Anda di halaman 1dari 63

 10% trauma di IGD adalah

sistem urogenital
 Sulit dipisahkan,
digambarkan, &
membutuhkan diagnosis
yang mendalam
 Diagnosis dini penting
untuk mencegah
komplikasi
1. Kontrol perdarahan & syok
2. IV lines & kateter urin (pantau meatus)
3. Anamnesis lengkap tentang mekanisme trauma
4. PF abdomen : kontusio & hematom
5. Fr costae  renal injuries
6. Fr pelvic  bladder & urethral unjuries
7. Vital stabil  imaging
Untuk menentukan derajat trauma

Bila terdapat darah pada


meatus uretra externa,
maka tidak boleh
dilakukan pemasangan
kateter urin
Kateter untuk memantau adanya
hematuria mikro / makro dan
menentukan adanya trauma.

Bila hematuria, tidak dapat


ditentukan dapat dilakukan
pemeriksaan lain untuk
memeriksa kemungkinan trauma
traktus urinarius
 Untuk menentukan perforasi
buli
 Mengisi buli dengan materi
kontras minimal 300ml
hingga distensi penuh
 Foto ketika buli penuh dan
sesaat setelah buli kosong
menggunakan gaya gravitasi
 Dengan media kontras
 Deteksi dan staging trauma
renal dan retroperitoneal
 Laserasi renal, ekstravasasi
urin, arteri renal, trauma
vena, & trauma
intraabdomen lain
 Menentukan parenkim
renal dan trauma
vaskularisasi renal
 Perdarahan persisten
pada Fraktur pelvis
 Tidak dapat memberikan informasi yang penting
dalam evaluasi awal pada trauma abdomen
berat
 Paling sering terjadi
 Fraktur pada costae dan
vertebra dapat melukai
parenkim renal atau
vaskularisasinya
 Kelainan ginjal
(hidronefrosis atau
tumor) lebih rentan
ruptur dengan trauma
ringan
 Trauma tumpul pada abdomen, flank, dan
punggung
 KLL, perkelahian, jatuh, olahraga
 Deselerasi cepat  trauma vaskular berat
 Gunshot & stab  trauma tembus
 Semua luka di regio flank dianggap sebagai
trauma renal sampai dibuktikan sebaliknya
Penemuan awal
 Laserasi akibat trauma tumpul  tranverse (ginjal)
 Gaya ditransmisikan dari tengah ke seluruh parenkim
 Deselerasi cepat  renal bergerak ke atas dan bawah,
menyebabkan penarikan dari pedikel renal dan
menyebabkan avulsi parsial / komplit
 Penarikan tiba-tiba juga dapat menyebabkan robekan
intima sehingga terjadi trombosis akut dari arteri renalis
Contusion & Cortex & Medulla &
micros hematuria Perineal hematoma Bleeding

Pedicle
Multiple / collecting
avulsion
system
& main artery
& Artery injury
injury
Penemuan lanjut
1. Urinoma
› Laserasi  extravasasi massa hidronefrosis
2. Hydronephrosis
› Perinerfik fibrosis yang menelan ureteropelvic junction
3. Arteriovenous fistula
› Karena trauma tembus, namun jarang terjadi
4. Renal vascular hypertension
› Trauma  blood flow terganggu  hipertensi <1% kasus. Fibrosis
dari jaringan sekitar trauma membuat konstriksi arteri renal
 Hematuria mikroskopik /gross
 Beberapa kasus trauma vaskular renal tidak
berhubungan dengan hematuria
 Derajat hematuria ≠ derajat trauma
 Nyeri terlokalisir pada satu area
 Ruptur organ / fraktur multipel pelvis dapat
menyebabkan nyeri abdomen dan dapat
menyamarkan trauma renal
 Pada kateter akan nampak hematuria
 Perdarahan retroperitoneal  distensi
abdomen, ileus, nausea, vomit.
 Syok perdarahan
 Ekimosis / purpura pada flank
 Fraktur costae
 Nyeri perut difus (darah bebas di peritoneum)
 Retroperitoneal hematoma
 Luka terbuka  darah bebas tanpa hematoma
 Distensi abdomen dan bising usus menghilang
 Hematuria gross atau mikroskopik
 Hematokrit berkurang pada pemeriksaan serial
 perdarahan persisten  hematoma besar
pada retroperitoneal
 Perdarah persisten membutuhkan operasi segera
 CT scan (direct &
effective)
› Laserasi parenkim,
hematoma
retroperitoneal,
ekstravasasi urinarius,
trauma organ sekitar
 Arteriografi
› Trauma arterial dan
parenkim (avulsi
pedikel).
› Kontusio berat 
spasme vaskular 
renal tidak terlihat
 Trauma pada abdomen dan flank tidak selalu
berhubungan dengan trauma renal
 Bila bukan trauma renal, maka tidak terdapat
hematuria dan semua pencitraan akan tampak
normal
 Perdarahan berat
 Massa (urinoma) yang teraba dipantau ukurannya
 Urinoma  abses dan sepsis  nyeri perut & flank
 Demam ringan, bila tinggi curiga infeksi
 Perdarahan persisten  operasi secepatnya
 Hipertensi (pantau BP)
 Hidronefrosis (follow up CT, scar perirenal)
 Arteriovenous fistula (atrofi renal)
 Calculus formation
 Pyelonefritis
 Heavy late bleeding (1-4 minggu pascatrauma)
 Ttx awal syok dan
perdarahan, resusitasi,  Trauma tembus  explorasi
evaluasi trauma yang  Kecuali staging menunjukkan
berhubungan trauma parenkim minor
 Minor trauma  bleed stop tanpa extravasasi
spontan dengan bed rest
 Indikasi op : perdarahan  Explorasi biasa berhubungan
persisten, extravasasi, dengan organ lain, renal
kerusakan parenkim, trauma hanya prosedur tambahan
pedikel
 Urinoma & abses  drainase
 Hipertensi  reparasi vaskular / nefroektomi
 Hidronefrosis  koreksi surgikal / nefroektomi
 Angioembolisasi untuk perdarahan persisten setelah
bbrp hari post trauma

 Dengan FU yang baik, prognosis baik. Penyembuhan


spontan dan kembalinya fungsi renal. CT scan & pantau
BP untuk mencegah komplikasi.
 Massa pada pelvis renal  ureter ke lateral /
tenggelam dalam fibrosis yang aktif  terluka ketika
diseksi karena malposisi
 Inflamasi pada pelvis  malposisi ureter
 Ca Colon yang invasif  mengenai ureter
 Terapi radiasi  devaskularisasi, striktur, fibrosis,
fistula
 Endoskopi  perforasi / avulsi ureter
 Ligasi pada operasi Perlukaan
Ekstravasasi
ureter
pelvis yang sulit 
sepsis & kerusakan
ginjal berat
Ureterokutan &
 Transeksi parsial Ureterovaginal
fistula
Urinoma

ureter  stenosis &


fibrosis 
hidronefrosis Ekstravasasi ke Peritonitis &
peritoneum ileus
 Demam  Tanda peritonitis
 Nyeri flank & kuadran (ekstravasasi)
bawah  Watery discharge dari
 Ileus paralitik, nausea & vagina atau luka terbuka
vomiting  Hidronefrosis akut
 90% kasus trauma ureter
 hematuria mikroskopik
 Urography, CT abdomen,
Ro Abdomen
 Kontras : delayed
(hidronefrosis), rapid
(transeksi ureter)
 USG : Hydroureter /
extravasasi urin  urinoma
 Obstruksi usus post 1. Trauma striktur 
operasi& Peritonitis hidronefrosis
(nausea & vomit) 2. Hidronefrosis  Infeksi
 Infeksi luka dalam (mirip  pyelonefritis
urinoma) 3. Ekstravasasi  urinoma
 Pyelonefritis akut
(ureteral injury)
Goals
 Melakukan debridement total
 Anastomosis yang baik (tanpa tegangan)
 Stent ureter
 Drainase retroperitoneal
 Reimplantasi ke  Primary UU:
bladder, Harus ureteroureterostomy (end
antireflux. to end anastomosis of the
 Harus tension-free, same ureter, with excision of
(bladder tube flap bila the injured ureter)
ureter pendek)  Transuerteroureterostomy
(TUU): anastomosis on
ureter to the other across
the midline
 Kebanyakan anastomoses
 Primary menggunakan stent silikon
internal
ureteroureterostomy (UU)  Menjaga kaliber ureter
agar konstan, mencegah
 Extensive loss  extravasasi urin.
autotransplantation  Bentuk J : mencegah
migrasi
 3-4- mgg post-op dilepas
melalui bladder
 90% berhubungan dengan
fraktur pelvis (lateral
compression)
 Komplikasi dari prosedur
ginekologik, reparasi
hernia, dan tindakan
transuretral
 Pelvis melindungi bladder, trauma pelvis 
fragmennya dapat membuat bladder perforasi
 extraperitoneal urin yang infeksius  abses
pelvis & inflamasi pelvis berat  peritonitis
 Bila Urin steril tidak akan muncul gejala hingga
bbrp hari
 Tidak steril  peritonitis & akut abdomen
 Riwayat trauma  Perdarahan hebat 
abdomen bawah syok hemoragik
 Tidak bisa berkemih,  Akut abdomen ketika
ketika bisa, hematuria ruptur bladder
gross intraperitoneal
 Pelvic & abdominal pain  RT  landmark
terganggu karena
terdapat hematoma
pelvis yang besar
 Gross lebih sering drpd  Plain Xray  berkabut
mikroskopik hematuria karena darah dan
 Kultur urin untuk extravasasi urin
menentukan adanya infeksi  CT bila curiga trauma
 Kateter bila tidak ada ureter dan ginjal
perdarahan  Cystografi (300ml
retrograde kontras & xray).
Bila ruptur intraperiitoneal,
tampak kontras
membentuk bowel loop
 Awal : syok dan perdarahan 1. Ruptur extraperitoneal :
 Operatif : insisi lower midline, drainase dengan kateter.
biasanya terdpt hematoma di Blood clots pada leher bladder
lateral, hindari karena dapat harus melalui operasi. Inspeksi
menambah perdarahan. dengan baik untuk laserasi
 Bladder dibuka pada midline, bagian dalam bladder
setelahnya dipasang 2. Ruptur intraperitoneal :
cystotomy tube untuk transperitoneal. Cari adanya
drainase dan kontrol perforasi
perdarahan
3. Fraktur pelvis : fraktur stabil
dapat bertahan 4-5 hari tanpa  Prognosis: sangat baik.
merusak. Tidak stabil  Cystotomy tube dapat
external fixation segera dilepas dalam 10 hari,
4. Hematoma pelvis : laserasi hingga bladder
perdarahan masif tidak neck  inkontinensia
terkontrol bila ruptur vessels sementara
 explorasi, pack dengan
gauze, biarkan 24 jam baru
dilepas. Persisten: embolisasi
 Lebih sering pada pria,
jarang pada wanita
 Berhubungan dengan
trauma pelvis, trauma
ketika mengangkang
 Posterior & anterior uretra
 Uretra pars membranasea
melalui dasar pelvis dan
terdapat sfingter volunter
yang paling sering terluka
 Fraktur pelvis 
membranasea sobek dari
puncak pars prostatika
pada
prostatomembranous
junction
 Nyeri perut 1. Darah pada meatus uretra 
bawah uretrografi, jangan kateter 
 Tidak dapat laserasi inkomplit menjadi
berkemih komplit + infeksi
 Riwayat trauma 2. Nyeri suprapubik
pada pelvis 3. Teraba pelvic hematoma
4. RT : prostat bergeser ke atas
 Fraktur tulang pelvis
 Uretrogram : extravasasi
pada
prostatomembranous
junction. Kontras ke rongga
perivesika
 Bila inkomplit : minor
extravasasi
 Bladder rupture 1. Striktur (pada 50% primary
 Tidak dapat repair & anastomosis)
dilakukan cystografi 2. Impoten (30-80% pria) 
karena tidak boleh drainase suprapubik dan
pasang kateter menunda rekonstruksi uretra
 Maka evaluasi 3. Inkontinensia (<2%)
bladder dengan baik berhubungan dengan fraktur
sakrum (trauma N. S2-4)
1. Syok dan perdarahan  Delay hingga 3 bulan (tidak
2. Hindari kateter ada abses dan infeksi
3. Suprapubik sistotomi & pelvis)
drainase urin (3 bulan)  Pantau striktur pada
4. Insisi midline, pantau uretra, rekonstruksi eksisi
laserasi pada bladder langsung dan anastomosis
bulbosa ke puncak prostat
5. Laserasi inkomplit sembuh
sendiri, cistotomi dilepas  Kateter dilepas setelah
2-3 mgg satu bulan
 Langsung meluruskan  Bila komplikasi dapat
uretra kembali. dihindari, prognosis
 Penyulit: hematoma & sangat baik
perdarahan aktif  Infeksi pada traktus
 Insiden striktur, urinarius dapat hilang
inkontinensia, dan sempurna dengan
impoten lebih rendah tatalaksana yang baik
drpd delay
Etiologi Patogenesis
 Straddle injury   Kontusio, hematoma perineal
laserasi & kontusio biasa sembuh sendiri
 Self-instrumentation  Cedera berat  laserasi
may cause partial dinding uretra  extravasasi
disruption urin. Bisa ke skrotum, dinding
abdomen  sepsis, infeksi
 Riwayat jatuh atau  Nyeri perineal, teraba
instrumentasi massa
 Perdarahan dari uretra  RT: prostat teraba normal
 Nyeri lokal pada peruneum  Pasien dilarang berkemih
dan dapat terdapat hingga selesai diperiksa
hematoma perineal  Tanda infeksi pada
 Extravasasi nampak perineum dan skrotum.
sebagai swelling  Kulit bengkak dan berubah
delayed  sepsis warna
 Perdarahan minimal,  Uretrogram (15-20 mL
kecuali terdapat cedera kontras) menunjukkan
sekunder extravasasi dan lokasi
 WBC meningkat karena trauma
adanya infeksi  Kontusio tidak nampak
extravasasi
 Perdarahan pada 1. Kontusio uretra (intak) : boleh
perineum  tekan  berkemih, tanpa nyeri dan
tidak terkontrol  darah, boleh pulang. Berdarah
operasi  drainase kateter
 Sepsis & infeksi  2. Laserasi : tidak boleh
debridement & drainase instrumentasi. Insisi midline
 Striktur  rekonstruksi explore bladder, cystotomy. 7
surgikal hr uretrogram cari extravasasi
3. Laserasi dengan  Striktur uretra biasanya
extravasasi berat : tidak membutuhkan
drainase dan cystotomy. rekonstruksi
Infeksi dan abses butuh  Ketika striktur sembuh,
antibiotik namun aliran masih
4. Rekonstruksi segera : rendah, terdapat infeksi,
prosedur sulit dan dan fistula, dibutuhkan
insidensi striktur tinggi rekonstruksi
(delay saja)
 Tunika albuginea: jaringan
fibrosa yang melapisi korpus
cavernosum
 Gangguan pada tunika
albuginea penis (fraktur penis)
terjadi ketika hubungan seks.
 Gejala: nyeri pada penis dan
hematoma
 Operasi!
 Gangren & trauma uretra dapat disebabkan oleh
obstruksi cincin yang diletakkan pada dasar penis
 Dilepaskan segera, bisa terjadi amputasi, dan
digantikan dengan teknik mikrosurgikal

 Avulsi kulit penis dapat terjadi karena trauma mesin


 Debridement & skin graft

 Selalu curiga trauma uretra, lakukan uretrografi!!


 Laserasi superfisial dapat dilakukan debridement
dan ditutup secara primer
 Trauma tumpul  hematoma & ekimosis 
sembuh spontan
 Curiga ruptur testis
 Avulsi kulit total karena mesin atau trauma besar,
testis dan spermatic cord masih intak 
debridement, skin graft / thigh flap
 Trauma tumpul  nyeri berat, kadang mual &
muntah
 Nyeri perut bawah
 Hematoma  gambaran testis tidak jelas
 USG, mencari gambaran luka yang harus
dioperasi

Anda mungkin juga menyukai