneWPN (Virtual Private Network) untuk dinas kesehatan provinsi
dan dinas kesehatan kabupaten/kota dan Unit Pelayanan Teknis (UPT)
Kementerian Kesehatan.
Melihat capaian kinerja tahun 2015 yang melebihi target (61,7o/o\,

diharapkan target tahun 2019 (70Yo) dapat dicapai pula.

b. Persentase tersedianya jaringan komunikasi data yang diperuntukkan


untuk pelaksanaan e-Kesehatan.
Jaringan komunikasi data untuk pelaksanaan e-kesehatan adalah
jaringan komputer WAN (Wide Area Network) dalam lingkup ekosistem
kesehatan yang digunakan sebagai media koneksi pertukaran data pada
penyelenggaraan sistem elektronik kesehatan, seperti aplikasi sistem
informasi Puskesmas, aplikasi sistem informasi rumah sakit (RS),
pembelajaran kesehatan jarak jauh, telemedicine, telediagnostik,
teleradiologi, dan sebagainya. Bentuk fisik jaringan komunikasi data untuk
pelaksanaan e-Kesehatan yaitu jaringan internet atau jaringan
intraneWPN untuk menyambungkan kantor dinas kesehatan
provinsi/kabupaten/kota, Puskesmas, RS, atau lainnya.

Salah satu model pelaksanaan e-Kesehatan di Puskesmas dan RS


yang dikembangkan Kementerian Kesehatan melalui Pusat Data dan
Informasi yaitu Aplikasi SIKDA Generik. Aplikasi SIKDA Generik adalah
aplikasi sistem informasi kesehatan daerah yang berlaku secara nasional

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 146


yang menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh Puskesmas,
RS, dan sarana kesehatan lainnya. Aplikasi ini dapat diakses di
www. sikda. kemkes.oo. id

Gambar 3.28. Tampilan Muka Aplikasi SIKDA Generik


Pada tahun 2015 target kabupaten/kota tersedia jaringan komunikasi
data untuk pelaksanaan e-kesehatan ditetapkan sebesar 10o/o dari total
kabupaten/kota yang ada. Kabupaten/kota dikategorikan tersedia jaringan
komunikasi data apabila terdapat model pelaksanaan e-Kesehatan di
Puskesmas dan RS menggunakan jaringan komunikasi data di

wilayahnya. Berdasarkan hasil pemetaan sistem informasi serta instrumen


monitoring dan evaluasi sistem informasi kesehatan tahun 2015
didapatkan 54 kabupaten/kota (10,5%) yang telah menerapkan model
pelaksanaan e-Kesehatan.

Upaya yang telah dilakukan dalam rangka pencapaian target indikator


tersedianya jaringan komunikasi data yang diperuntukkan untuk
pelaksanaan e-kesehatan, yaitu: (1) memfasilitasi jaringan intranet dan
internet, operasional dan pemeliharaan jaringan sistem informasi, dan
honor pengelola yang mencakup 34 provinsi dan 497 kabupaten/kota
melalui jaringan SIKNAS; (2) sosialisasi ke daerah untuk pembangunan
infrastruktur SIK; (3) pelatihan dan pendampingan SIKDA Generik bagi
daerah yang telah mengembangkan aplikasi tersebut; (4) berkoordinasi

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 L47


dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam penyediaan
internet sampai ke Puskesmas.

Melihat capaian kinerja tahun 2015 yang mencapai target (10,5o/o),


diharapkan target tahun 2O1g (50%) dapat dicapai pula.

G. Realisasi Anggaran
Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan dan yang telah
digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen
Perjanjian Kinerja.

Alokasi anggaran sesuai PK Menteri Kesehatan adarah


Rp47.758.757.903.000,00. Pada akhir tahun 2015 alokasi anggaran menjadi
Rp54.326.329.360.000,00 dengan realisasi sebesar Rp49.111.001 .741.440,00
atau 90,4%.
Realisasi menurut jenis belanja dapat digambakan dengan grafik berikut :

Grafik 3.27. Presentase Realisasi Per Jenis Belanja

Presentase Realisasi Per Jenis Belanja


L2O,OOD/o i.
100,00% i

8O,OOo/o i
60,000/o i
40,00%
i
2O,OO"/' i

Sedangkan realisasi menurut kewenangannya dapat digambarkan sebagai


berikut:

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 L8


Grafik 3.28. Realisasi Per Kewenangan

Realisasi Per Kewenangan

r TRIWULAN lll | 65,470/0

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 L49


'(
t'
!
t

,s
Bab lV Penutup

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan tahun 2015 merupakan sarana untuk


menyampaikan pertanggungjawaban kinerja kepada Presiden Rl serta seluruh
pemangku kepentingan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dan
dapat sebagai sumber informasi untuk perbaikan dan peningkatan kinerja secara
berkelanjutan.

Secara umum Kementerian Kesehatan telah dapat merealisasikan pencapaian


sasaran strategis pada tahun 2015. Dari 30 indikator yang ditetapkan melalui
Perjanjian Kinerja Menteri Kesehatan Tahun 2015, 24 indikator telah memenuhi
bahkan melampaui target yang ditetapkan. Namun demikian masih terdapat 4
indikator yang perlu diberi perhatian serius karena capaiannya masih di bawah
target yang ditetapkan. Di samping itu, dua indikator belum dapat diberikan penilaian
capaiannya karena datanya belum dapat diperoleh pada tahun 2015, yaitu: 1)

Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia < 18 tahun; dan 2) Persentase
Kab/Kota yang mendapat predikat baik dalam pelaksanaan SPM.

Laporan kinerja ini


diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi
akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan, penyempurnaan dokumen
perencanaan periode yang akan datang, pelaksanaan program dan kegiatan serta
berbagai kebijakan. Hasil pencapaian pelaksanaan program pembangunan bidang
kesehatan yang dilaksanakan dari tahun ke tahun diharapkan selalu sesuai dengan
rencana strategis dan dokumen perencanaan lainnya.

Keberhasilan yang telah dicapai pada tahun 2015 dan kekurangan diharapkan dapat
menjadi parameter dan acuan penetapan kebijakan, program dan kegiatan pada
waktu mendatang.

Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2015 150


KEMENTERIAN KESBHATAN RI
INSPEKTORAT JENDERAL
Jl. H.R. Rasuna Saitl Blok X-5 Kavling No.4 - 9 Kuningan - Jakarta Sc_latan_12950
Tclp 02t - 5201590 (Hunring) - Pcs. 3iffi. 3102. 3104 Fax. 021 - 52015t19/5223011

PERNYATAAN TELAH DI REVI U


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN ANGGARAN 20.15

Kami telah mereviu Laporan Kinerja Kementerian Kesehatan Rl untuk Tahun


Anggaran 2015 sesuai dengan Pedoman Reviu atas Laporan Kinerja. Substansi
informasi yang dimuat dalam Laporan Kinerja menjadi tanggung jawab
manajemen Kementerian Kesehatan Rl.

Reviu bertujuan untuk memberikan keyakinan terbatas Laporan Kinerja telah


disajikan secara akurat, andal, dan valid.

Berdasarkan reviu kami, tidak terdapat kondisi atau hal-hal yang menimbulkan
perbedaan dalam meyakini keandalan informasi yang disajikan di dalam Laporan
Kinerja ini.

Jakarta, 24 Februan 2016


ur Jenderal Kemenkes Rl.

INST'F; h T''
JEtitiEr(,iL

, Apt, MM, ME
3h 71217 198502 1 001

Anda mungkin juga menyukai