Anda di halaman 1dari 46

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERKEMIHAN KARENA TRAUMA DAN INKONTINENSIA URINE

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Marisa Yusro Asri (1914301069)
Rely Alfina (1914301070)
Mala Sari (1914301063)
Amri Wijaya (1914301094)
Augy Alfandito (1914301093)
DEFINISI TRAUMA URINARIA

Trauma urinaria atau trauma pada saluran perkemihan merupakan adanya benturan pada saluran
perkemihan (ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra). Pada laki-laki dapat pula mengenai scrotum,
testis dan prostat.
Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih mengalami gangguan bukan
karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal,
ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk), trauma
tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah
terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma
dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan
tekanan darah (syok).
KLASIFIKASI TRAUMA URINARIA
1. Trauma Ginjal
Definisi Trauma Ginjal
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi. Kejadian penyakit
ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal
selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan
ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat
trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.

Etiologi trauma ginjal :


a. Trauma tumpul ( tersering )
b. Trauma tembus
c. Akselerasi / Deselerasi
d. Tatrogenik
e. Ginjal patologis
f. Trauma yang akibat ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy)
Patofisiologi Trauma Ginjal
Ginjal merupakan organ yang banyak mengandung urine dan darah yang terlindung oleh lapisan
lemak, tulang rusuk dan otot abdomen. Karena benturan yang keras, maka benturan ini akan
diteruskan kesemua tekanan hidrostatik dan capsula fibrosa parenkhim ginjal yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan

Manifestasi klinis dari trauma ginjal meliputi


•Rasa sakit / nyeri daerah trauma ginjal bahkan sampai syok.
•Hematuri.
•Hematom pada pinggang.
•Teraba masa pada pinggang.
•Nyeri tekan pada daerah trauma
Pemeriksaan laboratorium /
diagnostic untuk trauma
Penatala Kompli
ginjal
ksanaan kasi

Hematokrit menurun ( karena ●
Konservatif

perdarahan ).
HB menurun. ●
Istirahat total.

Awal    : Infeksi,

Pemeriksaan IVP : Memperlihatkan
suatu daerah berwarna abu-abu

Transfusi. perdarahan.
Obat-obat konservatif.
Lanjut  : Stenosis

didaerah trauma karena hematom ●
dan ekstravasi urine. ●
Operatif

Urogram ekskresi : Memperlihatkan
gangguan fungsi / ekstravasi urine

Operasi untuk penjahitan upture dari arteri
pada sisi yang terkena. suatu laserasi bila fungsi ginjal, hipertensi,

CT Scan                   : Untuk ginjal masih baik.
mendeteksi hematom retroperineal
dan konfigurasi ginjal.

Nefrotomi hidronefrosis.
2. Trauma Ureter

Definisi
Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang menuju ke kandung kemih) terjadi selama
pembedahan organ panggul atau perut, seperti histerektomi, reseksi kolon atau uteroskopi. Seringkali
terjadi kebocoran air kemih dari luka yang terbentuk atau berkurangnya produksi air kemih. Trauma
ureter jarang sekali terjadi karena struktunya fleksibel dan terlindung oleh tulang dan otot.
Manifestasi Klinis   Pemeriksaan laboratorium /
Etiologi
-Anuria / oliguria berat setelah upture
-Operasi daerah punggung dan
pembedahan didaerah pelvis dan -Tes fungsi ginjal : abnormal bila
abdomen, dimana ureter
abdomen. traumanya bilateral.
terpotong.
-Nyeri daerah panggul. -Urografi ekskresi : ekstravasase
-Tindakan kateterisasi : ujung Ekstravasase urine. urine.
kateter menembus dinding ureter. -Drainase urine melalui luka operasi. -Urografi retrogad : menentukan
-Pemasukan zat alkali terlalu kuat. Ileus terus menerus. sifat dan tempat trauma.
Patofisiologi
Karena fungsi ureter sebagai saluran pengaliran urine dari ginjal ke vesika urinaria. Apabila terjadi trauma pada
ureter, maka akan terjadi gangguan aliran atau terjadinya ekstravasase urine dan manifestasi klinis yang dihubungkan
gangguan tersebut.

Komplikasi
• Fistula ureter.
• Infeksi retroperitoneal.
• Pyelonefritis.
• Obstruksi ureter karena stenosis.
 
Penatalaksanaan
• Terapi terbaik adalah pencegahan dimana perlunya pemasangan kateter sebelum dilakukan operasi pada daerah
ginjal dan abdomen untuk identifikasi.
• Diusahakan untuk mempertahankan aliran urine dengan cara :
• Uretro Neosistomi bila ureter masih cukup panjang, Ureter dapat ditanamkan ke buli-buli.
• Uretro cutanostomi yaitu muara ureter dipindahkan ke kulit.
• Uretro ileo sistostomi bila ureter pendek diganti dengan Ileal Lopp.
• Terapi konservatif berupa analgetik dan upture
3. Trauma Vesika Urinaria

Trauma bledder atau trauma vesica urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang
memerlukan pelaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat
menimbulkan komplikasi  seperti peritoritis dan sepsis.

Etiologi Patofiisiologi Manifestasi Klinis


•Trauma tumpul pada Bila buli-buli yang •Nyeri supra pubik baik
panggul yang mengenai penuh dengan urine verbal maupun saat
mengalami trauma, palpasi.
buli-buli.
maka akan terjadi •Hematuria.
•Trauma tembus. •Ketidakmampuan untuk
•Akibat manipulasi yang peningkatan  tekanan
intravesikel dapat buang air kecil.
salah sewaktu •Regiditas otot.
melakukan operasi menyebabkan contosio
•Ekstravasase urine.
Trans uretral Resection buli-buli / buli-buli
•Suhu tubuh meningkat.
(TUR) pecah. Keadaan ini •Syok.
dapat menyebabkan •Tanda-tanda peritonitis.
upture intraperitoneal  
Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik
• Hematokrit menurun.
• Cystografi
• Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan CT scan atau X-ray untuk melihat kebocoran.
Sementara untuk luka kandung kemih yang terjadi selama prosedur operasi biasanya diketahui
tepat pada waktunya sehingga rangkaian tes tersebut tidak perlu dilakukan.
 
Komplikasi
• Urosepsis.
• Klien lemah akibat anemia.
 
Penatalaksanaan
• Atasi syok dan perdarahan.
• Istirahat baring sampai upture hilang.
• Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria intra peritoneal dilakukan
operasi upture alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.
4. Trauma Uretra

Definisi
Ruptur uretra bisa sebagian atau total, biasanya upture terjadi pada pars membranesea.
Dapat juga uretra pars pandibulum, trauma lebih sering dialami pria.

Etiologi
Umumnya disebabkan trauma langsung didaerah upture dan pelvis.
Manifestasi Klinis
• Perdarahan dari uretra.
• Hematom perineal, mungkin disebabkan trauma bulbus cavernosus.
• Retensio urine akibat spasme M. Spinkter uretra eksternum.
• Bila buli-buli penuh terjadi ekstravasase sehingga terjadi nyeri berat dan keadaan umum memburuk.

Klasifikasi
• Trauma Grade I ( ringan )
• Trauma Grade II ( sedang )
• Trauma Grade III ( berat ).

Pemeriksaan Diagnostic
• Rectal Toucher
Bila upture terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan teraba, sebaliknya akan teraba upture
berupa masa lunak dan kenyal.
• Uretrogram
Untuk mengetahui lokasi upture
Komplikasi
Penyembuhan luka dapat menyebabkan upture ureter.
Penatalaksanaan
• Konservatif berupa pemasangan DC beberapa hari disertai pemberian
antibiotika.
• Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan ( operasi perineostomi )
untuk mengeluarkan bekuan darah, kemudian dipasang DC.
• Kontrol uretra dengan menggunakan Bougie untuk mengetahui ada tidaknya
striktura.
5. Trauma penis

Trauma pada penis yang sedang ereksi disebabkan oleh pembalut karet atau penyempit
lain yang merobek jaringan kavernosa dan dapat menyebabkan necrosis. Kadang-kadang
terjadi kerusakan jaringan penis pada kecelakaan upture dalam hal ini mungkin
diperlukan skin graf.

6. Trauma scrotum

Trauma pada testis jarang terjadi. Nyeri hebat, muntah dan bahkan syok bila
testis mengalami kontosio, laserasi / upture total, mungkin diperlukan
eksplorasi scrotum. Penyembuhan setelah trauma hebat biasanya disertai
atropi testis.
7. Trauma testis

Pada luka tembak, cedera ekstensif, luka compang-camping


dan terdapat jaringan nekrosis serta cedera ikutan pada
daerah sekitarnya. Pada rudapaksa tumpul, besarnya
pembengkakan skrotum dan ekimosis bisa berbeda. Cedera
akibat rudapaksa tajam segera setelah trauma biasanya
penderita mengeluh sakit, mual, muntah, kadang sinkop.
Terdapat tanda cairan atau darah di dalam skrotum.
Ditemukan testis yang membesar dan nyeri.
KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA

URINARIA
A. Pengkajian

1. Identitas Klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal MRS, nomor registrasi, dan diagnose medis.

2. Keluhan utama : Klien datang dengan keluhan nyeri pinggang. Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan
yang menyertai biasanya mual, muntah dan panas.
3. Riwayat kesehatan sekarang : Pada sebagian besar penderita menimbulkan gejala nyeri
yang disertai rasa mual muntah.
4. Riwayat kesehatan dahulu : Dikaji apakah ada riwayat penyakit trauma
ginjal atau yang berkaitan dengan penyakit trauma ginjal.

5. Riwayat kesehatan keluarga : Didalam anggota keluarga tidak ada


keluarga yang menderita penyakit trauma ginjal.
DATA DASAR PENGKAJIAN

1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan atau keletihan Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur
pada malam hari adanya faktor yang mempengaruhi tidur, misal ansietas, berkeringat
malam. 
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri abdomen pada pengerahan kerja
Kebiasaan : perubahan pada TD

3. Integritas ego

Gejala faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran dan cara mengatasi stress (mis merokok, minum,
alcohol, menunda pencarian pengobatan, keyakinan/spiritual) menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya,
putus asa, tidak mampu, rasa bersalah, kehilangan control, depresi.

Tanda : menyangkal, menarik diri, marah


4. Eliminasi

Gejala : perubahan pada pola defekasi, mis darah pada feses. Nyeri pada defekasi,
perubahan pada eliminasi urine, nyeri saat berkemih, hematuria
Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen
5. Makanan/cairan
Gejala : kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak). Anoreksia, mual muntah,
intoleransi makanan.
Tanda : perubahan pada kelembaban, turgor kulit
6. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkop
7. Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri dengan derajat bervariasi, dari ringan sampai berat


8. Pernapasan
Gejala : merokok (tembakau, hidup dengan orang yang merokok), pemajana abses
9. Keamanan
Gejala : pemajanan pada trauma, pemajanan kecelakaan
Tanda : terdapat lesi, perdarahan
10. Seksualitas
Gejala : masalah seksual missal dampak pada hubungan perubahan pada tingkat
kepuasan, nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun. Multigravida, pasangan seks
multiple, aktivitas seksual dini, herpes genital
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Nyeri berhubungan dengan adanya laserasi/luka diabdomen lateral


2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kantong fascia meluas
sampai ureter (trauma)
3. Ketidak efektifan perfui jaringan berhubungan dengan perdarahan hebat
pada dinding anterior aorta dan vena kava inferior
Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Nyeri akut/kronis berhubungan Setelah dilakukan  Nyeri terkontrol Mandiri : Memberikan
dengan perdarahan hebat diginjal intervensi atau hilang Kaji nyeri, informasi untuk
keperawatan selama Klien tampak rileks perhatikan lokasi, membantu dalam
2 x 24 diharapakan Klien mampu intensitas (skala 0- menentukan pilihan
nyeri dapat diatasi beristirahat dengan 10) dan lama nyeri dan keefektifan
atau hilang. tepat Berikan tindakan intervensi.
kenyamana. Meningkatkan
Contoh: pemijatan relaksasi,
punggung, memfokuskan
membantu pasien kembali perhatian
melakukan posisi dan dapat
yang nyaman, meningkatkan
mendorong kembali kemampuan
penggunaan koping
relaksasi atau latihan  Mengurangi nyeri,
napas dalam, menentukan obat
aktifitas terapeutik. yang tepat untuk
Kolaborasi : mencegah fluktuasi
Berikan obat sesuai nyeri berhubungan
indikasi. Contoh : dengan tegangan.
analgesic, relakson Digunakan untuk
otot. meningkatkan
Berikan relaksasi,
pemanasan local meningkatkan
sesuai indikasi sirkulasi.
No Diagnosa tujuan Kriteria hasil intervensi Rasional
keperawatan
2. Gangguan Setelah Berkemih Mandiri : Memberikan informasi tentang fungsi ginjal
eliminasi urine dilakukan dengan Awasi pemasukan dan dan adanya komplikasi. Contoh : infeksi dan
berhubungan intervensi jumlah pengeluaran dan perdarahan dapat mengidikasikan
dengan trauma keperawatan normal dan karakteristik urin peningkatan obstruksi atau iritasi ureter
kantong fascia selama 2 x 24 pola biasanya Tentukan pola berkemih Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas
dan ureter diharapakan normal pasien dan saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan
urin normal perhatikan variasi. berkemih segera. Biasanya frekuensi dan
Dorong peningkatan urgensi meningkat bila kalkulus mendekati
pemasukan cairan pertemuan uretro vesikal.
Selidiki keluhan kandung Peningkatan hidrasi membilas bakteri,
kemih penuh ; palpasi darah dan debris dan dapat membantu
untuk distensi suprapubik. lewatnya batu.
Perhatikan penurunan Retensi urin dapat terjadi, menyebabkan
keluaran urin, adanya distensi jaringan (kandung kemih ginjal) dan
edema periorbital / potensial resiko infeksi, gagal ginjal.
tergantung. Peningkatan BUN, kreatinin dan elektrolit
Kolaborasi : mengindikasikan disfungsi ginjal.
Awasi pemeriksaan Meningkatkan Ph urin (alkalinitas) untuk
laboratorium. Contoh : menurunkan pembentukan batu asam.
elektrolit, BUN, kreatinin. Adanya ISK/ alkalin urin potensial,
Berikan obat sesuai pembentukan batu.
indikasi. Contoh :
azetazolamid (diamox),
alluporinol (ziloprim).
Antibiotic
No Diagnosa Tujuan intervensi Rasional
keperawatan

3. Ketidak efektifan Setelah Mandiri :   Pengamatan tanda-tanda vital membantu


perfusi jaringan dilakukan Kaji tanda-tanda vital memutuskan tindakan keperawatan yang tepat
ginjal berhubungan intervensi Kaji daerah abdomen, dada Mengetahui adanya pembengkakkan, palpasi
dengan sobeknya keperawatan dan punggung . massa, edema, ekimosis, perdarahan atau
dinding anterior 2 x 24 jam klien ekstravasasi urin
aorta dan vena kava diharapkan Beri tanda lingkaran massa Teknik untuk membandingkan ukuran lanjut
inferior Mempertahanka dengan pena Peningkatan pemasukan cairan membantu
n fungsi renal Anjurkan pasien untuk pelancaran haluaran urin, menilai faal ginjal
agar maksimal meningkatkan asupan cairan Keseimbangan diet yang tepat perlu untuk
bila diindikasikan penyembuhan dan regenedrasi jaringan
Kolaborasi : Terapi intra vena berguna dalam memperbaiki
terapi nutrisi dan vitamin tekanan darah dan perfusi ginjal
yang tepat
Berikan cairan intra vena
Implementasi

Dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan, menjelaskan setiap


tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pedoman atau prosedur
tekhnis yang telah ditentukan.
Evaluasi

Pengukuran efektifitas intervensi askep yang telah disusun dan tujuan yang
ingin dicapai ada 3 kemungkinan:

1) Tujuan tercapai
2) Tujuan tercapai sebagian
3) Tujuan tidak tercapai
INKONTINENSIA URINE
1. DEFINISI
Inkontinensia urine adalah berkemih diluar kesadaran, pada waktu dan
tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah kebersihan atau sosial.
Aspek sosial yang akan dialami oleh lansia antara lain kehilangan harga diri,
merasa terisolasi dan depresi.
2. KLASIFIKASI
1) Inkontinensia Stress
2) Inkontinensia Mendesak (urge incontinence)
3) Inkontinensia Overflow
4) Inkontinensia Refleks
5) Inkontinensia fungsional
3. ETIOLOGI
Etiologi inkontinensia urine menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono, 2001)
:
a. Poliuria, noktoria
b. Gagal jantung
c. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia > 50 tahun.
d. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan
oleh:
1) Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek
akibat dilahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.
2) Perokok, minum alkohol.
3) Obesitas.
4) Infeksi saluran kemih (ISK)
4. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
a. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem perkemihan
vesika urinaria (kandung kemih). Kapasitas kandung kemih yang
normal sekitar 300-600 ml. Dengan sensasi keinginan untuk berkemih
diantara 150-350 ml.

b. Fungsi otot besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi


kandung kemih. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran
kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas
berlebihan
5. TANDA DAN GEJALA

a. Melaporkan merasa desakan berkemih, disertai ketidakmampuan mencapai kamar


mandi karena telah mulai berkemih.
b. Desakan, frekuensi, dan nokturia.
c. Inkontinensia stres, dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urine ketika tertawa,
bersin, melompat, batuk, atau membungkuk.
d. Inkontinensia overflow, dicirikan dengan aliran urine buruk atau lambat dan merasa
menunda atau mengejan.
e. Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urine yang adekuat.
f. Higiene atau tanda-tanda infeksi.
g. Kandung kemih terletak diatas simfisis pubis.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Urinalisis
b. Uroflowmetry

c. Cysometry

7. PENATALAKSANAAN MEDIK a. Spiral dapat diresepkan bagi pasien wanita yang


mengalami kelainan anatomi seperti prolaps
a. Terapi obat disesuaikan dengan penyebab uterus berat atau relaksasi pelvik.
inkontinensia. b. Toileting terjadwal
b. Terapi perilaku meliputi latihan berkemih, c. Penggunaan pads
latihan kebiasaan dan waktu berkemih, d. Indwelling kateter, jika retensi urine tidak dapat
penyegeraan berkemih, dan latihan otot panggul dikoreksi secara medis/pembedahan dan untuk
(latihan kegel). kenyamanan klien terakhir.
Asuhan Keperawatan Dengan
Inkontinensia Urine
1. PENGKAJIAN
Adapun data-data yang akan di kumpulkan dikaji pada asuhan keperawatan klien
dengan diagnosa medis inkontinensia urine :
A. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa medis
B. Keluhan utama
Pada kelayan inkontinensia urine keluhan-keluhan yang ada adalah nokturia, urgence,
disuria, poliuria, oliguri, dan strategi
C. Riwayat penyakit sekarang
Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan, usaha yang telah
dilakukan untuk mengatasi keluhan 
D. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK ( infeksi saluran kemih ) yang berulang,
penyakit kronis yang pernah di derita
E. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit inkontinensia urine, adakah anggota keluarga yang menderita DM, hipertensi
F. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang digunakan adalah B1-B6 :
1. B1 (breathing)
Kaji adanya pernafasan adanya gangguan pada
palo nafas, sianosis karena suplai oksigen
menurun. Kaji ekspansi dada, adakah kelainan apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
pada perkusi Palpasi : rasa nyeri disapat pada daerah supra
2. B2 (blood) pubik atau pelvis, seperti rasa terbakar di uretra
luar sewaktu kencing atau dapat juga diluar waktu
Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya
kencing.
pasien bingung dan gelisah
5. B5 (bowel)
3. B3 (brain)
Bising usus adalah peningkatan atau penurunan,
Kesadaran biasanya sadar penuh
adanya nyeri tekan abdomen, adanya
4. B4 (bladder) ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan
Inspeksi : periksa warna, bau, banyaknya urine palpasi pada ginjal.
biasanya bau menyengat karena adanya aktifitas 6. B6 (bone)
mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih
Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan tidak adanya


sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk
menghambat kontraksi kantung kemih.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam
waktu yang lama.
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi
kontras oleh urine
4. Resiko kekurangan volume tubuh berhubungan dengan intake
yang adekuat
Rencana Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan tidak
adanya sensasi untuk berkemih dan kehilangan kemampuan
untuk menghambat kontraksi kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan klien akan bisa melaporkan suatu pengurangan /
penghilangan inkontinesia.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menjelaskan penyebab inkontinesia dan rasional
penatalaksaan.
Intervensi : 4. Instruksikan klien batuk dalam posisi litotomi,
jika tidak ada kebocoran, ulangi dengan posisi klien
1. Kaji kebiasaan pola berkemih dan gunakan membentuk sudut 45,
catatan berkemih sehari. lanjutkan dengan klien berdiri jika tidak ada
Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi kebocoran yang lebih dulu.
dorongan beri distensi kandung kemih Rasional : Untuk membantu dan melatih
2. Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama pengosongan kandung kemih.
malam hari 5. Pantau pemasukan dan pengeluaran, pastikan
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari klien mendapat masukan cairan 2000 ml, kecuali
dapat mencegah terjadinya enurasis harus dibatasi.
3. Bila masih terjadi inkontinesia kurangi waktu 6. Rasional : Dehidrasi optimal diperlukan untuk
antara berkemih yang telah direncanakan mencegah ISK dan batu ginjal
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek
cukup untuk menampung volume urine sehingga medikasi dan tentukan kemungkinan perubahan
diperlukan untuk lebih sering berkemih. obat, dosis/ jadwal pemberian obat untuk
menurunkan frekuensi inkontinensia.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan
inkontinesia, imobilitas dalam waktu yang
lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan klien dapat berkemih
dengan nyaman.
Kriteria Hasil :
Urine jernih, urinalisis dalam batas normal,
kultur urine menunjukan tidak adanya bakteri.
Intervensi :
1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap 4. Kecuali dikontra indikasikan, ubah posisi pasien setiap
shift. Jika pasien inkontinensia, cuci daerah perineal 2 jam dan anjurkan masukan sekurang-kurangnya
segera mungkin. 2400ml / hari.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi uretra Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan .
Rasional : Untuk mencegah stasis urine.

2. Jika dipasang kateter indwelling, berikan perawatan


kateter 2x sehari (Merupakan bagian dari waktu mandi
5. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.
pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air
besar. a) Tingkatkan masukan sari buah berri .
Rasional : Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk b) Berikan obat-obat, untuk meningkatkan asam urine.
memasuki kandung kemih dan naik ke saluran Rasional : Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman .
perkemihan. Karena jumlah sari buah berri diperlukan untuk mencapai
dan memelihara keasaman urine. Peningkatan masukan
cairan sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan
infeksi saluran kemih.
3. Ikuti kewaspadaan umum (Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak langsung, pemakaian sarung tangan), bila
C. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan irigasi kontras oleh urine
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil:
1) Jumlah bakteri <100.000/ml
2) Kulit periostomal penuh
3) Suhu 37c
4) Urine jernih dengan sendimen minimal.
Intervensi :
1. Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8 jam
Rasional : untuk mengindetifikasi kemajuan atau penyimpanan dari hasil yang
diharapkan
2. Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdefekasi. Yakinkan kulit
bersih dan kering sebelum memasang wafer yang baru. Potong lubang wafer kira-kira
setengah inci lebih besar dan diameter stoma untuk menjamin ketepatan ukuran kantung
yang benar-benar menutupi kulit periastomal. Kosongkan kantung urostomi bila telah
seperempat sampai setengah penuh.
Rasional : peningkatan berat urine dapat merusak segel periostomal,memungkinkan
kebocoran urin. Pemajanan menetap pada kulit periostomal terhadap asam urin dapat
menyebabkan kerusakan kulit dan peningkatan resiko infeksi.
d. Resiko kekurangan volume tubuh berhubungan dengan intake yang adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan seimbang
Kriteria hasil : pengeluaran urine tepat, berat badan ideal
Intervensi
1. Awasi tanda-tanda vital
Rasional : pengawasan invasive diperlukan untuk mengkaji volume intravaskular, khususnya pada pasien dengan
fungsi jantung buruk.
2. Catat pemasukan dan pengeluaran
Rasional : untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
3. Awasi berat jenis urine
Rasional : untuk mengukur kemampuan ginjal dalam mengkonsestrasikan urine
4. Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam
Rasional : membantu periode tanpa cairan meminimalkan kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunkan rasa
haus
5. Timbang BB setiap hari
Rasional : untuk mengawasi status cairan
Implementasi
Dilaksanakan sesuai dengan Evaluasi
rencana tindakan, menjelaskan Evaluasi adalah hasil akhir dari
setiap tindakan yang akan
proses keperawatan dilakukan
dilakukan sesuai dengan
pedoman atau prosedur tekhnis untuk mengetahui sampai dimana
yang telah ditentukan. keberhasilan tindakan yang
diberikan sehingga dapat
menemukan intervensi yang akan
dilanjutkan.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai