Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan manisfestasi klinis penyakit
jantung koroner (PJK) yang paling utama dan paling sering menyebakan
kematian. PJK ialah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena
penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme
kombinasi keduanya (Valentin, F., et al., 2014).
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan sumbatan akut arteri koroner jantung akibat rupturnya plak
aterosklerosis. Ruptur (robekan) atau erosi plak substansi tidak stabil dan kaya
lipid memulai hampir semua sindrom ini. Ruptur menyebabkan adesi keping
darah, pembentukan gumpalan fibrin, dan pengaktifan trombin (William and
Wilkins, 2011)
Sindrom koroner akut merupakan suatu kumpulan gejala klinis iskemia
miokard yang terjadi secara tiba-tiba akibat kurangnya aliran darah ke
miokard berupa angina, perubahan segmen ST pada pada elektrokardiografi
(EKG) 12 lead dan peningkatan kadar biomarker kardiak. SKA terdiri dari tiga
kelompok yaitu angina pektoris tidak stabil, non-ST elevation myocardial
infarction (NSTEMI) dan ST-segmen elevation myocardial infarction
(STEMI) (Kumar & Cannon, 2009).
Menurut PERKI (2018), klasifikasi sindrom koroner akut (SKA)
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan biomarka jantung dibagi menjadi:
a. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI)
b. Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (NSTEMI)
c. Angina pektoris tidak stabil (APTS)
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST akut (STEMI)
merupakan kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi utuk mengembalikan aliran darah dan
perfusi miokad secepatnya, secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis melalui intervensi koroner perkutan primer.
Diagnosis STEMI ditegagkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di 2 sedapan yang berseblahan.
Inisiasi tata laksana revaskularisasi tidak perlu menunggu peningkatan
biomarka jantung (PERKI, 2018).
Diagnosis NSTEMI dan APTS ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang menetap di 2 sedapan yang
berseblahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST,
invesi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseud-
normalisasi, atau bahkan tanpa perubahan. Angina pektoris tidak stabil dan
NSTEMI dibedakan berdasarkan hasil pemeriksaan biomarka jantung.
Biomarka jantung yang lazim digunakan adalah high sensitivity troponin,
troponin, atau CK-MB. Bilahasil pemeriksaan biokimia biomarka jantung
terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosisnya infark miokard akut tanpa
elevasi segmen ST (NSTEMI), jika biomarka jantung tidak meningkat secara
bermakna maka diagnosisnya angina pektoris tidak stabil (APTS). Pada
sindrom koroner akut, nilai ambang untung peningkatan biomarka jantung
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits
of normal/ULN), (PERKI, 2018).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal)
atau kelainan yang non-diagnostik sementara angina masih berlangsung, maka
pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika EKG ulang tetap
menunjukkan gambaran non-diagnostik sementara keluhan angina sangan
sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang setiap
terjadi angina berulang atau setidaknya 1 kali dalam 24 jam (PERKI, 2018).
2.2 Etiologi
Penyebab SKA umumnya disebabkan adanya pecahnya plak,
trombosis atau iskemia. Dasar mekanisme terjadinya SKA umumnya adalah
aterosklerosis (Helwani et al., 2018). Aterosklerosis adalah penyakit inflamasi
imun sistemik yang disebabkan oleh lipid. Inflamasi, merupakan salah satu
faktor penyebab SKA, yang bersifat lokal dan sistemik. Inflamasi berperan
dalam inisiasi dan perkembangan plak aterosklerotik,yang kemudian
menyebabkan ketidakstabilan plak dengan pembentukan trombus. Semua
penyebab di atas dapat menyebabkan hipoksia dan terjadi ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan pemakaian oksigen pada pembuluh darah koroner.
Sindrom koroner akut terjadi ketika aliran darah menuju jantung
berkurang secara drastis atau tiba-tiba. Saat terjadi, kondisi ini dapat
menyebabkan sejumlah kondisi pada jantung dan memerlukan pertolongan
dalam waktu cepat. Pada sindrom koroner akut terjadi penyumbatan yang
signifikan pada arteri koroner jantung, yaitu pembuluh darah yang memasok
darah ke jantung. Kejadian ini bisa menyebabkan serangan jantung dan
serangan angina tidak stabil.

2.3 Faktor Resiko


Beberapa faktor dibawah ini dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami
sindrom koroner akut, antara lain (Tintinalli et al., 2016) :
a. Usia lanjut
b. Jenis kelamin
c. Menderita diabetes
d. Kurang olahraga atau aktivitas fisik
Menurut Muttaqin (2009), faktor resiko pada sindrom koroner akut yaitu:
1) Usia
Angka morbiditas penyakit SKA meningkat seiring pertambahan usia.
Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau lebih dan
yang meninggal empat dari lima orang berusia diatas 65 tahun.
2) Jenis kelamin
Perbedaan antara pria dan wanita yaitu pria memiliki resiko lebih
tinggi untuk terserang ACS, sedangkan pada wanita setelah masa
menopause yang dimana terjadi akibat penurunan kadar esterogen dan
peningkatan lipid dalam darah.

3) Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SAK
dari pada yang ukan perokok. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh
nikotin dan kandungan tinggi dari monoksida karbon yang erkandung
dalam rokok. Nikotin meningkatkan beban kerja miokardium dan
dampak peningkatan kebutuhan oksigen. Karbon monoksida
mengganggu pengangkutan oksigen karena hemoglobin mudah
berikatan dengan karbon monoksida daripada oksigen.
4) Hiperlipidemia
Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam transortasi,
digesti dan absorbs lemak. Sesorang memiliki kadar kolesterol
melebihi 300 mg/dl memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena SKA
dibandingkan yang memiliki kadar 200 mg/dl.
5) Diabetes mellitus
Aterosklerosis diketahui beresiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes
tanpa memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenarasi
vaskuler terjadi pada diabetes dan metabolisme lipid yang tidak normal
memegang peran dalam pertumbuhan atheroma.
6) Hipertensi
Peningkatan resisten vaskular perifer meningkatkan afterload dan
kebutuhan ventrikel, hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk
miokard untuk menghadapi suplai yang berkurang.

7) Obesitas
Berat badan yang berlebih berhubungan dengan beban kerja yang
meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas
berhubungan dengan peningkatan intake kalori dan kadar LDL.
2.4 Patofisiologi

Faktor resiko : usia, jenis kelamin, Endapan lipoprotein cedera endotel: interaksi antara fibrin & Invasi dan flaque Lesi
ras, diet tinggi lemak, perokok, DM di tunika intima platelet, proliferasi otot tunika media akumulasi dari lipid fibrosa komplikata

Penurunan kontraktilitas tidak seimbang kebutuhan Penurunan suplai Penyempitan / ATEROSKLEROSIS


iskemia
miokard dengan suplai oksigen darah miokard obstruksi arteri
koroner

kelemahan Ekstremitas / Modifikasi gaya Kurang


miokard Otak Stroke
perifer hidup informasi

volume akhir diastolik Penurunan curah Hambatan Suplai O2 dan Sirkulasi perifer Denyut nadi Defisiensi
ventrikel kiri meningkat jantung mobilisasi fisik nutrisi terganggu terganggu terganggu pengetahuan

Suplai darah ke Resiko Kulit dingin Penumpukan metabolik


Tekanan atrium meningkat jaringan tidak Ketidakefektifan
penurunan pucat / sianosis otot dan asam laktat
adekuat perfusi jaringan Rencana
perfusi jaringan /metabolisme an aerob
perifer pembedahan
jantung meningkat

Tekanan pulmonalis
Kelemahan fisik
meningkat
Asam laktat
Nyeri akut Nyeri dada Pre op Post op
meningkat

Intoleransi
aktivitas
Tidak tahu kondisi dan Prosedur tindakan yang
Kurang informasi Luka operasi
pengobatan (klien dan komplek
keluarga bertanya)

Nyeri akut
Ansietas
Resiko infeksi
Sumber : Defisiensi pengetahuan Kerusakan integritas
Nurarif dan Kusuma (2015) Ansietas
kulit
2.5 Manifestasi Klinis
Aterosklerosis saja (secara tunggal tidak dapat menimbulkan suatu manifestasi
klinis subjektif sehingga harus terjadi suatu deficit kritis dalam suplai darah
pada jantung yang berbanding dengan kebutuhan oksigen dan nutrient atau
harus terjadi suatu ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai (Black
& Hawks, 2014).
Unstable angina dan MI mungkin sulit dibedakan pada awalnya, sehingga
penilaian dan penatalaksanaan awal dapat serupa.
1. Angina tidak stabil / Unstable angina
Gejalanya menurut yaitu :
a. Nyeri saat istirahat.
b. Nyeri berlangsung> 15 menit.
c. Nyeri lebih dari angina normal pasien.
d. Nyeri meningkat dalam frekuensi / keparahan / durasi.
e. SOB terkait, mual dan muntah, atau gejala baru lainnya.
f. Aritmia atau kegagalan ventrikel kiri (LVF)
g. Gambaran EKG :
 Perubahan segmen ST > 0,5 mm = 1/2 persegi kecil.
 Depresi / inversi gelombang T atau gelombang T yang rata /
flattened.
 Inversi gelombang T yang signifikan dapat menjadi indikasi dari
sebuah nSTEMI. (Crouch, et all., 2017).

Gambar 2.1 Perubahan ECG pada ACS unstable angina (Crouch,


2017)
Setiap kondisi yang mempengaruhi kebutuhan O2 pada miokard dapat
memperburuk angina stabil yang ada menjadi angina tidak stabil.
Karakteristik Stable Angina Unstable
(Preinfarction) Angina
Lokasi nyeri substernal; dapat substernal; dapat
menyebar ke rahang, menyebar ke rahang,
leher, lengan dan leher, lengan dan
punggung punggung
Lama nyeri 1-5 menit 5 menit; terjadi lebih
sering
Karakteristik nyeri Sakit, tertekan, Sama seperti angina
tercekik, rasa terbakar stabil tetapi lebih
hebat intens
Gejala lain Biasanya tidak Diaforesis; kelemahan
Nyeri semakin parah Olahraga; aktivitas; Olahraga; aktivitas;
oleh makan; cuaca dingin; makan; cuaca dingin;
berbaring berbaring
Sakitnya berkurang Beristirahat; Nitrogliserin;
nitrogliserin; isosorbida hanya dapat
isosorbida meredakan sebagian
Penemuan EKG Depresi segmen ST Depresi segmen-T;
transien; seringkali inversi
menghilang dengan gelombang-T;
pereda nyeri EKG mungkin normal
Tabel 2.1. Perbedaan nyeri pada Stable Angina dan Unstable Angina
(Howard & Steinmann, 2010).

2. Myocardial infark
Adapun manifestasi klinis menurut Nurarif dan Kusuma (2015) yaitu :
a. Lokasi substernal, rerosternal dan precordial
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, rasa tertindih
benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir
c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan
lengan atas kiri
d. Nyeri membaik dengan istirahat atau dengan obat nitrat
e. Factor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, mual,
muntah, sulit bernafas, cemas dan lemas
f. Dispnea
g. Pada pemeriksaan EKG
Fase hiperakut Fase perkembangan Fase resolusi
(beberapa jam penuh (beberapa minggu /
permulaan serangan) (1-2 hari kemudian) bulan kemudian)
 Elevasi yang  Gelombang Q  Gelombang Q
curam dari patologis patologis tetap
segmen ST  Elevasi segmen ada
 Gelombang T ST yang  Segmen ST
yang tinggi dan cembung ke atas mungkin sudah
lebar  Gelombang T Kembali
 VAT memanjang yang terbaalik isoelektris
 Gelombang Q (arrowhead)  Gelombang T
tampak mungkin sudah
menjadi normal
Tabel 2.2 Perbedaan gambaran EKG pada setiap fase
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

Perubahan EKG

Anterior
myocardial
infarction (V2,
V3, dan V4)
Inferio
r
myocar
dial
infarcti
on (II,
III, and
aVF)

Lateral
myocardial
infarction (I, aV l,
V 5, and V 6)

Posterior
myocardial
infarction (V 1
and V 2)

Gambar 2.2 Letak kelainan EKG pada myocardial infarction


(Sumber : Howard & Steinmann, 2010)

h. Tekanan darah mungkin berkurang atau normal bergantung pada


luasnya kerusakan miokardium dan keberhasilan refleks baroreseptor.
Kecepatan denyut jantung biasanya meningkat dan bunyi jantung
keempat terdengar (Corwin, 2007).
i. Timbul gejala inflamasi sistemik, termasuk demam, peningkatan
jumlah leukosit, dan peningkatan laju endap darah. Tanda-tanda ini
dimulai sekitar 24 jam setelah infark dan menetap sampai 2 minggu
(Corwin, 2007).
j. Pada pemeriksaan darah (enzim jantung : CK dan LDH)
 CKMB berupa serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB
merupakan table sti penting dari nekrosis miokard creatinine
kinase (CK) meningkat pada 6-8 jam setelah awitan infark dan
memuncak antara 24 dan 48 jam pertama. Pada 2-4 hari setelah
awitan AMI normal
 Dehydrogenase laktat (LDH) mulai tampak melihat pada serum
setelah 24 jam pertama setelah awitan dan akan tinggi selama 7-10
hari
 Petanda biokimia seperti Troponin I (TnI) dan Troponin T (TnT)
mempunyai nilai table stic yang lebih baik daripada CKMB.
Troponin C, TnI dan TnT berkaitang dengan kontraksi dari sel
miokard.

Enzim Meningkat Puncak Kembali normal


CK 3-8 jam 10-30 jam 2-3 hari
CK-MB 3-6 jam 10-24 jam 2-3 hari
CK-MB2 1-6 jam 4-8 jam 12-48 jam
LDH 14-24 jam 48-72 jam 7-14 hari
LDH1 14-24 jam 48-72 jam 7-14 hari
Table 2.3 Perubahan hasil pemeriksaan enzyme
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

2.6 Komplikasi
Komplikasi dari SKA (PERKI, 2018) :
a. Gangguan hemodinamik
- Gagal jantung :hipotensi, kongesti paru, keadaan curah jantung rendah,
syok kardiogenik
- Aritmia dan gangguan kondusi pada fase akut

b. Komplikasi kardiak
- Regurgitasi katup mitral
- Ruptur jantung
- Ruptur septum ventrikel
- Infark ventrikel kanan
- Perikarditis
- Aneurisma ventrikel kiri
- Trombus ventrikel kiri

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
EKG 12 sadapan harus dilakukan dan diinterpretasikan dalam 10
menit setelah pasien tiba di fasilitas gawat darurat untuk menilai iskemia
atau cedera jantung. EKG selama episode anginal menunjukkan iskemia.
EKG 12-lead serial mungkin normal atau tidak meyakinkan selama
beberapa jam pertama setelah MI. Kelainan termasuk non-STEMI dan
STEMI.
a. Elevasi segmen-ST atau dugaan LBBB baru ditandai dengan elevasi
segmen-ST pada 2 atau lebih lead yang berdekatan dan
diklasifikasikan sebagai ST-segment elevation MI (STEMI).
b. Depresi segmen ST iskemik 0,5 mm (0,05 mV) atau inversi gelombang
T dinamis dengan nyeri atau ketidaknyamanan diklasifikasikan sebagai
UA / NSTEMI.
c. EKG nondiagnostik dengan normal atau minimal abnormal (yaitu
perubahan segmen ST atau gelombang T nonspesifik. EKG ini tidak
mendiagnosis dan tidak meyakinkan untuk iskemia, membutuhkan
stratifikasi risiko lebih lanjut. Klasifikasi ini mencakup pasien dengan
EKG normal dan pasien dengan deviasi segmen ST 0,5 mm (0,05 mV)
atau inversi gelombang T 0,2 mV. Kategori EKG ini disebut
nondiagnostik (AHA, 2010).

2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan biomarker jantung menurut ENA (2010) :
a. Mioglobin
Mioglobin adalah protein nonspesifik yang terkait dengan transportasi
oksigen otot. Kadar mioglobin meningkat sekitar 1 jam lebih cepat
daripada kreatin kinase (CK) setelah cedera miokard dan memuncak
dalam 2 hingga 4 jam.
c. Troponin I dan troponin T
Troponin I dan troponin T sangat spesifik untuk otot jantung karena
perannya dalam kontraksi otot miokard. Troponin T dapat dideteksi 3
hingga 12 jam setelah AMI, mencapai puncaknya pada 12 hingga 48
jam, dan kembali ke nilai dasar dalam 10 hingga 14 hari. Troponin I
dapat diukur sedini mungkin 3 hingga 12 jam, memuncak pada 10
hingga 24 jam setelah AMI dan kembali ke baseline dalam 3 hingga 7
hari.
d. CK dan CK-MB
CK dan CK-MB merupakan biomarker jantung tambahan yang
dilepaskan dari nekrotik miokardium. CK-MB meningkat dalam
waktu 4 hingga 12 jam.
3. Rontgen dada
Rontgen dada dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri
dada seperti pneumonia, pneumotoraks, trauma, dan keganasan.
Radiografi dada juga berguna untuk menentukan adanya kardiomegali dan
kongesti paru.
4. Echocardiogram
Echocardiogram dapat digunakan untuk mengevaluasi gerakan dinding
miokard, kelainan katup, dan defek dinding septum. Echocardiogram
berguna untuk menentukan tingkat kerusakan miokardium. Kerusakan
miokard yang luas membuat pasien berisiko mengalami komplikasi seperti
gagal jantung dan syok kardiogenik.
5. Computed tomography (CT) dada dengan kontras intravena dapat
membantu menyingkirkan emboli paru dan diseksi aorta (AHA, 2014)

2.8 Penatalaksanaan Gawat Darurat


Tujuan pengobatan MI adalah untuk meredakan nyeri, menstabilkan
irama jantung, revaskularisasi arteri koroner, memelihara jaringan miokard,
dan mengurangi beban kerja jantung. Berikut beberapa pedoman pengobatan
(Tscheschlog &Jauch, 2015):
1. Terapi trombolitik harus dimulai dalam waktu 3 jam setelah timbulnya
gejala (kecuali ada kontraindikasi). Indikasi trombolisis yaitu: gejala AMI
<12 jam;Kriteria EKG terpenuhi;tidak ada ketersediaan PCI; tidak ada
kontraindikasi. Terapi trombolitik melibatkan pemberian streptokinase,
alteplase, atau reteplase.
2. Percutaneous coronary intervention (PCI) untuk memulihkan aliran arteri
koroner, sehingga membatasi kerusakan pada otot jantung. PCI (melalui
kateterisasi jantung) adalah pilihan untuk pertimbangan diagnostik dan
membuka arteri yang tersumbat atau menyempit.
3. Oksigen diberikan untuk meningkatkan oksigenasi darah. Oksigen 4 L /
menit melalui nasal canul atau masker untuk pasien dengan PaO2 kurang
dari 93% room air.
4. Nitrogliserin diberikan secara sublingual untuk meredakan nyeri dada,
kecuali tekanan darah sistolik kurang dari 90 mm Hg atau denyut jantung
kurang dari 50 atau lebih dari 100 denyut per menit. Tablet sublingual :
0,3-0,4 mg ulang jika dibutuhkan setiap 5 menit sampai dengan 3 dosis.
Sublingual spray: semprotkan selama 0,5–1 detik (berikan 0,4 mg per
dosis). Ulangi sesuai kebutuhan setiap 5 menit hingga 3 dosis. Jangan
kocok wadah sebelum menyemprot karena ini mempengaruhi dosis yang
diberikan. Intravena: berikan bolus 12,5-25 μg diikuti dengan infus 10-20
μg / menit. Titrasi untuk menghilangkan rasa sakit.
5. Morfin diberikan sebagai analgesia karena nyeri merangsang sistem saraf
simpatis, yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan
vasokonstriksi. Morfin diberikan 2-4 mg IV dorong diberikan perlahan
selama 1 sampai 5 menit. Ulangi setiap 5–30 menit; titrasi untuk efek.
Tidak ada dosis maksimal.
6. Aspirin diberikan untuk menghambat agregasi platelet. Diberikan 160–325
mg per oral. Kunyah untuk penyerapan lebih cepat.

2.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.9.1 Pengkajian
1. Pengkajian primer dan sekunder
a. Identitas pasien
Umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia < 50 tahun
b. Keluhan utama
Nyeri dada, klien mengeluh nyeri ketika beristirahat, terasa
panas, di dada,retro sterna menyebar ke lengan kiri dan punggung
kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung 10 menit).
Yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada
klien secara PQRST meliputi :
1) Provoking Incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak
berkurang setelah istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat
nyeri dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
3) Region, Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau
nyeri diatas perikardium. Penyebaran nyeri sampai meluas
hingga ke dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan
menggerakkan bahu dan tangan.
4) Severity (Scale) of Pain : klien ditanya dengan menggunakan
rentang 0-4 atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien
akan menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan.Biasanya
pada saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (0-4)
atau 7-9 (0-10).
5) Time : biasanya gejala nyeri timbul mendadak. Lama timbulnya
umumnya dikeluhkan > 15 mnt. Nyeri infark oleh miokardium
dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan
semakin berat (progresif), dan berlangsung lama.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat, terasa panas dada retro
sterna menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri , skala nyeri 8
(skala 1-10) nyeri berlangsung 10 menit ).
d. Riwayat penyakit sebelumnya
DM, Hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress. Dan riwayat
penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, kebiasaan merokok,
pekerjaan, stress) dan riwayat penyakit keluarga (DM, hipertensi,
ginjal)
e. Aktivitas atau istirahat
Keletuhan,insomnia,nyeri dada dengan aktifitas,gelisah,dipsnea
saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital
berubah saat beraktifitas .
f. Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung.
g. Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada
malam hari, diare/konstipasi.
h. Makanan atau cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penurunan berat badan
signifikan, pembengkakan ekstremitas bawah, diet tinggi garam
penggunaan diuretik distensi abdomen, edema umum, dan lain lain.
i. Hygine
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
j. Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan murah
tersinggung
k. Nyeri atau kenyamanan
Nyeri dada akut atau kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot,
gelisah.
l. Interaksi sosial
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.

2. Pemeriksaan Fisik
B1: Dispneu (+), diberikan O2 tambahan,
B2: Suara jantung murmur (+), chest pain (+), CRT 2 detik, akral
dingin,
B3: Pupil isokor, refleks cahaya (+), refleks fisiologis (+),
B4: Oliguri,
B5: Penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Perubahan EKG (berupa gambaran stemi atau instemi dengan atau
tanpa gelombang Q patologik)
b. Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas
normal, terutama CKMB dan troponin-T/I, dimana troponin lebih
spefisik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1-
0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila >0,2, ng/dl)

2.9.2 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontaktilitas jantung
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (iskemik,
penurunan suplai oksigen ke otot jaringan
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status Kesehatan

2.10 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada SKA (Sindrom Korener


Akut)
2.10.1 Kasus 2A
Seorang laki-laki berusia 64 tahun diantar oleh keluarganya ke IGD karena
mengeluh nyeri dada seperti diremas dan menyebar kelengan kiri sejak 3
jam yang lalu. Nyeri dada muncul saat pasien sedang membaca buku.
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan skor nyeri 9 (skala 0-10), tampak
meringis dan gelisah, diaforesis, frekuensi napas 24 x/menit, SpO2 97%,
TD 100/70 mmHg, frekuensi nadi 90 x/menit reguler, tidak terdengar
bunyi S3/S4, tidak terdengar bunyi napas tambahan, dan tidak tampak
distensi vena jugularis.
Pasien tidak memiliki riwayat hipeertensi dan merokok. Ayah pasien
meninggal akibat serangan jantung pada usia 66 tahun. Pasien bekerja
sebagai investor dan mengaku sering mengalami stres. Pasien diberikan
oksigen 4 L/menit dan nitrogliserin 0,4 mg. Keluarga menangis dan
bertanya tentang kondisi pasien. Hasil rekaman EKG terdapat deviasi pada
segmen ST.

2.10.2 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 64 tahun
Alamat : Jalan Mangga, Depok
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Investor
No. Rekam Medik : 280055
Tanggal Pengkajian : 14 Maret 2021
Diagnosa Medik : SKA (Sindrom Koroner Akut)

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh karena nyeri dada seperti diremas dan menyebar
kelengan kiri sejak 3 jam yang lalu. Nyeri dada muncul saat pasien
sedang membaca buku.
b. Riwayat penyakit sekarang :
Klien datang ke IGD diantar oleh keluarganya dengan keluhan nyeri
dada seperti diremas dan menyebar kelengan kiri sejak 3 jam yang
lalu. Nyeri dada muncul saat pasien sedang membaca buku. Hasil
pemeriksaan fisik menunjukkan skor nyeri 9 (skala 0-10), tampak
meringis dan gelisah, diaforesis, frekuensi napas 24 x/menit, SpO2
97%, TD 100/70 mmHg, frekuensi nadi 90 x/menit reguler, tidak
terdengar bunyi S3/S4, tidak terdengar bunyi napas tambahan, dan
tidak tampak distensi vena jugularis.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Saat di IGD
Pasien diberikan oksigen 4 L/menit dan nitrogliserin 0,4 mg.
Keluarga menangis dan bertanya tentang kondisi pasien. Hasil
rekaman EKG terdapat deviasi pada segmen ST.
- Riwayat Pengobatan
Klien mengatakan belum pernah dirawat karena penyakit ini.
- Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien tidak memiliki riwayat hipertensi dan merokok
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa ayah pasien meninggal akibat serangan
jantung pada usia 66 tahun.

3. Pengakajian Kritis B6
a. B1 (Breathing)
Klien mengatakan sesak nafas. Tampak gelisah dan diaforesis,
frekuensi napas 24 x/menit, SpO2 97%,
b. B2 (Blood)
TD 100/70 mmHg, frekuensi nadi 90 x/menit reguler, tidak terdengar
bunyi S3/S4, tidak terdengar bunyi napas tambahan, dan tidak
tampak distensi vena jugularis.
c. B3 (Brain)
Kesadaran klien composmentis dangan GCS E4 M6 V5. Klien tidak
mengalami disorientasi waktu, tempat, maupun orang. Alur
pembicaraan nyambung. Ukuran pupil kanan 3 mm kiri 3 mm.
d. B4 (Bowel)
Tidak ada lesi pada rongga mulut. Tidak menunjukan dehidrasi.
Klien belum BAB sejak masuk rumah sakit.
e. B5 (Bladder)
Produksi urin baik terpasang kondom kateter. Warna urin kuningan
keruh.
f. B6 (Bone)
Tidak mengalami kelemahan anggota gerak. Tonus otot 5. Warna
kulit sawo matang, akral hangat dan lembab. Tidak ditemukan adanya
ulkus dekubitus. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan skor nyeri 9
(skala 0-10), tampak meringis dan gelisah (Williams & Hopper,
2003).

4. Pengkajian Pola Fungsional Virginia Handerson


a. Pola Oksigenasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan tidak mengalami sesak napas
Saat dikaji : Klien mengatakan mengalami sesak napas, terasa
diremas
b. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Klien mengatakan makan dengan teratur 3-4x sehari,
makan sayur, buah dan lauk pauk, gemar mengkonsumsi makanan
bersantan. Minum 7-8 gelas/hari, gemar meminum minuman energi
seperti kukubima.
Saat dikaji : Klien diberi diit TKTP, TKRL (Tinggi kalori Tinggi
Protein, Tinggi Kalsium Rendah Lemak), kehilangan nafsu makan,
minum sedikit 2-3 gelas perhari.
c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan BAB 1-2x/hari, BAK lancar 2-
5x/hari
Saat dikaji : Klien mengatakan BAB belum dan BAK terpasang
kondom kateter
d. Pola Istirahat
Sebelum sakit : Klien mengatakan sering begadang, istirahat kurang
teratur
Saat dikaji : Klien mengatakan susah tidur, tidak nyaman karena
nyeri dan sesak napas.
e. Pola Mempertahakan Suhu
Sebelum sakit : Klien mengatakan menggunakan kipas angin saat
panas, jaket dan selimut saat dingin
Saat dikaji : Klien meminta menghidupkan AC ruangan saat panas,
memakai selimut saat dingin
f. Pola Rekreasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan terkadang berlibur ke pantai
bersama keluarga
Saat dikaji : Klien mengatakan hanya berbaring di tempat tidur,
mengobrol saat dijenguk.
g. Pola belajar
Sebelum sakit : Klien mengatakan sering membaca buku-buku
pengetahuan
Saat dikaji : Klien mengatakan mendapatkan penyuluhan dari tim
medis dirumah sakit
h. Pola Personal Hygiene
Sebelum sakit : Klien mengatakan mandi 2x sehari, rajin memotong
kuku dan rajin keramas
Saat dikaji : Klien belum mandi, di ruangan klien diseka 2x sehari,
pagi dan sore

i. Pola Kenyamanan
Sebelum sakit : Klien mengatakan merasa nyaman dengan
lingkungan di rumah.
Saat dikaji : Klien mengatakan kurang nyaman dengan keadaan di
rumah sakit, klien merasa tidak nyaman dengan sakitnya.
j. Pola Spiritual
Sebelum sakit : Klien mengatakan rutin beribadah, terkadang
beribadah di masjid dan mengikuti pengajian.
Saat dikaji : Klien mengatakan bertayamum dan beribadah sambil
tiduran.
k. Pola Komunikasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan tidak ada masalah berkomunikasi,
suara jelas dan bisa mendengar dengan baik.
Saat dikaji : Komunikasi kurang lancar karena sesak, sesekali
menghela nafas.
l. Pola Bekerja
Sebelum sakit : Klien mengatakan bekerja sebagai investor, dan
mengaku sering mengalami stress.
Saat dikaji : Hanya berbaring di tempat tidur.
m. Pola Berpakaian
Sebelum sakit : Klien mengatakan menggunkan baju dan celana
pendek, memakai pakaian yang disukainya.
Saat dikaji : Klien mengenakan pakaian sederhana.
n. Pola Aktivitas
Aktivitas Sebelum Sakit Saat Dikaji
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Mandi  

Berpakaian  
Toileting  

Berpindah  

Makan  

Keterangan :
0 : Mandiri penuh
1 : Dibantu alat
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu alat dan orang lain
4 : Ketergantungan

5. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan
Keadaan umum baik, kesadaran composmentis GCS E4 M6 V5,
suhu 36,1 derajat celcius, skor nyeri 9 (skala 0-10), tampak meringis
dan gelisah, diaforesis, frekuensi napas 24 x/menit, SpO2 97%, TD
100/70 mmHg, frekuensi nadi 90 x/menit reguler, tidak terdengar
bunyi S3/S4, tidak terdengar bunyi napas tambahan, dan tidak
tampak distensi vena jugularis.
b. Kepala
Mesocephali, simetris, nyeri kepala tidak ada.
c. Wajah
Simetris, tidak oedema, tidak ada sianosis, tampak meringis dan
gelisah, diaforesis.
d. Mata
Kelopak mata normal, konjungtiva ananemis, isokor, sklera anikterik
reflex cahaya ada, tajam penglihatan normal.
e. Telinga
Tidak ada serumen, membran timpani normal, pendengaran normal.
f. Mulut
Stomatitis tidak ditemukan, gigi sebagian berlubang, kelainan tidak
ada.
g. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, tidak terdapat pembesaran vena
jugularis.
h. Thoraks
- Paru
Inspeksi : Gerakan simetris, retraksi dinding dada tidak terlihat,
tidak ada lesi.
Palpasi : Tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan, vocal
fremitus kuat dan simetris.
Perkusi : Bunyi sonor
Auskultasi : Bunyi vesikuler
- Jantung
Inspeksi : bentuk dada simetris, ictus cordis terlihat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, denyut teraba
kuat
Perkusi : bunyi redup, tidak terkaji kardiomegali
Auskultasi : bunyi jantung normal tidak terkaji adanya bunyi
jantung tambahan.
i. Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, warna kulit sawo matang
Auskultasi : bising usus 16x/menit
Palpasi : tidak asites, tidak ada nyeri tekan, tidak terkaji pembesaran
hepar
Perkusi : bunyi timpani
j. Genitalia
Terpasang kondom kateter.
k. Ekstermitas
Akral hangat, edema tidak ada, kekuatan 5/5, tidak ada kelemahan
anggota gerak.
6. Data Penunjang
Hasil rekaman EKG terdapat deviasi pada segmen ST.

2.10.3 Analisa Data


No Tanggal Data Etiologi Masalah
1 14 Data Subyektif : Kontraktilitas Penurunan curah
Maret jantung jantung
 Klien mengeluh sesak nafas
2021
 Klien mengatakan skala nyeri 9 (skala
0-10)
 Klien mengatakan tidak memiliki
riwayat hipertensi dan merokok
 Klien mengatakan ayah klien
meninggal akibat serangan jantung
pada usia 66 tahun
 Klien mengatakan bekerja sebagai
investor dan mengaku sering
mengalami stres

Data Obyektif :

 Pasien diberikan oksigen 4 L/menit


dan nitrogliserin 0,4 mg
 Hasil rekaman EKG terdapat deviasi
pada segmen ST
 Frekuensi napas 24 x/menit
 SpO2 97%
 TD 100/70 mmHg
 Frekuensi nadi 90 x/menit regular
2 14 Data Subyektif : Agen cidera Nyeri akut
Maret biologis (iskemik,
 Klien mengeluh nyeri dada seperti
2021 penurunan suplai
diremas dan menyebar kelengan kiri
oksigen ke otot
sejak 3 jam yang lalu
jaringan miokard)
 Klien mengatakan nyeri dada muncul
saat pasien sedang membaca buku.

Data Obyektif :

 Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan


skor nyeri 9 (skala 0-10)
 Tampak meringis dan gelisah,
diaforesis,
 Frekuensi napas 24 x/menit
 SpO2 97%
 TD 100/70 mmHg
 Frekuensi nadi 90 x/menit regular
 Tidak terdengar bunyi S3/S4
 Tidak terdengar bunyi napas
tambahan, dan
 Tidak tampak distensi vena jugularis
3 14 Data Subyektif : Perubahan status Kecemasan
Maret kesehatan
 Klien mengatakan ia takut jika terjadi
2021
sesuatu
 Klien mengatakan tidak mengerti akan
keadaanya
 Klien sering menanyakan keadaanya

Data Obyektif :

 Keluarga nampak menangis dan


bertanya tentang kondisi pasien.
 Klien sering bertanya tentang tindakan
yang akan dilakukan
 Klien nampak gelisah, diaphoresis
 Frekuensi napas 24 x/menit
 SpO2 97%
 TD 100/70 mmHg
 Frekuensi nadi 90 x/menit regular

2.10.4 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas jantung.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iskemik,
penurunan suplai oksigen ke otot jaringan miokard).
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status Kesehatan.

2.10.5 Rencana Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas jantung.
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan (NOC, Intervensi Rasional
(NANDA, 2013) (Doengoes, 2010) (Doengoes,
2018) 2010)
Penurunan Efektivitas Pompa NIC :
Jantung Jantung 1. Tempatkan 1. Posisi yang
Kriteria hasil klien pada posisi tepat dapat
Definisi : (NOC) : tirah baring atau mengurangi
Rentan sandaran kursi penurunan
ketidakadekuata 1. Klien dalam posisi curah
n volume menunjukan nyaman (tidur jantung
memompa stabilitas sistem atau duduk) 2. Asupan
untuk hemodinamik 2. Berikan oksigen oksigen
kebutuhan 2. Klien dengan cukup dapat
metabolisme melaporkan ventilator meningkatka
tubuh, yang penurunan akan 3. Monitor Tanda- n curah
dapat dyspnea dan tanda vital jantung dan
mengganggu angina 4. Monitor ritme perfusi
kesehatan 3. Klien jantung secara jaringan
peningkatan berkala 3. Monitor
aktivitas 5. Tekankan klien jantung
4.  Klien untuk membantu
mengidentifikas menghindari untuk
i dekompensasi tekanan atau efektivitas
jantung pada mengejan pengobatan
perubahan (menstimulus ritme dapat
aktivitas respon perawat
5. Klien dapat vasalva/isometri melihat
berpartisipasi c exercise) 4. Aktivitas
dalam perilaku 6. Evaluasi status tertentu
dan aktivitas mental, dapat
yang perhatikan menyebabka
mengurangi perkembangan n perubahan
beban kerja disorientasi. pada tekanan
jantung. jantung
5. Perfusi otak
yang
berkurang
dapat
menghasilka
n perubahan
sensorium
yang dapat
diamati.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (iskemik,


penurunan suplai oksigen ke otot jaringan miokard).
Diagnosa Rencana Diagnosa Rencana
Keperawatan Keperawatan Keperawatan Keperawatan
(NANDA, (NANDA, 2018)
2018)
Domain 12. 1. 1605 Kontrol Mandiri
Kenyamanan nyeri 1. Pantau tanda- 1. Tekanan darah
Kelas 1. 2. 160503 tanda vital setiap awalnya dapat
00132 Nyeri tindakan 5 menit selama naik karena
akut pencetus anginal awal stimulasi
Definisi: nyeri menyerang. simpatis,
Pengalaman 160505 2. Angkat kepala kemudian turun
sensori dan analgesik tempat tidur jika jika curah
emosional direkomenda klien sesak jantung
yang tidak sikan napas. terganggu.
menyenangka 3. 160513 3. Kaji dan Takikardia juga
n berkaitan melaporkan dokumentasikan berkembang
dengan perubahan respons klien / sebagai respons
kerusasakan terhadap efek pengobatan terhadap
jaringan gejala nyeri 4. Identifikasi rangsangan
aktual, awitan 4. 102 Tingkat peristiwa simpatis dan
yang tiba-tiba nyeri pencetus, jika dapat
atau lambat 5. 210201 nyeri ada; frekuensi, dipertahankan
dengan yang durasi, sebagai respons
intensitas dilaporkan intensitas, dan kompensasi jika
ringan sampai dari berat lokasi nyeri. curah jantung
berat, dan menjadi 5. Amati gejala turun.
dengan durasi ringan yang terkait; 2. Memfasilitasi
kurang dari 3 6. 2104 misalnya, pertukaran gas
bulan panjangnya dispnea, mual / untuk
episode nyeri muntah, pusing, mengurangi
dari berat jantung hipoksia dan
menjadi berdebar, menyebabkan
ringan keinginan untuk sesak napas.
7. 210206 berkemih 3. Memberikan
ekspresi 6. Evaluasi laporan informasi
wajah dan nyeri di rahang, tentang
gelisah dari leher, bahu, perkembangan
berat lengan, atau penyakit.
menjadi tangan (biasanya Membantu
tidak ada di sisi kiri). dalam
8. 210226 7. Tempatkan klien mengevaluasi
berkeringan pada istirahat efektivitas
berlebihan total selama intervensi, dan
dari cukup episode anginal. mungkin
berat 8. Sediakan menunjukkan
menjadi makanan ringan. perlunya
tidak ada Minta klien perubahan dalam
istirahat selama rejimen
1 jam setelahnya terapeutik.
makanan. 4. Membantu
9. Berikan terapi membedakan
pengalihan/distr nyeri dada ini,
aksi (NIC, 2013) dan membantu
10. Berikan terapi mengevaluasi
relaksasi (NIC, kemungkinan
2013). perkembangan
menjadi angina
tidak stabil.
(Angina stabil
biasanya
berlangsung
selama 3-15
menit dan sering
berkurang
dengan istirahat
dan nitrogliserin
sublingual
[NTG]; angina
tidak stabil lebih
intens, terjadi
tidak terduga,
dapat
berlangsung
lebih lama, dan
biasanya tidak
berkurang
dengan NTG /
istirahat.)
5. Penurunan curah
jantung (yang
mungkin terjadi
selama episode
miokard
iskemik)
merangsang
sistem saraf
simpatis /
parasimpatis,
menyebabkan
berbagai sensasi
samar yang
mungkin tidak
diidentifikasi
klien terkait
dengan episode
anginal.
6. Nyeri jantung
bisa menjalar;
misalnya, nyeri
sering dirujuk
situs yang lebih
dangkal dilayani
oleh tingkat
saraf sumsum
tulang belakang
yang sama.
7. Mengurangi
kebutuhan
oksigen miokard
untuk
meminimalkan
risiko cedera
jaringan /
nekrosis.
8. Mengurangi
beban kerja
miokard yang
berhubungan
dengan kerja
pencernaan,
mengurangi
risiko serangan
anginal.
9. Terapi
pengalihan/distra
ksi berguna
sebagai
intervensi
lanjutan setelah
TTV stabil untuk
mengurangi
pencetus nyeri.
10. Terapi relaksasi
digunakan
sebagai
intervensi
lanjutan untuk
meningkatkan
kenyamanan.

Kolaborasi: 1. Menghasilka
1. Pemberian n relaksasi otot
analgesic polos pembuluh
lanjutan darah koroner;
Calcium channel melebarkan
blockers; e.g., arteri koroner;
bepridil menurunkan
(Vascor), resistensi
amlodipine vaskular perifer.
(Norvasc), Biasanya
nifedipine analgesik yang
(Procardia), cukup untuk
felodipine menghilangkan
(Plendil), sakit kepala
isradipine yang disebabkan
(DynaCirc), oleh pelebaran
diltiazem pembuluh
(Cardizem); serebral sebagai
Analgesics; e.g., respons terhadap
nitrat.
acetaminophen 2. menyebabka
(Tylenol); n vasodilatasi
2. Pemberian perifer dan
analgesik mengurangi
lanjutan: Morfin beban kerja
3. Pemberian miokard,
beta blocker memiliki efek
(ENA, 2013). sedatif untuk
4. Monitor menghasilkan
perubahan EKG relaksasi,
5. Pertimbangk mengganggu
an pemindahan aliran
pasien dengan vasokonstriksi
STEMI (ENA, katekolamin dan
2013) dengan demikian
efektif
meredakan nyeri
dada yang parah.
3. Untuk
menurunkan
kebutuhan
oksigen miokard
dengan
menurunkan
denyut jantung,
kontraktilitas,
dan darah
tekanan.
4. Iskemia
selama serangan
anginal dapat
menyebabkan
depresi atau
elevasi segmen
ST transien dan
inversi
gelombang T.
monitor EKG
memverifikasi
perubahan
iskemik, yang
mungkin hilang
ketika klien
bebas dari rasa
sakit. Hal ini
juga untuk
membandingkan
perubahan pola
selanjutnya.
5. Kasus infark
yang besar,
tanda-tanda
gagal jantung,
atau edema paru
ke fasilitas
dengan
kemampuan
intervensi (PCI,
coronary bypass
grafting). Tujuan
waktu transfer
pintu kurang dari
30 menit.

3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


NO DIagnosa NOC NIC
Keperawatan
Ansietas Setelah dilakukan Tindakan Reduksi ansietas
keperawatan selama 1 x 24 1. Jelaskan tujuan
jam diharapkan cemas dan prosedur
berkurang 2. Identifikasi saat
Kriteria hasil : tingkat ansietas
-Perilaku gelisah menurun berubah
-Tekanan darah menurun 3. Ciptakan suasana
-Diaphoresis menurun terapeutik untuk
-Menunjukkan strstegi menumbuhkan
koping yang efektif dalam kepercayaan
memecahkan masalah 4. Beri dukungan
emosional
5. Kolaborasi
pemberian obat
penenang jika
perlu
Daftar Pustaka

American College of Surgeons (2018). ATLS, Advanced Trauma Life Support,


Student Course Manual (10th ed.). USA: American College of Surgeons.
American Heart Association. (2014). 2014 AHA/ACC Guideline for the
Management of Patients With Non–ST-Elevation Acute Coronary
Syndromes. USA: American College of Cardiology Foundation
American Heart Association. (2010). Part 10: Acute Coronary Syndromes: 2010
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation
and Emergency Cardiovascular Care. USA: Journal of the American Heart
Association.
Curtis, K., & Ramsden, C. (2016). Emergency and Trauma Care for Nurses and
Paramedics. Australia: Elsevier.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Murr, A.C. (2010). Nursing Care Plans
Guidelines for Individualizing Client Care Across the Life Span.
Philadelphia : Davi’s Company.
Emergency Nurses Association (2010). Sheehy’s Emergency Nursing, Principles
and Practice (6th ed.). St. Louis: Mosby Elsevier.
Helwani, M. A., Amin, A., Lavigne, P., Rao, S., Oesterreich, S., Samah, E.,
Brown, J. C., & Nagele, P. (2018). Etiology of Acute Coronary Syndrome
after Noncardiac Surgery. Annals of Thoracic Surgery, 128, 1084–1091.
https://doi.org/10.1016/S0003-4975(10)61332-X.
Kumar, A. & Cannon, C. P.(2009). Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and
Management, Part I. Mayo Clin Proc, 84(10) : 917-38.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). (2018).
Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut. Ed: 4. Indonesian Heart
Assosciation.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Tim PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI.
Tintinalli, J. E., Stapczynski, J. S., Ma, O. J., Yealy, D. M., Meckler, G. D., &
Cline, D. M. (2016). Tintinalli’s Emergency Medicine (Eighth Edi).
McGraw-Hill Education.
Tscheschlog, B.A, & Jauch, A. (2015). Emergency Nursing, Made Incredibly
Easy (2nd ed.). USA: Wolters Kluwer Health.
Williams, L., & Hopper, P. D. (2003). Medical Surgical Nursing Specialities. In
Medical Surgical Nursing Specialities (Fifth Edit). Pholadelphia.
Williams & Wilkins. (2011). Nursing memahami berbagai macam penyakit.
Jakarta barat: PT. Indeks.

Anda mungkin juga menyukai