Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ACS STEMI

RUMAH SAKIT ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Profesi Ners Stase
Keperawatan Gawat Darurat & Kritis

Disusun oleh
Nama : Rima Wulandari
Nim : P2003028

PROGRAM PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS

WIYATA HUSADA SAMARINDA

2021
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Acute Coronary Syndrome (ACS) meliputi berbagai kondisi patologi
yang menghambat aliran darah dalam arteri yang mensuplai jantung (C.
Long, Barbara, 2004). Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan suatu
istilah atau terminology yang digunakan untuk menggambarkan spektrum
keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pectoris tidak
stabil, infark miokard gelombang non Q atau infark miokard tanpa elevasi
segmen ST (Non ST elevation miocard infarction/NSTEMI), infark miokard
dengan gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segment ST (ST
elevation miocard infarction/STEMI) (Departemen Kesehatan, 2007).
Definisi SKA (Sindrom Koroner Akut) merupakan spektrum
manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari
koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen (O2)
miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).

B. ETIOLOGI
1. Faktor penyebab :
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor :
1) Faktor pembuluh darah :
a) Aterosklerosis.
b) Spasme
c) Arteritis
2) Faktor sirkulasi :
a) Hipotensi
b) Stenosos aurta
c) Insufisiensi
3) Faktor darah :
a) Anemia
b) Hipoksemia
c) Polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat :
1) Aktifitas berlebihan
2) Emosi
3) Makan terlalu banyak
4) Hypertiroidisme

c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :


1) Kerusakan miocard
2) Hypertropimiocard
3) Hypertensi diastolic
2. Faktor predisposisi :
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat
seiring pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung
berusia 65 tahun atau lebih dan yang meninggal empat dari lima
orang berusia di atas 65 tahun. Mayoritas berada dalam resiko
pada masa kini merupakan refleksi dari pemeliharaan kesehatan
yang buruk di masa lalu.
2) Jenis kelamin :
Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan
pada wanita resiko lebih besar setelah masa menopause.
Peningkatan pada wanita setelah menopause terjadi akibat
penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam darah.
3) Hereditas
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya
atherosklerosis belum diketahui secara pasti. Tendensi
atherosklerosis pada orang tua atau anak dibawah usia 50 tahun
ada hubungan terjadinya sama dengan anggota keluarga lain
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor :
a) Hiperlipidemia
b) Hipertensi
c) Merokok
d) Diabetes
e) Obesitas
f) Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor:
a) Inaktifitas fisik
b) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif).
c) Stress psikologis berlebihan.

C. MANIFESTASI KLINIS
Rilantono (2005) mengatakan gejala Sindrom Koroner Akut berupa
keluhan nyeri ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas,
menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan
sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa merambat ke
kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada
juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag.
Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
1. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke
otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada
(angina).
Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan
berlangsung selama
lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah,
leher, bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada
waktu istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang
sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang
pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya
menjadi lebih berat atau lebih sering.
3. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya
mengeluh
seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di
ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau
keringat dingin.

D. PATOFISIOLOGI
Faktor penyebab utama pada ACS adalah kurangnya aliran darah ke
miokard yang terbanyak sering disebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis
ditandai dengan adanya akumulasi bahan lemak/lipid dan jaringan fibrosa
pada dinding arteri, pertambahan aterosklerosis membuat lumen dari
pembuluh darah menyempit dan aliran darah terhambat ke daerah
miokardium. Dinding pembuluh darah akan kehilangan elasitasnya dan
menjadi kurang responsif terhadap perubahan volume dan tekanan.

Pathogenesis dari aterosklerosis (C. Long, Barbara, 1999) pada ACS


dimulai dengan lesi atherosklerosis timbul pada permulaan dari arteri
koroner utama. Proses perjalanan penyakit pada awalnya setempat,
kemudian menjadi difus dan bertambah. Lesi yang pertama timbul pada
dinding arteri koroner disebut garis lemak. Sel-sel yang mengandung lipid
atau sel-sel busa (foam cells) invasi ke dalam dinding intima dan
menimbulkan garis-garis lemak, karena penyakit berlanjut kemudian timbul
sejenis benjolan dengan ukuran yang terus meningkat sehingga kapasitas
lumen pembuluh menjadi terbatas. Lesi tersebut merupakan jenis
karakteristik khas aterosklerosis yang berkembang.

Tingkat aterosklerosis yang lebih berkembang ditandai dengan


benjolan fibrosa berkapur. Deposit kapur dapat ruptur dan meningkatkan
resiko spasmus, membentuk thrombus, dan emboli. Ini adalah jenis lesi
aterosklerosis yang menimbulkan gejala coronary artery disease (CAD).
Lumen arteri menjadi begitu sempit, sehingga timbul ketidakseimbangan
suplai oksigen untuk miokardium dibandingkan dengan kebutuhan.

E. PATHWAY
WOC STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)
Modify Unmodify
Blok pada arteri koroner
Merokok, alcohol, hipertensi, jantung Congenital
akumulasi lipid

Non Stemi Blok sebagian Blok total STEMI

ALIRAN DARAH KORONER MENURUN ISKEMIA MIOKARD

B1 Breathing B2 Blood B3 Brain B4 Bladder B5 Bowel B6 Bone

Aliran darah ke paru Edema dan bengkak Metabolisme Aliran darah Nyeri Gangguan fungsi
terganggu sekitar miokard anaerob keginjal menurun ventrikel

Mual/muntah Penurunan aliran


Suplai O2 tidak Jalur hantaran listrik As. Laktat Produksi urin
darah
seimbang dengan terganggu menurun
kebutuhan tubuh Anoreksia
Menyentuh ujung Curah jantung
Pompa jantung tidak Vol. Plasma
saraf reseptor menurun
Meningkatnya terkoordinasi Resiko ketidakseimbangan
kebutuhan O2 nutrisi
Nyeri dada Aliran balik vena Suplai O2 kejaringan
Vol. Sekuncup
menurun
Takipneu turun Hipoksia, iskemia,
Beban jantung infark meluas
Nyeri Akut Kelemahan
PC:Penurunan Retensi Na dan air,
Ketidakefektifan Pola
Curah Jantung Otot rangka kekurangan
Nafas Resti kelebihan eksresi kalium
O2 dan ATP
Intoleransi Aktivitas
volume cairan

Sumber: (Darliana, Devi. 2016. Manajemen pasien ST elevasi miokardial infark (STEMI)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. EKG
Merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, normal EKG tidak
menyingkirkan tidak adanya iskemik miokard atau memulangkan
pasien, pemeriksaan EKG perlu dilakukan secara berkala.
a. NSTEMI : depresi ST segmen >0,5 mm pada sandapan yang
berdekatan atau inversi gelombang T >2 mm yang dinamik
memberikan kecurigaan adanya suatu sindrom koroner akur non
ST elevasi.
b. STEMI: ST elevasi >1 mm pada 2 atau lebih sandapan yang
berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi > 2 mm pada
2 sadapan chest lead, atau gambaran LBBB baru yang menunjukan
adanya suatu sindrom koroner akut dengan elevasi ST/infark
transmural. Gelombang T iskemik biasanya terbalik, dalam dan
simetris. Gelombang Q merupakan tanda kemungkinan terdapat
jaringan yang mati.

NO LOKASI GAMBARAN EKG


1. Anterior Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di V1-V4/V5
2. Anteroseptal Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di V1-V3
3. Anterolateral Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di V1-V6 dan I
dan aVL
4. Lateral Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di V5-V6 dan
inversi gelombang T / elevasi ST / gelombang Q di I dan
aVL
5. Inferolateral Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di II, III, aVF
dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL)
6. Inferior Elevas segmen ST dan atau gelombang Q di II, III, dan
aVF
7. Inferoseptal Elevasi segmen ST dan atau gelombang Q di II, III, aVF,
V1-V3
8. True Posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi
di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9. RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). biasanya
dtemukan konjugasi pada infark inferior. Keadaan ini
hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark
2. Foto Thoraks
Foto thoraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran
jantung atau peningkatan tekanan vena dapat menandakan adanya
infark miokard atau disfungsi ventrikel kiri, namun temuan ini
kadang tidak dapat diandalkan.
3. Enzim jantung
Sel otot jantung yang mati akan mengeluarkan enzim, dan enzim
tersebut dapat membantu dalam menegakkan infark miokard.
a. Creatinin Kinase (CK, CKMB) mulai naik dalam 6 jam,
memuncak dalam 12-16 jam, normal kembali antara 3-4 hari tanpa
terjadi nekrosis baru. Enzim CKMB sering dijadikan indikator
MCI sebab hanya terjadi saat kerusakan jaringan miokard. Nilai
referensi CKMB 0-24 u/l. Kuantitatif Troponin T sebagai kriteria
diagnostik untuk infark miokard akut, baru–baru ini didefinisikan
kembali berdasarkan pengukuran troponin < 0.03 = negative. 0.03
– 0,1 = low. 0,1 – 2 = MCI. > 2 = massive MCI.
b. Elektrolit: ketidakseimbangan elektrolit dalam darah dapat
mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas jantung, misalnya:
hipokalemia, hiperkalemia.
c. Sel darah putih: kadar leukosit biasanya tampak mengalami
peningkatan pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan
proses inflamasi.
d. Kecepatan sedimentasi meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah
IMA menunjukkan inflamasi.
e. AGD: dapat menunjukan hipoksia atau proses penyakit paru akut
maupun kronis.
f. Kolesterol atau trigliserida serum meningkat, menunjukan
arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
4. Echocardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ruang jantung, gerakan katup
atau dinding ventrikel dan konfigurasi atau fungsi katup.
5. Pemeriksaan Pencitraan Nuklir
a) Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel
miokard misalnya lokasi atau luasnya AMI.
b) Technetium : terkumpul dalam sel iskemik disekitar area
nekrotik.
6. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
7. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner, biasanya
dilakukan untuk mengukur tekanan ruang jantung dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan
pada fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau
bersifat darurat.
8. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, ruang jantung atau katup
ventrikel, lesi vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.

G. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari SKA menurut Price & Wilson, 1995 diantaranya:
1. Gagal Jantung Kongesti
Gagal jantung kongesti sirkulasi akibat sirkulasi disfungsi miokard
tempat kongesti tergantung dari ventrikel yang terlibat. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti pada vena
pulmonalis. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik. Kompilkasi mekanis yang
paling sering setelah infark miokard adalah gagal jantung kiri
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah darurat medis yang memerlukan tindakan
cepat dan tepat untuk menghindari kerusakan sel yang ireversibel dan
kematian, biasanya diakibatkan oleh kegagalan ventrikel kiri.
3. Regurgitasi mitral akut
Kelainan regurgitasi mitral akut ini dapat relatif ringan dan bersifat
sementara bila disebabkan oleh disfungsi otot papilaris. Ruptur otot
papilaris/korda tendinea lebih jarang dan sering menyebabkan gagal
jantung akut dan penurunan tekanan darah. Inkompetensi katup akibat
aliran balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri, akibat yang terjadi
adalah pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti atrium
kiri dan vena pulmonalis.
4. Ruptur jantung dan septum
Ruptur ventrikel menyebabkan tamponade karena dinding nekrotik
yang tipis sehinga terjadi perdarahan massif ke dalam jantung
perikardium sehingga menekan jantung.
5. Tromboembolisme
Trombus mural dapat ditemukan di ventrikel kiri pada tempat infark
miokard dan kadang-kadang terjadi dalam 24 jam pertama, bila
diketahui ada trombus mural maka anti koagulan perlu diberikan.
6. Aneurisma Ventrikel
Aneurisma ventrikel dapat timbul setelah terjadi MCI transmural.
Nekrosis dan pembentukan parut membuat dinding miokard menjadi
lemah. Ketika sistol, tekanan tinggi dalam ventrikel membuat bagian
miokard yang lemah menonjol keluar. Darah dapat merembes ke dalam
bagian yang lemah itu dan dapat menjadi sumber emboli. Disamping
itu bagian yang lemah dapat mengganggu curah jantung kebanyakan
aneurisma ventrikel terdapat pada apex dan bagian anterior jantung.
7. Perikarditis
Sering ditemukan dan ditandai dengan nyeri dada yang lebih berat pada
inspirasi dan tidur terlentang. Infark transmural membuat lapisan
epikardium yang langsung kontak dengan perikardium kasar, sehingga
merangsang permukaan perikard dan timbul reaksi peradangan.
8. Aritmia
Lazim ditemukan pada fase akut MCI, aritmia perlu diobati bila
menyebabkan gangguan hemodinamik. Aritmia memicu peningkatan
kebutuhan O2 miokard yang mengakibatkan perluasan infark.

H. PENATALAKSANAAN
Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien SKA
adalah:
1. Oksigenasi
Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan
oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan
beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan
level oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul hidung.
2. Nitrogliserin (NTG)
digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara
sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap
ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–
10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik
jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki
pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di
miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah
tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri coroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet
(masih menjadi pertanyaan).
3. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan
kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan
venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi
menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after
load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan.
Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual,
bradikardi, dan depresi pernapasan
4. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien Sindrom coroner akut jika
tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah
menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah
pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan
agregasi platelet dan konstriksi arterial.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

a) Tingkat kesadaran

Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang dipantau dengan


ketat. Perubahan penginderaan berarti jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk oksigenasi otak. Bila pasien
mendapatkan obat yang mempengaruhi fungsi pembekuan darah,
maka pengawasan terhadap adanya tanda-tanda perdarahan otak
merupakan hal penting yang harus dilakukan.

b) Nyeri dada
Nyeri dada bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan
kanan. Nyeri juga dapat di jumpai pada daerah epigastrium dan
menstimulasi gangguan pada saluran percernaan seperti mual,
muntah. Rasa tidak nyaman didada dapat menyebabkan sulit
bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas. Nyeri dada tidak selalu
itemukan pada pasien STEMI terutama pada pasien yang lanjut usia
ataupun menderita diabetes mellitus. Frekuensi dan irama
jantungFrekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus
menerus. Adanya disritmia dapat merupakan petunjuk
ketidakseimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen jantung dan di
pantau terhadap perlunya diberikan terapi antidisritmia. Bila terjadi
disritma tanpa nyeri dada, maka parameter klinis lain selain
oksigenasi yang adekuat harus di cari, seperti kadar kalium serum
terakhir.
c) Bunyi jantung
Bunyi jantung harus diauskultasi secara terus-menerus, karena bunyi
jantung abnormal dapat timbul. Deteksi dini S3 yang diikuti
penatalaksanaan medis yang agresif dapat mencegah edema paru
yang mengancam jiwa. Adanya bunyi murmur yang sebelumnya
tidak ada menunjukkan perubahan fungsi otot miokard sedangkan
friction rub menunjukkan adanya perikarditis.
d) Denyut nadi perifer

Denyut nadi perifer dievaluasi secara teratur. Perbedaan frekuensi


nadi perifer dengan frekuensi denyut jantung menegaskan adanya
disritmia seperti atrial fibrilasi. Denyut nadi perifer paling sering di
evaluasi untuk menentukan kecukupan aliran darah ke ekstremitas.

e) Status volume cairan


Pengukuran intake dan output cairan penting dilakukan. Cairan yang
seimbang dan cenderung negatif akan lebih baik untuk menghindari
kelebihan cairan dan kemungkinan gagal jantung. Berkurangnya
haluran urine (oliguria) yang disertai hipotensi merupakan tanda
awal shock kardiogenik.
f) Pemberian oksigen
Hipoksemia dapat terjadi akibat dari abnormalitas ventilasi dan
perfusi akibat gangguan ventrikel kiri. Oksigen harus diberikan pada
pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien
STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama. Pemberian oksigen harus diberikan bersama dengan terapi
medis untuk mengurangi nyeri secara maksimal (Rachmawati,
2017).
Data subjektif

Ketika tahap akut infark miokard, termasuk dalam data subjektif


adalah persepsi pasien tentang nyeri dada yang dirasakannya.
Persepsi pasien tentang nyeri dada yang dialaminya ini menyangkut
PQRST, yaitu :

1) Provocatif/paliatif: nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat


atau tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
visceral).
2) Quality/crushing: menyempit, berat, menetap, tertekan.
3) Radiasi/penyebaran: tipikal pada dada anterior, substernal,
prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, dan wajah. Tidak
tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, dan leher.
4) Skala/severity: pada skala 1-10, berhubungan dengan pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialaminya.
5) Waktu/time: lamanya kurang dari 20 menit untuk iskemia, pada
infark miokard, nyeri timbul terus menerus, tidak hilang dengan
obat dan istirahat, dan lamanya lebih dari 20 menit. Catatan nyeri
mungkin tidak ada pada pasien dengan diabetes mellitus,
hipertensi, dan pasien pasca operasi.

Data Objektif

Termasuk dalam data objektif adalah kedaan fisik dan psikologis


pasien. Pemantauan dilakukan secara terus menerus untuk
kemungkinan timbulnya disritmia dan mengantisipasi terjadinya
fibrilasi ventrikel yang dapat mengancam nyawa pasien pada tahap
akut MCI.

1) Tampilan umum: pasien tampak pucat, berkeringat, gelisah,


mungkin terdapat gangguan pernapasan yang jelas dengan tachipneu
dan sesak napas.
2) Sinus takikardi (100-120 x/menit) terjadi pada 1/3 pasien. Denyut
jantung rendah mengindikasikan sinus bradikardi atau blok jantung
sebagai komplikasi dari infark. Peningkatan tekanan darah moderat
disebabkan oleh pelepasan katekolamin. Hipotensi timbul
merupakan tanda syok kardiogenik.
3) Peningkatan aktifitas vagal menyebabkan mual dan muntah dan
dikatakan lebih sering terjadi pada infark inferior.
4) Bunyi napas tidak terdengar adanya perubahan kecuali bila timbul
edema paru akan terdengar krackles.
5) Bunyi jantung: normal atau terdapat S3/S4/murmur.
6) Terdapat faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner: hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes mellitus, merokok, obesitas, usia, jenis
kelamin, keturunan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan SKA adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan Perubahan irama jantung
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan

3. INTERVENSI

a. Manajemen Nyeri

Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
7) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
1) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Pemberian analgetik, jika perlu
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
b. Perawatan Jantung
Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi
dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea,
peningkatan CVP)
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah (temasuk tekanan darah orostaltik, jika perlu)
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
6. Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)
7. Monitor EKG 12 sadapan
8. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
9. Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung, BNP,
NTpro-BNP)
10. Monitor fungsi alat pacu jantung
11. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas
Terapeutik

1. Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein, natrium,
kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
3. Fasilitasi pasien dan keluarga atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi
4. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
5. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
Edukasi

1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi


2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
c. Manajemen Energi
Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor pola dan jam tidur
3) Monitor kelelahan fisik dan emosional
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
2) Resiko penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan preload
– afterload.
2. Perawatan Jantung
Observasi
1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor intake dan output cairan
5) Monitor saturasi oksigen
6) Monitor keluhan nyeri dada
7) Monitor EKG 12 Sandapan
Terapeutik
1) Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
2) Berikan diet jantung yang sesuai
3) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk memotivasi gaya hidup sehat
4) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
5) Berian dukungan emosional dan spiritual
6) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Edukasi
1) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2) Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
3) Anjurkan berhenti merokok
4) Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan.
5) Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan
harian.
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2) Rujuk ke program rehabilitasi jantung
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Linda Juall. 1993. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek


Klinis, ed 6. Jakarta: EGC.
Hendrayanto. 2004. Ilmu Penyakait Dalam. Jilid 1. Jakarta : FKUI
Junadi P, sumasto A, amelsz H. 1989. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
kedua. Media Aeskulapius. Fakultas kedikteran UI.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta
NANDA, 2001, Nursing Diagnoses : Definitions and Classification 2001-
2002, Philadelphia
Price Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Syamsuhidayat, R & Jong,W. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai