STATUS PASIEN
A.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
: 3 bulan
Pekerjaan
:-
Agama
: Islam
Alamat
Tanggal masuk
: 28 Febuari 2016
: 01322012
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Perut kembung tidak bisa BAB
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam, muntah, dan
perut kembung, serta tidak bisa BAB. Kemudian pasien dibawa ke RSUD Sragen
selanjutnya diinjeksi, diinfus, dan dilakukan pasang selang makan serta selang dari
dubur. Pasien dibawa ke RSDM karena keluhan tidak berkurang dan keterbatasan
sarana. Pasien belum pernah mengalami kejadian serupa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi obat/makanan
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
: disangkal
5. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu G2P2A0 pada usia kehamilan 30 minggu pervaginam. Saat lahir
pasien menangis kuat, ketuban jernih, tidak berbau, mekoneum (-).
Panjang badan
: 44 cm
: 3200 gram
6. Riwayat Kehamilan
Riwayat Ibu ANC
Riwayat Ibu sakit saat hamil
Riwayat konsumsi jamu saat hamil
7. Riwayat Imunisasi
Pasien belum Hep B 3, polio 3, DPT 3, dan BCG
C.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
RR
: 23 x/menit
: 37,8 oC
SO2
: 96%
3. Kulit
4. Kepala
5. Mata
6. Telinga
7. Hidung
8. Mulut
9. Leher
10. Thorak
11. Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
12. Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor.
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
: supel, massa (-), nyeri tekan (+), hepar lien tidak teraba
14. Urinaria
: BAK darah (-), BAK nanah (-)
15. Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis (+) teraba kuat
Akral dingin
Oedema
D.
ASSESMENT I
Ileus obstruktif letak tinggi e.c. susp invaginasi
Anemia
Hipokalemia
E.
PLANNING I
1. O2 nasal canule 2 lpm
2. IVFD Kaen 3B 25 ml/jam
3. Inj Metamizole 60 mg/8 jam
4. Inj Cefotaxime 200 mg/12 jam
5. Koreksi Hb dengan target Hb 8
6. Cek lab darah rutin, golongan darah, GDS, HbsAg, AGD, elektrolit
3
7. Foto BabyGram
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium darah (28/02/2016)
Pemeriksaan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Golongan darah
Hemostasis
PT
APTT
INR
Kimia Klinik
GDS
Albumin
Creatinine
Ureum
Elektrolit
Natrium darah
Kalium darah
Calsium ion
Serologi Hepatitis
HBsAg
Hasil
Satuan
Rujukan
6.2
19
20.8
610
2.26
B
g/dL
%
ribu/l
ribu/l
juta/l
10.8 12.8
35 43
5.5 17.0
150 450
3.90 5.30
13.8
24.2
1.130
detik
detik
10.0 15.0
20.0 40.0
119
3.6
0.3
16
mg/dl
g/dl
mg/dl
mg/dl
50 80
3.2 4.5
0.2 0.4
<42
128
2.4
1.29
mmol/L
mmol/L
mmol/L
129 147
3.6 6.1
1.17 129
nonreactive
Nonreactive
G.
ASSESMENT II
Ileus obstruktif letak tinggi ec susp invaginasi
H.
PLANNING II
1.
MRS Bangsal
2.
Perbaikan KU
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI
2.1.1. Usus Halus
Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan
ileum. Panjang duodenum kira-kira 20 cm, jejenum 100-110 cm, sedangkan ileum 150-160
cm. Jejunoileum memanjang dari ligamentum Treitz ke katup ileosekal. Jejenum lebih besar
dan lebih tebal jika dibandingkan dengan ileum, dan hanya memiliki satu atau dua arcade
valvular dibandingkan empat sampai lima pada ileum.
Usus kecil digantung oleh mesenterium yang membawa pasokan vascular dan
limfatik. Mesenterium berjalan secara oblik dari kiri L2 ke kanan dari sendi S1 dan bersifat
sangat mobile. Pasokan darah ke jejunum dan ileum melalui arteri mesenterika superior, yang
juga melanjutkan pasokan sampai kolon transversal proksimal. Arcade vaskular dalam
mesenterium menyediakan pasokan kolateral. Drainase vena sejajar dengan pasokan arteri,
membawa ke vena mesenterika superior, bergabung dengan vena splenika di belakang
pancreas untuk membentuk vena porta. Drainase limfatik dari dinding usus melalui nodus
mesenterikus ke nodus mesenterikus superior ke dalam sisterna kili dan akhirnya ke duktus
5
1. Tunica Serosa
Membentuk apendises epiploica, yaitu kantong-kantong kecil yang berisi lemak dan
menonjol dari serosa, kecuali pada rectum.
2. Tunica Muscularis
Terdiri atas stratum longitudinal di sebelah luar dan stratum circular di sebelah dalam.
Stratum circular membentuk m.Sphincter ani internus sedangkan stratum longitudinale
membentuk 3 pita yang disebut taenia coli, yang lebih pendek dari kolon itu sendiri
sehingga membentuk kolon berlipat-lipat seperti kantong (haustrae).
3. Tunica Submucosa
Dibentuk oleh jaringan penyambung longgar yang berisi pembuluh darah dan kelenjar
getah bening.
4. Tunica Mukosa
Licin karena tidak mempunyai vili, permukaan dalamnya mempunyai lipatan-lipatan
berbentuk bulan sabit karena tidak mencapai seluruh lingkaran lumen dan dinamakan
plicae semilunares.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan suplai
darah yang diterimanya. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan kanan yaitu
sekum, kolon ascenden dan duapertiga proximal kolon transversum. Sedang arteri
mesenterika inferior memperdarahi sepertiga kolon transversum, kolon descenden, sigmoid
dan bagian proximal rectum. Arteri mesenterika superior akan bercabang ke a. ileokolika, a.
kolika dextra, sedangkan arteri mesenterika inferior akan bercabang ke a. kolika sinistra, a.
sigmoid, a. hemoroidalis superior.
Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan arterinya. V.mesenterika
superior untuk kolon ascenden dan transversum. Sedang v.mesenterika inferior untuk kolon
descenden, sigmoid dan rectum.
Rektum disuplai oleh a. hemoroidalis superior (cabang dari a.mesenterika inferior)
dan a.hemoroidalis inferior (cabang dari a.pudenda interna). Sedang aliran venanya yaitu
v.hemoroidalis superior dan inferior.
Gambar 4. Invaginasi
2.2.2. Insidens
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, namun kelainan ini umumnya
ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan
bertambahnya usia. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki laki,
dengan perbandingan laki laki dan perempuan tiga banding dua.
Insidens pada bulan Maret Juni dan bulan September Oktober meninggi. Hal
tersebut mungkin berhubungan dengan perubahan musim dimana pada saat tersebut insidens
infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi, sehingga banyak ahli yang menganggap
bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab.
2.2.3. Etiologi
Sebagian besar invaginasi belum diketahui penyebabnya, namun berdasarkan faktafakta yang dikumpulkan diperkirakan penyebab invaginasi adalah:
1. Adanya penebalan Plaque Peyer akibat suatu proses dari infeksi virus pada usus.
Adenovirus ditemukan dari limfonodi mesenterika pada pembedahan dan juga dari
biakan permukaan dengan presentase yang lebih tinggi pada anak dengan invaginasi
daripada control. Invaginasi pada anak biasanya disebut idiopatik, dimana disebabkan
oleh penebalan plaque Peyeri yaitu suatu jaringan limfoid di dinding ileum bagian
distal, yang dapat merangsang peristaltic usus sebagai upaya untuk mengeluarkan
massa tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.
2. Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltic yang meniggi.
Perubahan flora biasa terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan dengan perubahan
10
pola makan pada bayi. Pada saat ini peristaltic anak akan meningkat dan dapat
menyebabkan terjadinya invaginasi.
3. Gerakan peristaltic yang berlebihan seperti pada polip usus, divertikel Meckel,
limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan mesenteric hematom merupakan
pencetus pada anak di atas usia 2 tahun atau orang dewasa.
Sekali usus bagian proximal masuk ke bagian usus distal, oleh adanya peristaltic,
maka bagian usus proximal ini akan tetap ada dan bahkan lebih jauh masuk dalam usus
bagian distal.
2.2.4. Patofisiologi
Terdapat berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya invaginasi pada
orang dewasa yang pada intinya adalah gangguan motilitas usus yang terdiri dari dua
komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang
terfiksir atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya. Karena peristaltik bergerak dari
oral ke anal, sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau
proksimal. Namun, pada keadaan khusus seperti pada pasien pasca gastrojejunostomi dapat
terjadi sebaliknya
atau yang
disebut
retrograd
menyebabkan invaginasi adalah karena suatu disritmik peristaltik usus. Akibat adanya
segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya dinding usus akan terjepit sehingga aliran
darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan
patologik
yang
diakibatkan
intususepsi
terutama
mengenai
intususeptum. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh
karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat
penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi sedemikian
besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan lendir
dan darah ke dalam lumen yang biasa disebut red currant jelly, selain itu dapat juga terjadi
ulserasi pada dinding usus. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren yang dapat
berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan dari intisuseptum
umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga
obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi. Proses strangulasi tersirat oleh
adanya rasa sakit & perdarahan per rectal. Serangan sakit mula-mula hilang timbul namun
kemudian menetap, gelisah sewaktu serangan dan sering disertai rangsangan muntah.
11
Enterica atau masuknya segmen usus halus yang satu ke usus halus lainnya.
Enterocolica dimana ileum masuk ke dalam kolon atau sekum
Colica dimana kolon masuk ke kolon
Prolapsus ani atau keluarnya rektum melalui anus
12
Setelah terjadi sumbatan total terdapat tanda-tanda obstruksi seperti perut kembung
dengan gambaran peristaltik yang jelas, serta muntah yang berwarna kehijauan. Dari
pemeriksaan rectal touche didapatkan tonus sphincter yang melemah, dan saat jari ditarik
keluar terdapat darah yang bercampur dengan lendir.4
2.2.7. Diagnosis
Diagnosis invaginasi ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang.
Terdapat gejala khas yang biasa disebut sebagai trias gejala, yaitu:5
1. Nyeri perut tiba-tiba, yang hilang timbul dengan periode serangan setiap 10 sampai 20
menit.
2. Teraba masa tumor di daerah hipokondrium kanan dan membentang sepanjang colon
transversum yang dapat teraba saat pasien dalam keadaan tenang.
3. Buang air besar bercampur darah dan lendir.
Namun ada pula yang mengganti terabanya massa dengan muntah yang berwarna kehijauan,
karena sulitnya meraba massa tumor saat penderita terlambat memeriksakan diri.
2.2.8. Pemeriksaan Penunjang
2.2.8.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah lekosit atau lekositosis >
10.000/mm3.
2.2.8.2. Pemeriksaan Radiologi
Ada beberapa pemeriksaan radiology yang dapat digunakan sebagai acuan diagnostik, antara
lain:
1. Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen didapatkan distribusi udara di dalam usus yang tidak
merata, usus cenderung terdesak ke kiri atas, dan dalam keadaan lanjut terlihat
gambaran obstruksi usus pada posisi tegak dan lateral dekubitus berupa gambaran
air fluid level, serta dapat terlihat free air jika sudah terjadi perforasi.
2. Barium enema
Barium enema selain dapat berfungsi sebagai alat diagnostic juga dapat berfungsi
sebagai terapi. Sebagai alat diagnostic barium enema berfungsi jika gejala klinik yang
terlihat sedikit meragukan. Dengan kontras gambaran yang akan terlihat berupa
gambaran cupping atau coiled spring appearance.
13
kontraindikasi.
Dasar pengobatan pada invaginasi ialah reposisi usus yang masuk ke lumen usus
lainnya. Reposisi dapat dicapai dengan barium enema, reposisi pneumostatik atau
melalui pembedahan.
2.2.9.1. Reduksi Hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter
dengan tekanan tertentu dengan diikuti oleh X-ray. Mula-mula tampak bayangan barium
bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi, dengan tekanan hidrostatik sebesar
sampai 1 meter air, barium didorong ke arah proksimal. Tekanan hidrostatik tidak boleh
melewati 1 meter air agar tidak terjadi perforasi selain itu tidak boleh dilakukan penekanan
manual di perut sewaktu dilakukan reposisis hidrostatik.
Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum terminalis, serta
pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan akan keluar melalui dubur.
Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat terlihat coiled spring appearance.
Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium pada haustra sepanjang bekas tempat
invaginasi
Pada saat sekarang ini barium enema yang digunakan untuk prosedur diagnostic,
kurang lebih 75% berhasil mereduksi invaginasi. Pemberian sedikit sedative yang cukup
sebelum prosedur enema sangat banyak membantu berhasilnya reduksi hidrostatik ini.
Indikasi:
1. Tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum
2. Tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi
3. Tidak dehidrasi
4. Gejala invaginasi kurang dari 48 jam
Kontra indikasi:
1. Distensi abdomen yang berlebihan
2. Invaginasi rekuren
3. Gejala invaginasi lebih dari 48 jam
4. Peritonitis
5. Perforasi
Keuntungan reposisi hidrostatik
1. Kemungkinan terjadinya perforasi lebih sedikit
2. Lama perawatan lebih pendek, karena tidak bersifat traumatic
Kerugian reposisi hidrostatik itu sendiri adalah cukup banyaknya kasus invagianasi
berulang, karena tidak dilakukan reseksi.
2.2.9.2. Reduksi Manual dan Reseksi Usus
Indikasi reduksi manual adalah pada pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan
peningkatan suhu serta angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan
penyakit sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan
sistem usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis.
Pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi Laparotomi dengan incisi transversal
interspina Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan
dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990).
Pelaksanaan operatif:
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada
kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan
16
Hindari Dehidrasi
2. Enterocolitis
Pada enterocolitis terdapat feses yang bercampur darah disertai kram abdomen,
namun hal ini dapat dibedakan dari invaginasi karena sakit cenderung lebih jarang,
disertai diare, dan tetap adanya rasa sakit diantara nyeri.
3. Diverticulum Meckel
Perbedaan invaginasi dan diverticulum Meckel terdapat pada rasa sakit yang biasanya
tidak dirasakan penderita diverticulum Meckel
4. Henoch-Schnlein purpura
Terkadang terdapat gejala perdarahan pada pasien Henoch-Schnlein purpura, namun
yang dapat membedakannya adalah ditemukannya purpura pada penderita HenochSchnlein purpura
5. Prolapsus Recti
Perbedaan prolapsus recti dan invaginasi dapat diketahui dengan melakukan colok
dubur, dimana pada prolapsus recti didapati adanya hubungan antara mukosa dan kulit
perianal sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.
2.2.11. Prognosis
Invaginasi pada anak yang tidak diterapi selalu berakibat fatal, karena kesempatan
sembuh tergantung dari lamanya gejala sebelum dilakukan terapi. Angka mortalitas
meningkat khususnya setelah 48 jam setelah gejala muncul
Angka kekambuhan setelah terapi barium enema adalah sebesar 10 % dan setelah
reduksi manual sebesar 2-5%, namun tidak ada kekambuhan setelah dilakukan reseksi.
Pasien invaginasi yang disebabkan diverticulum Meckel, polip maupun
lymphosarkom tidak dapat di terapi dengan menggunakan barium enema saja karena factor
penyebab tidak dapat dihilangkan.
Dengan penanganan yang adekuat serta cepat tingkat mortalitas dapat menjadi sangat
rendah.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Singleton EH. XRay Diagnosis of The Alimentary Tract in Infants and Children, 2nd
ed. PhiladelhiaLondonToronto: WB Saunders Co. 1977; pp 2446.
2. Kempe CH, Silver HK and OBrien D. Current Pediatrics Diagnosis and Treatment, 4th
ed. London: Balliere, Tindal Cassel 1976; pp 2067.
3. Saing H. Common Surgical Paeddiatrics Emergencies. Medical Progress 1985; 12:258.
4. Ravitch MM and McCune RM. Intussusception in Infants and Children. J Pediatr. 1950;
37:15372.
5. Pascoe DJ and Crosman M. Quick Reference to Pediatric Emergencies. Philadelphia,
Toronto: JB Lippincott Co. 1973; pp 142.
6. Ling JT. Intussusception in Infants and With Emphasis on The Recognition of Cases with
Complications. Radiology. 1954; 62:50510.
7. Gierup J, Jorulf H and Livadities A. Management of ilntussusceptum in Infants and
Children: A Survey Based on 288 Consecutive Cases. Pediatr. 1972; 50:53540.
8. Schapiro. Clinical Radiology of The Pediatric Abdominal and Gastrointestinal Tract.
Baltimor-TokyoLondon: University Park Press. 1976; pp 2423.
9. Jennings C and Kellaher J. Intussusception: Influence of Age on Reducibility. Pediatric
Radiology. 1984; 14:2924.
10. Black
JA.
Pediatric
Emergencies
1st
ed.
LondonBostonSydney
20