Anda di halaman 1dari 9

SERIKAT PETANI INDONESIA WILAYAH NTB

SPI_NTB

ALAMAT: JL. BAYPASS BIL, KETANGGE DESA BATUJAI KECAMATAN PRAYA BARAT KABUPATEN
LOMBOK TENGAH NTB
No HP : 087758410132

No : Istimewa
HAL : Permohonan Hearing
Lamp : 1 Bundel

Kepada Yth.
Bapak Gubernur Nusa Tenggara Barat
Di
Mataram

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabaraktuh

Dengan Hormat.

Sehubungan dengan permasalahan sengketa lahan dalam Kawasan Ekonomi


Khusus Mandalika Resort dan merujuk pada SK Gubernur NTB Nomor : 120/320/Pem/2018
tanggal 29 Oktkober 2018 perihal penyelesaian tanah masyarakat di KEK Mandalika dan
tanah yang dinyatakan sebagai Enclave didalam kawasan KEK, kami dari Serikat Petani
Indonesia NTB yang merupakan bagian dari pemilik lahan yang terdapat dalam lampiran SK
Gubernur NTB tersebut bermaksud mengadakan Audensi terkait persoalan tersebut. Namun
sampai saat ini sejak SK tersebut dikeluarkan tidak ada upaya tindak lanjut dari pihak ITDC,
Pemda maupun pihak-pihak lainnya terkait SK tersebut.

Atas dasar tersebut, kami memohon agar diberikan kesempatan untuk dapat
mengadakan Audensi. Adapun bukti-bukti kepemilikan tanah dan uraian sejarah penguasan
lahan, terlampir.

Demikian surat permohonan Audensi ini kami buat, agar dapat difasilitasi dengan
segera, atas perhatian dan kerjasama kami sampaikan terim kasih.

Batujai, Oktober 2019

Serikat Petani Indonesia Wilayah NTB


(SPI_NTB)
Ketua

Khaerudin
LAMPIRAN :

I. LATAR BELAKANG PERSOALAN SENGKETA TANAH ANTARA WARGA


DENGAN ITDC DI KAWASAN MANDALIKA.

1. Secara umum masyarakat yang mengklaim lahan tersebut diatas baik


warga yang tidak pernah mengajukan gugatan perdata maupun yang sudah
menggugat secara perdata, tidak punya tujuan untuk menolak/menghambat
pembangunan sirkuit MotoGP atau menggagalkan program pemerintah,
namun kami kecewa dengan cara LTDC yang pada saat itu melakukan
pembebesan lahan maupun ITDC selama ini dalam melakukan
penyelesaian sengketa lahan yang dinilai arogan, represif dan tidak mau
buka secara transparan data lahan yang dikuasainya. Kami menginginkan
adanya pertemuan kembali dengan pihak ITDC untuk menggali sejarah
tanah, berharap pihak ITDC secara transparan menunjukkan SPH (Surat
Pelepasan Hak) atau APHAT (Akta Pelepasan Hak Atas Tanah) beserta
warkah tanah yang dimilikinya, karena sampai saat ini pihak ITDC hanya
mau menunjukkan SPH, APHAT dan warkah tanah di muka persidangan
serta meminta pihak ITDC dapat menujukkan bukti pembayaran pelepasan
hak atas tanah tersebut sehingga dapat diketahui secara jelas siapa yang
menjual dan yang menerima pembayaran atas tanah yang saat ini sudah
masuk lahan HPL (Hak Pengelolaan Lahan) ITDC. Warga yang pernah
menjual lahan, juga menginginkan agar pihak ITDC mau mengukur kembali
lahan HPL ITDC yang masih diklaimnya, sehingga dapat diketahui secara
jelas luas dan pengembalian batas-batas tanah, karena menurut warga dari
tanah yang pernah dijual dengan luas tanah yang diklaim dan diduduki
hingga saat ini masih ada sisa tanah. Apabila pihak ITDC bersedia mediasi
kembali dan dalam mediasi tersebut setelah dilakukan adu data ternyata
warga yang mengklaim tidak dapat menjelaskan terhadap klaim atas lahan,
maka kami siap tinggalkan lahan dan tidak meminta bayaran apapun.

2. Warga yang mengklaim lahan dan masih menguasai fisik lahan HPL
ITDC hingga saat ini serta tidak pernah layangkan gugatan perdata
diantaranya Bapak Deris atau Idris, Sdr. Sibawai dan Sdr. Suprayadi / Amaq
Adi memberikan keterangan-keterangan sebagai berikut :

a. Memiliki bukti-bukti sebagai dasar menggarap atau menguasai


tanah serta mengetahui tentang sejarah atas tanah yang diklaimnya.

b. Menguasai fisik dan memiliki tempat tinggal semi permanen


atas tanah tersebut, sehingga mereka merasa tidak perlu menggugat
secara perdata diatas lahan yang nyata-nyata dikuasainya secara fisik
dari sejak lahir hingga sekarang dan juga enggan menggugat secara
perdata karena mengacu pada beberapa kali hasil sidang perkara
perdata dengan ITDC warga kebanyakan kalah.

c. Warga pemilik lahan tidak pernah mendapatkan ganti rugi, dana


kerohiman dan sebagainya dari pihak LTDC dan ITDC. Warga
menganggap pada saat itu LTDC salah bayar (LTDC membayar
kepada para Calo dan oknum pejabat pada saat itu) bukan membayar
langsung kepada pemilik lahan atau para ahli waris.

d. Sdr. Suprayadi alias Amaq Adi menjelaskan bahwa dari lahan


HPL ITDC yang diklaimnya/dikuasainya yang belakangan diketahui
setelah diukur sendiri seluas 16.572 M2 atau sekitar 1,65 Ha lebih
berlokasi di Orong Serenting Dusun Ebunut Desa Kuta, diakuinya baru
dijual ke pihak LTDC pada saat itu seluas 1.767 M2 atau sekitar 17 Are
lebih yang sesuai SPH LTDC Per 30 Juni Tahun 1996, dengan Persil
No.313 yang juga mereka lampirkan sebagai alat bukti formil dalam
alasan komplinan/klaim atas lahannya. Dari perbedaan luas lahan
tersebut, dirinya beserta ahli waris atas nama Jagung merasa masih
banyak tanah yang belum dibebaskan oleh pihak LTDC. Jika dasar
ITDC mengklaim bahwa lahan tersebut masuk lahan HPL ITDC hanya
mengacu dari data SPH tersebut, maka pengklaim meminta pihak
ITDC untuk melakukan pengukuran ulang dan jika dari hasil
pengukuran ulang terbukti masih ada tanah yang lebih, maka pihak
ITDC diminta untuk segera diselesaikan.

e. Tambahan keterangan dari Sdr. Sibawai bahwa pada tahun


1996, rumah miliknya beserta keluarga yang berada diatas lahan yang
hingga saat ini dikuasainya pernah dibongkar secara paksa oleh pihak
LTDC beserta Pemda Loteng dan TNI/Polri yang didalamnya turut
terlibat Camat Pujut beserta sekelompok orang suruhan LTDC. (Foto
Terlampir).

Upaya-upaya yang dilakukan oleh Amaq Semin dan Sdr.


Sibawai atas keberatannya terhadap proses pembebasan tanah oleh
pihak LTDC saat itu, selaku pemilik hak. Sdr. Amaq Semin dan Sdr.
Sibawai menyatakan bukan merupakan orang yang melakukan
transaski pembebasan ganti rugi atas lahannya, namun dilakukan oleh
Sdr. L. Wirasentana yang pada saat itu menjabat sebagai Sekda Prov.
NTB dengan melakukan upaya keberatan kepada pihak-pihak PT.
LTDC dan Sdr. Lalu Wirasentana dengan menolak transaksi yang
terjadi sampai dikeluarkannya surat oleh pihak LTDC yang isinya
menyatakan telah membayar pada Sdr. Lalu Wirasentana sebesar Rp.
100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah) yang asumsinya 1 juta per Are
dari lahan seluas 50 Hektar, namun sampai akhir Tahun 1996 tidak
terjadi kesepakatan antara pihak-pihak yang bersengketa, sehingga
dibentuklah Tim Satu Atap Pemda Loteng pada tahun 1996 atas
permasalahan pembebasan lahan yang dilakukan pihak LTDC yang
diketuai oleh Camat Pujut Drs. Lalu Yusuf Umar selaku Camat saat itu.
Setelah Tim Satu Atap bekerja untuk memediasi permasalahan
sengketa proses pembebasan yang terjadi saat itu, semua pihak yang
bersengketa tidak ada kesepakatan hingga atas nominal ganti rugi
sebesar Rp. 40.000.000,- dititip sementara dengan dibuatkan surat
pernyataan penitipan oleh Tim Satu Atap pada tahun 1996 yang
ditanda tangani langsung oleh Ketua Tim yaitu Camat Pujut atas nama
Drs. Lalu Umar Yusuf. Kemudian oleh pihak LTDC, Sdr. Drs. Lalu
Umar Yusuf diminta untuk menanda tangani pelepasan hak atas
tanah, namun Ybs tidak mau menanda tanganinya karena memang
masalahnya belum selesai. Sampai saat ini tidak ada lagi pembahasan
lanjutan atas permasalahan tersebut, sehingga sampai sekarang tidak
ada ganti rugi dalam bentuk apapun atas lahan yang
diklaim/dikuasainya.

f. Tambahan keterangan dari Sdr. Deris atau Idris menjelaskan


bahwa Ayahnya atas nama Maryun alias Amaq Sukril beserta keluarga
pernah mengajukan surat permohonan perlindungan hukum kepada
Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kab. Lombok Tengah dan
Kapolres Praya Lombok Tengah, terkait tindakan intimidasi maupun
pemaksaan oleh pihak LTDC beserta sekelompok orang yang
dibayarnya dengan melakukan pembakaran rumah, perampokan dan
pemasangan plang secara paksa diatas lahan yang dikuasai oleh
Ayahnya pada kurun waktu tahun 1993 dan 1994 dan hingga saat ini
atas surat tersebut tidak ada tindaklanjutnya.

Pada sekitar akhir tahun 1994 berkat bantuan pengamanan dari


Denpom IX/2 Mataram berjumlah 7 orang diantaranya yang dikenal
bernama Kopral Purn Mahsun, Maryun alias Amaq Sukril beserta
keluarga kembali menguasai lahan dan membangun rumah semi
permanen hingga sekarang. Selain proses pembebasan yang penuh
intimidasi sesuai dengan keterangan diatas juga dalam
pembebasannya dilakukan oleh orang lain atas nama Drs. H. Lalu Puri
pada tahun 1994 yang saat itu Sdr. Drs. H. Lalu Puri menjabat sebagai
Kepala Bappeda Kab. Loteng sesuai dengan data yang tercatat dalam
SPH LTDC Tahun 1996. Upaya-upaya keberatan yang dilakukan oleh
Amaq Sukril pada saat itu dan dalam proses pembebasanya juga sama
yang dialami oleh Amaq Semin dan Sdr. Sibawai.

II. KEGIATAN/AKSI YANG SUDAH DILAKUKAN OLEH MASYARAKAT.

1. Warga pengklaim lahan pernah meminta bantuan kepada


Pemda Loteng dan Pemprov NTB untuk menyelesaikan sengketa
tanah dengan ITDC. Menyikapi permintaan warga, Tim Verifikasi dari
Pemprov NTB yang dipimpin oleh Sdr. Satria (Biro Sengketa Pemprov
NTB) turun kelapangan untuk mengidentifikasi dan menginventarisir
lahan warga sekitar bulan Agustus 2017, sehingga dari hasil kerja Tim
Verifikasi tersebut, terbit SK Gubernur NTB nomor : 120/320/Pem/2018
perihal penyelesaian tanah masyarakat di KEK Mandalika tanggal 29
Oktober 2108 menindaklanjuti Surat Gubernur NTB nomor :
100/151/Pem/2018 tanggal 17 Juli 2018. Atas SK tersebut, 49 bidang
lahan dinyatakan Enclave. (SK Terlampir). Tanggapan pihak ITDC
atas surat tersebut berdasarkan hasil mediasi yang pernah
dilaksanakan di Ruang Rapat Biro Ops Polda NTB pada 26 Juli 2019,
dari 49 bidang lahan yang status Enclave tersebut, hanya 1 (satu) yang
diakui oleh ITDC bersatus lahan Enclave (Belum menerima ganti rugi
pembebasan lahan dan dana kerohiman) yakni lahan milik Sdr. Kerta di
luar Zona Sirkuit seluas 4200 M2.
2. Beberapa kali pernah tergabung melakukan aksi unjuk rasa di
Kantor Gubernur NTB, Kantor DPRD Prov. NTB, Kantor Bupati Loteng,
Kantor DPRD Loteng, Kantor BPN Loteng dan Kantor ITDC.

3. Pernah meminta bantuan kepada SPI (Serikat Petani Indonesia)


NTB untuk membantu penyelesaian sengketa tanah yang diklaimnya,
kemudian oleh SPI NTB mengajukan surat permohonan rekomendasi
pelepasan hak kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo dengan nomor
: 004/XII/spi_ntb/10/2016 tertanggal 11 Oktober 2016.

4. Sdr. Lalu Zulkifli, SH.,S.Ag.,M.Sy selaku kuasa hukum 35


Warga pengklaim lahan yang ada di lahan Sirkuit maupun diluar Sirkuit
pernah bersurat ke Menteri Agraria Dan Tata Ruang /Kepala BPN RI
tanggal 23 Agustus 2019 perihal permohonan dikeluarkan dari HGB
dan HPL tercatat atas nama PT. ITDC.

III. STATUS HUKUM DAN BUKTI-BUKTI TANAH YANG DIKLAIM MILIK


MASYARAKAT.

Bukti kepemilikan tanah warga yang tidak pernah ajukan gugatan


perdata yakni Sdr. Sibawai Ahli Waris dari Amaq Semin, Sdr.
Suprayadi alias Amaq Adi / Jagung, Asip Azhar alias Amaq Mai, Wulan
dan H. Gazali (masing-masing 1 Bundel Terlampir).

IV. STATUS TANAH YANG DIPERMASALAHKAN

Status tanah yang dipermasalahkan tersebut oleh warga yang


mengklaim lahan dan tidak ajukan gugatan perdata termuat dalam SK
Gubernur NTB nomor : 120/320/Pem/2018 perihal penyelesaian tanah
masyarakat di KEK Mandalika tanggal 29 Oktober 2108
menindaklanjuti Surat Gubernur NTB nomor : 100/151/Pem/2018
tanggal 17 Juli 2018 yang menyatakan 49 bidang bersatus Enclave.

V. SEJARAH DAN LATAR BELAKANG STATUS TANAH TERSEBUT


HINGGA DIKUASAI ITDC.

Sejarah dan latar belakang status tanah tersebut hingga dikuasai


ITDC sebagai berikut :

1. SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat


nomor : 20/II/BPN/1993 tentang Pemberian Izin Untuk Usaha Lokasi
Pariwisata kepada PT. Pengembang Pariwisata Lombok (Surat
Terlampir).

2. Perpanjangan Izin kepada PT. LTDC berdasarkan Keputusan


Kepala Kantor Pertanahan Kab. Loteng nomor : 02/PJ/II/BPN-
LTH/1994 tentang perpanjangan izin lokasi untuk pengerjaan usaha
kawasan pariwisata atas nama PT. LTDC Tahun 1994.

3. Dengan peristiwa pergantian rezim Orba pada tahun 1998, PT.


LTDC bangkrut kemudian di ambil alih oleh Pemrov NTB lewat Perda
Penyertaan Modal Daerah pada tahun 1999.
4. Pernah ditawarkan kepada Emar oleh Pemprov NTB saat L.
Srinata selaku Gubernur NTB pada tahun 2004 untuk dilakukan
pengembangan. Namun PT. Emar menemukan persoalan yang sama
seperti saat ini sehingga PT. Emar membatalkan kontrak dengan
Pemrov NTB atas Izin Pengembangan Pariwisata di Kawasan Eks
PT. LTDC.

5. Aset Pemrov NTB diambil alih menjadi aset Negara melalui


Penyertaan Modal Negara berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan RI Tahun 2008. Di tahun yang sama, PT. BTDC
bersamaan dengan aset tersebut berpindah status menjadi tanah
negara mengajukan permohonan pengelolaan kepada Negara
sebagai BUMN yang berdasarkan penelitian dan verifikasi
dimenangkan oleh PT. BTDC.

6. Pada tahun 2014 ditetapkan oleh Presiden RI melalui PP Nomor


56 Tahun 2014 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika yang
diberikan hak kelola kepada PT. BTDC. Pada tahun 2006, setelah
kedudukan PT. BTDC tidak hanya di Bali saja maka bermetamorfosa
menjadi PT. ITDC dengan luas lahan yang diberikan seluas 1.036.67
Ha sesuai dengan PP Nomor 56 Tahun 2014.

VI. RESPON WARGA PENGKLAIM LAHAN

Dari keterangan warga pengklaim, mengatakan bahwa mereka


sebelumnya dan hingga saat ini sama sekali tidak pernah menerima
pembayaran untuk pembebasan lahan dari PT. ITDC.

Masyarakat yang mengklaim sebagai pemilik lahan mendukung penuh


rencana pemerintah melaui PT. ITDC terkait pembangunan sirkuit
MotoGP, karena akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat khususnya di Kab. Lombok Tengah sehubungan event
MotoGP merupakan even internasional dan Kab. Lombok Tengah bisa
lebih dikenal di mata dunia. Dengan masih adanya sengketa lahan,
masyarakat berharap agar lahan sengekata 49 bidang yang dinyatakan
bersatus Enclave berdasarkan SK Gubernur NTB nomor :
120/320/Pem/2018 perihal penyelesaian tanah masyarakat di KEK
Mandalika tanggal 29 Oktober 2108 menindaklanjuti Surat Gubernur NTB
nomor : 100/151/Pem/2018 tanggal 17 Juli 2018 dapat dimediasi kembali
melalui forum terbuka dan Independent. Bilamana 49 bidang bersatus
Enclave tersebut, saat pembahasan terbukti menerima upaya
penyelesaian yang pernah dilakukan dan telah resmi secara hukum
dilepaskan hak nya, maka secara sukarela dan tanpa gugatan apapun
siap tinggalkan lahan.
VII. TANGGAPAN, LANGKAH DAN UPAYA PENYELESAIAN DARI PEMDA,
BPN, PENGADILAN, ITDC DAN APARAT KEAMANAN TERKAIT
PERMASALAHAN TANAH PEMBANGUNAN SIRKUIT MOTOGP DI
MANDALIKA KAB. LOTENG.
1. Tanggapan Sekda Kab. Loteng H. Nursiah, S.Sos.,M.Si
menyampaikan bahwa pihaknya dari Pemda Loteng terkait dengan
permasalahan KEK Mandalika khususnya Sircuit MotoGP bahwa Satgas
percepatan pembangunan MotoGP sudah mulai bekerja yaitu terkait
dengan relokasi warga dan tanah Enclave yang ada di lokasi
pembagunan infrastruktur Sircuit MotoGP. Pihaknya juga sudah
melakukan sosialisasi agar masyarakat sadar bahwa lahan yang
ditempatinya adalah lahan ITDC, dari hasil sosialisasi tersebut disepakati
masyarakat yang berada di lokasi Sirkuit bersedia untuk di relokasi
sepanjang masih berada di Desa Kuta. Untuk pelaksanaan relokasi
dimulai pada Oktober 2019, sedangkan terkait lahan relokasi disiapkan
kredit melalui BANK NTB, dimana pihak ITDC akan memberikan
pekerjaan kepada masyarakat sehingga penghasilannya bisa digunakan
untuk menyicil lahan yang ditempati.
2. Tanggapan Kakanwil BPN Prov. NTB menyampaikan bahwa apapun
alat buktinya, tanah Enclave adalah milik rakyat, jadi hal tersebut harus
diselesaikan.
3. Tanggapan Karo Ops Polda NTB menyampaikan bahwa
penyelesaian Lahan milik ITDC yang masih di Klaim / diakui oleh warga
yang menimbulkan gangguan / hambatan konstruksi pembangunan sirkuit
motor GP dengan panjang 875 M akan dilakukan beberapa tahapan
meliputi memberikan teguran tertulis, berdialog dengan warga yang
memiliki lahan, upaya Hukum / melaporkan ke pihak Kepolisian karena
melanggar pasal 06 UU 51 tahun 1950 tentang Larangan Pemakaian
tanah tanpa izin yang berhak atau Kuasanya.
4. Tanggapan Kades Kuta Bapak Mirata menyampaikan bahwa apabila
masyarakat yang menjual tanahnya di ITDC dengan ganti rugi tidak
sesuai dengan harga tanah di luar ITDC, tentu masyarakat tidak mampu
lagi untuk membeli kembali tanah sebagai pengganti tanah yang di jual
tersebut, sehingga pihaknya atas nama masyarakat meminta agar harga
tidak terlalu jauh berbeda.
5. Tanggapan dari PT. ITDC melalui Sdr. Yudhistira, SH (Kepala Biro
Hukum & Sengketa ITDC) menyampaikan :
a. Secara garis besar diakui lahan Enclave hampir 90 % masuk
lahan HPL ITDC dan terbit tahun 2010, sementara yang ditampilkan
oleh masyarakat atau pemohon banyak sporadik atau SPPT diatas
tahun 2015. Salah satu contoh atas nama Gema Lazuardi yang
merupakan salah satu nama yang masuk dalam kelompok 49 pernah
dilepaskan. Ada juga pelepasan hak yang diperoleh dari dana
kerohiman sehingga terbit HPL pada tahun 2010. Dari proses
kerohiman, pihaknya berikan waktu kepada pihak-pihak yang masih
keberatan atas lahan ITDC untuk uji klinis selama 3 sampai 4 bulan
dan hasilnya 31 titik sudah diganti rugi, sehingga dengan dasar itu
masalah lahan ITDC sudah selesai dan jika masih keberatan silakan
digugat secara hukum.
b. Kalau dirinnya sebagai warga harusnya warga datang lebih
dahulu cek status lahan ke BPN. Dalam hal ini ITDC perlu kehatian-
hatian, ITDC tidak bisa diminta bayar begitu saja tanpa ada perintah
pengadilan karena semuanya dipertangungjawabkan kepada auditor
negara yakni BPK.
c. Berbicara masalah HPL, ITDC seharusnya punya bukti warkah
tanah dan bisa ditunjukkan apabila ada perkara hukum.

VIII. INFORMASI LAIN YANG PERLU DISAMPAIKAN TERKAIT


PEMBANGUNAN SIRKUIT MOTOGP DI MANDALIKA KAB. LOTENG.

Diluar Zona Sirkuit masih ada tanah yang dikuasai dan diklaim oleh
masyarakat namun masuk dalam kawasan KEK, nama-nama
masayarakat tersebut juga tercantum dalam SK Gubernur NTB nomor :
120/320/Pem/2018 perihal penyelesaian tanah masyarakat di KEK
Mandalika tanggal 29 Oktober 2108 yang dinyatakan status Enclave dan
memiliki bukti formil maupun materiil. Adapun nama-nama masyarakat
yang dimaksud adalah :

1. Amaq Mai @ Asip Azhar dengan bukti kepemilikan 2 buah Surat


Izin Menggarap (SIM) dari Panitia Reforma Agraria Loteng Tahun
1974, 1 buah Surat Keterangan Dan Pernyataan Penguasaan Fisik
dari Kades Sengkol Tahun 1980 dan Surat Keterangan Kepemilikan
dari Camat Pujut Tahun 1990. Lahan yang dikuasainya adalah lahan
Eks Lapas yang dalam keterangan di SPH dan Buku Putih adalah
merupakan Tanah Negara belum bebas yang sampai saat ini belum
dilakukan pembebasan. Berdasarkan keterangan Amaq Mai @ Asip
Azhar selaku Ketua Kelompok Dan Pemangku dalam pembukaan
lahan saat dibangunnya Lapas dipinjam oleh Pemda Loteng melalui
kedekatan antara L. Srigede sebagai Bupati Loteng yang menjabat
saat itu dengan Ybs, saat peristiwa penangkapan perusuh di
Kawasan Selatan atas nama Amaq Pekel. Selanjutnya pada tahun
1990 lahan tersebut dimanfaatkan lagi oleh Dinas Perkebnunan Kab.
Loteng untuk penanaman Kapas seluas sesuai batas-batas dalam
surat terlampir. Sebagai Ketua Kelompok Amaq Mai adalah
pemegang hak tunggal atas tanah tersebut yang pada saat
pembebasan lahan untuk pengembangan pariwisata PT. LTDC tidak
mampu merayu pemilik hak (Amaq Mai) untuk melepaskan hak atas
tanahnya, sehingga terbukti dalam dokumen SPH atas nama Amaq
Mai @ Asip Azhar tidak tercantum dan menjadi tanah negara belum
bebas. Hingga saat ini, Amaq Mai @ Asip Azhar masih memiliki dan
memegang bukti kepemilikian yang asli.

2. Sdri. Wulan dengan bukti kepemilikan Sporadik yang


dikeluarkan Pemdes Sengkol Tahun 2012, SPPT Tahun 2016, Surat
Keterangan Kepemilikan dan Penguasaan Tanah dari Camat Pujut
Tahun 2018. Menurut pengakuan Sdri. Wulan bahwa tanah tersebut
adalah miliknya yang pada saat pembebasan oleh PT. LTDC
dilakukan transaksi tidak pada dirinya, namun dilakukan oleh Sdr.
Lalu Mazhar selaku PNS di Pemprov NTB yang tidak memiliki
hubungan waris dengan Sdri. Wulan yang tercatat dalam SPH Tahun
1996 Parsil nomor : 155 terletak di Tanjung Aan Desa Sengkol Kec.
Pujut. Setelah dilakukan uji pengukuran olehnya diketahui luas lahan
sekitar 1,80 Ha yang tersisa berdasarkan data pembanding sesuai
SPH diatas.

IX. KONDISI TERKINI TERKAIT SENGKETA LAHAN DI KEK MANDALIKA

Pada tanggal 7 oktober 2019, pihak PT. ITDC melakukan pembersihan


lahan di luar SOP terhadap tanah sdr Sibawaih, Amaq Adi / Jagung dan
H. Gazali tanpa ada surat pemberitahuan. Tiga hari sebelum eksekusi
telah dilakukan mediasi yang di fasilitasi oleh pihak kepala dusun Bunut
atas nama Rahmat Panye. Pihak ITDC diwakili oleh staf biro pertanahan
atas nama sdr Rijal dan jajarannya termasuk security ITDC, dari pihak
warga hadir Sibawaih dan Amaq Jagung, juga hadir Amaq Kangkung dkk
yang merupakan pihak yang memang harus di kosongkan lahannya
merujuk pada Surat perintah Pengosongan Lahan dari PN Praya. Dalam
forum tersebut ada kesepakatan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh
pihak ITDC adalah tindak lanjut Surat Perintah Pengosongan Lahan dari
Kepala Pengadilan Negeri Praya terhadap lahan Kangkung dan lainnya
yang telah memiliki keputusan hukum tetap untuk di eksekusi. Namun
pada pelaksanaannya pembersihan lahan juga dilakukan di lahan milik
sdr Sibawaih yang bukan merupakan obyek perkara. Saat pengosongan
lahan di lahan milik Sibawaih ada perlawanan terhadap proses tersebut
namun pihak ITDC tidak mengindahkan alasan dan bukti-bukti
kepemilikan dan penguasaan yang di tunjukkan oleh sdr Sibawaih. Pihak
ITDC bahkan tidak dapat menunjukkan bukti Surat Perintah Pengosongan
atas lahan milik Sibawaih karena Surat Perintah Pengosongan Lahan
yang dipakai ITDC adalah Surat Perintah Pengosongan Lahan untuk
obyek yang berbeda. (Video dan dokumentasi penggusuran terlampir)

Anda mungkin juga menyukai