Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO

“CHF ET CAUSA HHD”

Penyusun:
dr. Widia Pinasthika

Pembimbing Kasus:
dr. Ari Sisworo, Sp.PD

Pembimbing Internsip:
dr. Ganty Oktapariani
dr. Ibrahim Muhammad

PROGRAM INTERNSIP DOKTER UMUM RS AR BUNDA


PERIODE MEI 2018/2019
1

PORTOFOLIO
Kasus 1
Topik : CHF et causa HHD
Tanggal (kasus) : 11 Juni 2018 Presenter : dr. Widia Pinasthika
dr. Ari Sisworo, Sp.PD
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Ganty Oktapariani
dr. Ibrahim Muhammad
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Seorang laki laki datang dengan keluhan sesak nafas
□ Tujuan : Menegakkan diagnosis
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara □ Presentasi dan □ Pos
□ Diskusi □ E-mail
Membahas : Diskusi
Data Pasien : Nama : Tn S , Laki-laki, 64 thn No. Registrasi : 18.009861
Nama RS: RS Ar Bunda Lubuk Linggau Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

- Gambaran Klinis: Sejak 3 hari SMRS pasien sering mengeluhkan sesak napas, sesak
dirasakan hilang timbul, muncul saat beraktifitas dan hilang jika pasien beristirahat.
Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin, debu, atau makanan dan sesak tidak diawali
dengan demam. Keluhan sesak juga menyebabkan pasien sering terbangun malam hari
dan merasa nyaman bila tidur dengan bantal yang ditinggikan. Pasien juga mengeluhkan
kedua kakinya bengkak sejak 3 hari SMRS. Pasien diketahui memiliki riwayat
Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien tidak rutin mengkonsumsi obat penurun
tekanan darah. Nyeri dada (-), batuk pada malam hari (-), batuk bercampur darah (-),
demam (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien tidak pernah mengalami keluhan
yang sama sebelumnya. Pasien kemudian berobat ke IGD RS Ar Bunda.
2

1. Riwayat Pengobatan: -
2. Riwayat kesehatan/Penyakit: Pasien memiliki riwayat DM dan Hipertensi sejak 5 tahun
yang lalu
3. Riwayat Keluarga : Riwayat dalam keluarga yang mengalami penyakit yang sama
disangkal
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi CHF
2. Penyebab CHF
3. Klasifikasi CHF
4. Patofisiologi CHF
5. Diagnosis CHF

6. Tatalaksana Penyakit Jantung Hipertensi

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

Os datang dengan sesak nafas yang dirasakan hilang timbul, muncul saat beraktifitas dan
hilang jika pasien beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin, debu, atau
makanan dan sesak tidak diawali dengan demam. Keluhan sesak juga menyebabkan
pasien sering terbangun malam hari dan merasa nyaman bila tidur dengan bantal yang
ditinggikan.

2. Objektif :

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

a. Pemeriksaan Fisik :

Kepala

Bentuk : Normosefali

Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.


3

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-) faring hiperemis

Leher : JVP 5+3 cmH2O

Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I dan II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, perkusi timpani
Hepar : Tidak Teraba
Lien : Tidak Teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, clubbing finger (-),
edema pretibial (+/+)

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 12,4
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 6.500 4500-10.700 ul
Lk: 4.6- 6.2 ul
Eritrosit 5,5
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 40-54 %
Hematokrit 38%
Wn: 38-47 %
Trombosit 222.000 159-400 u\l

Pemeriksaan Penunjang Radiologi


Foto thorax, PA view, posisi erect, simetris, inspirasi
dan kondisi cukup, hasil:
- Kedua apex pulmo tenang
- Corakan bronkovaskular normal
- Sinus costofrenikus lancip
- Kedua diafragma licin, tak mendatar
- Trakea ditengah
- Cor, CTR = 0,63, apex cor berada dibawah
diafragma
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan:
- Pulmo tak tampak kelainan
- Cardiomegali (LVH)
4

3. Assesment :

Tn S, 64 tahun, didiagnosis sebagai gagal jantung kongestif NYHA grade III/AHA


stadium C e.c penyakit jantung hipertensif didasarkan kepada klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari klinis didapatkan keluhan sesak nafas yang mulai dirasakan sejak 3
hari SMRS, sesak bersifat hilang timbul, muncul saat aktifitas dan hilang jika pasien istirahat.
Sesak yang tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin, debu atau makanan menunjukkan gejala sesak
nafas tidak disebabkan oleh alergi. Selain itu sesak juga tidak diawali dengan demam serta batuk
yang produktif menunjukkan sesak tidak berasal dari infeksi di saluran pernafasan. Keluhan
sesak yang sering dirasakan pada saat tidur malam hari atau Paroxysimal nocturnal dyspnea
(PND) dan merasa nyaman bila tidur posisi yang ditinggikan atau ortopnea merupakan
manifestasi klinis yang termasuk ke dalam kriteria mayor gagal jantung menurut Frimingham
dan merupakan tanda gagal jantung kiri. Selain itu, terdapat pula sesak saat aktivitas atau
dyspneu on effort dan sembab atau edema tungkai yang merupakan kriteria minor gagal jantung
menurut framingham. Dari pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan JVP minimal yang
menunjukkan adanya bendungan di sistem vena akibat gagal jantung kanan. Sehingga pada
pasien ini ditemukan klinis baik gagal jantung kiri ataupun kanan. Berdasarkan hal tersebut
kemudian pasien didiagnosis sebagai gagal jantung kongestif.
Pasien diklasifikasikan sebagai NYHA grade II berdasarkan anamnesis berupa keluhan
sesak nafas yang mulanya muncul saat aktivitas dan sesak berkurang dengan istirahat. Hal ini
sekaligus dapat menunjukkan progresivitas dari penyakit yang dialami pasien sehingga pasien
dikategorikan ke dalam stadium C menurut klasifikasi ACCF/AHA.
Penyebab CHF pada pasien ini diperkirakan akibat penyakit hipertensi yang diketahui
sejak 5 tahun yang lalu, namun pasien tidak rutin mengkonsumsi obat penurun tekanan darah.
Pasien mengaku bahwa obat hanya diminum apabila pusing atau sakit kepala. Penyebab gagal
jantung akibat penyakit arteri koroner pada pasien ini dapat disingkirkan karena tidak ditemukan
adanya riwayat keluhan nyeri dada yang khas yang menunjukkan tidak terjadi disfungsi miokard
akibat riwayat sindroma koroner akut sebelumnya. Hipertensi dan penyakit katup jantung
merupakan faktor resiko yang cukup signifikan dalam menyebakan gagal jantung dengan angka
kejadian sebesar 1.4 – 1.6% dan merupakan penyebab terbanyak nomor 2 setelah penyakit arteri
koroner. Gagal jantung kongestif pada pasien dengan hipertensi terjadi akibat beban tekanan
jantung meningkat karena tingginya tekanan di perifer sehingga jantung melakukan kompensasi
dengan cara menambah jumlah serabut-serabut otot ventrikel kiri agar saat ventrikel berkontraksi
5

dihasilkan tekanan yang lebih besar dari tekanan di perifer sehingga perfusi sistemik tetap terjaga
yang kemudian, apabila mekanisme kompensasi tidak dapat dicapai lagi, dapat menyebabkan
terjadinya disfungsi sistolik atau gagal jantung kiri dan seterusnya terjadi backward failure yang
lama kelamaan menyebabkan bendungan di sistem pulmoner sehingga turut berperan dalam
menyebabkan gagal jantung kanan (gagal jantung kongestif).

4. Plan :

Pengobatan:
- IVFD RL gtt x/menit (mikro)
- Inj. Furosemid 2x1 amp
- Letonal 1x25 mg
- Aspilet 1x80 mg
- Ramipril 1x5 mg
- Laxadin syr 2xC
- Kateter Urin

Pendidikan :
Edukasi dilakukan kepada pasien dan keluarganya
 Memberitahu bahwa gagal jantung adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan
namun dengan pengelolaan yang baik dapat dikendalikan.
 Perlu diketahui bahwa gagal jantung dapat berkembang meskipun gejala gejala sudah
membaik.
 Untuk dapat menjaga stabilitas penyakit ini pasien harus mengendalikan faktor resiko
dan melakukan management perawatan diri dirumah antara lain menimbang berat
badan setiap hari, mengurangi asupan garam, membatasi asupan cairan, berhenti
merokok/alkohol, memperbanyak aktifitas dan olahraga seperti jalan kaki selama 30
menit per hari dimulai dengan 5 menit dan berhenti bila terdapat keluhan,
menghindari aktifitas yang berlebihan dan minum obat secara rutin sesuai anjuran
dokter dan kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis.
6

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Congestif Heart Failure (CHF)

2.1.1 Definisi

CHF adalah kelainan struktur dan fungsi jantung sehingga jantung gagal

memompakan oksigen untuk kebutuhan metabolisme jaringan pada tekanan yang

normal atau mampu memenuhi rnetabolisme jaringan tetapi pada tekanan

pengisian yang meningkat.1 CHF merupakan suatu sindroma klinis yang

dikarakteristikkan dengan gejala sesak napas, kelelahan, dan tanda - tanda

kelebihan volume cairan dalam tubuh (udema perifer dan ronki pulmonal).7

2.1.2 Etiologi

Etiologi gagal jantung terbanyak adalah penyakit arteri koroner, hipertensi,

idiopatik kardiomiopati dan penyakit katup jantung. Gagal jantung yang

disebabkan oleh penyakit arteri koroner mencapai angka kejadian sebesar 60 –

70% (gagal jantung sistolik) dan penyakit arteri koroner merupakan prediktor

untuk progresifitas disfungsi sistolik ventrikel kiri dari asimptomatis menjadi

simptomatis. Hipertensi dan penyakit katup jantung juga merupakan faktor resiko

yang cukup signifikan dalam menyebakan gagal jantung yaitu dengan angka

kejadian sebesar 1.4 – 1.6%. Diabetes melitus, DM, meningkatkan resiko gagal

jantung yang disebabkan oleh kardiomiopati menjadi dua kali lipat dan pada

wanita, DM menjadi faktor resiko utama terjadinya penyakit arteri koroner yang

juga bisa berakibat menjadi gagal jantung. Merokok, pola hidup inactive, dan

obesitas juga termasuk faktor resiko yang harus diperhatikan, karena banyak

faktor lain yang meningkatkan resiko gagal jantung.7

Secara rinci, penyebab gagal jantung kongestif antara lain:8


7

1) Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,

disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari

penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,

hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

2) Aterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke

otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam

laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului

terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium

degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara

langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

3) Hipertensi sistemik atau pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan

hipertrofi serabut otot jantung.

4) Peradangan dan penyakit miokardium degenerative

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung

merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

5) Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang

sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme

biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung

(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah


8

(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),

peningkatan mendadak afterload.

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi CHF terdiri atas klasifikasi berdasarkan New York Heart

Association, NYHA, (berdasarkan kemampuan seseorang dalam menjalankan

aktivitas fungsionalnya atau melakukan kegiatan sehari-hari) dan klasifikasi oleh

American College of Cardiology (ACC) atau American Heart Association (AHA)

(berdasarkan perkembangan dan progresifitas dari penyakit).

New York Heart Association Functional Classification of Heart Failure1

3
Terjadi limitasi 4
2
1 aktivitas fisik. Setiap aktivitas
Sedikit limitasi
Saat istirahat, fisik yang
Tanpa limitasi aktivitas fisik,
tidak ada dilakukan
aktivitas fisik. hilang saat
keluhan. menimbulkan
Aktivitas fisik istirahat.
Aktivitas fisik gejala CHF,
yang biasa tidak Aktifitas fisik
yang lebih ringan bahkan saat
menimbulkan yang biasa
dari aktifitas fisik istirahat juga
gejala CHF menimbulkan
biasa menimbulkan
gejala CHF
menimbulkan keluhan
gejala CHF
9

Klasifikasi CHF berdasarkan ACCF/AHA9

Stadium ACCF/AHA

A : Beresiko terjadinya CHF tanpa kelainan struktur jantung atau gejala dari CHF
B : Kelainan struktural jantung ada, gejala dari CHF tidak ada
C : Kelainan struktural jantung ada, gejala dari CHF ada
D : Gejala yang berat dari CHF dan perlu intervensi spesialisasi

Klasifikasi lain yang penting adalah berhubungan dengan left ventricular

ejection fraction (LVEF), apakah tergolong preserved (>50%) atau reduced LVEF

(<50%). Pada gagal jantung sistolik dengan reduced LVEF, mortalitasnya

meningkat, dan pada gagal jantung diastolik justru sebagian besar (40 – 50%)

adalah preserved LVEF.7

2.1.4 Patofisiologi

Patofisiologi gagal jantung sangat kompleks dan melibatkan berbagai

mekanisme.7 Istilah gagal jantung pun bisa dibedakan berdasarkan bermacam

masalah, yaitu :

a. Berdasarkan perjalanan waktu penyakit

 Gagal jantung akut

 Gagal jantung kronis

b. Berdasarkan curah jantung

 Gagal jantung low output

 Gagal jantung high output

c. Berdasarkan lokasi gagal jantung

 Gagal jantung kanan

 Gagal jantung kiri


10

 Kegagalan biventrikel / CHF

d. Berdasarkan fungsi yang terganggu

 Gagal jantung diastolik

 Gagal jantung sistolik

Gagal jantung paling sering mencerminkan adanya kelainan fungsi kontraktilitas

ventrikel (suatu bentuk gagal sistolik) atau adanya gangguan relaksasi ventrikel

(suatu bentuk gagal diastolik).10,11

a. Disfungsi sistolik

Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokardium mengalami gangguan

(dapat disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis,

serta akibat pressure overload yang menyebabkan resistensi atau tahanan aliran),

sehingga isi sekuncup ventrikel berkurang, adanya penurunan curah jantung dan

volume akhir sistolik meningkat Akibat dari peningkatan volume akhir sistolik,

saat darah dari vena pulmonalis kembali ke jantung yang sedang terganggu,

dimana ventrikel dikosongkan secara tidak sempurna, akan mengakibatkan

volume diastoliknya meningkat lebih besar, sehingga tekanan dan volume akhir

diastolik lebih tinggi dari normal (terjadi peningkatan tekanan darah).

b. Disfungsi diastolik

Terdapat gangguan pada relaksasi diastolik dini (suatu proses yang aktif

dan bergantung pada energi), peningkatan kekakuan dinding ventrikel (bersifat

pasif) atau kedua-duanya yang paling sering disebabkan oleh penyakit jantung

koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi.

Dalam fase diastol, pengisian ventrikel menyebabkan tekanan diastolik


11

meningkat, karena adanya kenaikan volume yang menyebabkan peningkatan

tekanan yang lebih besar. Tekanan diastolik meningkat akan diteruskan ke atrium

kiri kemudian ke vena dan kapiler paru. Kenaikan tekanan hidrostatik di kapiler

paru yang cukup tinggi (>20mmHg), dapat menyebabkan transudasi cairan

kedalam intersisium paru dan menimbulkan keluhan - keluhan kongesti paru.

Gagal jantung kongestif terjadi pada kondisi gagal jantung kiri jangka panjang

yang diikuti dengan gagal jantung kanan atau sebaliknya, namun kebanyakan

didahului oleh gagal jantung kiri.


12

Mekanisme kompensasi pada gagal jantung adalah: 11

 Mekanisme Frank Starling  penambahan panjang serat menyebabkan

kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.

 Perubahan neurohormonal  peningkatan aktivitas simpatis

merupakan mekanisme paling awal untuk mempertahankan curah

jantung. Katekolamin menyebabkan kontraksi otot jantung yang lebih


Gambar 2.2 Jantung normal dan gagal jantung kongestif
kuat (efek inotropik positif) dan peningkatan denyut jantung. Sistem

saraf simpatis juga turut berperan dalam aktivasi sistem renin

angiotensin aldosteron (RAA) yang bersifat mempertahankan volume

darah yang bersirkulasi dan mempertahankan tekanan darah. Selain itu

dilepaskan juga counter-regulator peptides dari jantung seperti

natriuretic peptides yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi


13

perifer, natriuresis dan diuresis serta turut mengaktivasi sistem saraf

simpatis dan sistem RAA.

 Remodeling dan hipertrofi ventrikel  bertambahnya beban kerja

jantung akibat respon terhadap peningkatan kebutuhan maka terjadi

berbagai macam remodeling termasuk hipertrofi dan dilatasi. Bila

hanya terjadi peningkatan muatan tekanan ruang jantung atau pressure

overload (misalnya pada hipertensi, stenosis katup), hipertrofi ditandai

dengan peningkatan diameter setiap serat otot. Pembesaran ini

memberikan pola hipertrofi konsentrik yang klasik, dimana ketebalan

dinding ventrikel bertambah tanpa penambahan ukuran ruang jantung.

Namun, bila pengisian volume jantung terganggu (misalnya pada

regurgitasi katup atau ada pirau) maka panjang serat jantung juga

bertambah yang disebut hipertrofi eksentrik, dengan penambahan

ukuran ruang jantung dan ketebalan dinding (gambar 2.3)

Gambar 2.3 Gambaran jantung normal dan kelainan – kelainan pada jantung
14

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan dari anamnesis yang teliti,

pemeriksaan fisik lengkap dan pemeriksaan penunjang yang sesuai, sebagai

berikut : 1,7

a. Anamnesis

Tanyakan keluhan sesak saat bekerja, berbaring (ortopneu), saat malam

hari (sampai terbangun), cepat lelah, tidak tahan dengan latihan berat,

riwayat bengkak di perut, kaki, dll (tabel 2.1).

Tabel 2.1 Gejala dan tanda gagal jantung1


15

b. Pemeriksaan fisik

Dapat ditemukan kelainan khas gagal jantung seperti peningkatan tekanan

vena jugularis, refluks hepatojuguler, udema ekstremitas, bradikardi /

takikardi, berpindahnya lokasi ictus cordis, adanya bising jantung (gallop /

murmur), ronki basal paru, kesulitan bernafas, dan sianosis.

c. Pemeriksaan penunjang

i. Pemeriksaan laboratorium

 Pemeriksaan level B-type natriuretic peptide

 Pemeriksaan elektrolit serum

 Pemeriksaan darah lengkap (anemia ada / tidak)

 Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal

 Pemeriksaan urin rutin

 Pemeriksaan hormon tiroid

ii. Pemeriksaan rontgen toraks

Rontgen toraks harus diperiksa sejak awal untuk membedakan

penyebab keluhan antara jantung atau paru. Adanya kongestif

pulmonal dan udema intersisial paru semakin memperkuat diagnosis

gagal jantung, serta ditambah dengan adanya cardiomegali (CTR

>50%).

iii. EKG

EKG sangat diperlukan untuk mengetahui penyakit yang mendasari

terjadinya gagal jantung. Perubahan pada EKG seperti left branch

bundle block (LBBB), left ventriculer hypertrophy (LVH), infark

miocard akut atau kronis, dan atrial fibrilation dapat diidentifikasi dan
16

mungkin juga mengarahkan untuk perlunya dilakukan pemeriksaan

lanjutan seperti echocardiography (ECG), stress testing atau konsul

kepada kardiolog.

iv. Echocardiography (ECG)

Pemeriksaan echo saat ini telah menjadi metode diagnostik umum

digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung, miokardium dan

perikadium.Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung

adalah penilaian Left-ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya

remodelling ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi diastolik.

Alur penegakkan diagnosis tersebut dapat disimpulkan sesuai alur pada

gambar 2.2 berikut :7


17

Dalam menegakkan diagnosis gagal jantung, terdapat dua kriteria yang

dipakai sebagai panduan, yaitu kriteria Framingham dan Boston, sebagai berikut :

Tabel 2.2 Diagnosis CHF

Framingham7 Boston12

Kriteria Mayor : Kategori I : Riwayat

- Paroksismal nokturnal dispnea atau ortopnea - Dispnea saat istirahat (4)


- Peningkatan JVP - Ortopnea (4)
- Ronki basah - Paroksismal nokturnal dispnea (3)
- Edema pulmonary akut - Sesak saat naik tangga (2)
- Bunyi S3 Gallop - Sesak saar memanjat (1)
- Peningkatan tekanan vena
- Refluks hepatojugular
Kategori II : Pemeriksaan Fisik

Kriteria Minor - Denyut jantung yang abnormal (1-


2)
- Edema tungkai - Peningkatan JVP (1-2)
- Batuk malam hari - Suara paru crackles (1-2)
- Dispnea on effort - Wheezing (3)
- Hepatomegali - Bunyi S3 (3)
- Efusi pleura
- Kapasitas vital berkurang
1/3 dari maksimum Kategori 3 : Radiologi
- Takikardi
- Edema alveolus paru (4)
- Edema intersisial paru (3)
Kriteria mayor atau minor : - Efusi pleura bilateral (3)
- CRT >50% (3)
Kehilangan berat badan >4,5 kg dalam - Retribusi aliran di zona atas (2)

5 hari pengobatan
Nilai 8-12 : pasti CHF

Nilai 5-7 : mungkin CHF


Diagnosis ditegakkan jika 2 kriteria mayor
atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor Nilai <5 : bukan CHF
18

2.1.6 Penatalaksanaan

Pemberian terapi pada CHF harus disesuaikan dengan penyakit yang

mendasarinya. Untuk CHF sendiri, algoritma penatalaksanaannya selalu

diperbarui berdasarkan penelitian – penelitian yang dilakukan, seperti guideline

tatalaksana CHF terbaru yaitu berdasarkan AHA 2013 serta berdasarkan alur
terapi oleh American Family Physician (AAFP) 2010 seperti yang ditampilkan di bawah ini:
16

Pada dasarnya, prinsip dalam penanganan CHF adalah: 13

1. Pengurangan preload (beban awal)

Beban awal jantung dapat dikurangi dengan membatasi asupan garam dalam

makanan, bila perlu beri diuretik untuk mengantisipasi retensi natrium dan air (jika

gejala menetap). Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal dari jantung

melalui retribusi darah dari sentral ke sirkulasi perifer. Vasodilatasi menyebabkan

aliran darah mengalir ke perifer dan mengurangi aliran balik vena ke jantung.

2. Pengurangan afterload (beban akhir)

Mekanisme kompensasi pada gagal jantung adalah teraktivasinya sistem RAAS

dan simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tahanan

terhadap ejeksi ventrikel (resistensi perifer) dan afterload. Afterload yang

meningkat menyebabkan kerja jantung semakin bertambah berat dan cardiac

output menurun. Pemberian vasodilator dapat menghambat efek negatif ini,

umumnya dipakai vasodilator yang bekerja dengan cara dilatasi langsung otot

polos pembuluh darah (seperti: Isosorbid dinitrat/ISDN), dan obat yang

menghambat kerja angiotensin (seperti: ACE-Inhibitor).

3. Meningkatkan kontraktilitas miokardium

Obat inotropik positif akan meningkatkan kontraksi miokardium, sehingga

memperbaiki fungsi ventrikel dalam memompakan darah lebih baik, cardiac

output dapat lebih besar pada volume dan tekanan diastolik tertentu.
17

Gambar 2.3. Strategi pengobatan tatalaksana gagal jantung sistolik kronik

(NYHA fc II – IV)

2.2. Penyakit Jantung Hipertensi 14,15

Hipertensi adalah kenaikan tekanan sitolik besar atau sama dengan 140 mmHg dan
tekanan diastolik besar atau sama dengan 90 mmHg. Patofisiologi dari hipertensi
menyebakan gagal jantung dapat dilihat pada gambar di bawah:
18

Gambar 2.4 Patofisiologi penyakit jantung hipertensif

Pencegahan gagal jantung pada kasus hipertensi dapat dilakukan sesuai dengan hasil
dari penelitian yang dilakukan oleh Mostered dkk (1999) menunjukkan bahwa pengobatan
hipertensi yang efektif dapat menurunkan angka kejadian hipertrofi ventrikel kiri dan angka
kematian kardiovaskular, sehingga menurunkan insidensi gagal jantung sebesar 35 sampai
50%. Secara klinis derajat hipertensi dapat diklasifikasikan sesuai dengan rekomendasi dari
“The Seventh Report of The Join National Committee, Prevention, Detection and Treatment
of High Blood Pressure “ (JNC – VII, 2003) sebagai berikut :

Tabel 2.3. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan
TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Darah

Normal <120 dan <80

Prahipertensi 120 – 139 atau 80 - 89

Hipertensi derajat 1 140 – 139 atau 90 - 99


19

Hipertensi derajat 2 > 160 atau > 100

Terdapat 3 tatalaksana yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup termasuk penurunan berat badan dengan mempertahankan BB

normal (IMT = 18,5 – 24,9 kg/m2), perencanaan makan DASH, mengurangi asupan

natrium, meningkatkan asupan kalium, latihan jasmani serta membatasi konsumsi

alkohol bagi yang mengkonsumsi alkohol yang semuanya dapat membantu

menurunkan tekanan darah sistolik.

2. Pengaturan pola makan

Menu makanan yang dianjurkan oleh JNHC 7 tahun 2004 dan AHA tahun 2006 yaitu

DASH (dietary approach to stop hypertension). Prinsip DASH yaitu banyak

mengkonsumsi buah dan sayuran, susu rendah lemak dan hasil olahnya seperti kacang-

kacangan. Konsumsi garam natrium dan minuman beralkohol sebaikny juga dibatasi.
20

3. Pengobatan
Untuk obat- obatan preventif terjadinya gagal jantung pada hipertensi yang
terbukti menurunkan angka mortalitas :
 Diuretik
 Beta bloker (bisoprolol fumarate, metoprolol succinate, and carvedilol)
 ACE Inhibitor (seperti enalapril)
 ARB (candesartan)
 Antagonis aldosteron (spironolakton)
21

DAFTAR PUSTAKA

1. McMurray JJ, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bohm M, Dickstein K, et


all. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2012. European Heart Jurnal. 2012.
2. Remme WJ, Swedberg K. Guidelines for the diagnosis and treatment of chronic heart
failure. In: European heart journal. 2001; 22, 1527-60
3. Emedicine.medscape.com [homepage on internet]. New York. WebMD. Dumitru I, et
al. Heart Failure. [cited on 3 Nov 2016]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview#a0156.
4. www.depkes.go.id [homepage on internet]. Kementrian kesehatan Republik
Indonesia. Lingkungan sehat, Jantung sehat. Published Oct 7,2014 [cited on 3 Nov
2014]. Available from:
http://www.depkes.go.id/article/view/201410080002/lingkungan-sehat-
jantungsehat.html#sthash.qGmdNjJ3.dpuf
5. Fadi shamsham, M.D, Judith mitchell, M.D. State University of New York Health
Science Center at Brooklyn, Brooklyn, New York Am Fam
Physician. 2000 Mar 1;61(5):1319-1328.
6. Colucci WS, Braunwald E. Pathophysiology of heart failure. In Baunwald’s Heart
Disease. A Textbook of cardiovascular medicine. 7th edition. Elsevier Saunders.
Philadelphia.2005
7. www. aafp.org [homepage on internet]. King M, Kingery J,Casey. Diagnosis and
evaluation heart failure. In: American family physician. 2012 jun 15(85):12 p 1161-
1168 [cited on 3 Nov 2016]. Available from:
http://www.aafp.org/afp/2012/0615/p1161.html#afp20120615p1161-b3
8. Kumalasari EY. Angka kematian gagal jantung kongestif di HCU dan ICU di RSUP
dr.Kariadi Semarang. 2016
9. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarow GC, et
all. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure. American
College of Cardiology Foundation and American Heart Association. 2013 Roger VL.
Epidemiology of heart failure. PMC. 2014.
10. Irmalita. Gagal jantung kongestif. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, Roebiono
PS, editors. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakulras Kedokteran
Universitas Indonesia, 2002.
11. Fauzi MG. Hubungan anttara merokok dengan angka mortalitas gagal jantung akut di
5 RS di Indonesia. [cited on 4 Nov 2016]. Available from:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125516-S09130fk-Hubungan%20antara-
Literatur.pdf.
12. Roger VL. Epidemiology of heart failure. PMC. 2014
13. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. alih bahasa
Pendit BU, et. al. editor edisi bahasa Indonesia, Hartanto H. Ed 6. Vol 1. Jakarta.
EGC; 2004.
22

14. Emedicine.medscape.com [homepage on internet]. Madhur MS, Riaz K, Dreisbach W


A. Hypertension. [cited on 4 Nov 2016]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/241381overview#aw2aab6b2b3aa.
15. Kresnawan T. Asuhan gizi pada hipertensi. Instalasi gizi RSCM. [cited on 4 Nov
2016]. Available from:
http://ejournal.persagi.org/go/index.php/Gizi_Indon/article/viewFile/110/107.
16. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Pedoman tatalaksana gagal
jantung. Ed 1. Jakarta:2015

Anda mungkin juga menyukai