DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
Kelemahan
PC:Penurunan
Ketidakefektifan Pola
Nafas Curah Jantung Intoleransi Aktivitas
Sumber: (Darliana, Devi. 2016. Manajemen pasien ST elevasi miokardial infark (STEMI)
D. MANIFESTASI KLINIS
Rilantono (2005) mengatakan gejala Sindrom Koroner Akut berupa keluhan nyeri
ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri
dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan
keluhan nyeri ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta
punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk
angin atau maag.
Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
1. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung
dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina).
Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama
lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu
dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini
dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal
ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola
serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.
3. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh
seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati.
Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. EKG
Merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, normal EKG tidak
menyingkirkan tidak adanya iskemik miokard atau memulangkan pasien,
pemeriksaan EKG perlu dilakukan secara berkala.
a. NSTEMI : depresi ST segmen >0,5 mm pada sandapan yang berdekatan atau
inversi gelombang T >2 mm yang dinamik memberikan kecurigaan adanya
suatu sindrom koroner akur non ST elevasi.
b. STEMI: ST elevasi >1 mm pada 2 atau lebih sandapan yang berdekatan pada
limb lead dan atau segment elevasi > 2 mm pada 2 sadapan chest lead, atau
gambaran LBBB baru yang menunjukan adanya suatu sindrom koroner akut
dengan elevasi ST/infark transmural. Gelombang T iskemik biasanya terbalik,
dalam dan simetris. Gelombang Q merupakan tanda kemungkinan terdapat
jaringan yang mati.
F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari SKA menurut Price & Wilson, 1995 diantaranya:
1. Gagal Jantung Kongesti
Gagal jantung kongesti sirkulasi akibat sirkulasi disfungsi miokard tempat
kongesti tergantung dari ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kiri menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis. Disfungsi ventrikel
kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
Kompilkasi mekanis yang paling sering setelah infark miokard adalah gagal
jantung kiri
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah darurat medis yang memerlukan tindakan cepat dan tepat
untuk menghindari kerusakan sel yang ireversibel dan kematian, biasanya
diakibatkan oleh kegagalan ventrikel kiri.
3. Regurgitasi mitral akut
Kelainan regurgitasi mitral akut ini dapat relatif ringan dan bersifat sementara
bila disebabkan oleh disfungsi otot papilaris. Ruptur otot papilaris/korda tendinea
lebih jarang dan sering menyebabkan gagal jantung akut dan penurunan tekanan
darah. Inkompetensi katup akibat aliran balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium
kiri, akibat yang terjadi adalah pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan
kongesti atrium kiri dan vena pulmonalis.
4. Ruptur jantung dan septum
Ruptur ventrikel menyebabkan tamponade karena dinding nekrotik yang tipis
sehinga terjadi perdarahan massif ke dalam jantung perikardium sehingga
menekan jantung.
5. Tromboembolisme
Trombus mural dapat ditemukan di ventrikel kiri pada tempat infark miokard dan
kadang-kadang terjadi dalam 24 jam pertama, bila diketahui ada trombus mural
maka anti koagulan perlu diberikan.
6. Aneurisma Ventrikel
Aneurisma ventrikel dapat timbul setelah terjadi MCI transmural. Nekrosis dan
pembentukan parut membuat dinding miokard menjadi lemah. Ketika sistol,
tekanan tinggi dalam ventrikel membuat bagian miokard yang lemah menonjol
keluar. Darah dapat merembes ke dalam bagian yang lemah itu dan dapat menjadi
sumber emboli. Disamping itu bagian yang lemah dapat mengganggu curah
jantung kebanyakan aneurisma ventrikel terdapat pada apex dan bagian anterior
jantung.
7. Perikarditis
Sering ditemukan dan ditandai dengan nyeri dada yang lebih berat pada inspirasi
dan tidur terlentang. Infark transmural membuat lapisan epikardium yang
langsung kontak dengan perikardium kasar, sehingga merangsang permukaan
perikard dan timbul reaksi peradangan.
8. Aritmia
Lazim ditemukan pada fase akut MCI, aritmia perlu diobati bila menyebabkan
gangguan hemodinamik. Aritmia memicu peningkatan kebutuhan O2 miokard
yang mengakibatkan perluasan infark.
G. PENATALAKSANAAN
Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien SKA adalah:
1. Oksigenasi
Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada
miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini
dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit
secara kanul hidung.
2. Nitrogliserin (NTG)
digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL)
(0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap
5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200
ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya
ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan
oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah
tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri coroner besar dan memperbaiki aliran
kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
3. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah
juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard
berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil
memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan
4. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien Sindrom coroner akut jika tidak
ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat
siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2.
Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Tingkat kesadaran
Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang dipantau dengan ketat.
Perubahan penginderaan berarti jantung tidak mampu memompa darah yang
cukup untuk oksigenasi otak. Bila pasien mendapatkan obat yang
mempengaruhi fungsi pembekuan darah, maka pengawasan terhadap adanya
tanda-tanda perdarahan otak merupakan hal penting yang harus dilakukan.
b. Nyeri dada
Nyeri dada bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri juga
dapat di jumpai pada daerah epigastrium dan menstimulasi gangguan pada
saluran percernaan seperti mual, muntah. Rasa tidak nyaman didada dapat
menyebabkan sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas. Nyeri dada
tidak selalu itemukan pada pasien STEMI terutama pada pasien yang lanjut
usia ataupun menderita diabetes mellitus.
c. Frekuensi dan irama jantung
Frekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus menerus. Adanya
disritmia dapat merupakan petunjuk ketidakseimbangan suplai dengan
kebutuhan oksigen jantung dan di pantau terhadap perlunya diberikan terapi
antidisritmia. Bila terjadi disritma tanpa nyeri dada, maka parameter klinis lain
selain oksigenasi yang adekuat harus di cari, seperti kadar kalium serum
terakhir.
d. Bunyi jantung
Bunyi jantung harus diauskultasi secara terus-menerus, karena bunyi jantung
abnormal dapat timbul. Deteksi dini S3 yang diikuti penatalaksanaan medis
yang agresif dapat mencegah edema paru yang mengancam jiwa. Adanya
bunyi murmur yang sebelumnya tidak ada menunjukkan perubahan fungsi
otot miokard sedangkan friction rub menunjukkan adanya perikarditis.
e. Denyut nadi perifer
Denyut nadi perifer dievaluasi secara teratur. Perbedaan frekuensi nadi perifer
dengan frekuensi denyut jantung menegaskan adanya disritmia seperti atrial
fibrilasi. Denyut nadi perifer paling sering di evaluasi untuk menentukan
kecukupan aliran darah ke ekstremitas.
f. Status volume cairan
Pengukuran intake dan output cairan penting dilakukan. Cairan yang
seimbang dan cenderung negatif akan lebih baik untuk menghindari kelebihan
cairan dan kemungkinan gagal jantung. Berkurangnya haluran urine (oliguria)
yang disertai hipotensi merupakan tanda awal shock kardiogenik.
g. Pemberian oksigen
Hipoksemia dapat terjadi akibat dari abnormalitas ventilasi dan perfusi akibat
gangguan ventrikel kiri. Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Pemberian oksigen harus diberikan
bersama dengan terapi medis untuk mengurangi nyeri secara maksimal
(Rachmawati, 2017).
2. Data subjektif
a. Ketika tahap akut infark miokard, termasuk dalam data subjektif adalah
persepsi pasien tentang nyeri dada yang dirasakannya.
b. Persepsi pasien tentang nyeri dada yang dialaminya ini menyangkut PQRST,
yaitu :
1) Provocatif/paliatif: nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau
tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan visceral).
2) Quality/crushing: menyempit, berat, menetap,tertekan.
3) Radiasi/penyebaran: tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, dan wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, dan leher.
4) Skala/severity: pada skala 1-10, berhubungan dengan pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialaminya.
5) Waktu/time: lamanya kurang dari 20 menit untuk iskemia, pada infark
miokard, nyeri timbul terus menerus, tidak hilang dengan obat dan
istirahat, dan lamanya lebih dari 20 menit. Catatan nyeri mungkin tidak
ada pada pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, dan pasien pasca
operasi.
3. Data Objektif
Termasuk dalam data objektif adalah kedaan fisik dan psikologis pasien.
Pemantauan dilakukan secara terus menerus untuk kemungkinan timbulnya
disritmia dan mengantisipasi terjadinya fibrilasi ventrikel yang dapat mengancam
nyawa pasien pada tahap akut MCI.
a. Tampilan umum: pasien tampak pucat, berkeringat, gelisah, mungkin terdapat
gangguan pernapasan yang jelas dengan tachipneu dan sesak napas.
b. Sinus takikardi (100-120 x/menit) terjadi pada 1/3 pasien. Denyut jantung
rendah mengindikasikan sinus bradikardi atau blok jantung sebagai
komplikasi dari infark. Peningkatan tekanan darah moderat disebabkan oleh
pelepasan katekolamin. Hipotensi timbul merupakan tanda syok kardiogenik.
c. Peningkatan aktifitas vagal menyebabkan mual dan muntah dan dikatakan
lebih sering terjadi pada infark inferior.
d. Bunyi napas tidak terdengar adanya perubahan kecuali bila timbul edema paru
akan terdengar krackles.
e. Bunyi jantung: normal atau terdapat S3/S4/murmur.
f. Terdapat faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner: hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes mellitus, merokok, obesitas, usia, jenis kelamin,
keturunan.
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan SKA adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
d. Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan preload, afterload
5. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
1) Manajemen Nyeri
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
g) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
h) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
i) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
j) Fasilitasi istirahat dan tidur
k) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
l) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
m) Jelaskan strategi meredakan nyeri
n) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
o) pemberian analgetik, jika perlu
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
1) Pemantauan Respirasi
Observasi :
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b) Monitor pola napas (missal bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-Stokes)
c) Auskultasi bunyi napas
d) Monitor saturasi oksigen
e) Monitor nilai AGD
f) Monitor hasil rontgen dada
Terapeutik :
g) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
h) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
i) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
j) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
1) Manajemen Energi
Observasi
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b) Monitor pola dan jam tidur
c) Monitor kelelahan fisik dan emosional
Edukasi
d) Anjurkan tirah baring
e) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Terapeutik
f) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
g) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
h) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
i) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Kolaborasi
j) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
d. Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan preload –
afterload
1) Perawatan Jantung
Observasi
a) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
b) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
c) Monitor tekanan darah
d) Monitor intake dan output cairan
e) Monitor saturasi oksigen
f) Monitor keluhan nyeri dada
g) Monitor EKG 12 Sandapan
Terapeutik
h) Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
i) Berikan diet jantung yang sesuai
j) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk memotivasi gaya hidup sehat
k) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
l) Berian dukungan emosional dan spiritual
m) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Edukasi
n) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
o) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
p) Anjurkan berhenti merokok
q) Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan
r) Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
s) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
t) Rujuk ke program rehabilitasi jantung
DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Linda Juall. 1993. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, ed 6.
Jakarta: EGC.
Hendrayanto. 2004. Ilmu Penyakait Dalam. Jilid 1. Jakarta : FKUI
Junadi P, sumasto A, amelsz H. 1989. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi kedua. Media
Aeskulapius. Fakultas kedikteran UI.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta
Price Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi
4. Jakarta. EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Syamsuhidayat, R & Jong,W. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
BIODATA PASIEN
Nama / Inisial : Tn. “AA”
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaaan : Karyawan swasta
Status Pernikahan : Menikah
No RM :-
Diagnosa Medis : CAS STEMI inf + RV
Tanggal Masuk RS : 4 juli 2021
Alamat : Jl. Sultan amiluddin RT. 25. Samarinda
v
Keterangan:
laki-laki Pasien
Perempuan
Meninggal
Garis keturunan
Tinggal serumah
A. Airway :
Jalan nafas paten, obstruksi tidak ada, batuk tidak ada, tidak terdengar suara
nafas tambahan.
B. Breathing : (mungkin ada masalah internal pada paru, rongentnya ??, uji
premitus, chroscek dengan P
1. Sesak dengan aktivitas ringan
2. RR 35x/menit
3. Pergerakan dada simetris
4. Irama cepat dan tidak teratur,
5. Retraksi otot tidak ada,
6. Napas pendek dan dangkal
C. Circulation : hasil EKG , serangan hari keberapa,
1. Nadi teraba agak lemah, frekuensi 71 x/menit,
2. TD meningkat/menurun
3. sianosis tidak ada, CRT < 2 detik,
4. perdarahan tidak ada,
5. ekstremitas bawah teraba dingin
6. Kulit berkeringat
7. Odem tidak ada
8. Ekstremitas tidak ada
D. Disability (nyeri dada, kesadaran, demam atau tidak
P : Nyeri dada muncul pada saat beraktivitas atau banyak bergerak diatas
tempat tidur, nyeri dada di sekitar apeks jantung tembus ke belakang
dan terasa berat saat bernapas
E. Eksposure
Tidak ada jejas
F. Fluid (Cairan dan Elektrolit):
KU pasien lemah
TD: 108/66 mmHg, Nadi 71 x/menit, RR 35 x/menit, MAP 94 mmHg, SPO2 98%
Pasien terlihat sesak napas, sumbatan jalan napas tidak ada, pasien dapat diajak
berbicara suara napas tambahan, wheezing/ronchi tidak ada, penggunaan alat
bantu pernapasan tidak ada, pengembangan dada simetris kiri dan kanan,
pernapasan cepat dan irreguler dan dangkal, pasien terlihat meringis ketika
diajak melakukan teknik napas dalam.
RR 35x/menit
SPO2 98% , menggunakan alat bantu napas oksigen nasal kanul 4 lpm.
Ekstremitas teraba dingin, CRT < 2 detik, mukosa bibir kering, perdarahan tidak
ada. TD : 108/66 mmHg N : 71x/menit, MAP 94 mmHg, akral dingin, terpasang
pascon, tidak ada bunyi jantung tambahan.
D. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
Bentuk muka bulat, ekspresi wajah tampak sesak, meringis, mukosa bibir kering
dan terlihat kehitaman, konjungtiva tidak anemis, kelemahan ekstremitas tidak
ada, kesadaran composmentis, GCS E4M6V5 (15), orientasi baik, besar pupil 3
mm simetris kiri dan kanan.
Warna kulit coklat,turgor kulit sedang sianosis tidak ada, tidak luka pada
permukaan kulit.
IV. PEMERIKSAAN LANJUTAN
A. Alergi
B. Risiko decubitus
PENILAIAN 4 3 2 1
Kondisi Fisik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Status Mental Sadar Apatis Bingung Stupor
Aktifitas Jalan Jalan Dengan Kursi Roda Di tempat tidur
Sendiri
Bantuan
Mobilitas Bebas Agak Sangat Tidak Mampu
Terbatas Terbatas
Bergerak Bergerak
Inkontinensia Kontinen Kadang- Selalu Inkontinensia
kadang
Inkontinensia Urin dan Alvi
Inkontinensia
Urin
SKOR 12 3 1
TOTAL SKOR 16
Keterangan :
16 – 20 : risiko rendah terjadi decubitus
12 – 16 : risiko sedang terjadi decubitus
< 12 : risiko tinggi terjadi decubitus
C. Riwayat Psikososial
1. Status Psikologi
Pasien terlihat gelisah
2. Status Mental
Orientasi baik dan sadar penuh.
3. Status Sosial
Hubungan pasien dan keluarga baik. Kerabat yang bisa dihubungi adalah
istri.
D. Status Gizi
BB 70 kg, TB 160 cm. pasien tidak ada penurunun Berat badan selam 3 bulan
terakhir, nafsu makan salama sakit agak kurang. Pasien makan ¾ porsi makan.
E. Skrining Status Fungsional
Sebelum sakit aktifitas dilakukan mandiri. Selama sakit aktifitas di tempat
tidur dan mengeluh jantung berdebar dan sesak saat banyak bergerak.
Sebagian aktifitas masih dibantu oleh perawat.
F. Kebutuhan Khusus (aktifitas apa saja yg bisa dilakukan, dan aktifita
Intoleransi aktifitas.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Data Objektif :
Ekstremitas teraba dingin Pompa jantung tidak
terkoordinasi
Pasien lemah
TD : 108/66 mmHg
N : 71x/menit Penurunan Curah
Jantung
MAP 94 mmHg
SPO2 98%
Troponin T: 55 ng/dl
SGOT 841 u/l
SGPT 125 u/l
Kardiomegali
Kontraktilitas LV
menurun (ET : 36 %)
Hasil EKG STEMI
inferior
2 Data subjektif : Penurunan sumbatan aliran Nyeri Akut
Pasien mengeluh nyeri darah ke jantung
P : Nyeri dada saat beraktivitas
atau bergerak ditempat tidur,
nyeri dirasakan tembus ke Penurunan aliran darah ke
belakang dan terasa berat saat miokard
bernapas
Q : Skala nyeri 4-5 Kurangnya oksigen nutrisi ke
R : Nyeri dirasakan dada kiri otot jantung
tembus ke belakang
S : Nyeri dada seperti ditekan Iskemik
disertai sesak napas
T : Nyeri dirasakan tiba-tiba Cedera jaringan
saat beraktivitas
O : Nyeri sejak 2 hari sampai Nyeri
sekarang
Data Objektif :
Ekspresi meringis
Gelisah
RR 35x/menit
SPO2 98%
Nadi 71 x/menit
Pasien tampak memegang
daerah yang dirasakan nyeri
Menurun
Cukup
Sedang
Cukup
Meningkat
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pasien yang
Kriteria Menurun Meningkat
1 2 3 4 5 baru mengalami episode ketidakseimbangan antara
Kekuatan ketersediaan dan kebutuhan oksigen miokard
nadi perifer
Ejection
Observasi :
fraction 1. Identifikasi karakteeristik nyeri dada (meliputi faktor
(EF)
pemicu dan pereda, kualitas, lokasi, radiasi, skala,
Mening Cukup Sedang Cukup Menuru
kat meningk menurun n durasi, dan frekuensi)
Kriteria
at 2. Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
1 2 3 4 5
Palpitasi 3. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi
Bradikardia jantung)
Gambaran
4. Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan resiko
EKG
aritmia aitmia (missal kalium, magnesium serum)
Lelah 5. Monitor enzim jantung (misal CK, CK-MB,
Dispnea
Memb Cukup Sedang Cukup Membai Troponin T, Troponin I)
uruk Membur Membaik k 6. Monitor saturasi oksigen
Kriteria
uk
1 2 3 4 5
Terapeutik :
Tekanan 1. Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
darah
2. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas
Pengisian
kapiler dan stress
3. Sediakan lingkungan yang kondusif untuk
beristirahan dan pemulihan
Edukasi :
1. Anjurkan segera melapor nyeri dada
2. Anjurkan menghindari maneuver Valsava (misal
mengedan saat BAB atau batuk)
1. Jelaskan tindakan yang dijalani pasien
2 Nyeri akut b.d Agen pencedera Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
fisiologis (mis. Inflamasi, Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam maka diharapkan Observasi :
iskemia, neoplasma) tingkat nyeri menurun. Dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Meningka Cukup Cukup kualitas, dan insensitas nyeri
Sedang Menurun
Kriteria t Meningkat Menurun
1 2 3 4 5 2. Identifikasi skala nyeri
Keluhan
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
nyeri
Meringis 4. Identifikasi factor yang memperberat dan
Gelisah memperingan nyeri
Membu Cukup Sedan Cukup Membaik
ruk membu g membaik 5. Identifikssi pengetahuan dan keyakinan tentang
Kriteria
ruk nyeri
1 2 3 4 5
Pola napas 6. Identifikasi pengaruh pada kualitas hidup
7. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Gunakan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Posisikan istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan periode, penyebab dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan analgetik sasaran tepat
4. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
3 Pola napas tidak efektif Pola napas (L.01004) Pemantauan respirasi (I.01014)
(D.0005) berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapakan pola Definisi :
hambatan upaya napas napas membaik. Dengan kriteria hasil : Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan
Cukup Cukup kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas
Menurun Sedang Meningkat
Kriteria Menurun Meningkat
Observasi :
1 2 3 4 5
Dyspnea 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
Penggunaan napas
otot bantu
napas 2. Monitor pola napas (missal bradipnea, takipnea,
Pemanjangan hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-Stokes)
fase ekspirasi
3. Auskultasi bunyi napas
Cukup Cukup
Memburuk Sedang Membaik
Kriteria Memburuk Membaik 4. Monitor saturasi oksigen
1 2 3 4 5
Terapeutik :
Frekuensi
napas 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
membaik pasien
Pemanjangan 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
fase ekspirasi
Edukasi :
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu