TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan manisfestasi klinis penyakit
jantung koroner (PJK) yang paling utama dan paling sering menyebakan
kematian. PJK ialah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena
penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme
kombinasi keduanya (Valentin, F., et al., 2014).
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan sumbatan akut arteri koroner jantung akibat rupturnya plak
aterosklerosis. Ruptur (robekan) atau erosi plak substansi tidak stabil dan kaya
lipid memulai hampir semua sindrom ini. Ruptur menyebabkan adesi keping
darah, pembentukan gumpalan fibrin, dan pengaktifan trombin (William and
Wilkins, 2011)
Sindrom koroner akut merupakan suatu kumpulan gejala klinis iskemia
miokard yang terjadi secara tiba-tiba akibat kurangnya aliran darah ke
miokard berupa angina, perubahan segmen ST pada pada elektrokardiografi
(EKG) 12 lead dan peningkatan kadar biomarker kardiak. SKA terdiri dari tiga
kelompok yaitu angina pektoris tidak stabil, non-ST elevation myocardial
infarction (NSTEMI) dan ST-segmen elevation myocardial infarction
(STEMI) (Kumar & Cannon, 2009).
Menurut PERKI (2018), klasifikasi sindrom koroner akut (SKA)
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan biomarka jantung dibagi menjadi:
a. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI)
b. Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (NSTEMI)
c. Angina pektoris tidak stabil (APTS)
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST akut (STEMI)
merupakan kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi utuk mengembalikan aliran darah dan
perfusi miokad secepatnya, secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis melalui intervensi koroner perkutan primer.
Diagnosis STEMI ditegagkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di 2 sedapan yang berseblahan.
Inisiasi tata laksana revaskularisasi tidak perlu menunggu peningkatan
biomarka jantung (PERKI, 2018).
Diagnosis NSTEMI dan APTS ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang menetap di 2 sedapan yang
berseblahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST,
invesi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseud-
normalisasi, atau bahkan tanpa perubahan. Angina pektoris tidak stabil dan
NSTEMI dibedakan berdasarkan hasil pemeriksaan biomarka jantung.
Biomarka jantung yang lazim digunakan adalah high sensitivity troponin,
troponin, atau CK-MB. Bilahasil pemeriksaan biokimia biomarka jantung
terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosisnya infark miokard akut tanpa
elevasi segmen ST (NSTEMI), jika biomarka jantung tidak meningkat secara
bermakna maka diagnosisnya angina pektoris tidak stabil (APTS). Pada
sindrom koroner akut, nilai ambang untung peningkatan biomarka jantung
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits
of normal/ULN), (PERKI, 2018).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal)
atau kelainan yang non-diagnostik sementara angina masih berlangsung, maka
pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika EKG ulang tetap
menunjukkan gambaran non-diagnostik sementara keluhan angina sangan
sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang setiap
terjadi angina berulang atau setidaknya 1 kali dalam 24 jam (PERKI, 2018).
2.2 Etiologi
Penyebab SKA umumnya disebabkan adanya pecahnya plak,
trombosis atau iskemia. Dasar mekanisme terjadinya SKA umumnya adalah
aterosklerosis (Helwani et al., 2018). Aterosklerosis adalah penyakit inflamasi
imun sistemik yang disebabkan oleh lipid. Inflamasi, merupakan salah satu
faktor penyebab SKA, yang bersifat lokal dan sistemik. Inflamasi berperan
dalam inisiasi dan perkembangan plak aterosklerotik,yang kemudian
menyebabkan ketidakstabilan plak dengan pembentukan trombus. Semua
penyebab di atas dapat menyebabkan hipoksia dan terjadi ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan pemakaian oksigen pada pembuluh darah koroner.
Sindrom koroner akut terjadi ketika aliran darah menuju jantung
berkurang secara drastis atau tiba-tiba. Saat terjadi, kondisi ini dapat
menyebabkan sejumlah kondisi pada jantung dan memerlukan pertolongan
dalam waktu cepat. Pada sindrom koroner akut terjadi penyumbatan yang
signifikan pada arteri koroner jantung, yaitu pembuluh darah yang memasok
darah ke jantung. Kejadian ini bisa menyebabkan serangan jantung dan
serangan angina tidak stabil.
3) Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SAK
dari pada yang ukan perokok. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh
nikotin dan kandungan tinggi dari monoksida karbon yang erkandung
dalam rokok. Nikotin meningkatkan beban kerja miokardium dan
dampak peningkatan kebutuhan oksigen. Karbon monoksida
mengganggu pengangkutan oksigen karena hemoglobin mudah
berikatan dengan karbon monoksida daripada oksigen.
4) Hiperlipidemia
Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam transortasi,
digesti dan absorbs lemak. Sesorang memiliki kadar kolesterol
melebihi 300 mg/dl memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena SKA
dibandingkan yang memiliki kadar 200 mg/dl.
5) Diabetes mellitus
Aterosklerosis diketahui beresiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes
tanpa memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenarasi
vaskuler terjadi pada diabetes dan metabolisme lipid yang tidak normal
memegang peran dalam pertumbuhan atheroma.
6) Hipertensi
Peningkatan resisten vaskular perifer meningkatkan afterload dan
kebutuhan ventrikel, hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk
miokard untuk menghadapi suplai yang berkurang.
7) Obesitas
Berat badan yang berlebih berhubungan dengan beban kerja yang
meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas
berhubungan dengan peningkatan intake kalori dan kadar LDL.
2.4 Patofisiologi
Faktor resiko : usia, jenis kelamin, Endapan lipoprotein cedera endotel: interaksi antara fibrin & Invasi dan flaque Lesi
ras, diet tinggi lemak, perokok, DM di tunika intima platelet, proliferasi otot tunika media akumulasi dari lipid fibrosa komplikata
volume akhir diastolik Penurunan curah Hambatan Suplai O2 dan Sirkulasi perifer Denyut nadi Defisiensi
ventrikel kiri meningkat jantung mobilisasi fisik nutrisi terganggu terganggu terganggu pengetahuan
Tekanan pulmonalis
Kelemahan fisik
meningkat
Asam laktat
Nyeri akut Nyeri dada Pre op Post op
meningkat
Intoleransi
aktivitas
Tidak tahu kondisi dan Prosedur tindakan yang
Kurang informasi Luka operasi
pengobatan (klien dan komplek
keluarga bertanya)
Nyeri akut
Ansietas
Resiko infeksi
Sumber : Defisiensi pengetahuan Kerusakan integritas
Nurarif dan Kusuma (2015) Ansietas
kulit
2.5 Manifestasi Klinis
Aterosklerosis saja (secara tunggal tidak dapat menimbulkan suatu manifestasi
klinis subjektif sehingga harus terjadi suatu deficit kritis dalam suplai darah
pada jantung yang berbanding dengan kebutuhan oksigen dan nutrient atau
harus terjadi suatu ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai (Black
& Hawks, 2014).
Unstable angina dan MI mungkin sulit dibedakan pada awalnya, sehingga
penilaian dan penatalaksanaan awal dapat serupa.
1. Angina tidak stabil / Unstable angina
Gejalanya menurut yaitu :
a. Nyeri saat istirahat.
b. Nyeri berlangsung> 15 menit.
c. Nyeri lebih dari angina normal pasien.
d. Nyeri meningkat dalam frekuensi / keparahan / durasi.
e. SOB terkait, mual dan muntah, atau gejala baru lainnya.
f. Aritmia atau kegagalan ventrikel kiri (LVF)
g. Gambaran EKG :
Perubahan segmen ST > 0,5 mm = 1/2 persegi kecil.
Depresi / inversi gelombang T atau gelombang T yang rata /
flattened.
Inversi gelombang T yang signifikan dapat menjadi indikasi dari
sebuah nSTEMI. (Crouch, et all., 2017).
2. Myocardial infark
Adapun manifestasi klinis menurut Nurarif dan Kusuma (2015) yaitu :
a. Lokasi substernal, rerosternal dan precordial
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, rasa tertindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir
c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan
lengan atas kiri
d. Nyeri membaik dengan istirahat atau dengan obat nitrat
e. Factor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, mual,
muntah, sulit bernafas, cemas dan lemas
f. Dispnea
g. Pada pemeriksaan EKG
Fase hiperakut Fase perkembangan Fase resolusi
(beberapa jam penuh (beberapa minggu /
permulaan serangan) (1-2 hari kemudian) bulan kemudian)
Elevasi yang Gelombang Q Gelombang Q
curam dari patologis patologis tetap
segmen ST Elevasi segmen ada
Gelombang T ST yang Segmen ST
yang tinggi dan cembung ke atas mungkin sudah
lebar Gelombang T Kembali
VAT memanjang yang terbaalik isoelektris
Gelombang Q (arrowhead) Gelombang T
tampak mungkin sudah
menjadi normal
Tabel 2.2 Perbedaan gambaran EKG pada setiap fase
(Nurarif dan Kusuma, 2015)
Perubahan EKG
Anterior
myocardial
infarction (V2,
V3, dan V4)
Inferio
r
myocar
dial
infarcti
on (II,
III, and
aVF)
Lateral
myocardial
infarction (I, aV l,
V 5, and V 6)
Posterior
myocardial
infarction (V 1
and V 2)
2.6 Komplikasi
Komplikasi dari SKA (PERKI, 2018) :
a. Gangguan hemodinamik
- Gagal jantung :hipotensi, kongesti paru, keadaan curah jantung rendah,
syok kardiogenik
- Aritmia dan gangguan kondusi pada fase akut
b. Komplikasi kardiak
- Regurgitasi katup mitral
- Ruptur jantung
- Ruptur septum ventrikel
- Infark ventrikel kanan
- Perikarditis
- Aneurisma ventrikel kiri
- Trombus ventrikel kiri
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan biomarker jantung menurut ENA (2010) :
a. Mioglobin
Mioglobin adalah protein nonspesifik yang terkait dengan transportasi
oksigen otot. Kadar mioglobin meningkat sekitar 1 jam lebih cepat
daripada kreatin kinase (CK) setelah cedera miokard dan memuncak
dalam 2 hingga 4 jam.
c. Troponin I dan troponin T
Troponin I dan troponin T sangat spesifik untuk otot jantung karena
perannya dalam kontraksi otot miokard. Troponin T dapat dideteksi 3
hingga 12 jam setelah AMI, mencapai puncaknya pada 12 hingga 48
jam, dan kembali ke nilai dasar dalam 10 hingga 14 hari. Troponin I
dapat diukur sedini mungkin 3 hingga 12 jam, memuncak pada 10
hingga 24 jam setelah AMI dan kembali ke baseline dalam 3 hingga 7
hari.
d. CK dan CK-MB
CK dan CK-MB merupakan biomarker jantung tambahan yang
dilepaskan dari nekrotik miokardium. CK-MB meningkat dalam
waktu 4 hingga 12 jam.
3. Rontgen dada
Rontgen dada dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri
dada seperti pneumonia, pneumotoraks, trauma, dan keganasan.
Radiografi dada juga berguna untuk menentukan adanya kardiomegali dan
kongesti paru.
4. Echocardiogram
Echocardiogram dapat digunakan untuk mengevaluasi gerakan dinding
miokard, kelainan katup, dan defek dinding septum. Echocardiogram
berguna untuk menentukan tingkat kerusakan miokardium. Kerusakan
miokard yang luas membuat pasien berisiko mengalami komplikasi seperti
gagal jantung dan syok kardiogenik.
5. Computed tomography (CT) dada dengan kontras intravena dapat
membantu menyingkirkan emboli paru dan diseksi aorta (AHA, 2014)
2. Pemeriksaan Fisik
B1: Dispneu (+), diberikan O2 tambahan,
B2: Suara jantung murmur (+), chest pain (+), CRT 2 detik, akral
dingin,
B3: Pupil isokor, refleks cahaya (+), refleks fisiologis (+),
B4: Oliguri,
B5: Penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Perubahan EKG (berupa gambaran stemi atau instemi dengan atau
tanpa gelombang Q patologik)
b. Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas
normal, terutama CKMB dan troponin-T/I, dimana troponin lebih
spefisik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1-
0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila >0,2, ng/dl)
2.10.2 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 64 tahun
Alamat : Jalan Mangga, Depok
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Investor
No. Rekam Medik : 280055
Tanggal Pengkajian : 14 Maret 2021
Diagnosa Medik : SKA (Sindrom Koroner Akut)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh karena nyeri dada seperti diremas dan menyebar
kelengan kiri sejak 3 jam yang lalu. Nyeri dada muncul saat pasien
sedang membaca buku.
b. Riwayat penyakit sekarang :
Klien datang ke IGD diantar oleh keluarganya dengan keluhan nyeri
dada seperti diremas dan menyebar kelengan kiri sejak 3 jam yang
lalu. Nyeri dada muncul saat pasien sedang membaca buku. Hasil
pemeriksaan fisik menunjukkan skor nyeri 9 (skala 0-10), tampak
meringis dan gelisah, diaforesis, frekuensi napas 24 x/menit, SpO2
97%, TD 100/70 mmHg, frekuensi nadi 90 x/menit reguler, tidak
terdengar bunyi S3/S4, tidak terdengar bunyi napas tambahan, dan
tidak tampak distensi vena jugularis.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Saat di IGD
Pasien diberikan oksigen 4 L/menit dan nitrogliserin 0,4 mg.
Keluarga menangis dan bertanya tentang kondisi pasien. Hasil
rekaman EKG terdapat deviasi pada segmen ST.
- Riwayat Pengobatan
Klien mengatakan belum pernah dirawat karena penyakit ini.
- Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien tidak memiliki riwayat hipertensi dan merokok
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa ayah pasien meninggal akibat serangan
jantung pada usia 66 tahun.
3. Pengakajian Kritis B6
a. B1 (Breathing)
Klien mengatakan sesak nafas. Tampak gelisah dan diaforesis,
frekuensi napas 24 x/menit, SpO2 97%,
b. B2 (Blood)
TD 100/70 mmHg, frekuensi nadi 90 x/menit reguler, tidak terdengar
bunyi S3/S4, tidak terdengar bunyi napas tambahan, dan tidak
tampak distensi vena jugularis.
c. B3 (Brain)
Kesadaran klien composmentis dangan GCS E4 M6 V5. Klien tidak
mengalami disorientasi waktu, tempat, maupun orang. Alur
pembicaraan nyambung. Ukuran pupil kanan 3 mm kiri 3 mm.
d. B4 (Bowel)
Tidak ada lesi pada rongga mulut. Tidak menunjukan dehidrasi.
Klien belum BAB sejak masuk rumah sakit.
e. B5 (Bladder)
Produksi urin baik terpasang kondom kateter. Warna urin kuningan
keruh.
f. B6 (Bone)
Tidak mengalami kelemahan anggota gerak. Tonus otot 5. Warna
kulit sawo matang, akral hangat dan lembab. Tidak ditemukan adanya
ulkus dekubitus. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan skor nyeri 9
(skala 0-10), tampak meringis dan gelisah (Williams & Hopper,
2003).
i. Pola Kenyamanan
Sebelum sakit : Klien mengatakan merasa nyaman dengan
lingkungan di rumah.
Saat dikaji : Klien mengatakan kurang nyaman dengan keadaan di
rumah sakit, klien merasa tidak nyaman dengan sakitnya.
j. Pola Spiritual
Sebelum sakit : Klien mengatakan rutin beribadah, terkadang
beribadah di masjid dan mengikuti pengajian.
Saat dikaji : Klien mengatakan bertayamum dan beribadah sambil
tiduran.
k. Pola Komunikasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan tidak ada masalah berkomunikasi,
suara jelas dan bisa mendengar dengan baik.
Saat dikaji : Komunikasi kurang lancar karena sesak, sesekali
menghela nafas.
l. Pola Bekerja
Sebelum sakit : Klien mengatakan bekerja sebagai investor, dan
mengaku sering mengalami stress.
Saat dikaji : Hanya berbaring di tempat tidur.
m. Pola Berpakaian
Sebelum sakit : Klien mengatakan menggunkan baju dan celana
pendek, memakai pakaian yang disukainya.
Saat dikaji : Klien mengenakan pakaian sederhana.
n. Pola Aktivitas
Aktivitas Sebelum Sakit Saat Dikaji
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Toileting
Berpindah
Makan
Keterangan :
0 : Mandiri penuh
1 : Dibantu alat
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu alat dan orang lain
4 : Ketergantungan
5. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan
Keadaan umum baik, kesadaran composmentis GCS E4 M6 V5,
suhu 36,1 derajat celcius, skor nyeri 9 (skala 0-10), tampak meringis
dan gelisah, diaforesis, frekuensi napas 24 x/menit, SpO2 97%, TD
100/70 mmHg, frekuensi nadi 90 x/menit reguler, tidak terdengar
bunyi S3/S4, tidak terdengar bunyi napas tambahan, dan tidak
tampak distensi vena jugularis.
b. Kepala
Mesocephali, simetris, nyeri kepala tidak ada.
c. Wajah
Simetris, tidak oedema, tidak ada sianosis, tampak meringis dan
gelisah, diaforesis.
d. Mata
Kelopak mata normal, konjungtiva ananemis, isokor, sklera anikterik
reflex cahaya ada, tajam penglihatan normal.
e. Telinga
Tidak ada serumen, membran timpani normal, pendengaran normal.
f. Mulut
Stomatitis tidak ditemukan, gigi sebagian berlubang, kelainan tidak
ada.
g. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, tidak terdapat pembesaran vena
jugularis.
h. Thoraks
- Paru
Inspeksi : Gerakan simetris, retraksi dinding dada tidak terlihat,
tidak ada lesi.
Palpasi : Tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan, vocal
fremitus kuat dan simetris.
Perkusi : Bunyi sonor
Auskultasi : Bunyi vesikuler
- Jantung
Inspeksi : bentuk dada simetris, ictus cordis terlihat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, denyut teraba
kuat
Perkusi : bunyi redup, tidak terkaji kardiomegali
Auskultasi : bunyi jantung normal tidak terkaji adanya bunyi
jantung tambahan.
i. Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, warna kulit sawo matang
Auskultasi : bising usus 16x/menit
Palpasi : tidak asites, tidak ada nyeri tekan, tidak terkaji pembesaran
hepar
Perkusi : bunyi timpani
j. Genitalia
Terpasang kondom kateter.
k. Ekstermitas
Akral hangat, edema tidak ada, kekuatan 5/5, tidak ada kelemahan
anggota gerak.
6. Data Penunjang
Hasil rekaman EKG terdapat deviasi pada segmen ST.
Data Obyektif :
Data Obyektif :
Data Obyektif :
Kolaborasi: 1. Menghasilka
1. Pemberian n relaksasi otot
analgesic polos pembuluh
lanjutan darah koroner;
Calcium channel melebarkan
blockers; e.g., arteri koroner;
bepridil menurunkan
(Vascor), resistensi
amlodipine vaskular perifer.
(Norvasc), Biasanya
nifedipine analgesik yang
(Procardia), cukup untuk
felodipine menghilangkan
(Plendil), sakit kepala
isradipine yang disebabkan
(DynaCirc), oleh pelebaran
diltiazem pembuluh
(Cardizem); serebral sebagai
Analgesics; e.g., respons terhadap
nitrat.
acetaminophen 2. menyebabka
(Tylenol); n vasodilatasi
2. Pemberian perifer dan
analgesik mengurangi
lanjutan: Morfin beban kerja
3. Pemberian miokard,
beta blocker memiliki efek
(ENA, 2013). sedatif untuk
4. Monitor menghasilkan
perubahan EKG relaksasi,
5. Pertimbangk mengganggu
an pemindahan aliran
pasien dengan vasokonstriksi
STEMI (ENA, katekolamin dan
2013) dengan demikian
efektif
meredakan nyeri
dada yang parah.
3. Untuk
menurunkan
kebutuhan
oksigen miokard
dengan
menurunkan
denyut jantung,
kontraktilitas,
dan darah
tekanan.
4. Iskemia
selama serangan
anginal dapat
menyebabkan
depresi atau
elevasi segmen
ST transien dan
inversi
gelombang T.
monitor EKG
memverifikasi
perubahan
iskemik, yang
mungkin hilang
ketika klien
bebas dari rasa
sakit. Hal ini
juga untuk
membandingkan
perubahan pola
selanjutnya.
5. Kasus infark
yang besar,
tanda-tanda
gagal jantung,
atau edema paru
ke fasilitas
dengan
kemampuan
intervensi (PCI,
coronary bypass
grafting). Tujuan
waktu transfer
pintu kurang dari
30 menit.