Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS ACUTE CORONARY


SYNDROME (ACS)

STASE KEGAWATDARURATAN KRITIS

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

SUSANTI EKA JATI P2003032


SYAMSUL BAHRI P2003033
UMMU LATIFAH P2003034
YULIANA TANTRA WIJAYA P2003035
YULISMA YANTI P2003036
ANITA SARTIKA P2002029
ABDUL HOLIK SANJAYA P2003001
MEILINDA CICILIA H P2003021
MUHAMMAD RUSDI P2003038
RIDHA AMELIA NOOR P2003027
RIMA WULANDARI P2003028

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUSI TEKNOLOGI KESEHATAN DAN


SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA
2021
A. Definisi
Acute Coronary Syndrome (ACS) meliputi berbagai kondisi patologi yang
menghambat aliran darah dalam arteri yang mensuplai jantung (C. Long, Barbara,
2004).
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan suatu istilah atau terminology yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit
yang meliputi angina pectoris tidak stabil, infark miokard gelombang non Q atau
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non ST elevation miocard
infarction/NSTEMI), infark miokard dengan gelombang Q atau infark miokard
dengan elevasi segment ST (ST elevation miocard infarction/STEMI) (Departemen
Kesehatan, 2007).
Definisi SKA (Sindrom Koroner Akut) merupakan spektrum manifestasi akut dan
berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen (O2) miokardium dan aliran darah
(Kumar, 2007).
B. ETIOLOGI
1. Faktor penyebab :
Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a. Faktor pembuluh darah :
1) Aterosklerosis.
2) Spasme
3) Arteritis
b. Faktor sirkulasi :
1) Hipotensi
2) Stenosos aurta
3) Insufisiensi
c. Faktor darah :
1) Anemia
2) Hipoksemia
3) Polisitemia
d. Curah jantung yang meningkat :
1) Aktifitas berlebihan
2) Emosi
3) Makan terlalu banyak
4) Hypertiroidisme
e. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1) Kerusakan miocard
2) Hypertropimiocard
3) Hypertensi diastolic
2. Faktor predisposisi :
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring
pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun
atau lebih dan yang meninggal empat dari lima orang berusia di atas 65
tahun. Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini merupakan refleksi
dari pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa lalu.
2) Jenis kelamin :
Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada
wanita resiko lebih besar setelah masa menopause. Peningkatan pada
wanita setelah menopause terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan
peningkatan lipid dalam darah.
3) Hereditas
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya
atherosklerosis belum diketahui secara pasti. Tendensi atherosklerosis
pada orang tua atau anak dibawah usia 50 tahun ada hubungan terjadinya
sama dengan anggota keluarga lain
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor :
a) Hiperlipidemia
b) Hipertensi
c) Merokok
d) Diabetes
e) Obesitas
f) Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor:
a) Inaktifitas fisik
b) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
c) Stress psikologis berlebihan. (Kasuari, 2002)
C. PATOFISIOLOGI
Faktor penyebab utama pada ACS adalah kurangnya aliran darah ke miokard yang
terbanyak sering disebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis ditandai dengan adanya
akumulasi bahan lemak/lipid dan jaringan fibrosa pada dinding arteri, pertambahan
aterosklerosis membuat lumen dari pembuluh darah menyempit dan aliran darah
terhambat ke daerah miokardium. Dinding pembuluh darah akan kehilangan
elasitasnya dan menjadi kurang responsif terhadap perubahan volume dan tekanan.
Pathogenesis dari aterosklerosis (C. Long, Barbara, 1999) pada ACS dimulai
dengan lesi atherosklerosis timbul pada permulaan dari arteri koroner utama. Proses
perjalanan penyakit pada awalnya setempat, kemudian menjadi difus dan bertambah.
Lesi yang pertama timbul pada dinding arteri koroner disebut garis lemak. Sel-sel
yang mengandung lipid atau sel-sel busa (foam cells) invasi ke dalam dinding intima
dan menimbulkan garis-garis lemak, karena penyakit berlanjut kemudian timbul
sejenis benjolan dengan ukuran yang terus meningkat sehingga kapasitas lumen
pembuluh menjadi terbatas. Lesi tersebut merupakan jenis karakteristik khas
aterosklerosis yang berkembang.
Tingkat aterosklerosis yang lebih berkembang ditandai dengan benjolan fibrosa
berkapur. Deposit kapur dapat ruptur dan meningkatkan resiko spasmus, membentuk
thrombus, dan emboli. Ini adalah jenis lesi aterosklerosis yang menimbulkan gejala
coronary artery disease (CAD). Lumen arteri menjadi begitu sempit, sehingga timbul
ketidakseimbangan suplai oksigen untuk miokardium dibandingkan dengan
kebutuhan.
WOC STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)
Modify Unmodify
Blok pada arteri koroner
Merokok, alcohol, hipertensi, jantung Congenital
akumulasi lipid

Non Stemi Blok sebagian Blok total STEMI

ALIRAN DARAH KORONER MENURUN ISKEMIA MIOKARD


Aliran darah Nyeri
keginjal menurun
Mual/muntah
As. Laktat
B1 Breathing B2 Blood B3 Brain B4 Bladder Anoreksia
B5 Bowel B6 Bone
Menyentuh ujung Vol. Plasma Resiko ketidakseimbangan
saraf reseptor
Aliran darah ke paru Edema dan bengkak Metabolisme nutrisi Gangguan fungsi
Nyeri dada Hipoksia, iskemia,
terganggu sekitar miokard anaerob Aliran balik vena ventrikel
infark meluas
Nyeri Akut Beban jantung
Otot rangka kekurangan Penurunan aliran
Suplai O2 tidak Jalur hantaran listrik Resti kelebihan Produksi
Retensi Na urin
dan air,
menurun O2 dan ATP darah
seimbang dengan terganggu eksresi kalium
volume cairan
kebutuhan tubuh
Curah jantung
Pompa jantung tidak
menurun
Meningkatnya terkoordinasi
kebutuhan O2
Suplai O2 kejaringan
Vol. Sekuncup
menurun
Takipneu turun

Kelemahan
PC:Penurunan
Ketidakefektifan Pola
Nafas Curah Jantung Intoleransi Aktivitas

Sumber: (Darliana, Devi. 2016. Manajemen pasien ST elevasi miokardial infark (STEMI)
D. MANIFESTASI KLINIS
Rilantono (2005) mengatakan gejala Sindrom Koroner Akut berupa keluhan nyeri
ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri
dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan
keluhan nyeri ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta
punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk
angin atau maag.
Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
1. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung
dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina).
Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama
lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu
dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini
dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal
ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola
serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.
3. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh
seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati.
Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. EKG
Merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, normal EKG tidak
menyingkirkan tidak adanya iskemik miokard atau memulangkan pasien,
pemeriksaan EKG perlu dilakukan secara berkala.
a. NSTEMI : depresi ST segmen >0,5 mm pada sandapan yang berdekatan atau
inversi gelombang T >2 mm yang dinamik memberikan kecurigaan adanya
suatu sindrom koroner akur non ST elevasi.
b. STEMI: ST elevasi >1 mm pada 2 atau lebih sandapan yang berdekatan pada
limb lead dan atau segment elevasi > 2 mm pada 2 sadapan chest lead, atau
gambaran LBBB baru yang menunjukan adanya suatu sindrom koroner akut
dengan elevasi ST/infark transmural. Gelombang T iskemik biasanya terbalik,
dalam dan simetris. Gelombang Q merupakan tanda kemungkinan terdapat
jaringan yang mati.

No LOKASI GAMBARAN EKG


1 Anterior Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan
aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi
gelombang T / elevasi ST / gelombang Q di I dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di II, III, aVF dan
V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL)
6 Inferior Elevas segmen ST dan atau gelombang Q di II, III, dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
8 True Posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di
V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). biasanya
dtemukan konjugasi pada infark inferior. Keadaan ini hanya
tampak dalam beberapa jam pertama infark
2. Foto thoraks
Foto thoraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung
atau peningkatan tekanan vena dapat menandakan adanya infark miokard atau
disfungsi ventrikel kiri, namun temuan ini kadang tidak dapat diandalkan.
3. Enzim jantung
Sel otot jantung yang mati akan mengeluarkan enzim, dan enzim tersebut dapat
membantu dalam menegakkan infark miokard.
a. Creatinin Kinase (CK, CKMB) mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam
12-16 jam, normal kembali antara 3-4 hari tanpa terjadi nekrosis baru. Enzim
CKMB sering dijadikan indikator MCI sebab hanya terjadi saat kerusakan
jaringan miokard. Nilai referensi CKMB 0-24 u/l. Kuantitatif Troponin T
sebagai kriteria diagnostik untuk infark miokard akut, baru–baru ini
didefinisikan kembali berdasarkan pengukuran troponin < 0.03 = negative.
0.03 – 0,1 = low. 0,1 – 2 = MCI. > 2 = massive MCI.
b. Elektrolit: ketidakseimbangan elektrolit dalam darah dapat mempengaruhi
konduksi dan kontraktilitas jantung, misalnya: hipokalemia, hiperkalemia.
c. Sel darah putih: kadar leukosit biasanya tampak mengalami peningkatan pada
hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
d. Kecepatan sedimentasi meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA
menunjukkan inflamasi.
e. AGD: dapat menunjukan hipoksia atau proses penyakit paru akut maupun
kronis.
f. Kolesterol atau trigliserida serum meningkat, menunjukan arteriosklerosis
sebagai penyebab IMA.
4. Echocardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ruang jantung, gerakan katup atau dinding
ventrikel dan konfigurasi atau fungsi katup.
5. Pemeriksaan Pencitraan Nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard
misalnya lokasi atau luasnya AMI.
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemik disekitar area nekrotik.
6. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah).
7. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner, biasanya dilakukan
untuk mengukur tekanan ruang jantung dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau bersifat darurat.
8. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, ruang jantung atau katup ventrikel, lesi
vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.

F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari SKA menurut Price & Wilson, 1995 diantaranya:
1. Gagal Jantung Kongesti
Gagal jantung kongesti sirkulasi akibat sirkulasi disfungsi miokard tempat
kongesti tergantung dari ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kiri menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis. Disfungsi ventrikel
kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
Kompilkasi mekanis yang paling sering setelah infark miokard adalah gagal
jantung kiri
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah darurat medis yang memerlukan tindakan cepat dan tepat
untuk menghindari kerusakan sel yang ireversibel dan kematian, biasanya
diakibatkan oleh kegagalan ventrikel kiri.
3. Regurgitasi mitral akut
Kelainan regurgitasi mitral akut ini dapat relatif ringan dan bersifat sementara
bila disebabkan oleh disfungsi otot papilaris. Ruptur otot papilaris/korda tendinea
lebih jarang dan sering menyebabkan gagal jantung akut dan penurunan tekanan
darah. Inkompetensi katup akibat aliran balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium
kiri, akibat yang terjadi adalah pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan
kongesti atrium kiri dan vena pulmonalis.
4. Ruptur jantung dan septum
Ruptur ventrikel menyebabkan tamponade karena dinding nekrotik yang tipis
sehinga terjadi perdarahan massif ke dalam jantung perikardium sehingga
menekan jantung.
5. Tromboembolisme
Trombus mural dapat ditemukan di ventrikel kiri pada tempat infark miokard dan
kadang-kadang terjadi dalam 24 jam pertama, bila diketahui ada trombus mural
maka anti koagulan perlu diberikan.
6. Aneurisma Ventrikel
Aneurisma ventrikel dapat timbul setelah terjadi MCI transmural. Nekrosis dan
pembentukan parut membuat dinding miokard menjadi lemah. Ketika sistol,
tekanan tinggi dalam ventrikel membuat bagian miokard yang lemah menonjol
keluar. Darah dapat merembes ke dalam bagian yang lemah itu dan dapat menjadi
sumber emboli. Disamping itu bagian yang lemah dapat mengganggu curah
jantung kebanyakan aneurisma ventrikel terdapat pada apex dan bagian anterior
jantung.
7. Perikarditis
Sering ditemukan dan ditandai dengan nyeri dada yang lebih berat pada inspirasi
dan tidur terlentang. Infark transmural membuat lapisan epikardium yang
langsung kontak dengan perikardium kasar, sehingga merangsang permukaan
perikard dan timbul reaksi peradangan.
8. Aritmia
Lazim ditemukan pada fase akut MCI, aritmia perlu diobati bila menyebabkan
gangguan hemodinamik. Aritmia memicu peningkatan kebutuhan O2 miokard
yang mengakibatkan perluasan infark.

G. PENATALAKSANAAN
Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien SKA adalah:
1. Oksigenasi
Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada
miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini
dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit
secara kanul hidung.
2. Nitrogliserin (NTG)
digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL)
(0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap
5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200
ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya
ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan
oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah
tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri coroner besar dan memperbaiki aliran
kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
3. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah
juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard
berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil
memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan
4. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien Sindrom coroner akut jika tidak
ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat
siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2.
Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Tingkat kesadaran
Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang dipantau dengan ketat.
Perubahan penginderaan berarti jantung tidak mampu memompa darah yang
cukup untuk oksigenasi otak. Bila pasien mendapatkan obat yang
mempengaruhi fungsi pembekuan darah, maka pengawasan terhadap adanya
tanda-tanda perdarahan otak merupakan hal penting yang harus dilakukan.
b. Nyeri dada
Nyeri dada bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri juga
dapat di jumpai pada daerah epigastrium dan menstimulasi gangguan pada
saluran percernaan seperti mual, muntah. Rasa tidak nyaman didada dapat
menyebabkan sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas. Nyeri dada
tidak selalu itemukan pada pasien STEMI terutama pada pasien yang lanjut
usia ataupun menderita diabetes mellitus.
c. Frekuensi dan irama jantung
Frekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus menerus. Adanya
disritmia dapat merupakan petunjuk ketidakseimbangan suplai dengan
kebutuhan oksigen jantung dan di pantau terhadap perlunya diberikan terapi
antidisritmia. Bila terjadi disritma tanpa nyeri dada, maka parameter klinis lain
selain oksigenasi yang adekuat harus di cari, seperti kadar kalium serum
terakhir.
d. Bunyi jantung
Bunyi jantung harus diauskultasi secara terus-menerus, karena bunyi jantung
abnormal dapat timbul. Deteksi dini S3 yang diikuti penatalaksanaan medis
yang agresif dapat mencegah edema paru yang mengancam jiwa. Adanya
bunyi murmur yang sebelumnya tidak ada menunjukkan perubahan fungsi
otot miokard sedangkan friction rub menunjukkan adanya perikarditis.
e. Denyut nadi perifer
Denyut nadi perifer dievaluasi secara teratur. Perbedaan frekuensi nadi perifer
dengan frekuensi denyut jantung menegaskan adanya disritmia seperti atrial
fibrilasi. Denyut nadi perifer paling sering di evaluasi untuk menentukan
kecukupan aliran darah ke ekstremitas.
f. Status volume cairan
Pengukuran intake dan output cairan penting dilakukan. Cairan yang
seimbang dan cenderung negatif akan lebih baik untuk menghindari kelebihan
cairan dan kemungkinan gagal jantung. Berkurangnya haluran urine (oliguria)
yang disertai hipotensi merupakan tanda awal shock kardiogenik.
g. Pemberian oksigen
Hipoksemia dapat terjadi akibat dari abnormalitas ventilasi dan perfusi akibat
gangguan ventrikel kiri. Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Pemberian oksigen harus diberikan
bersama dengan terapi medis untuk mengurangi nyeri secara maksimal
(Rachmawati, 2017).
2. Data subjektif
a. Ketika tahap akut infark miokard, termasuk dalam data subjektif adalah
persepsi pasien tentang nyeri dada yang dirasakannya.
b. Persepsi pasien tentang nyeri dada yang dialaminya ini menyangkut PQRST,
yaitu :
1) Provocatif/paliatif: nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau
tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan visceral).
2) Quality/crushing: menyempit, berat, menetap,tertekan.
3) Radiasi/penyebaran: tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, dan wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, dan leher.
4) Skala/severity: pada skala 1-10, berhubungan dengan pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialaminya.
5) Waktu/time: lamanya kurang dari 20 menit untuk iskemia, pada infark
miokard, nyeri timbul terus menerus, tidak hilang dengan obat dan
istirahat, dan lamanya lebih dari 20 menit. Catatan nyeri mungkin tidak
ada pada pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, dan pasien pasca
operasi.
3. Data Objektif
Termasuk dalam data objektif adalah kedaan fisik dan psikologis pasien.
Pemantauan dilakukan secara terus menerus untuk kemungkinan timbulnya
disritmia dan mengantisipasi terjadinya fibrilasi ventrikel yang dapat mengancam
nyawa pasien pada tahap akut MCI.
a. Tampilan umum: pasien tampak pucat, berkeringat, gelisah, mungkin terdapat
gangguan pernapasan yang jelas dengan tachipneu dan sesak napas.
b. Sinus takikardi (100-120 x/menit) terjadi pada 1/3 pasien. Denyut jantung
rendah mengindikasikan sinus bradikardi atau blok jantung sebagai
komplikasi dari infark. Peningkatan tekanan darah moderat disebabkan oleh
pelepasan katekolamin. Hipotensi timbul merupakan tanda syok kardiogenik.
c. Peningkatan aktifitas vagal menyebabkan mual dan muntah dan dikatakan
lebih sering terjadi pada infark inferior.
d. Bunyi napas tidak terdengar adanya perubahan kecuali bila timbul edema paru
akan terdengar krackles.
e. Bunyi jantung: normal atau terdapat S3/S4/murmur.
f. Terdapat faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner: hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes mellitus, merokok, obesitas, usia, jenis kelamin,
keturunan.
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan SKA adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
d. Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan preload, afterload
5. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
1) Manajemen Nyeri
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
g) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
h) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
i) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
j) Fasilitasi istirahat dan tidur
k) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
l) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
m) Jelaskan strategi meredakan nyeri
n) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
o) pemberian analgetik, jika perlu
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
1) Pemantauan Respirasi
Observasi :
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b) Monitor pola napas (missal bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-Stokes)
c) Auskultasi bunyi napas
d) Monitor saturasi oksigen
e) Monitor nilai AGD
f) Monitor hasil rontgen dada
Terapeutik :
g) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
h) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
i) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
j) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
1) Manajemen Energi
Observasi
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b) Monitor pola dan jam tidur
c) Monitor kelelahan fisik dan emosional
Edukasi
d) Anjurkan tirah baring
e) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Terapeutik
f) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
g) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
h) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
i) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Kolaborasi
j) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
d. Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan preload –
afterload
1) Perawatan Jantung
Observasi
a) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
b) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
c) Monitor tekanan darah
d) Monitor intake dan output cairan
e) Monitor saturasi oksigen
f) Monitor keluhan nyeri dada
g) Monitor EKG 12 Sandapan
Terapeutik
h) Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
i) Berikan diet jantung yang sesuai
j) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk memotivasi gaya hidup sehat
k) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
l) Berian dukungan emosional dan spiritual
m) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Edukasi
n) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
o) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
p) Anjurkan berhenti merokok
q) Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan
r) Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
s) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
t) Rujuk ke program rehabilitasi jantung

DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Linda Juall. 1993. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, ed 6.
Jakarta: EGC.
Hendrayanto. 2004. Ilmu Penyakait Dalam. Jilid 1. Jakarta : FKUI
Junadi P, sumasto A, amelsz H. 1989. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi kedua. Media
Aeskulapius. Fakultas kedikteran UI.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta
Price Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi
4. Jakarta. EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Syamsuhidayat, R & Jong,W. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES WHS

Nama Mahasiswa/NPM : Kelompok ICCU


Tempat Praktek : Ruang ICCU RS. AWS
Tanggal / Jam : 5 Juli 2021

BIODATA PASIEN
Nama / Inisial : Tn. “AA”
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaaan : Karyawan swasta
Status Pernikahan : Menikah
No RM :-
Diagnosa Medis : CAS STEMI inf + RV
Tanggal Masuk RS : 4 juli 2021
Alamat : Jl. Sultan amiluddin RT. 25. Samarinda

BIODATA PENANGGUNG JAWAB


Nama : Ny “R”
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan Klien: Istri
Alamat : Jl. Sultan amiluddin RT. 25. Samarinda

I. ANAMESA (PENGKAJIAN AWAL)

A. Keluhan Utama (keluhan utama masuk rumah sakit)


Nyeri dada
B. Riwayat Kesehatan/Pengobatan Perawatan Sekarang :
Sebelum masuk rumah sakit pasien tiba-tiba mengeluh nyeri pada bagian dada
sebelah kiri menjalar keatas sampai leher tembus sampai bagian punggung kiri,
skala nyeri 8, disertai dengan sesak napas. Nyeri berlangsung terus-menerus
sekitar 25 menit. Karna khawatir Keluarga membawa Rumah sakit , di IGD
dilakukan penanganan. Pada saat pengkajian dilakukan, pasien dirawat di ruang
ICCU hari ke-2 masuk Rumah Sakit, keluhan saat ini pasien masih mengeluh
nyeri dada dengan skala nyeri 4 disertai dengan sesak napas, pasien terpasang
oksigen 4 lpm dan beberapa obat-obatan menggunakan syringe pump.
C. Riwayat Kesehatan/Pengobatan Perawatan Sebelumnya: (mulai kapan
menderita hipertensi, pengobatannya, mlaikapan merokok)
D. Pasien menderita penyakit Hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, diberikan terapi
amlodipine 5 mg, namun tidak mengonsumsi obat secara rutin karna merasa
baik-baik saja. Pasien biasanya berobat di puskesmas dan klinik perusaan. Meski
tahu kondisi sakitnya pasien tidak merubah gaya hidup dan pola makan. Pasien
perokok aktif, mulai merokok sejak SMP (>20 tahun)
E. Riwayat Pembedahan
Tidak ada.
F. Pengobatan Terakhir
Pasien menggunakan obat antihipertensi tapi tidak dikonsumsi secara rutin.
G. Riwayat Penyakit Keluarga (Genogram Keluarga) (lebih detail terkait data
keluarga, riwayat penyakit keluarga, apakah ada keluarga yang meninggal,
Kedu orang tua masih hidup, riwayat penyakit keluarga tidak diketahui.

v
Keterangan:

laki-laki Pasien
Perempuan
Meninggal
Garis keturunan
Tinggal serumah

II. PENGKAJIAN PRIMER

A. Airway :
Jalan nafas paten, obstruksi tidak ada, batuk tidak ada, tidak terdengar suara
nafas tambahan.
B. Breathing : (mungkin ada masalah internal pada paru, rongentnya ??, uji
premitus, chroscek dengan P
1. Sesak dengan aktivitas ringan
2. RR 35x/menit
3. Pergerakan dada simetris
4. Irama cepat dan tidak teratur,
5. Retraksi otot tidak ada,
6. Napas pendek dan dangkal
C. Circulation : hasil EKG , serangan hari keberapa,
1. Nadi teraba agak lemah, frekuensi 71 x/menit,
2. TD meningkat/menurun
3. sianosis tidak ada, CRT < 2 detik,
4. perdarahan tidak ada,
5. ekstremitas bawah teraba dingin
6. Kulit berkeringat
7. Odem tidak ada
8. Ekstremitas tidak ada
D. Disability (nyeri dada, kesadaran, demam atau tidak
P : Nyeri dada muncul pada saat beraktivitas atau banyak bergerak diatas
tempat tidur, nyeri dada di sekitar apeks jantung tembus ke belakang
dan terasa berat saat bernapas

Q : Nyeri dada dengan skala 4-5

R : Nyeri dimulai didaerah apeks menjalar keatas dan tembus kebelakang

S : Nyeri dada seperti ditekan disertai sesak napas

T : Nyeri pertama kali muncul terjadi secara tiba-tiba selama masa


perawatan nyeri sudah berkurang namun saat melakukan aktivitas nyeri
terasa meningkat

O Nyeri dada dirasakan sejak 2 hari yang lalu

E. Eksposure
Tidak ada jejas
F. Fluid (Cairan dan Elektrolit):

1) Terpasang infus Ringger laktat 21cc/jam


2) Asupan oral susu 150 cc 2 kali sehari
3) Minum air putih kurang lebih 1 liter / hari
4)

III. PEMERIKSAAN FISIK SPESIFIK WITH BODY SISTEM (SECONDARY


SURVEY)

KU pasien lemah

TD: 108/66 mmHg, Nadi 71 x/menit, RR 35 x/menit, MAP 94 mmHg, SPO2 98%

A. Rasa Nyaman (nyeri)


Nyeri dada muncul pada saat beraktivitas atau banyak bergerak diatas tempat
tidur, nyeri dada di sekitar apeks jantung tembus ke belakang dan terasa berat
saat bernapas.

B. B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi) (jelaskan PF, jelaskan terkait apa rasional


bisa sampai ke paru,

Pasien terlihat sesak napas, sumbatan jalan napas tidak ada, pasien dapat diajak
berbicara suara napas tambahan, wheezing/ronchi tidak ada, penggunaan alat
bantu pernapasan tidak ada, pengembangan dada simetris kiri dan kanan,
pernapasan cepat dan irreguler dan dangkal, pasien terlihat meringis ketika
diajak melakukan teknik napas dalam.

RR 35x/menit

SPO2 98% , menggunakan alat bantu napas oksigen nasal kanul 4 lpm.

C. B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler / Sirkulasi)

Ekstremitas teraba dingin, CRT < 2 detik, mukosa bibir kering, perdarahan tidak
ada. TD : 108/66 mmHg N : 71x/menit, MAP 94 mmHg, akral dingin, terpasang
pascon, tidak ada bunyi jantung tambahan.

D. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)

Bentuk muka bulat, ekspresi wajah tampak sesak, meringis, mukosa bibir kering
dan terlihat kehitaman, konjungtiva tidak anemis, kelemahan ekstremitas tidak
ada, kesadaran composmentis, GCS E4M6V5 (15), orientasi baik, besar pupil 3
mm simetris kiri dan kanan.

E. B 4 : Bladder (Perkemihan – Eliminasi Urin/Genitourinaria)

Pasien terpasang kateter, produksi urin ada berwarna kuning keruh.

F. B 5 : Bowel (Pencernaan – Eliminasi Alvi/Gastrointestinal)

BAB tetap rutin 1 kali sehari.

G. B 6 : Bone & Skin (Tulang – Otot – Integumen)

Warna kulit coklat,turgor kulit sedang sianosis tidak ada, tidak luka pada
permukaan kulit.
IV. PEMERIKSAAN LANJUTAN

A. Alergi

Riwayat alergi makanan dan obat tidak ada.

B. Risiko decubitus

Kesimpulan resiko rendah decubitus

(BERDASARKAN SKALA NORTON)

PENILAIAN 4 3 2 1
Kondisi Fisik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Status Mental Sadar Apatis Bingung Stupor
Aktifitas Jalan Jalan Dengan Kursi Roda Di tempat tidur
Sendiri
Bantuan
Mobilitas Bebas Agak Sangat Tidak Mampu
Terbatas Terbatas
Bergerak Bergerak
Inkontinensia Kontinen Kadang- Selalu Inkontinensia
kadang
Inkontinensia Urin dan Alvi
Inkontinensia

Urin
SKOR 12 3 1
TOTAL SKOR 16
Keterangan :
16 – 20 : risiko rendah terjadi decubitus
12 – 16 : risiko sedang terjadi decubitus
< 12 : risiko tinggi terjadi decubitus

C. Riwayat Psikososial
1. Status Psikologi
Pasien terlihat gelisah
2. Status Mental
Orientasi baik dan sadar penuh.
3. Status Sosial
Hubungan pasien dan keluarga baik. Kerabat yang bisa dihubungi adalah
istri.
D. Status Gizi
BB 70 kg, TB 160 cm. pasien tidak ada penurunun Berat badan selam 3 bulan
terakhir, nafsu makan salama sakit agak kurang. Pasien makan ¾ porsi makan.
E. Skrining Status Fungsional
Sebelum sakit aktifitas dilakukan mandiri. Selama sakit aktifitas di tempat
tidur dan mengeluh jantung berdebar dan sesak saat banyak bergerak.
Sebagian aktifitas masih dibantu oleh perawat.
F. Kebutuhan Khusus (aktifitas apa saja yg bisa dilakukan, dan aktifita
Intoleransi aktifitas.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √

G. Kebutuhan Edukasi (dikaji pada pasien dan atau keluarga)


1. Management nyeri
2. Obat obatan
3. Diagnose dan management
H. Perencanaan Pulang (dilengkapi dalam waktu 48 jam pertama pasien masuk
ruang rawat)
-
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Rontgen dll) (
A. Laboratorium
1. Leukosit 19.510 /ul
2. Hemoglobin 14,9 g/dl
3. Hematocrit 44,2 %
4. Trombosit 225.000 /ul
5. SGOT 841 u/l
6. SGPT 125 u/l
7. Natrium 135 mmol/L
8. Kalium 3,7 mmol/L
9. Chloride 95 mmol/L
10. HBs Ag Non reaktif
11. HIV non reaktif
12. Rappit antigen Sars cov 2 negatif
13. Troponin T 55 ng/L
14. HDL 55 mg/dl
15. LDL 182 mg/dl
16. Ureum 49,7 mg/dl
17. Creatinin 1,2 mg/dl
18. Gamma GT 63 U/L
19. Alkali pospate 123 U/L
20. Colesterol 254 mg/dl
21. Bilirubin total 1,4 mg/dl
22. Bilirubin direct 0,4 mg/dl
23. Billirubin indirect 1,0 mg/dl
B. Rontgen
CTR 62 %, hasil Kardiomegali
C. Ekg (lebih detail)
1. Hasil EKG tanggal 5 juli 2021
a. ST elavasi di lead II, III, AVF,
b. ST depresi di AVL dan lead 1
STEMI inferior
D. Echocardiography (lebih detail)
1. Dimensi ruang-ruang jantung dilatasi LV
2. Kontraktilitas LV menurun (EF : 36 %)
3. Analisa segmental hipokinetik anterior dan anterolateral
4. Katup-katup jantung: Mild MR
5. Fungsi diastolic dalam batas normal
6. Disfungsi diastolic (E / A < 1)
Kesimpulan : CAD

VI. TERAPI YANG DIDAPAT


A. Terapi oral (dilengkapi
1. CPG 75 1x1 tablet
2. ASA 80 mg 0-1-0
3. Atrovastatin 20 mg 0-0-1
4. Ramipril 2,5 mg 0-0-1
B. Terapi injeksi
1. IVFD RL 7 TPM
2. Dobutamin 7,5 mcg/kgBB/jam (via syringe pump)
3. Vascon 0,1 mcg/kgBB/jam (via syringe pump)
4. Ceftriakxon 2 x 1 gram/IV
5. Furosemid 3 x 1 ampul/IV
6. Diviti 1 x 2,5 cc/SC
7. Vascon 0,1 mcg/kgBB/jam
8. Lasix 20 mg/jam

VII. ANALISA DATA

No Data penunjang Kemungkinan penyebab Masalah


1 Data subjektif : Penurunan curah
Edema dan bengkak sekitar
 Pasien mengeluh nyeri jantung
miokard
dada
 Pasien mengeluh jantung
berdebar-debar Jalur hantaran listrik
terganggu

Data Objektif :
 Ekstremitas teraba dingin Pompa jantung tidak
terkoordinasi
 Pasien lemah
 TD : 108/66 mmHg
 N : 71x/menit Penurunan Curah
Jantung
 MAP 94 mmHg
 SPO2 98%
 Troponin T: 55 ng/dl
 SGOT 841 u/l
 SGPT 125 u/l
 Kardiomegali
 Kontraktilitas LV
menurun (ET : 36 %)
 Hasil EKG STEMI
inferior
2 Data subjektif : Penurunan sumbatan aliran Nyeri Akut
 Pasien mengeluh nyeri darah ke jantung
P : Nyeri dada saat beraktivitas
atau bergerak ditempat tidur,
nyeri dirasakan tembus ke Penurunan aliran darah ke
belakang dan terasa berat saat miokard
bernapas
Q : Skala nyeri 4-5 Kurangnya oksigen nutrisi ke
R : Nyeri dirasakan dada kiri otot jantung
tembus ke belakang
S : Nyeri dada seperti ditekan Iskemik
disertai sesak napas
T : Nyeri dirasakan tiba-tiba Cedera jaringan
saat beraktivitas
O : Nyeri sejak 2 hari sampai Nyeri
sekarang
Data Objektif :
Ekspresi meringis
Gelisah
RR 35x/menit
SPO2 98%
Nadi 71 x/menit
Pasien tampak memegang
daerah yang dirasakan nyeri

3 Data subjektif : Gangguan pola nafas


Aliran darah ke paru
 Pasien mengeluh sesak
terganggu
nafas

Data Objektif Aliran darah ke paru


terganggu
 Sesak dengan aktivitas
ringan
 RR 35x/menit Meningkatnya
 SPO2 98% kebutuhan O2
 Nadi 71 x/menit
 Pergerakan dada simetris
 Irama cepat dan tida k Takipneu
teratur,
 Retraksi otot tidak ada,
 Napas pendek dan dangkal
4 Data subjektif : Intoleransi aktifitas
 Pasien mengeluh jantung Penurunan aliran darah
berdebar-debar jika
beraktifitas
Curah jantung
menurun
Data Objektif :
 KU pasien lemah
 Denyut nadi meningkat Suplai O2 kejaringan
menurun
saat beraktifitas
 Nyeri dada bertambah jika
banyak aktifitas Kelemahan
 Kardiomegali
 Kontraktilitas LV
menurun (EF : 36 %) Intoleransi aktifitas

 Hasil EKG STEMI


inferior
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Penurunan curah jantung Curah jantung (L.02008) Perawatan jantung akut (I.02076)
(D.0008) berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka Observasi :
perubahan irama jantung diharapkan curah jantung meningkat. Dengan kriteria hasil : Perawatan jantung akut (I.02076)

Menurun
Cukup
Sedang
Cukup
Meningkat
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pasien yang
Kriteria Menurun Meningkat
1 2 3 4 5 baru mengalami episode ketidakseimbangan antara
Kekuatan  ketersediaan dan kebutuhan oksigen miokard
nadi perifer
Ejection 
Observasi :
fraction 1. Identifikasi karakteeristik nyeri dada (meliputi faktor
(EF)
pemicu dan pereda, kualitas, lokasi, radiasi, skala,
Mening Cukup Sedang Cukup Menuru
kat meningk menurun n durasi, dan frekuensi)
Kriteria
at 2. Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST dan T
1 2 3 4 5
Palpitasi  3. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi
Bradikardia  jantung)
Gambaran 
4. Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan resiko
EKG
aritmia aitmia (missal kalium, magnesium serum)
Lelah  5. Monitor enzim jantung (misal CK, CK-MB,
Dispnea 
Memb Cukup Sedang Cukup Membai Troponin T, Troponin I)
uruk Membur Membaik k 6. Monitor saturasi oksigen
Kriteria
uk
1 2 3 4 5
Terapeutik :
Tekanan  1. Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
darah
2. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansietas
Pengisian 
kapiler dan stress
3. Sediakan lingkungan yang kondusif untuk
beristirahan dan pemulihan
Edukasi :
1. Anjurkan segera melapor nyeri dada
2. Anjurkan menghindari maneuver Valsava (misal
mengedan saat BAB atau batuk)
1. Jelaskan tindakan yang dijalani pasien

2 Nyeri akut b.d Agen pencedera Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
fisiologis (mis. Inflamasi, Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam maka diharapkan Observasi :
iskemia, neoplasma) tingkat nyeri menurun. Dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Meningka Cukup Cukup kualitas, dan insensitas nyeri
Sedang Menurun
Kriteria t Meningkat Menurun
1 2 3 4 5 2. Identifikasi skala nyeri
Keluhan 
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
nyeri
Meringis  4. Identifikasi factor yang memperberat dan
Gelisah  memperingan nyeri
Membu Cukup Sedan Cukup Membaik
ruk membu g membaik 5. Identifikssi pengetahuan dan keyakinan tentang
Kriteria
ruk nyeri
1 2 3 4 5
Pola napas  6. Identifikasi pengaruh pada kualitas hidup
7. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Gunakan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Posisikan istirahat dan tidur

Edukasi
1. Jelaskan periode, penyebab dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan menggunakan analgetik sasaran tepat
4. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
3 Pola napas tidak efektif Pola napas (L.01004) Pemantauan respirasi (I.01014)
(D.0005) berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapakan pola Definisi :
hambatan upaya napas napas membaik. Dengan kriteria hasil : Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan
Cukup Cukup kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas
Menurun Sedang Meningkat
Kriteria Menurun Meningkat
Observasi :
1 2 3 4 5
Dyspnea  1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
Penggunaan  napas
otot bantu
napas 2. Monitor pola napas (missal bradipnea, takipnea,
Pemanjangan  hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-Stokes)
fase ekspirasi
3. Auskultasi bunyi napas
Cukup Cukup
Memburuk Sedang Membaik
Kriteria Memburuk Membaik 4. Monitor saturasi oksigen
1 2 3 4 5
Terapeutik :
Frekuensi 
napas 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
membaik pasien
Pemanjangan 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
fase ekspirasi
Edukasi :
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4 Intoleransi aktivitas (D.0056) Curah jantung (L.02008) Manajemen Energi (I.05178)


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam maka diharapakan Definisi :
ketidakseimbangan antara curah jantung meningkat. Dengan kriteria hasil: Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk
suplai dan kebutuhan oksigen Menurun
Cukup
Sedang
Cukup
Meningkat
mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan
Kriteria Menurun Meningkat
1 2 3 4 5 proses pemulihan
Kekuatan  Observasi :
nadi perifer
Ejection 
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
fraction menyebabkan kelelahan
(EF)
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Mening Cukup Sedan Cukup Menurun
kat mening g menurun 3. Monitor pola dan jam tidur
Kriteria
kat Terapeutik :
1 2 3 4 5
Palpitasi  1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
Bradikardia  (misal cahaya, suara, kunjungan)
Gambaran 
2. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
EKG
aritmia Edukasi :
Lelah  1. Anjurkan tirah baring
Dispnea 
Memb Cukup Sedan Cukup Membaik Kolaborasi :
uruk Memb g Membaik Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkkan
Kriteria
uruk
asupan makanan
1 2 3 4 5
Tekanan 
darah
Pengisian 
kapiler
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
HARI/TGL JAM NO IMPLEMENTASI TT
DX
Senin, 1. 1) Mengidentifikasi karakteristik nyeri dada (mis. S : Pasien mengeluh nyeri dada meskipun tanpa aktivitas
05/07/2021 Intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang Pasien mengeluh jantung berdebar-debar
mengurangi nyeri) O : TD : 70/40 mmHg
EP : Nyeri dibagian dada sebelah kiri, Skala nyeri N : 71x/menit
3, MAP 94 mmHg
2) Memonitor EKG 12 sadapan untuk perubahan SPO2 98%
EP : ST lead Ekstremitas teraba dingin
3) Memonitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi Pasien lemah
jantung)
EP : A : Masalah belum teratasi
4) Memonitor elektrolit yang dapat meningkatkan
P : Lanjutkan intervensi
resiko aritmia (misal kalium, magnesium serum)
- Identifikasi karakteristik nyeri dada (mis. Intensitas,
EP :
lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
5) Memonitor enzim jantung (misal CK, CK-MB,
- Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan
Troponin T, Troponin I)
- Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi jantung)
EP :
- Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan resiko aritmia
6) Memonitor saturasi oksigen
(misal kalium, magnesium serum)
EP : 98%
- Monitor enzim jantung (misal CK, CK-MB, Troponin T,
7) Mempertahankan tirah baring minimal 12 jam
Troponin I)
EP :
- Monitor saturasi oksigen
8) Menyediakan lingkungan yang kondusif untuk
- Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
beristirahat dan pemulihan
EP :
9) Menganjurkan segera melapor nyeri dada - Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan
EP : pemulihan
10) Menganjurkan menghindari maneuver Valsava - Anjurkan segera melapor nyeri dada
(misal mengedan saat BAB atau batuk) - Anjurkan menghindari maneuver Valsava (misal
EP : mengedan saat BAB atau batuk)
Senin, 2. 1) Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, S : Pasien mengeluh nyeri dada meskipun tanpa aktivitas
05/07/2021 frekuensi, kualitas, dan insensitas nyeri Pasien mengeluh jantung berdebar-debar
EP : Nyeri dibagian dada sebelah kiri, , nyeri O : TD : 70/40 mmHg
seperti ditekan N : 71x/menit
2) Mengidentifikasi skala nyeri MAP 94 mmHg
Skala nyeri 4-5 SPO2 98%
3) Mengidentifikasi respon nyeri non verbal Ekstremitas teraba dingin
4) Mengidentifikasi factor yang memperberat dan Pasien lemah
memperingan nyeri
5) Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan A : Masalah belum teratasi
tentang nyeri
P : Lanjutkan intervensi
6) Mengidentifikasi pengaruh pada kualitas hidup
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
7) Memonitor efek samping penggunaan analgetik
kualitas, dan insensitas nyeri
8) Menggunakan teknik non farmakologis untuk
- Identifikasi skala nyeri
mengurangi rasa nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
9) Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa
- Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
nyeri
10) Memposisikan istirahat dan tidur
- Identifikssi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
11) Menjelaskan periode, penyebab dan pemicu nyeri
- Identifikasi pengaruh pada kualitas hidup
12) Menjelaskan strategi meredakan nyeri
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
13) Menganjurkan menggunakan analgetik sasaran - Gunakan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
tepat nyeri
14) Mengajarkan teknik non farmakologis untuk - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
mengurangi rasa nyeri - Posisikan istirahat dan tidur
15) Mengkolaborasi pemberian analgetik jika perlu
Senin, 3. 1) Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya S : Pasien mengeluh masih sesak nafas dengan aktivitas ringan
05/07/2021 napas O :
EP : RR: 35x/mnt, irama napas cepat dan tidak 1. Dyspnea (2)
teratur 2. Penggunaan otot bantu napas (1)
2) Memonitor pola napas (missal bradipnea, takipnea, 3. Pemanjangan fase ekspirasi (3)
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-Stokes) 4. Frekuensi napas (2)
EP : tidak ada penggunaann oto bantu napas
3) Mengauskultasi bunyi napas A : Masalah teratasi sebagian
EP : tidak ada suara napas tambahan
4) Memonitor saturasi oksigen P : Lanjutkan intervensi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
EP : SpO2 96-98% dengan O2 nasal 4 lpm
- Monitor pola napas (missal bradipnea, takipnea,
5) Mendokumentasikan hasil pemantauan
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-Stokes)
EP : mengisi lembar FS
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Senin, 4. 1) Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang S : Pasien mengeluh jantung berdebar-debar jika beraktifitas
05/07/2021 menyebabkan kelelahan
2) Memonitor kelelahan fisik dan emosional O : KU pasien lemah
3) Memonitor pola dan jam tidur Denyut nadi meningkat saat beraktifitas
4) Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah Nyeri dada bertambah jika banyak aktifitas
stimulus (misal cahaya, suara, kunjungan)
A : Masalah belum teratasi
5) Memberikan aktivitas distraksi yangmenyenangkan
6) Menganjurkan tirah baring P : Lanjutkan intervensi
7) Mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara - Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
meningkatkan asupan makanan menyebabkan kelelahan
- Memonitor kelelahan fisik dan emosional
- Memonitor pola dan jam tidur
- Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(misal cahaya, suara, kunjungan)
- Memberikan aktivitas distraksi yangmenyenangkan
- Menganjurkan tirah baring
- Mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

Anda mungkin juga menyukai