Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR


PADA Tn. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI
DI RUANG UGD PUSKESMAS SURANADI
TANGGAL 15-17 DESEMBER 2022

OLEH

NI MADE WINI PUTRI FEBRINA SARI


P07120522076

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN
MATARAM
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Ni Made Wini Putri Febrina Sari


NIM : P07120522076
Judul Laporan Kasus : ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM
KARDIOVASKULAR PADA Tn. K DENGAN
DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI DI RUANG UGD
PUSKESMAS SURANADI TANGGAL 15-17
DESEMBER 2022

TELAH DISAHKAN

PADA TANGGAL ……………………… DI ………………………

OLEH

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING LAHAN

(Sahrir Ramadhan, M.Kep) (Lalu Mansyur, SST., Ns)


NIP. 19731231 199303 1 024

ii
VISI DAN MISI PRODI PROFESI NERS

VISI:
“Menjadi Program Studi yang Menghasilkan Tenaga Ners yang Expert, Inovatif,
Enterpreneur dan Berdaya Guna di Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan
Bencana dalam Mewujudkan Masyarakat Sehat, Produktif dan Berkeadilan pada
Tahun 2022”

MISI:
a. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang expert, inovatif dan
entrepreneur di bidang keperawatan gawat darurat dan bencana.
b. Mengembangkan penelitian berbasis inovatif di bidang keperawatan gawat
darurat dan bencana.
c. Menyelenggarakan dan meningkatkan pengabdian masyarakat yang berdaya
guna di bidang keperawatan gawat darurat dan bencana dalam mewujudkan
masyarakat sehat, produktif dan berkeadilan.
d. Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah, institusi pendidikan dan
lembaga pelayanan kesehatan dalam bidang keperawatan.

iii
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN HIPERTENSI

A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.
13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Proses menua
(aging process) merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menurut Paris
Constantinides (1994) menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi secara normal,
ketahanan terhadap injury (termasuk infeksi) tidak seperti pada saat
kelahirannya.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai
dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot,
susunan syaraf dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit.
Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan
seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat
tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun saat
menurunnya. Namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai
puncaknya pada umur 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat
tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian
menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur.
2. Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut usia
terbagi menjadi beberapa kelompok, yakni:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.

1
b. Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun.
c. Lanjut usia (old) antara 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009
yakni sebagai berikut:
a. Masa Lansia Awal (46-55 Tahun), yaitu masa peralihan menjadi tua,
menurunnya jumlah hormon pada tubuh dan fungsi organ juga
menurun.
b. Masa Lansia Akhir (56-65 Tahun), yaitu masa menuju tua yang harus
memperhatikan psikis, biasanya mulai menurunnya indera penglihatan
dan pendengaran.
c. Masa Manula (>65 Tahun), untuk umur-umur selanjutnya masa tua
dimana mereka harus memperhatikan kesehatan. Dengan adanya
fasilitas posyandu lansia, diharapkan bisa dimanfaatkan dengan baik.
3. Perubahan yang Terjadi pada Lansia
a. Perubahan Fisik
1) Sel: jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar,
berkurangnya cairan intra dan extra seluler.
2) Persarafan: cepatnya menurun hubungan persarafan, lambat dalam
respon waktu untuk meraski, mengecilnya saraf panca indra sistem
pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
3) Sistem penglihatan: spnkter pupil timbul sclerosis dan hilangya
respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh,
meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang.
4) Sistem kardivaskuler: katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah,
tekanan darah meninggi.

2
5) Sistem respirasi: otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan
elastisitasnya sehingga kapasitas residu meningkat, nafas berat.
Kedalaman nafas menurun.
6) Sistem gastrointestinal: kehilangan gigi, sehingga menyebabkan
gizi buruk, indera pengecap menurun karena adanya iritasi selaput
lendir dan atropi indera pengecap sampai 80% kemudian hilangnya
sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin
7) Sistem genitourinaria: ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%. GFR
menurun sampai 50%. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa
menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi
melemah, kapasitasnya menurun sampai 200cc sehingga vesika
urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat
retensia urine. Pembesaran prostat, 75% dialami oleh pria diatas 55
tahun. Pada vulva terjadi atropi sedangkan vagina terjadi selaput
lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan
menjadi alkali.
8) Sistem endokrin: pada sistem endokrin hampir semua produksi
hormone menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya
tidak berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal
metabolisme rate (BMR). Produksi sel kelamin menurun seperti:
progesterone, estrogen, dan testosterone.
9) Sistem integument: pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan
jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menipis menjadi kelabu,
sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku
menjadi keras dan rapuh.
10) Sistem musculoskeletal: tulang kehilangan densitasnya dan makin
rapuh memjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang
disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi
serabut crabit otot, sehingga lansia menjadi lamban bergerak. Otot
kam dan tremor.

3
b. Perubahan Mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali
kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat
pendidikan atau pengetahuan serta situasi lingkungan. Intelegensi
diduga secara umum makin mundur terutama faktor penolakan abstrak
mulai lupa terhadap kejadian baru, masih terekam baik kejadian masa
lalu.
Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis,
timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, merasa terancam akan
timbulnya suatu penyakit atau takut diterlantarkan karena tidak
berguna lagi. Munculnya perasaan kurang mampu untuk mandiri serta
cenderung bersifat entrovert.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan
5) Lingkungan
Kenangan (memori) ada 2:
1) Kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang
lalu
2) Kenangan jangka pendek: 0-10 menit, kenangan buruk
Intelegentia Question:
1) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
2) Berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-
tekanan dari faktor waktu.
c. Perubahan Psikososial
Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan
sangat beragam, tergantung pada kepribadian individu yang
bersangkutan. Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya

4
dengan bekerja mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya
dengan masa pensiun. Bila ia cukup beruntung dan bijaksana,
mempersiapkan diri untuk masa pensiun dengan menciptakan bagi
dirinya sendiri berbagai bidang minat untuk memanfaatkan waktunya,
masa pensiunnya akan memberikan kesempatan untuk menikmati sisa
hidupnya. Tetapi bagi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari
lingkungan dan teman-teman yang akrab dan disingkirkan untuk
duduk-duduk dirumah atau bermain domino di klub pria lanjut usia.
Perubahan mendadak dalam kehidupan rutin barang tentu membuat
mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna.
d. Perubahan Spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan
(Maslow,1970)
2) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner,1970).
3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Flower (1978),
Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai keadilan.
B. Konsep Penyakit
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan
darah tinggi secara terus menerus dimana tekanan sistolik lebih dari
140mmHg dan tekanan diastolik 90mmHg atau lebih. Hipertensi atau
penyakit darah tinggi merupakan suatu keadaan peredaran darah
meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih cepat
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi dalam
tubuh (Koes Irianto, 2014).
Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan
kardiovaskular. Apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan

5
gagal ginjal, stroke, dimensia, gagal jantung, infark miokard, gangguan
penglihatan dan hipertensi (Andrian Patica, 2016)
2. Klasifikasi Hipertensi
Pada pemeriksaan tekanan darah, yang diukur adalah tekanan
sistolik dan diastolik. Tekanan darah diklasifikasikan sebagai normal
apabila sistoliknya kurang dari 120mmHg dan diastolik kurang dari
80mmHg, atau biasa ditulis dengan 120/80mmHg. Berikut ini adalah
klasifikasi tingkatan dalam hipertensi:
Kategori Sistolik mmHg Diastolik mmHg
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Stadium 4 201 mmHg atau lebih 120Hg atau lebih

3. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat
vasomotor yang dihantarkan dalam bentuk impuls bergerak menuju
ganglia simpatis melalui saraf simpatis. Saraf simpatis bergerak
melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan asetilkolin sehingga
merangsang saraf pascaganglion bergerak ke pembuluh darah untuk
melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.
Mekanisme hormonal sama halnya dengan mekansme saraf yang juga ikut
bekerja mengatur tekanan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2098).
Perubahan struktur dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut (Smeltzer & Bare, 2008). Perubahan struktural dan fungsional
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
kemampuan relaksasi otot polos pembuluh darah akan menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah, sehingga

6
menurunkan kemampuan aorta dan artei besar dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Saferi & Mariza, 2013).
4. Komplikasi Hipertensi
Komplikasi pada penderita hipertensi menurut Corwin (2009)
menyerang organ-organ vital antara lain:
a. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infark
miokard menyebabkan kebutuhan oksigen pada miokardium tidak
terpenuhi kemudian menyebabkan iskemia jantung serta terjadilah
infark.
b. Ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan
kerusakan progresif sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus
menyebabkan aliran darah ke unti fungsional juga ikut terganggu
sehingga tekanan osmotic menurun kemudian hilangnya kemampuan
pemekatan urin yang menimbulkan nokturia.
c. Otak
Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas
dari pembuluh darah di otak, sehingga terjadi stroke. Stroke dapat
terjadi apabila terdapat penebalan pada arteri yang memperdarahi otak,
hal ini menyebabkan aliran darah yang diperdarahi otak berkurang.

7
5. Pathway Hipertensi

8
6. Manifestasi Klinik Hipertensi
Manifestasi klinik menurut Ardiansyah (2012) muncul setelah
penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara
lain:
a. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan
langkah tidak mantap.
b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena
peningkatan tekanan intracranial yang disertai mual dan muntah.
c. Epitaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.
d. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi
darah akibat vasokontriksi pembuluh darah.
e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak
hipertensi.
f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari
peningkatan aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh
glomerulus.
Hipertensi sering ditemukan tanpa gejala (asimptomatik), namun
tanda-tanda klinis seperti tekanan darah yang menunjukkan kenaikan pada
dua kali pengukuran tekanan darah secara beruturtan dan bruits (bising
pembuluh darah yang terdengar di daerah aorta abdominalis atau arteri
karotis, arteri renalis dan femoralis disebabkan oleh stenosis atau
aneurisma) dapat terjadi. Jika terjadi hipertensi sekunder, tanda maupun
gejalanya dapat berhubungan dengan keadaan yang menyebabkan obesitas
batang tubuh dan striae berwarna kebiruan, sedangkan pasien
feokromositoma mengalami sakit kepala, muntah, palpasi, pucat dan
perspirasi yang sangat banyak (Kowalak, Weish & Mayer, 2011).
7. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi
Dalam menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan tanya jawab
terkait riwayat penyakit pasien dan keluarga pasien. Dokter juga akan
bertanya mengenai gaya hidup pasien, seperti kebiasaan merokok dan
mengonsumsi minuman beralkohol.

9
Diagnosis hipertensi dilakukan dengan mengukur tekanan darah
pasien menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer. Berikut ini
adalah tahapan pemeriksaan tekanan darah yang benar agar didapatkan
hasil yang akurat:
a. Pasien tidak boleh berolahraga, merokok, dan mengonsumsi minuman
berkafein 30 menit sebelum pemeriksaan tekanan darah.
b. Pasien akan diminta untuk buang air kecil terlebih dahulu, kemudian
duduk rileks di kursi dengan kaki berpijak di lantai.
c. Pasien perlu menggulung lengan kemeja atau melepas pakaian yang
menutupi area pemasangan manset sphygmomanometer.
d. Pasien tidak boleh berbicara selama pemeriksaan tekanan darah
berlangsung.
e. Dokter akan mengukur tekanan darah pada kedua lengan pasien, lalu
pengukuran akan diulang di lengan dengan tekanan darah yang lebih
tinggi.
f. Dokter akan mengulang pengukuran tekanan darah minimal dua kali
dengan jeda 1–2 menit.
Selanjutnya, hasil pengukuran tekanan darah akan diklasifikasikan.
Kemudian, untuk mencari tahu penyebab tekaan darah tinggi dan
mendeteksi kerusakan organ yang mungkin terjadi akibat hipertensi,
dokter dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan:
a. Tes darah, untuk mengukur kadar kolesterol dan kreatinin
b. Tes urine, untuk mengukur kadar elektrolit dan hormon
c. Elektrokardiogram, untuk mengetahui aktivitas listrik jantung
d. CT scan perut, untuk mengetahui kondisi kelenjar adrenal
e. USG ginjal, untuk memeriksa kondisi ginjal
8. Pencegahan Hipertensi
Terdapat berbagai langkah pencegahan yang bisa dilakukan
terhadap penyakit hipertensi, antara lain:
a. Mengkonsumsi makanan sehat
b. Mengurangi konsumsi garam jangan sampai berlebihan
c. Mengurangi konsumsi kafein yang berlebihan seperti teh dan kopi

10
d. Berhenti merokok
e. Berolahraga secara teratur
f. Menurunkan berat badan, jika diperlukan
g. Mengurangi konsumsi minuman beralkohol
h. Menghindari konsumsi minuman bersoda
9. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi
sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk
menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor
resiko yaitu:
1) Mempertahankan berat badan ideal
2) Mengurangi asupan natrium (sodium)
3) Batasi konsumsi alcohol
4) Makanan K dan Ca yang cukup dari diet
5) Menghindari merokok
6) Penurunan stress
7) Aromaterapi (relaksasi)
8) Terapi masase (pijat)
b. Pentalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013)
merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain:
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam
tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambatan simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk
menghambat aktifitas saraf simpatis.

11
3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol, dan Atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya
pompa jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang
mengalami gangguan pernafasan seperti asma bronkial.
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasim)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos pembuluh darah.
5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)
Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat
angiostensin II dengan efek samping penderita hipertensi akan
mengalami batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Penghambat Reseptor Angiotensis II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis
penghambat resptor angiotensin II diberikan karena akan
menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptor.
7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Fisiologi/fisik
1) Status gizi
2) Intake cairan dalam 24 jam
3) Kondisi kulit
4) Kondisi bibi, mukosa mulut, gigi
5) Riwayat pengobatan, alkohol, zat adiktif lainnya
6) Evaluasi kemampuan penglihatan, pendengaran dan mobilitas
7) Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi: gangguan sistem
digestif, nafsu makan, makanan yang disukai dan tidak disukai,
rasa dan aroma
8) Kebiasaan waktu makan (2-3x sehari, snal dll)
b. Psikososial/afektif
1) Kebiasaan saat makan (makan sendiri, sambil nonton TV, dll)

12
2) Situasi lingkungan (kapasitas penyediaan makanan, pengolahan
dan penyimpanan makanan)
3) Sosiokultural yang berlaku yang mempengaruhi pola nutrisi dan
eliminasi
4) Kondisi depresi yang dapat mengganggu pemenuhan nutrisi
c. Pemeriksaan tambahan/laboratorium
1) Analisa darah
2) Kreatinin: indek masa otot
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
c. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokontriksi
d. Nutrisi, perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kebutuhan metabolic
e. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung
yang tidak adekuat
f. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau
keterbatasan kognitif
3. Perencanaan Keperawatan
a. Manajemen Nyeri (I.08238)
Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen nyeri
berdasarkan SIKI, antara lain:
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Idenfitikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

13
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Terapeutik
a) Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
e) Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Pemeberian Analgesik (I.08243)
Tindakan yang dilakukan pada intervensi pemberian analgesik
berdasarkan SIKI, antara lain:
1) Observasi
a) Identifikasi karakteristik nyeri (mis: pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
b) Identifikasi Riwayat alergi obat
c) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis: narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
d) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik

14
e) Monitor efektifitas analgesik
2) Terapeutik
a) Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
b) Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar dalam serum
c) Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
d) Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
3) Edukasi
a) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
c. Edukasi Kesehatan (I.12383)
Tindakan yang dilakukan pada intervensi edukasi kesehatan
berdasarkan SIKI, antara lain:
1) Observasi
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
2) Terapeutik
a) Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
b) Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
3) Edukasi
a) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan
b) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
c) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
4. Evaluasi Keperawatan
a. Pasien melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol

15
b. Pasien berpartisupasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
c. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah
atau beban kerja jantung.
d. Menunjukkan perubahan pola makan (misalnya pilihan makan,
kuantitas, dan sebagainya), mempertahankan berat badan yang
diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
e. Mengidentivikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
f. Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen
pengobatan

16
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2013. Buku Ajar Askep Gangguan Sistem Kardiovaskuler.


Salemba Medika. Jakarta

PPNI, 2017. SDKI edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2018. SIKI edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2019. SLKI edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

17
18
Mahasiswa Prodi Pendidikan
Profesi Ners

Kelompok Suranadi

19
Mahasiswa Prodi Pendidikan
Profesi Ners

Kelompok Suranadi

20

Anda mungkin juga menyukai