Disusun Oleh :
Kelompok 3
Marisa Yusro Asri (1914301069)
Rely Alfina (1914301070)
Mala Sari (1914301063)
Amri Wijaya (1914301094)
Augy Alfandito (1914301093)
DEFINISI TRAUMA URINARIA
Trauma urinaria atau trauma pada saluran perkemihan merupakan adanya benturan pada saluran
perkemihan (ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra). Pada laki-laki dapat pula mengenai scrotum,
testis dan prostat.
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih mengalami gangguan bukan
karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal,
ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk), trauma
tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah
terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma
dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan
tekanan darah (syok).
KLASIFIKASI TRAUMA URINARIA
1. Trauma Ginjal
Definisi Trauma Ginjal
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi. Kejadian penyakit
ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal
selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan
ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat
trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.
Definisi
Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang menuju ke kandung kemih) terjadi selama
pembedahan organ panggul atau perut, seperti histerektomi, reseksi kolon atau uteroskopi. Seringkali
terjadi kebocoran air kemih dari luka yang terbentuk atau berkurangnya produksi air kemih. Trauma
ureter jarang sekali terjadi karena struktunya fleksibel dan terlindung oleh tulang dan otot.
Manifestasi Klinis Pemeriksaan laboratorium /
Etiologi
-Anuria / oliguria berat setelah upture
-Operasi daerah punggung dan
pembedahan didaerah pelvis dan -Tes fungsi ginjal : abnormal bila
abdomen, dimana ureter
abdomen. traumanya bilateral.
terpotong.
-Nyeri daerah panggul. -Urografi ekskresi : ekstravasase
-Tindakan kateterisasi : ujung Ekstravasase urine. urine.
kateter menembus dinding ureter. -Drainase urine melalui luka operasi. -Urografi retrogad : menentukan
-Pemasukan zat alkali terlalu kuat. Ileus terus menerus. sifat dan tempat trauma.
Patofisiologi
Karena fungsi ureter sebagai saluran pengaliran urine dari ginjal ke vesika urinaria. Apabila terjadi trauma pada
ureter, maka akan terjadi gangguan aliran atau terjadinya ekstravasase urine dan manifestasi klinis yang dihubungkan
gangguan tersebut.
Komplikasi
• Fistula ureter.
• Infeksi retroperitoneal.
• Pyelonefritis.
• Obstruksi ureter karena stenosis.
Penatalaksanaan
• Terapi terbaik adalah pencegahan dimana perlunya pemasangan kateter sebelum dilakukan operasi pada daerah
ginjal dan abdomen untuk identifikasi.
• Diusahakan untuk mempertahankan aliran urine dengan cara :
• Uretro Neosistomi bila ureter masih cukup panjang, Ureter dapat ditanamkan ke buli-buli.
• Uretro cutanostomi yaitu muara ureter dipindahkan ke kulit.
• Uretro ileo sistostomi bila ureter pendek diganti dengan Ileal Lopp.
• Terapi konservatif berupa analgetik dan upture
3. Trauma Vesika Urinaria
Trauma bledder atau trauma vesica urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang
memerlukan pelaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat
menimbulkan komplikasi seperti peritoritis dan sepsis.
Definisi
Ruptur uretra bisa sebagian atau total, biasanya upture terjadi pada pars membranesea.
Dapat juga uretra pars pandibulum, trauma lebih sering dialami pria.
Etiologi
Umumnya disebabkan trauma langsung didaerah upture dan pelvis.
Manifestasi Klinis
• Perdarahan dari uretra.
• Hematom perineal, mungkin disebabkan trauma bulbus cavernosus.
• Retensio urine akibat spasme M. Spinkter uretra eksternum.
• Bila buli-buli penuh terjadi ekstravasase sehingga terjadi nyeri berat dan keadaan umum memburuk.
Klasifikasi
• Trauma Grade I ( ringan )
• Trauma Grade II ( sedang )
• Trauma Grade III ( berat ).
Pemeriksaan Diagnostic
• Rectal Toucher
Bila upture terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan teraba, sebaliknya akan teraba upture
berupa masa lunak dan kenyal.
• Uretrogram
Untuk mengetahui lokasi upture
Komplikasi
Penyembuhan luka dapat menyebabkan upture ureter.
Penatalaksanaan
• Konservatif berupa pemasangan DC beberapa hari disertai pemberian
antibiotika.
• Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan ( operasi perineostomi )
untuk mengeluarkan bekuan darah, kemudian dipasang DC.
• Kontrol uretra dengan menggunakan Bougie untuk mengetahui ada tidaknya
striktura.
5. Trauma penis
Trauma pada penis yang sedang ereksi disebabkan oleh pembalut karet atau penyempit
lain yang merobek jaringan kavernosa dan dapat menyebabkan necrosis. Kadang-kadang
terjadi kerusakan jaringan penis pada kecelakaan upture dalam hal ini mungkin
diperlukan skin graf.
6. Trauma scrotum
Trauma pada testis jarang terjadi. Nyeri hebat, muntah dan bahkan syok bila
testis mengalami kontosio, laserasi / upture total, mungkin diperlukan
eksplorasi scrotum. Penyembuhan setelah trauma hebat biasanya disertai
atropi testis.
7. Trauma testis
URINARIA
A. Pengkajian
1. Identitas Klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal MRS, nomor registrasi, dan diagnose medis.
2. Keluhan utama : Klien datang dengan keluhan nyeri pinggang. Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan
yang menyertai biasanya mual, muntah dan panas.
3. Riwayat kesehatan sekarang : Pada sebagian besar penderita menimbulkan gejala nyeri
yang disertai rasa mual muntah.
4. Riwayat kesehatan dahulu : Dikaji apakah ada riwayat penyakit trauma
ginjal atau yang berkaitan dengan penyakit trauma ginjal.
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan atau keletihan Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur
pada malam hari adanya faktor yang mempengaruhi tidur, misal ansietas, berkeringat
malam.
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri abdomen pada pengerahan kerja
Kebiasaan : perubahan pada TD
3. Integritas ego
Gejala faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran dan cara mengatasi stress (mis merokok, minum,
alcohol, menunda pencarian pengobatan, keyakinan/spiritual) menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya,
putus asa, tidak mampu, rasa bersalah, kehilangan control, depresi.
Gejala : perubahan pada pola defekasi, mis darah pada feses. Nyeri pada defekasi,
perubahan pada eliminasi urine, nyeri saat berkemih, hematuria
Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen
5. Makanan/cairan
Gejala : kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak). Anoreksia, mual muntah,
intoleransi makanan.
Tanda : perubahan pada kelembaban, turgor kulit
6. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkop
7. Nyeri/kenyamanan
Pengukuran efektifitas intervensi askep yang telah disusun dan tujuan yang
ingin dicapai ada 3 kemungkinan:
1) Tujuan tercapai
2) Tujuan tercapai sebagian
3) Tujuan tidak tercapai
INKONTINENSIA URINE
1. DEFINISI
Inkontinensia urine adalah berkemih diluar kesadaran, pada waktu dan
tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah kebersihan atau sosial.
Aspek sosial yang akan dialami oleh lansia antara lain kehilangan harga diri,
merasa terisolasi dan depresi.
2. KLASIFIKASI
1) Inkontinensia Stress
2) Inkontinensia Mendesak (urge incontinence)
3) Inkontinensia Overflow
4) Inkontinensia Refleks
5) Inkontinensia fungsional
3. ETIOLOGI
Etiologi inkontinensia urine menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono, 2001)
:
a. Poliuria, noktoria
b. Gagal jantung
c. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia > 50 tahun.
d. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan
oleh:
1) Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek
akibat dilahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.
2) Perokok, minum alkohol.
3) Obesitas.
4) Infeksi saluran kemih (ISK)
4. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
a. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem perkemihan
vesika urinaria (kandung kemih). Kapasitas kandung kemih yang
normal sekitar 300-600 ml. Dengan sensasi keinginan untuk berkemih
diantara 150-350 ml.
c. Cysometry