Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

MASALAH DIAGNOSA MEDIK MALARIA

DI RUANG PERAWATAN UMUM 3 RUMAH SAKIT SAMARINDA MEDIKA CITRA

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Profesi Ners Stase

Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh

Nama : Susanti Eka Jati


Nim : P2003032

PROGRAM PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS

WIYATA HUSADA SAMARINDA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

MALARIA

A. DEFINISI

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium


yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual

didalam darah. (Sudoyo Aru, dkk 2009).


Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari

kelompok plasmodium yang berada didalam sel darah merah, atau sel hati
yang ditularkan oleh nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi

sebanyak 80 spesies anopheles dan 18 spesies diantaranya telat dikonfirmasi


sebagai vektor malaria. Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh sporozoadari genus plasmodium yang berada di dalam sel


darah merah, atau sel hati. Sampai saat ini dikenal cukup banyak spesies dari

plasmodia yang terdapat pada burung, monyet, kerbau, sapi, binatang melata.
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan

oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan
splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).

Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan


oleh parasit plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk anopeles (Tjay &

Raharja, 2000).

B. ETIOLOGI
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium, yang selain

menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung,


reptile dan mamalia.

Plasmodium terdiri dari 4 spesies : ( Sudoyo Aru, dkk 2009)


1. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropika (Malignan Malaria)

2. Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertian (Bening Malaria)


3. Plasmodium malariae

4. Plasmodium ovale
Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah

kapiler di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa
sel darah. Hal tersebut dikarenakan oleh infeksi Plasmodium falciparum yang

ditularkan oleh nyamuk anopheles betina (Combes; Coltel; Faille; Wassmer;


Grau, 2006).

a. Morfologi Plasmodium falciparum (lihat gambar 1)


1) Tropozoit awal :  berbentuk cincin yang sangat halus, ukurannya 1/5

eritrosit, dan tidak berpigmen.


2) Tropozoit yang sedang berkembang : (jarang terlihat dalam darah

perifer) berbentuk padat, ukurannya kecil, pigmennya kasar;  berwarna


hitam; dan jumlahnya sedang,

3) Skizon imatur : (jarang terlihat dalam darah perifer) ukurannya hampir


mengisi eritrosit, bentuknya padat, dan pigmennya tersebar.

4) Skizon matur : (jarang terlihat dalam darah perifer) bentuknya


bersegmen, pigmen berwarna hitam dan berkumpul di tengah,

ukurannya hampir menutupi eritrosit.


5) Makrogametosit : waktu timbulnya 7-12 hari, jumlahnya dalam darah

sangat banyak, memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit,  berbentuk


bulan sabit (ujung bulat atau runcing), sitoplasmanya  berwarna biru tua,

pigmennya bergranul hitam dengan inti bulat.


6) Mikrogametosit : waktu timbul, jumlah dan ukurannya sama dengan

stadium makrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru kemerahan,


berbentuk ginjal dengan ujung tumpul, pigmennya  bergranul gelap. 

b. Siklus Hidup Plasmodium (CDC, 2010)


1) Siklus Hidup pada Manusia

a. Sporozoit melalui gigitan nyamuk anopheles betina masuk ke


jaringan sub kutan lalu beredar dalam darah menuju hepar dan

menyerang sel hepar.


b. Parasit berkembang biak dan setelah 1-2 minggu skizon pecah dan

melepasakan merozoit yang lalu masuk aliran darah untuk


menginfeksi eritrosit.

c. Dalam eritrosit, merozoit berkembang menjadi skizon yang pecah


untuk melepaskan merozoit yang punya kemampuan menginfeksi sel

eritrosit baru. Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni.


d. Selanjutnya, setelah 48 jam eritrosit yang terinfeksi (skizon)  pecah

dan 6 - 36 merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah


lainnya. Siklus ini disebut siklus erirositer.

e. Setelah 2-3 minggu siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang


menginfeksi eritrosit akan membentuk stadium seksual (gamet

jantan dan betina).


2) Siklus Hidup pada Nyamuk

a. Nyamuk anopheles betina : menghisap darah yang mengandung


gametosit pembuahan menjadi zigot.

b. Zigot akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus


dinding lambung nyamuk.

c. Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet akan menjadi ookista


dan selanjutnya mengeluarkan sporozoit.

d. Sporozoit bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan jenis parasit yang menginfeksi, malaria dikelompokkan

menjadi 4 macam yaitu : malaria tertian, merupakan malaria yang paling


ringan dan disebabkan oleh plasmodium vivax dengan gejala demam dapat

terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi
selama dua minggu setelah infeksi). Malaria tropika yaitu malaria yang

disebabkan oleh plasmodium falcifarum dan merupakan penyebab sebagian


besar kematian akibat malaria. Hal ini dikarenakan organism bentuk ini sering

menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau dan akhirnya


bias berujung pada kematian. Malaria kuartana, adalah jenis malaria yang

diinfeksi oleh plasmodium lariae, memiliki masa inkubasi lebih lama


dibandingkan dengan jenis malaria yang lain, tapi gejala pertama biasanya

tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut
kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari. Jensi malaria ini mirip dengan

malaria tertian.

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala serangan malaria pada penderita terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
1. Gejala klasik, biasanya ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah

non endemis malaria atau yang belum mempunyai kekebalan (immunitas);


atau yang pertama kali menderita malaria. Gejala ini merupakan suatu

parokisme, yang terdiri dari tiga stadium berurutan:


- menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya sizon dalam

eritrosit dan keluar zat-zat antigenik yang menimbulkan mengigil-dingin.


- demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita mengigil, demam dengan

suhu badan sekitar 37,5-40 derajad celcius, pada penderita hiper parasitemia
(lebih dari 5 persen) suhu meningkat sampai lebih dari 40 derajad celcius.

- berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan
metabolisme tubuh sehingga produksi keringat bertambah. Kadang-kadang

dalam keadaan berat, keringat sampai membasahi tubuh seperti orang mandi.
Biasanya setelah berkeringat, penderita merasa sehat kembali.

Di daerah endemis malaria dimana penderita telah mempunyai imunitas


terhadap malaria, gejala klasik di atas timbul tidak berurutan –bahkan bisa jadi

tidak ditemukan gejala tersebut- kadang muncul gejala lain.


2. Gejala malaria dalam program pemberantasan malaria:

-Demam
-Menggigil

-Berkeringat
- Dapat disertai dengan gejala lain: Sakit kepala, mual dan muntah.

- Gejala khas daerah setempat: diare pada balita (di Timtim), nyeri otot atau
pegal-pegal pada orang dewasa (di Papua), pucat dan menggigil-dingin pada

orang dewasa (di Yogyakarta).

3. Gejala malaria berat atau komplikasi, yaitu gejala malaria klinis ringan diatas
dengan disertai salah satu gejala di bawah ini:

-Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit)


-Kejang, beberapa kali kejang

-Panas tinggi diikuti gangguan kesadaran


- Mata kuning dan tubuh kuning

- Perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan


- Jumlah kencing kurang (oliguri)

- Warna urine seperti teh tua


- Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri)

- Nafas sesak

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan sebelum terjadinya demam : kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit

belakang, merasa dingin dipunggung, nyeri sendi dan tulang, demam


ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin

2. Gejala klasik : triase malaria


 Periode dingin (15-60 menit) : menggigil, badan bergetar, gigi-gigi

saling terantuk, temperature mulai naik, pada anak sering terjadi


kejang

 Periode panas : muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas
seperti rasa terbakar, nyeri kepala, nadi cepat, panas badan tetap

tinggi 2-12 jam


 Periode berkeringat : berkeringat banyak dan temperature turun,

dan merasa sehat


(Sumarmo, 2002)

Manifestasi klinis infeksi plasmodium

Plasmodium Masa Tipe panas Manifestasi klinis

inkubasi (jam)
(Hari)
Falciparum 12 (9-14) 24,36,48 Gejala gastrointestinal :
hemolisis, anemia, ikterus,

hemoglobinuria, syok,
algid maligna, gejala

cerebral, edema paru,


gangguan kehamilan,

kelainan retina,
hipoglikemia, kematian
Vivax 13 (12-17) 48 Anemia kronik,
12 bln splenomegali, rupture

limpa
Ovale 17 (16-18) 48 Anemia kronik,

splenomegali, rupture
limpa
Malariae 28 (18-40) 72 Rekrudensi sampai 50
tahun, splenomegali

menetap, limpa jarang


rupture, sindroma

nefrotik
Sumber : Cook 1988, Sudoyo Aru, hal :2817-2819)

Malaria berat (Sumarmo, herry, dkk 2002)


1. Malaria selebral dengan kesadaran menurun (delirium, stupor, koma)

2. Anemia berat, kadar hemoglobin <5g/dl


3. Dehidrasi, gangguan asam basa ( asidosis metabolik) dan gangguan

elektrolit
4. Hepoglikemia berat

5. Gagal ginjal
6. Edema paru akut

7. Kegagalan sirkulasi (Algid nalaria)


8. Kecenderungan terjadi perdarahan

9. Hipereksia / hyperthermia
10. Hemoglobinuria / balck water fever

11. Ikterus
12. Hiperparasitemia

Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum
menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :

a.            Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang

(sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon


tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan

Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas


demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan

demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria

proxysm) secara berurutan :


1) Periode dingin.

Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering


membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil

sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat


sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15

menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.


2) Periode panas

Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap
tinggi sampai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri

retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun),


kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama
dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan

berkeringat
3) Periode

Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,


sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering

tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat


melakukan pekerjaan biasa.

b. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas
Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras

karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah


(Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi

ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa
kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan

gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut.
Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa

iliaca dekstra.
c. Anemia

Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat


adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran

eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced
survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis

dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).


d. Ikterus

Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat
kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel

darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :


1) Ikterus hemolitik : Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah

merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah
merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua

bilirubin yang di hasilkan


2) Ikterus hepatoseluler : Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin

oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan


hepatoseluler.

3) Ikterus Obstruktif : Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar


hati atau melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif

(Corwin, 2000, hal. 571).

F. PATOFISIOLOGI
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:

a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh

nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam


eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan

betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh
Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari

gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian


mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam

waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk


(Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).

Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit


membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit.

Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah


menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai

ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan


masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam

badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal.
409).

b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi

parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “


sporozoit “ ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim

di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami


pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari

kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di


dalam hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah.

Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah
mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100

ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan


hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran

yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang


baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus.

Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang


di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara

lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder“.


Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di

lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah
merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di

sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis
besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu

tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh


nyamuk.

Patogenesis malaria ada 2 cara;


a.       Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia

b.      Induksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah
manusia melalui transfusi, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui

plasenta ibu yang terinfeksi (kongenital)

G. PATHWAY
H. PENCEGAHAN
1. Pemberian obat anti malaria secara teratur pada anak tiap jadwal vaksinasi

rutin untuk mencegah komplikasi malaria dan anemia.


2. Vaksinasi malaria, saat ini sedang dalam proses pengembangan namun

beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang menjanjikan (Milner et


al., n.d.).

3. Penanganan segera dan kombinasi pengobatan antimalaria yang adekuat


(WHO, 2010)

4. Penegakan diagnosis secara dini (WHO et al., 2001)

I. KOMPLIKASI
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering

disebut pernicious manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-


gejala sebeumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti

pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10 % pada seluruh
penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya merupakan kasus yang

fatal.
Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria

berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan


satu atau lebih komplikasi sebagai berikut :

a. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau
lebih dari 30 menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan

kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale)


ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporous.

b. Acidemia/acidosis ; PH darah <>respiratory distress.

c. Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau

miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi,


talasemia/hemoglobinopati lainnya.

d. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa
atau 12 ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai

kreatinin > 3 mg/dl.

e. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome).

f. Hipoglikemi : gula darah <>

g. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <> 10°C:8).

h. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler

i. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam


j. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan

karena obat anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)

k. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada

pembuluh kapiler pada jaringan otak.

J. PROGNOSIS

Tergantung pada (Zulkarnain dan setiawan, 2007; Harijanto, 2007):


1. Kecepatan/ ketepatan diagnosis dan pengobatan Makin cepat dan tepat

dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya akan memperbaiki


prognosisnya serta memperkecil angka kematiannya.

2. Kegagalan fungsi organ Semakin sedikit bagian vital yang terganggu dan
mengalami kegagalan dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya.

3. Kepadatan parasit Pada pemeriksaan hitung parasit (parasite count)


semakin padat/  banyak jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin

buruk  prognosisnya, terlebih lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam


pemeriksaan darah tepinya.

4. Kadar laktat pada CSS (cairan serebro-spinal) Pada malaria serebral kadar
laktat pada CSS meningkat, yaitu >2,2 mmol/l. Bila kadar laktat >6 mmol/l

memiliki prognosa yang fatal.

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Happus darah tepi

 Tetes darah tepi dengan pewarnaan gimsa (spesies parasit)


 Tetes tebal (lebih sensitive dekteksi parasit)

2. Res serosol
 IFA (inderat Flovorescen Antibody)

 IHA (interean Hemoglotinatiaon)


 Untuk diagnostik akut (+) bila beberapa hari setelah infeksi parasit

3. Pemeriksaan GBC
L. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan malaria berdasarkan penyebabnya yaitu :


1. Malaria Falciparum tanpa komplikasi

Tabel pengobatan lini pertama pada malaria falciparum

Hari Jenis Obat Jumlah Et per menurut kelompok umur

tabl hari
2-11 bln 1-4 th 5-9 thn 10-14 thn >15 thn
1 Artesunat ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ½ 1 2 3 3-4
2 Artesunat ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ½ 1 2 3 3-4
3 Artesunat ½ 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 1 1/2 2

Komposisi obat :
Artesunat : 50 mg/tablet

Amodiakuin : 200 mg/tablet ~ 153 mg amodiakuin base / tablet


Semua pasien (kecuali ibu hamil dan anak usia < 1 tahun) diberikan tablet

Primakuin (1 tablet berisi 15 mg primakuin basa) dengan dosis 0,75


mg/kgBB/oral, dosis tunggal pada hari I (hari pertama minum obat).

Dosis pada tabel diatas merupakan perhitungan kasar bila penderita tidak
ditimbang berat badannya. Dosis yang direkomendasikan berdasarkan berat

badan adalah :
Artesunat : 4 mg/kgBB dosis tunggal/hari/oral, diberikan pada hari I, hari II,

dan hari III ditambah amodiakuin : 25 mg basa/kgBB selama 3 hari dengan


pembagian dosis : 10 mg basa/kgBB/hari/oral pada hari I dan hari II, serta 5mg

basa/kgBB/oral pada hari III.


Apabila dalam suatu daerah belum tersedia obat kombinasi Artesunat dan

Amodiakuin maka dapat digunakan kombinasi Sulfadoksin dan Pirimetamin.


Kombinasi obat ini diberikan dalam dosis tunggal berdasarkan dosis
Sulfadoksin 25 mg/kgBB atau Premetamin 1,25 mg/kgBB (dosis maksimal

dewasa 3 tablet).

Bila tertjadi gagal pengobatan lini pertama, maka diberikan pengobatan

lini kedua seperti tabel dibawah ini :


Tabel Pengobatan lini kedua pada malaria falciparum

Hari Jenis Obat Jumlah Tablet Per Menurut Kelompok Umur


hari
0-1 bln 2-11 1-4 5-9 thn 10-14 thn >15
bln thn thn
1 Kina *) *) 3x½ 3x1 3x1½ 3x2
Tetrasiklin/ - - - - - 4 x 1/

doksisiklin 1x1
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3
2–7 Kina *) *) 3x½ 3x1 3x1½- 3x2
Tetrasiklin/ - - - - 4 x 1/

doksisiklin 1 x1
Keterangan :

 Kina : pada usia < 1 tahun harus berdasarkan berat badan yaitu 30
mg/kgBB/hari f\dibagi 3 dosis.

 Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun. Dosis
doksisiklin untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kg BB/hari.

 Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakanTetrasiklin. Dosis tetrasiklin yaitu


25-50 mg/kgBB/4 dosis/hari atau 4 x 1 (250 mg) selama 7 hari ; tetrasiklin

tidak boleh diberikqan pada umur <12 tahun dan ibu hamil.
 Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak musia < 1 tahun.

Dosis primakuinb : 0,75 mg/kgBB, dosis tunggal.


2.Malaria vivax / ovale
Tabel Pengobatan lini pertama pada malaria vivax / ovale

Hari Jenis Obat Jumlah Tablet Per Menurut Kelompok Umur


hari
0-1 2-11 1-4 5-9 thn 10-14 thn >15
bln bln thn thn
1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
3 Klorokuin 1/8 - ¼ ½ ¾ 3x2
Primakuin -
4-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

Perhitungan dosis berdasarkan berat badan :


Klorokuin : hari I dan II : 10 mg/kgBB, hari III : 5 mg/kgBB

Primakuin : 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari


Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama maka diberikan pengobatan lini

kedua seperti tabel dibawah ini :


Tabel Pengobatan lini pertama pada malaria vivax / ovale

Hari Jenis Obat Jumlah Tablet Per Menurut Kelompok Umur


hari
0-1 2-11 1-4 5-9 thn 10-14 thn >15
bln bln thn thn
1-7 Kina *) *) 3 x 3x1 3x1½ 3x2
1-14 Primakuin - - ½ ½ ¾ 1

Dosis berdasarkan berat badan :


Kina : 30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis

Primakuin : 0,25 mg/kgBB/hari


3. Malaria berat
Pada malaria berat diberikan untuk lini pertama yaitu Artemether injeksi

diberikan secara intramuskuler selama 5 hari. Setiap ampul Artemether


berisi 80 mg/ml. Dosis dan cara pemberian Artemether yaitu:

 Untuk dewasa : dosis inisial 160 mg (2 ampul) IM pada hari ke 1, diikuti


80 mg (1 ampul) IM pada hari ke 2 s/d ke 5.

 Dosis anak tergantung berat badan yaitu :


Hari I : 3,2 mg/KgBB/hari

Hari II-V : 1,6 mg/kgBB/hari


Untuk lini kedua diberikan Kina per infus / drip. Cara pemberian kina per

infus yaitu :
 Dosis dewasa (termasuk ibu hamil) : Kina HCI 25% dosis 10 mg/kgbb (1

ampul isi 2 ml = 500 mg kina HCI 25%) yang dilarutkan dalam 500ml
dekstrose 5% atau NacI 0,9 % diberikan selama 8 jam terus-menerus

sampai penderita dapat minum obat atau Kina HCI 25% (per infus), dosis
10mg/Kg BB/4 jam diberikan setiap 8 jam sampai penderitadapat minum

obat.
 Dosis anak-anak : Kina HCI 25%(per infus), dosis 10 mg/kgBB (bila umur

<2 bulan : 6-8 mg/kgBB) diencerkan dengan 5-10cc dekstrosa 5% atau


NaCI 0,9% per kgBB diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai

penderita sadar dan dapat minum obat.


Bila tidak memungkinkan pemberian Kina per infus maka kina dapat

diberikan intramuskular. Sediaan yang ada untuk pemberian


intramuskulare yaitu Kinin antipirin dengan dosis: 10 mg/kgbb IM (dosis

tunggal).
ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1) PENGKAJIAN

a. Data dasar
1) Identitas Kajian ini meliputi nama, inisial, umur, jenis kelamin,

agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal klien. Selain itu
perlu juga dikaji nama dan alamat penanggung jawab serta

hubungannya dengan klien.


2) Riwayat penyakit dahulu : Berupa penyakit dahulu yang pernah diderita

yang berhubungan dengan keluhan sekarang.


3) Riwayat penyakit sekarang : Meliputi alasan masuk rumah

sakit, kaji keluhan klien, kapan mulai tanda dan gejala. Faktor yang
mempengaruhi, apakah ada upaya-upaya yang dilakukan.

4) Riwayat kesehatan keluarga : Terdapat anggota keluarga yang


menderita penyakit Malaria.

5) Data biologis
 Pola nutrisi Pola minum

 Pola eliminasi ; Terjadi konstipasi dan berkemih


tergantung masukan cairan (Brunner & Suddarth,

2002).
 Pola istirahat dan tidur

 Pola kebersihan
 Pola aktivitas : Keletihan melakukan aktivitas sehari-

hari (Brunner and Suddarth, 2000).


6) Data psikologis

 Status emosi : Klien dapat merasa terganggu dan malu dengan


kondisi yang dialaminya atau tidak (Brunner and Suddarth,

2002).
 Gaya komunikasi : kesulitan berbicara dalam kalimat

panjang/perkataan yang lebih dari 4 atau 5 sekaligus (Doenges,


et, al, 1999).

 Pola interaksi : tidak ada sistem pendukung, pasangan,


keluarga, orang terdekat. Keterbatasn hubunan dengan

orang lain, keluarga atau tidak (Doenges, et, al, 1999).


 Pola koping : Klien marah, cemas, menarik diri atau

menyangkal.
7) Data sosial

 Pendidikan dan pekerjaan : tingkat pengetahuan tentang malaria


(Soeparman, et, al, 1998).
 Hubungan sosial : kurang harmonisnya hubunan sosial

merupakan stressor emosional pernafasan tidak teratur


(Brunner & Suddarth, 2002).

 Gaya hidup : kebiasan merokok, minum minuman


berakohol, sering bergadang (Brunner & Suddarth,

2002).
8) Data spiritual : keterbatasan melakukan kegiatan spiritual

(Brunner &Suddarth, 2002).


b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum lemah


2) Kesadaran composmentis sampai koma

3) Tanda-tanda vital meningkat disebabkan adanya infeksi.


4) Kepala, leher, axilla : ekspresi wajah meringis, takut.

5) Hidung : pernafasan cuping hidung.


6) Dada : berpengaruh apabila tingkatan infeksi tinggi akan mempengaruhi

pernafasan cepat sampai retraksi.


7) Ekstremitas : ekstremitas berkeringat (Brunner & Suddarth,

2002).
Pemeriksaan fisik

- Vital sign
- Pemeriksaan konjungtiva pucat

- Pemeriksaan sclera ikterik


- Splenomegali

Pemeriksaan penunjang :
- Pemeriksaan darah tepi

- Pemeriksaan darah rutin


- Pemeriksaan darah lengkap

- Pemeriksaan serologis
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermia b.d peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek

langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus


b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh asupan

makanan yang tidak adekuat ; anorexia; mual/ muntah


c. Nyeri akut b.d respon inflamasi sistemik, myalgia, atralgia,

diaphoresis
d. Resiko syok (hipovolemia) b.d penurunan volume darah ke

jaringan tubuh (hipovolemia, anemia)


e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan

sirkulasi jaringan ke otak (masa trombositopenia, parsial


abnormal, peningkatan TIK)

f. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d disfungsi endokrin


(diaphoresis poliuri)

g. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum (peningkatan TIK)

3) RENCANA KEPERAWATAN
a. Hipertermia b.d peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek

langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus


Tujuan :

Thermoregulation

Kriteria hasil :

Fever treatment
1. Suhu tubuh dalam rentang normal

2. Nadi dan RR dalam rentang normal


3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi :
Fever treatment

1. Monitor suhu sesering mungkin


2. Monitor IWL

3. Monitor warna dan suhu kulit


4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

5. Monitor penurunan tingkat kesadaran


6. Monitor WBC, Hb, dan Hct

7. Monitor intake dan output


8. Berikan anti piretik

9. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam


10. Selimuti pasien

11. Lakukan tapid sponge


12. Kolaborasi pemberian cairan intravena

13. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila


14. Tingkatkan sirkulasi udara

15. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil


temperature regulation

16. Monitor suhu minimal tiap 2 jam


17. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

18. Monitor TD, nadi, dan RR


19. Monitor warna dan suhu kulit

20. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi


21. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

22. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh


23. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas

24. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek


negatif dari kedinginan

25. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan


emergency yang diperlukan

26. Berikan anti piretik jika perlu


Vital sign Monitoring

27. Monitor TD, nadi, suhu dan RR


28. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

29. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri


30. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

31. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
32. Monitor kualitas dari nadi

33. Monitor frekuensi dan irama pernapasan


34. Monitor suara paru

35. Monitor piola pernapasan abnormal


36. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

37. Monitor sianosis perifer


38. Monitor adanya chusing triad(tekananan nadi melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik)
39. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh asupan


makanan yang tidak adekuat ; anorexia; mual/ muntah

Tujuan :
1. Nutritional Status

2. Nutritional Status : food and fluid


3. Intake

4. Nutritional Status : nutrient intake


5. Weight control

Kriteria hasil:
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tinggi badan

2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan


3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi


5. Menunjukkan peningkatan fungsi pencegahan dari menelan

6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti


Intervensi :

a. Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien


3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin


C

5. Berikan substansi gula


6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat

untuk mencegah konstipasi


7. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsulkan dengan

hli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan

harian
9. Monitor jumlah nutrisi tentang kebutuhan nutrisi

10. Kaji kempuan pasien untuk emndapatkan nutrisi yang


dibutuhkan

b. Nutrition Monitoring
1) BB pasien dalam batas normal

2) Monitor adanya penurunan berat badan


3) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

4) Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan


5) Monitor lingkungan selama makan

6) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam


makan

7) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi


8) Monitor turgor kulit

9) Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah


10) Monitor mual dan muntah

11) Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht


12) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
13) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan

konjungtiva
14) Monitor kalori dan intake nutrisi

15) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah


dan cavitas oral

16) Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet


c. Nyeri akut berhubungan dengan respon inflamasi sistemik, myalgia, atralgia,

diaphoresis
Tujuan :

1. Pain level
2. Pain control

3. Comfort level
Kriteria hasil :

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan


tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen


nyeri

3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)


4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi :
Pain management

40. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

41. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan


42. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien
43. Kaji kultur yang mempengaruhiu respion nyeri

44. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau


45. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan

kontrol nyeri masa lampau


46. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

47. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu


ruangan, pencahayaan dan kebisingan

48. Kurangi faktor presipitasi nyeri


49. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan

inter personal)
50. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

51. Ajarkan tentang non tehnik non farmakologi


52. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

53. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri


54. Tingkatkan istirahat

55. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan neri tidak berhasil
56. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi

3. Cek riwayat alergi


4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika

pemberian lebih dari satu


5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal


7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama


kali

9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat


10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala

d. Resiko syok (hipovolemia) b.d penurunan volume darah ke


jaringan tubuh (hipovolemia, anemia)

Tujuan :
1. Syok prevention

2. Syok management
Kriteria Hasil :

1. Nadi dalam batas yang diharapkan


2. Irama jantung dalam batas yang diharapkan

3. Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan


4. Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan

5. Natrium serum dbn


6. Kalium serum dbn

7. Klorida serum dbn


8. Kalsium serum dbn

9. Magnesium serum dbn


10. PH darah serum dbn

Hidrasi
1. Indicator

2. Mata cekung tidak tidak ditemukan


3. Demam tidak ditemukan

4. TD dbn
5. Hematokrit DBN

Intervensi :
Syok prevention

1). Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut
jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill

2). Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan


3). Monitor suhu dan pernafasan

4). Monitor Input dan Output


5). Pantau nilai labor (Hb, Ht, AGD dan elektrolit)

6). Monitor hemodinamik invasi yang sesuai


7). Monitor tanda dan gejala asites

8). Monitor tanda awal syok


9). Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki elevasi untuk

menigkatkan preload dengan tepat


10). Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas

11). Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat


12).berikan vasodilator yang tepat

13).ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala


datangnya syok

14). ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatsi


gejala syok

e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan


sirkulasi jaringan ke otak (masa trombositopenia, parsial

abnormal, peningkatan TIK)


Tujuan :

1. Circulation status
2. Tisuue perfesion : cerebral

Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :

2. Tekanan systole da diastole dalam rentang yang diharapkan


3. Tidak ada ortostatikhipertensi

4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakarnial


( tidak lebih dari 15 mmHg)

5. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai


dengan:

6. Berhkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan


7. Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi

8. Memproses informasi
9. Membuat keputusan dengan benar

10. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat


kesadaran membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter

Intervensi :
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

panas/ dingin/ tajam/ tumpul


2) Monitor adanya paretese

3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi


atau laserasi

4) Gunakan sarung tangan untuk proteksi


5) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

6) Monitor kemampuan BAB


7) Kolaborasi pemberian analgetik

8) Monitor adanya tromboplebitis


9) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi

f. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d disfungsi endokrin


(diaphoresis poliuri)

Tujuan :
1. Fluid balance

2. Hydration
3. Nutritional status : food and fluid

4. intake
Kriteria Hasil :

1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ


urine normal, Ht normal

2. Takanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal


3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

4. Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak


ada rasa haus yang berlebihan

Intervensi :
1) Timbang popok / pembalut jika diperlukan

2) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat


3) Monitor status dehidrasi (kelembaban membran mukosa,

nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan


4) Monitor vital sign

5) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori


harian

6) Kolaborasi pemberian cairan IV


7) Monitor status nutrisi

8) Berikan cairan IV pada suhu ruangan


9) Dorong masukan oral

10) Berikan penggatian nesogatrik sesuai output


11) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

12) Tawarkan snack (jus buah, buah segar)


13) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

14) Atur kemungkinan tranfusi


Hypovolemia management

15) Monitor status cairan ternmasuk intake dan output cairan


16) Pelihara IV line

17) Monitor tingkat Hb dan hematokrit


18) Monitor tanda vital

19) Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan


20) Monitor berat badan

21) Dorong pasien untuk menambah intake oral


22) Pemberian cairan iv monitor adanaya tanda dan gejala

kelebihan volume cairan


23) Monitor adanya gagal ginjal

g. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum (peningkatan TIK)

Tujuan :
1. Energy conservation

2. Activity tolerance
3. Self care : ADLs

Kriteria Hasil :
1. Berpatisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan

tekanan darah, nadi dan RR


2. Mampu melakukan aktifitas sehari-hari ADLs secara mandiri

3. Tanda-tanda vital normal


4. Energy psikomotor

5. Level kelemahan
6. Mampu berpindah : dengan atau tanpa alat bantu

7. Status kardioppulmunari adekuat


8. Sirkulasi status baik

9. Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat


Intervensi :

Activity Therapy
1. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam

merencanakan program terapi yang tepat


2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu

dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai dengan

kemampuan fisik, psikologi dan social


4. Bantu untuk mengidentifikasi dan memdapatkan sumber

yang diperlukan untuk aktifitas yang diinginkan


5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi

roda,m krek
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai

7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang


8. Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam beraktifitas


9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas

10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan


penguatan

11. Monitor respon fisik, emosi, social dan spritual.


DAFTAR PUSTAKA

Anon. 2007. Plasmodium falciparum. [Online] Available at: HYPERLINK


www.kalbe.co.id www.kalbe.co.id [Accessed 18 Mei 2014] Combes

Divisi penyakit tropic dan infeksi departemen penyakit dalam FK USU/ RS


H.adam malik. 2008. Tetanus. [Online]Available at: HYPERLINK

“ocw.usu.ac.id”ocw.usu.ac.id [Accessed 18 Mei 2014]


Dondorp, Arjen M. 2005.Pathophysiology, clinical presentation and treatment of
cerebral malaria, 10, pp67-77. [Online] Available at: HYPERLINK

“www.neurology-asia.org” www.neurology-asia.org [Accessed 18 Mei 2014]

Endang Haryanti Gani . 1992. Penatalaksanaan Malaria Berat Masa Kini. [Online]
Available at: HYPERLINK “www.kalbe.co.id” www.kalbe.co.id [Accessed 18 Mei

2014]

Iskandar Zulkarnain dan Budi Setiawan. 2007. Malaria Berat dalam: Buku ajar  Ilmu
Penyakit Dalam jilid III ed IV . Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu

Penyakit Dalam. 1745-7

J.A. Berkley, Mwang, F. Mellington, S. Mwarumba and K. Marsh. 1999. Cerebral


malaria versus bacterial meningitis in children with impaired consciousness.Q

J Med oxford Journal , 92, pp151 – 57.

Kusuma. H, dan Nurarif. A. H. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC.
Yogyakarta: Media Hardy

Lili Irawati ,dkk. 2008.  Ekspresi Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α ) Dan

Interleukin-10 (IL-10) Pada Infeksi Malaria Falciparum. Jakarta: Universitas


Andalas.

 
Milner, D.A., Montgomery, J., Rogerson, S.J. & Seydel, K.B., n.d. Severe malaria in

children and pregnancy: an update and perspective. Trends in  Parasitology,


24(12), p.592.

Munthe, C.E. 2001. Laporan Kasus:  Malaria Serebral , 131. [Online] Available at:

HYPERLINK “www.kalbe.co.id” www.kalbe.co.id [Accessed 18 Mei 2014]


Paul N. Harijanto. 2007. Malaria dalam: Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III ed
IV.Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam. 1732-43

Suparman, Eddy. 2005. Malaria pada Kehamilan. [Online] Available at:

HYPERLINK  www.kalbe.co.id www.kalbe.co.id [Accessed 18 Mei 2014]

WHO, 2010. Guideline for the treatment of malaria. Publication. Switzerland: WHO
Press World Health Organization.

WHO, UNDP & UNICEF, 2001.  Roll Back Malaria. [Online] Roll Back Malaria

Partnership
Availableat:HYPERLINK"http://www.rollbackmalaria.org/cmc_upload/0/000/0

15/367/RBMInfosheet_6.pdf"http://www.rollbackmalaria.org/cmc_upload/0/0
00/015/367/RBMInfosheet_6.pdf [Accessed 18 Mei 2014].

Valery; N. Coltel; D. Faille; S. C. Wassmer; G. E. Grau. 2006. Cerebral malaria: role of

microparticles and platelets in alterations of the blood-brain barrier.


International Journal for Parasitology, 36, pp541-46.

Anda mungkin juga menyukai