Anda di halaman 1dari 20

BAB I

STATUS PASIEN
A.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. Than Showa

Umur

: 3 bulan

Pekerjaan

:-

Agama

: Islam

Alamat

: Kedung Waduk, Sragen

Tanggal masuk

: 28 Febuari 2016

Tanggal Pemeriksaan : 29 Februari 2016


No. CM
B.

: 01322012

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Perut kembung tidak bisa BAB
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam, muntah, dan
perut kembung, serta tidak bisa BAB. Kemudian pasien dibawa ke RSUD Sragen
selanjutnya diinjeksi, diinfus, dan dilakukan pasang selang makan serta selang dari
dubur. Pasien dibawa ke RSDM karena keluhan tidak berkurang dan keterbatasan
sarana. Pasien belum pernah mengalami kejadian serupa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi obat/makanan

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat alergi obat/makanan

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

5. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu G2P2A0 pada usia kehamilan 30 minggu pervaginam. Saat lahir
pasien menangis kuat, ketuban jernih, tidak berbau, mekoneum (-).
Panjang badan

: 44 cm

Berat badan lahir

: 3200 gram

6. Riwayat Kehamilan
Riwayat Ibu ANC
Riwayat Ibu sakit saat hamil
Riwayat konsumsi jamu saat hamil

: rutin di bidan setempat


: disangkal
: disangkal

7. Riwayat Imunisasi
Pasien belum Hep B 3, polio 3, DPT 3, dan BCG

C.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum

: tampak sakit sedang, menangis kuat, gerak aktif, gizi kesan

kurang, BB = 6 kg, PB = 60 cm.


2. Vital sign

: 128 x/menit regular, simetris, isi dan tegangan cukup

RR

: 23 x/menit

: 37,8 oC

SO2

: 96%

3. Kulit
4. Kepala
5. Mata
6. Telinga
7. Hidung
8. Mulut
9. Leher
10. Thorak
11. Cor

: kulit tak tampak ikterik, kering (-), , hiperpigmentasi (-)


: mesocephal
: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)
: sekret (-/-), darah (-/-)
: bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar darah (-).
: mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-), jejas (-).
: pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-).
: normochest, retraksi (+) minimal, gerakan dinding dada simetris

Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak.

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat, sulit teraba


2

Perkusi

: batas jantung sulit dievaluasi

Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-).

12. Pulmo
Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan kiri.

Palpasi

: fremitus raba kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor/sonor.

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-).


13. Abdomen
Inspeksi

: dinding perut > dinding dada, distended

Auskultasi

: bising usus (+)

Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, massa (-), nyeri tekan (+), hepar lien tidak teraba

14. Urinaria
: BAK darah (-), BAK nanah (-)
15. Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis (+) teraba kuat
Akral dingin

Oedema

NGT terpasang dengan


tube

D.

produk kehijauan dan terpasang rectal

ASSESMENT I
Ileus obstruktif letak tinggi e.c. susp invaginasi
Anemia
Hipokalemia

E.

PLANNING I
1. O2 nasal canule 2 lpm
2. IVFD Kaen 3B 25 ml/jam
3. Inj Metamizole 60 mg/8 jam
4. Inj Cefotaxime 200 mg/12 jam
5. Koreksi Hb dengan target Hb 8
6. Cek lab darah rutin, golongan darah, GDS, HbsAg, AGD, elektrolit
3

7. Foto BabyGram
F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium darah (28/02/2016)
Pemeriksaan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Golongan darah
Hemostasis
PT
APTT
INR
Kimia Klinik
GDS
Albumin
Creatinine
Ureum
Elektrolit
Natrium darah
Kalium darah
Calsium ion
Serologi Hepatitis
HBsAg

Hasil

Satuan

Rujukan

6.2
19
20.8
610
2.26
B

g/dL
%
ribu/l
ribu/l
juta/l

10.8 12.8
35 43
5.5 17.0
150 450
3.90 5.30

13.8
24.2
1.130

detik
detik

10.0 15.0
20.0 40.0

119
3.6
0.3
16

mg/dl
g/dl
mg/dl
mg/dl

50 80
3.2 4.5
0.2 0.4
<42

128
2.4
1.29

mmol/L
mmol/L
mmol/L

129 147
3.6 6.1
1.17 129

nonreactive

Nonreactive

2. Foto Baby Gram

G.

ASSESMENT II
Ileus obstruktif letak tinggi ec susp invaginasi

H.

PLANNING II
1.

MRS Bangsal

2.

Perbaikan KU

3.

Cek lab post koreksi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI
2.1.1. Usus Halus
Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan
ileum. Panjang duodenum kira-kira 20 cm, jejenum 100-110 cm, sedangkan ileum 150-160
cm. Jejunoileum memanjang dari ligamentum Treitz ke katup ileosekal. Jejenum lebih besar
dan lebih tebal jika dibandingkan dengan ileum, dan hanya memiliki satu atau dua arcade
valvular dibandingkan empat sampai lima pada ileum.
Usus kecil digantung oleh mesenterium yang membawa pasokan vascular dan
limfatik. Mesenterium berjalan secara oblik dari kiri L2 ke kanan dari sendi S1 dan bersifat
sangat mobile. Pasokan darah ke jejunum dan ileum melalui arteri mesenterika superior, yang
juga melanjutkan pasokan sampai kolon transversal proksimal. Arcade vaskular dalam
mesenterium menyediakan pasokan kolateral. Drainase vena sejajar dengan pasokan arteri,
membawa ke vena mesenterika superior, bergabung dengan vena splenika di belakang
pancreas untuk membentuk vena porta. Drainase limfatik dari dinding usus melalui nodus
mesenterikus ke nodus mesenterikus superior ke dalam sisterna kili dan akhirnya ke duktus
5

torasikus. Lipatan mukosa membentuk plica plika sirkularis transversal sirkumferensial.


Persarafannya adalah parasimpatis dan mempengaruhi sekresi serta motilitas . Simpatik
berasal dari nervus splanikus melalui pleksus seliaka, mempengaruhi sekresi dan motalitas
usus serta vascular dan membawa aferen rasa nyeri.1

Gambar 1. Anatomi usus halus


Dinding usus halus di bagi dalam 4 lapisan :
1. Tunica Serosa.
Terdiri dari jaringan ikat longgar yang dilapisi oleh mesotel.
2. Tunica Muscularis.
Dua selubung otot polos tidak bergaris membentuk tunica muskularis usus halus.
Lapisan ini paling tebal di dalam duodenum dan berkurang dalamnya kearah distal.
Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum sirkulare.
Plexus myentericus (Auerbach) dan saluran limfe terletak di antara kedua lapisan otot
ini.
3. Tunica Submukosa.
Tunica Submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara tunika
muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak dibawah
mukosa. Dalam ruang ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe.
Juga ditemukan neuroplexus Meissner.
4. Tunica Mukosa.
Tunica mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum tersusun dalam lipatan
sirkuler tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing- masing
lipatan ini ditutup dengan tonjolan vili.
Lipatan dan vili lebih banyak di dalam jejunum dibandingkan di dalam ileum,
6

sehingga jejunum bertanggung jawab lebih besar dalam absorbsi.


Ada dua area dalam tingkatan submukosa dan bagian spesifik usus halus :
1. Plaque peyer
Plaque peyer terutama berada di dalam ileum dan lebih banyak ke distal. Ia terdiri
dari agregasi lymphaticus yang dikelilingi oleh plexus lymphaticus di atas permukaan
mesenterica usus.
2. Glandula Brunner
Glandula Brunner ada hampir seluruhnya di dalam duodenum, tetapi di dalam
jejunum proximal juga terdapat di proximal dan menurun dengan penuaan.
2.1.2. Usus Besar
Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5 meter,
terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada saat kosong 6,5
cm dalam sekum, dan berkurang menjadi 2,5 cm dalam sigmoid. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Katup ileosekal
mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik
bahan fekal dari usus besar ke usus halus.
Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan sigmoid.
Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut fleksura hepatica dan
kiri disebut fleksura lienalis.

Gambar 2. Anatomi usus besar


Dinding kolon terdiri dari 4 lapisan, yaitu:
7

1. Tunica Serosa
Membentuk apendises epiploica, yaitu kantong-kantong kecil yang berisi lemak dan
menonjol dari serosa, kecuali pada rectum.
2. Tunica Muscularis
Terdiri atas stratum longitudinal di sebelah luar dan stratum circular di sebelah dalam.
Stratum circular membentuk m.Sphincter ani internus sedangkan stratum longitudinale
membentuk 3 pita yang disebut taenia coli, yang lebih pendek dari kolon itu sendiri
sehingga membentuk kolon berlipat-lipat seperti kantong (haustrae).
3. Tunica Submucosa
Dibentuk oleh jaringan penyambung longgar yang berisi pembuluh darah dan kelenjar
getah bening.
4. Tunica Mukosa
Licin karena tidak mempunyai vili, permukaan dalamnya mempunyai lipatan-lipatan
berbentuk bulan sabit karena tidak mencapai seluruh lingkaran lumen dan dinamakan
plicae semilunares.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan suplai
darah yang diterimanya. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan kanan yaitu
sekum, kolon ascenden dan duapertiga proximal kolon transversum. Sedang arteri
mesenterika inferior memperdarahi sepertiga kolon transversum, kolon descenden, sigmoid
dan bagian proximal rectum. Arteri mesenterika superior akan bercabang ke a. ileokolika, a.
kolika dextra, sedangkan arteri mesenterika inferior akan bercabang ke a. kolika sinistra, a.
sigmoid, a. hemoroidalis superior.
Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan arterinya. V.mesenterika
superior untuk kolon ascenden dan transversum. Sedang v.mesenterika inferior untuk kolon
descenden, sigmoid dan rectum.
Rektum disuplai oleh a. hemoroidalis superior (cabang dari a.mesenterika inferior)
dan a.hemoroidalis inferior (cabang dari a.pudenda interna). Sedang aliran venanya yaitu
v.hemoroidalis superior dan inferior.

Gambar 3. Perdarahan usus


Aliran limfe pada rectum yaitu, inguinal, kelenjar iliaka interna, kelenjar para
kolik, kelenjar di mesenterium, dan kel.para aorta.
Usus besar diperarafi oleh sistem otonom kecuali sfingter externa diatur secara
volunter. Kolon dipersarafi oleh system parasimpatis yang berasal dari n.splannikus dan
pleksus presakralis serta serabut yang berasal dari n.vagus. Sedangkan rectum dipersarafi oleh
serabut simpatis yang berasal dari plexus mesenterikus inferior dan dari system parasakral
yang terbentuk dari ganglion simpatis L 2-4 serta serabut simpatis yang berasal dari S 2-4.
2.2. INVAGINASI
2.2.1. Definisi
Invaginasi atau yang juga dikenal sebagai intususepsi adalah suatu keadaan gawat
darurat akut dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya sehingga dapat
menyebabkan obstruksi yang disusul dengan strangulasi usus. Umumnya bagian usus yang
proksimal masuk ke bagian distal.5
Bagian segmen usus yang masuk ke bagian distal disebut intususeptum,
sedangkan bagian usus yang membungkus intususeptum disebut intususipien.

Gambar 4. Invaginasi
2.2.2. Insidens
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, namun kelainan ini umumnya
ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan
bertambahnya usia. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki laki,
dengan perbandingan laki laki dan perempuan tiga banding dua.
Insidens pada bulan Maret Juni dan bulan September Oktober meninggi. Hal
tersebut mungkin berhubungan dengan perubahan musim dimana pada saat tersebut insidens
infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi, sehingga banyak ahli yang menganggap
bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab.
2.2.3. Etiologi
Sebagian besar invaginasi belum diketahui penyebabnya, namun berdasarkan faktafakta yang dikumpulkan diperkirakan penyebab invaginasi adalah:
1. Adanya penebalan Plaque Peyer akibat suatu proses dari infeksi virus pada usus.
Adenovirus ditemukan dari limfonodi mesenterika pada pembedahan dan juga dari
biakan permukaan dengan presentase yang lebih tinggi pada anak dengan invaginasi
daripada control. Invaginasi pada anak biasanya disebut idiopatik, dimana disebabkan
oleh penebalan plaque Peyeri yaitu suatu jaringan limfoid di dinding ileum bagian
distal, yang dapat merangsang peristaltic usus sebagai upaya untuk mengeluarkan
massa tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.
2. Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltic yang meniggi.
Perubahan flora biasa terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan dengan perubahan
10

pola makan pada bayi. Pada saat ini peristaltic anak akan meningkat dan dapat
menyebabkan terjadinya invaginasi.
3. Gerakan peristaltic yang berlebihan seperti pada polip usus, divertikel Meckel,
limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan mesenteric hematom merupakan
pencetus pada anak di atas usia 2 tahun atau orang dewasa.
Sekali usus bagian proximal masuk ke bagian usus distal, oleh adanya peristaltic,
maka bagian usus proximal ini akan tetap ada dan bahkan lebih jauh masuk dalam usus
bagian distal.
2.2.4. Patofisiologi
Terdapat berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya invaginasi pada
orang dewasa yang pada intinya adalah gangguan motilitas usus yang terdiri dari dua
komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang
terfiksir atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya. Karena peristaltik bergerak dari
oral ke anal, sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau
proksimal. Namun, pada keadaan khusus seperti pada pasien pasca gastrojejunostomi dapat
terjadi sebaliknya

atau yang

disebut

retrograd

intususepsi. Keadaan lain yang sering

menyebabkan invaginasi adalah karena suatu disritmik peristaltik usus. Akibat adanya
segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya dinding usus akan terjepit sehingga aliran
darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan

patologik

yang

diakibatkan

intususepsi

terutama

mengenai

intususeptum. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh
karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat
penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi sedemikian
besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan lendir
dan darah ke dalam lumen yang biasa disebut red currant jelly, selain itu dapat juga terjadi
ulserasi pada dinding usus. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren yang dapat
berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan dari intisuseptum
umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga
obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi. Proses strangulasi tersirat oleh
adanya rasa sakit & perdarahan per rectal. Serangan sakit mula-mula hilang timbul namun
kemudian menetap, gelisah sewaktu serangan dan sering disertai rangsangan muntah.
11

Puncak invaginasi dapat berjalan sampai ke kolon tranversum, desenden, sigmoid,


bahkan sampai melewati anus. Tanda ini harus dibedakan dari prolaps rectum. Proses
obstruksi usus sebenarnya sudah dimulai sejak invaginasi terjadi, tetapi penampilan klinik
obstruksi memerlukan waktu. Umumnya setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam gejala.
2.2.5. Klasifikasi
Berdasarkan letaknya invaginasi dibagi menjadi:3
1.
2.
3.
4.

Enterica atau masuknya segmen usus halus yang satu ke usus halus lainnya.
Enterocolica dimana ileum masuk ke dalam kolon atau sekum
Colica dimana kolon masuk ke kolon
Prolapsus ani atau keluarnya rektum melalui anus

2.2.6. Gejala Klinis


Gejala yang timbul cenderung bersifat tiba-tiba, karena anak biasanya dalam keadaan
gizi yang baik, lalu secara tiba-tiba menangis kesakitan sehingga bayi akan cenderung
menarik lutut ke arah perut yang berlangsung beberapa menit. Serangan nyeri tersebut
kemudian berulang dengan jarak 10 sampai 20 menit. Serangan juga diikuti dengan muntah,
lalu diluar serangan penderita akan terlihat lemas dan tertidur, namun terbangun kembali saat
serangan datang.
Pada awalnya saat belum terjadi gangguan pasase usus secara total feses yang terlihat
masih dalam batas normal, namunsaat terjadi gangguan total feses mulai bercampur darah
segar dan lendir, yang lama kelamaan tinggal darah segar dan lendir.
Pada pemeriksaan abdomen yang biasa ditemukan adalah adanya suatu massa berbentuk
seperti sosis yang membentang dari daerah hipokondrium kanan dan membentang sepanjang
colon transversum yang dapat teraba saat pasien dalam keadaan tenang. Pada kuadran kanan
bawah biasanya terdapat daerah yang kosong dan cekung yang biasa disebut dances sign,
dan jika invaginasi terus berjalan sampai melewati colon desendens dan sigmoid dapat teraba
massa yang prolaps pada daerah anus.
Pembuluh darah mesenterium yang terjepit mengakibatkan gangguan vonous return
dan mengakibatkan terjadinya kongesti. Akibat dari kongesti vena yang dapat terlihat jelas
adalah adanya peradarahan rektum. Jika cedera pada pembuluh darah sudah besar perdarahan
biasanya berwarna merah kehitaman dan disertai dengan lendir yang biasa disebut sebagai
red currant jelly. Perdarahan yang masih relatif sedikit biasanya dapat ditemukan pada saat
melakukan rectal touche.

12

Setelah terjadi sumbatan total terdapat tanda-tanda obstruksi seperti perut kembung
dengan gambaran peristaltik yang jelas, serta muntah yang berwarna kehijauan. Dari
pemeriksaan rectal touche didapatkan tonus sphincter yang melemah, dan saat jari ditarik
keluar terdapat darah yang bercampur dengan lendir.4
2.2.7. Diagnosis
Diagnosis invaginasi ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang.
Terdapat gejala khas yang biasa disebut sebagai trias gejala, yaitu:5
1. Nyeri perut tiba-tiba, yang hilang timbul dengan periode serangan setiap 10 sampai 20
menit.
2. Teraba masa tumor di daerah hipokondrium kanan dan membentang sepanjang colon
transversum yang dapat teraba saat pasien dalam keadaan tenang.
3. Buang air besar bercampur darah dan lendir.
Namun ada pula yang mengganti terabanya massa dengan muntah yang berwarna kehijauan,
karena sulitnya meraba massa tumor saat penderita terlambat memeriksakan diri.
2.2.8. Pemeriksaan Penunjang
2.2.8.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah lekosit atau lekositosis >
10.000/mm3.
2.2.8.2. Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa pemeriksaan radiology yang dapat digunakan sebagai acuan diagnostik, antara
lain:
1. Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara di dalam usus yang tidak
merata, usus cenderung terdesak ke kiri atas, dan dalam keadaan lanjut terlihat
gambaran obstruksi usus pada posisi tegak dan lateral dekubitus berupa gambaran
air fluid level, serta dapat terlihat free air jika sudah terjadi perforasi.
2. Barium enema
Barium enema selain dapat berfungsi sebagai alat diagnostic juga dapat berfungsi
sebagai terapi. Sebagai alat diagnostic barium enema berfungsi jika gejala klinik yang
terlihat sedikit meragukan. Dengan kontras gambaran yang akan terlihat berupa
gambaran cupping atau coiled spring appearance.

13

Gambar 5. Gambaran cupping dan coiled spring appearance


3. Ultrasonografi (USG)
Tanda invaginasi yang dapat terlihat pada USG berupa target lesion atau bisa juga
disebut doughnut sign.

Gambar 6. Gambaran target lession atau doughnut sign


2.2.9. Penatalaksanaan
Invaginasi termasuk dalam kasus gawat darurat, sehinga diperlukan tindakan secara cepat
berupa:
1. Perbaiki keadaan umum pasien
2. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi & mencegah aspirasi.
3. Rehidrasi
4. Obat-obat penenang untuk penahan rasa sakit.
Setelah keadaan umum baik dilakukan tindakan pembedahan, bila jelas telah
tampak tanda-tanda obstruksi usus. Atau dilakukan tindakan reposisi bila tidak terdapat
14

kontraindikasi.
Dasar pengobatan pada invaginasi ialah reposisi usus yang masuk ke lumen usus
lainnya. Reposisi dapat dicapai dengan barium enema, reposisi pneumostatik atau
melalui pembedahan.
2.2.9.1. Reduksi Hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter
dengan tekanan tertentu dengan diikuti oleh X-ray. Mula-mula tampak bayangan barium
bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi, dengan tekanan hidrostatik sebesar
sampai 1 meter air, barium didorong ke arah proksimal. Tekanan hidrostatik tidak boleh
melewati 1 meter air agar tidak terjadi perforasi selain itu tidak boleh dilakukan penekanan
manual di perut sewaktu dilakukan reposisis hidrostatik.
Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum terminalis, serta
pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan akan keluar melalui dubur.
Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat terlihat coiled spring appearance.
Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium pada haustra sepanjang bekas tempat
invaginasi
Pada saat sekarang ini barium enema yang digunakan untuk prosedur diagnostic,
kurang lebih 75% berhasil mereduksi invaginasi. Pemberian sedikit sedative yang cukup
sebelum prosedur enema sangat banyak membantu berhasilnya reduksi hidrostatik ini.

Gambar 7. Therapi dengan menggunakan barium enema


15

Indikasi:
1. Tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum
2. Tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi
3. Tidak dehidrasi
4. Gejala invaginasi kurang dari 48 jam
Kontra indikasi:
1. Distensi abdomen yang berlebihan
2. Invaginasi rekuren
3. Gejala invaginasi lebih dari 48 jam
4. Peritonitis
5. Perforasi
Keuntungan reposisi hidrostatik
1. Kemungkinan terjadinya perforasi lebih sedikit
2. Lama perawatan lebih pendek, karena tidak bersifat traumatic
Kerugian reposisi hidrostatik itu sendiri adalah cukup banyaknya kasus invagianasi
berulang, karena tidak dilakukan reseksi.
2.2.9.2. Reduksi Manual dan Reseksi Usus
Indikasi reduksi manual adalah pada pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan
peningkatan suhu serta angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan
penyakit sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan
sistem usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis.
Pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi Laparotomi dengan incisi transversal
interspina Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan
dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990).
Pelaksanaan operatif:
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada
kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan
16

koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit.


Pembedahan sudah dapat dilakukan kalau perfusi jaringan sudah cukup yang
dapat diukur secara klinis dari produksi urin, yaitu 0,5 - 1 ml/kgBB/jam melalui
kateter. Kriteria lainnya adalah suhu tubuh kurang dari 38C, nadi kurang dari 120 kali
per menit, pernapasan tidak lebih dari 40 kali/ menit, turgor kulit membaik, dan
paling utama kesadaran yang baik. Biasanya dengan pemberian cairan sejumlah 50%
dari kebutuhan (untuk koreksi & kebutuhan normal), perfusi jaringan sudah dapat
dicapai.
Pembedahan dan anestesi yang dikerjakan pada waktu perfusi jaringan tidak
memadai akan menyebabkan tertimbunnya hasil-hasil metabolisme yang seharusnya
dikeluarkan dari tubuh, dan hal ini akan mengakibatkan oksigenasi jaringan yang
buruk, yang dapat berakibat kerusakan sel yang irreversible, dan bila menyangkut
organ vital akan menyebabkan kematian.
2. Operatif
Sewaktu operasi awalnya akan dicoba reposisi manual dengan mendorong
invaginatum dari anal kearah sudut ileo-sekal, dorongan dilakukan dengan hati- hati
tanpa tarikan dari bagian proximal.

Gambar 8. Therapi dengan Reseksi manual


Reposisi dengan pembedahan dicapai melalui laparatomi. Setelah dinding perut
dibuka, tindakan selanjutnya tergantung pada temuan yang ada. Reposisi dikerjakan
secara manual diperas seperti memeras susu sapi yang disebut milking, dikerjakan
secara halus dan perlahan dengan sabar, dan diselingi dengan istirahat beberapa waktu
untuk memberi kesempatan agar aliran darah balik yang mengurangi edema sehingga
17

mempermudah usaha milking selanjutnya. Jangan sekali-kali menarik bagian usus


yang masuk ke dalam usus lainnya, tetapi diperas dari pihak lainnya.
Jika terjadi kebocoran usus sebelum atau sesudah milking maka dilanjutkan
dengan reseksi usus. Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi - tepi
segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm
dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.

Gambar 9. Anastomose end to end


Apabila terdapat kerusakan usus yang cukup luas, dan banyak bagian dari usus
itu yang harus diangkat. Maka pada kasus ini tidak dapat dilakukan anastomosis end
to end, harus colostomy supaya proses digestive tetap berjalan.
Jika ditemukan penyebab yang menjadi factor pencetus seperti divertikulum
atau duplikasi maka perlu dilakukan reseksi.
3. Pasca Operasi

Hindari Dehidrasi

Pertahankan stabilitas elektrolit

Pengawasan akan inflamasi dan infeksi

Pemberian analgetika yang tidak menggangu motilitas usus

2.2.10. Diagnosa Banding


Ada beberapa penyakit yang perlu dibedakan dengan invaginasi, antara lain:2
1. Gastroenteritis
Anak dengan gastroenteritis cenderung sulit dibedakan dengan innvaginasi. Perlu
diperhatikan perubahan pola penyakit, karakter rasa sakit, karakteristik muntah, dan
jenis perdarahan untuk membedakannya
18

2. Enterocolitis
Pada enterocolitis terdapat feses yang bercampur darah disertai kram abdomen,
namun hal ini dapat dibedakan dari invaginasi karena sakit cenderung lebih jarang,
disertai diare, dan tetap adanya rasa sakit diantara nyeri.
3. Diverticulum Meckel
Perbedaan invaginasi dan diverticulum Meckel terdapat pada rasa sakit yang biasanya
tidak dirasakan penderita diverticulum Meckel
4. Henoch-Schnlein purpura
Terkadang terdapat gejala perdarahan pada pasien Henoch-Schnlein purpura, namun
yang dapat membedakannya adalah ditemukannya purpura pada penderita HenochSchnlein purpura
5. Prolapsus Recti
Perbedaan prolapsus recti dan invaginasi dapat diketahui dengan melakukan colok
dubur, dimana pada prolapsus recti didapati adanya hubungan antara mukosa dan kulit
perianal sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.
2.2.11. Prognosis
Invaginasi pada anak yang tidak diterapi selalu berakibat fatal, karena kesempatan
sembuh tergantung dari lamanya gejala sebelum dilakukan terapi. Angka mortalitas
meningkat khususnya setelah 48 jam setelah gejala muncul
Angka kekambuhan setelah terapi barium enema adalah sebesar 10 % dan setelah
reduksi manual sebesar 2-5%, namun tidak ada kekambuhan setelah dilakukan reseksi.
Pasien invaginasi yang disebabkan diverticulum Meckel, polip maupun
lymphosarkom tidak dapat di terapi dengan menggunakan barium enema saja karena factor
penyebab tidak dapat dihilangkan.
Dengan penanganan yang adekuat serta cepat tingkat mortalitas dapat menjadi sangat
rendah.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Singleton EH. XRay Diagnosis of The Alimentary Tract in Infants and Children, 2nd
ed. PhiladelhiaLondonToronto: WB Saunders Co. 1977; pp 2446.
2. Kempe CH, Silver HK and OBrien D. Current Pediatrics Diagnosis and Treatment, 4th
ed. London: Balliere, Tindal Cassel 1976; pp 2067.
3. Saing H. Common Surgical Paeddiatrics Emergencies. Medical Progress 1985; 12:258.
4. Ravitch MM and McCune RM. Intussusception in Infants and Children. J Pediatr. 1950;
37:15372.
5. Pascoe DJ and Crosman M. Quick Reference to Pediatric Emergencies. Philadelphia,
Toronto: JB Lippincott Co. 1973; pp 142.
6. Ling JT. Intussusception in Infants and With Emphasis on The Recognition of Cases with
Complications. Radiology. 1954; 62:50510.
7. Gierup J, Jorulf H and Livadities A. Management of ilntussusceptum in Infants and
Children: A Survey Based on 288 Consecutive Cases. Pediatr. 1972; 50:53540.
8. Schapiro. Clinical Radiology of The Pediatric Abdominal and Gastrointestinal Tract.
Baltimor-TokyoLondon: University Park Press. 1976; pp 2423.
9. Jennings C and Kellaher J. Intussusception: Influence of Age on Reducibility. Pediatric
Radiology. 1984; 14:2924.
10. Black
JA.
Pediatric

Emergencies

1st

ed.

LondonBostonSydney

WellingtonDurbanToronto: Butterworth& 1979; pp 3812.


11. Dejong, W. Sjamsuhidajat, R. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta 2005:penerbit buku
kedokterean ECG.

20

Anda mungkin juga menyukai