Anda di halaman 1dari 36

Trauma Buli-buli

Vania Devina
406192027
Organ berongga yang terletak dibelakang simfisis pubis dan menempati
sebagian besar rongga pelvic.
Fungsi utama : menampung urin (capacity : 200-400 cc)
• Berbentuk segitiga dengan dasar posterior, apeks anterior dan leher
inferior dengan dua permukaan inferolateral.  
• Trigonum buli adalah area segitiga mukosa halus yang ditemukan di dasar
permukaan bagian interna buli.
• Sudut superolateral dibentuk oleh orifisium ureter dan sudut inferior
dibentuk oleh orifisium uretra interna.
• Uretra muncul dari leher buli-buli dan dikelilingi oleh sfingter uretra
internal.
• Dilapisi oleh epitel transisional yang kasar dan mempunyai trabekulasi
kecuali di bagian trigonum.

Saat buli-buli terisi dengan urin, ia menjadi berbentuk bulat telur dan
meluas ke superior ke dalam rongga perut. Kontraksi difasilitasi oleh otot
detrusor.
Trauma Buli

● Keadaan kegawatdaruratan pada bedah dan perlu tatalaksana segera


● Angka kejadian trauma buli  41% terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor, 8% jatuh dari
ketinggian, 2 % karena crush injury, 0,6% akibat luka tusuk dan 49 % akibat iatrogenic injury
● Sekitar 60 - 90 % dari pasien trauma buli akibat trauma tumpul yang didapat dari kecelakaan
kendaraan bermotor biasanya disertai dengan fraktur pelvis
Klasifikasi

Berdasarkan Lokasi Berdasarkan Etiologi

1. Extraperitoneal 1. Non-iatrogenic (luka tumpul / luka


2. Intraperitoneal tusuk)
3. Kombinasi 2. Iatrogenik (External, internal, dan
benda asing)
Extraperitoneal

Cedera ekstraperitoneal hampir selalu dikaitkan dengan fraktur pelvis


Hal ini biasanya disebabkan oleh distorsi cincin panggul, dengan pergeseran dinding
kandung kemih anterolateral di dekat dasar kandung kemih atau karena contrecoup sisi
berlawanan
Risiko tertinggi cedera kandung kemih ditemukan pada :
1. Gangguan lingkar panggul dengan displacement >1 cm
2. diastasis simfisis pubis >1 cm
3. fraktur rami pubis
Terkadang kandung kemih terperforasi langsung oleh fragment tulang yang tajam
Intraperitoneal

• Disebabkan oleh peningkatan tiba-tiba tekanan intravesikal dari


distensi dinding buli-buli akibat pukulan/benturan pada panggul
atau abdomen bagian bawah.

• Apeks buli-buli adalah titik terlemah dari buli-buli dan di


daerah ini biasanya ditemukan ruptur.
K l a s i f i k a s i Tr a u m a B u l i
Klasifikasi cedera buli-buli
Blunt Trauma

• Dapat terjadi akibat pukulan/trauma langsung ke area perut bawah, biasanya saat
buli-buli terdistensi penuh dengan urine.
• Ketika tekanan intravesikal meningkat oleh kekuatan traumatis, buli-buli mengalami
ruptur terutama di daerah apex.
• Buli-buli yang kosong biasanya terlindungi dengan baik di dalam tulang panggul dan
dapat terluka oleh spikula tulang yang tajam ketika terjadi fraktur pelvis
• Contoh klasik dari jenis ruptur ini dapat terjadi tanpa gangguan cincin panggul yang
terkait sebagai akibat dari kecelakaan mobil dan pasien menggunakan sabuk
pengaman.
Penetrating trauma

• Luka tembus di area buli jarang terjadi


• Dilaporkan 0,6% luka tembus pada buli-buli terjadi karena
tembakan senjata api.
• Cedera tembus buli-buli juga sering dikaitkan dengan cedera
perut dan vaskular mayor, dengan angka kematian 12% - 14%
pada pasien stabil dan 50% pada mereka yang mengalami syok
Benda asing

• Benda asing intravesical termasuk:


• Bagian dari peralatan endo-urologi (resectoscopes, stent ureter/kateter kandung
kemih)

• Kassa operasi, jahitan atau staples yang tertinggal pada saat prosedur pelvis

• Perforasi yang tidak diketahui atau erosi pada jaring yang digunakan untuk
mengoreksi inkontinensia urin atau prolaps organ perlvis
Iatrogenic Bladder Trauma
• Buli-buli adalah organ urologi yang paling sering terkena cedera iatrogenik
• Trauma dapat terjadi melalui dinding bagian luar (eksternal) maupun bagian dalam
(interna) :
1. IBT eksternal  prosedur kebidanan dan ginekologi, diikuti oleh operasi urologi dan bedah
umum.
• Faktor risiko utama  operasi sebelumnya, peradangan dan keganasan.
• Perforasi kandung kemih terjadi pada hingga 4,9% operasi Mid-Urethral Sling (MUS) pada
inkontinensia urin pada wanita
2. IBT internal  reseksi transurethral kandung kemih (TURB).
• Faktor risiko  tumor besar, lansia dan buli-buli yang telah diobati sebelumnya (TURB
sebelumnya, instilasi intravesika) dan lokasi apeks buli-buli

• Perforasi ekstraperitoneal lebih sering terjadi dibandingkan perforasi intraperitoneal


Incidence of iatrogenic bladder trauma during various procedures
Skala keparahan cedera organ untuk kandung kemih (AAST)
Diagnosis
● Tanda dan gejala :

Indikasi mutlak untuk pencitraan kandung kemih meliputi :


● Hematuria dan adanya fraktur pelvis
● Hematuria tidak terlihat dikombinasikan dengan fraktur pelvis berisiko tinggi (gangguan lingkaran
panggul dengan dispalcement > 1 cm atau diastasis simfisis pubis> 1 cm)
● Trauma uretra posterior
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
• Urine : hematuria (seringkali gross, jarang mikroskopik)
• Kultur urin

Radiologi
• Foto polos abdomen
• Sistografi
• Sistoskopi
• Ultrasound
SISTOSKOPI
• Sistoskopi adalah metode pilihan untuk mendeteksi adanya trauma iatrogenik kandung kemih
saat operasi.
• Pada pemeriksaan dengan sistoskopi, kandung kemih harus dalam keadaan terdistensi secara
adekuat, lalu sistoskop dimasukkan dengan sudut 70 derajat. Sistoskopi dengan distensi
kandung kemih yang adekuat dapat secara langsung memperlihatkan adanya laserasi.
• Namun, kurangnya distensi kandung kemih saat sistoskopi memberi kesan adanya perforasi
yang besar.
USG
• Pemeriksaan USG yang menunjukkan adanya cairan pada intra- maupun ekstraperitoneal
mengesankan adanya perforasi kandung kemih.
• Namun, USG saja tidak cukup untuk mendiagnosis adanya trauma kandung kemih.
• Focused Abdominal Sonograpny for Trauma (FAST) populer untuk mengevaluasi trauma tumpul
abdomen pada orang dewasa untuk mendeteksi cairan bebas intraperitoneal
• Beberapa penelitian juga menunjukkan FAST juga dapat dipercaya untuk mendeteksi cairan
bebas intraperitoneal pada anak-anak
SISTOGRAFI
• Sistografi adalah modalitas pilihan pada trauma kandung kemih non iatrogenik dan pada
kecurigaan akan adanya trauma kandung kemih iatrogenik saat setelah operasi.
• Sistografi konvensional dan CT kedua-duanya memiliki sensitivitas 90-95% dan spesifisitas
100%.
• Pada ruptur intraperitoneal, dapat terlihat adanya ekstravasasi media kontras yang terlihat pada
sela-sela usus.
• Pada ruptur ekstraperitoneal akan terlihat ekstravasasi kontras pada jaringan lunak perivesikal
(flame-shaped areas)
• Sistografi retrograd atau CT cystography adalah prosedur diagnostik pilihan untuk dugaan
cedera kandung kemih. Namun, prosedur ini harus dilakukan dengan pengisian retrograde
kandung kemih dengan minimal 350 cc bahan kontras encer.
• Gambaran CT cystographic dapat mengarah pada klasifikasi yang akurat dari cedera kandung
kemih dan memungkinkan pengobatan yang cepat dan efektif dengan paparan radiasi yang lebih
sedikit dan tanpa biaya tambahan dari sistografi konvensional.
Angiografi
• Angiografi jarang diindikasikan
• Dapat berguna dalam mengidentifikasi sumber perdarahan dan untuk terapi embolisasi
Tatalaksana Trauma Buli
• Prioritas utama tatalaksana pada trauma buli adalah stabilisasi kondisi pasien dan tatalaksana
yang bersifat life-threatening.
• Pada multiple trauma dapat mengakibatkan terjadinya asidosis, hipotermi dan koagulopati. Hal
tersebut harus dicegah karena meningkatkan mortalitas
• Fokus pertama tatalaksana trauma di IGD yaitu dengan melakukan primary survey (meliputi
prinsip ABCDE) dan secondary survey.
• Setelah kondisi pasien stabil, mulai pertimbangkan tatalaksana definitif yaitu dengan tindakan
bedah.
Extraperitoneal Ruptures

• Pemasangan kateter drainase, meskipun terdapat ekstravasasi luas ekstraperitoneal maupun


ekstravasasi pada skrotum. Intervensi pembedahan diperlukan jika trauma melibatkan bagian
leher kandung kemih, adanya fragmen tulang pada dinding kandung kemih, adanya cedera
rectum, atau adanya dinding kandung kemih yang terjebak
• Laparatomy
Intraperitoneal Ruptures

• Surgical bladder repair Ruptur intraperitoneal akibat trauma tumpul harus selalu ditangani
dengan tindakan pembedahan, karena ekstravasasi urine intraperitoneal dapat menyebabkan
peritonitis, sepsis, dan kematian.
• Jika terdeteksi adanya urinoma, maka harus didrainase. Jika tidak ada trauma intra-abdomen
lain, penjahitan secara laparoskopik pada ruptur ekstraperitoneal dapat dilakukan.
Penetrating trauma

• Semua perforasi kandung kemih karena trauma penetrasi harus menjalani eksplorasi dan
perbaikan darurat
• Pasien trauma penetrasi yang datang dengan syok memiliki insiden cedera vascular yang tinggi
dan cedera visceral yang terkait dapat mempersulit terapi  angka mortalitas tinggi
• Luka tembak pada kandung kemih biasanya mengakibatkan kebocoran intraperitoneal, yang
memerlukan drainase yang tepat dan perbaikan luka yang terkait pada dinding kandung kemih
serta organ di sekitarnya. Namun, pada pasien dengan ruptur ekstraperitoneal, manajemen
non-operatif dengan drainase kateter Foley dapat digunakan.
Iatrogenic trauma

• Pada pasien yang terdiagnosis dengan cepat, perbaikan kandung kemih yang dilakukan
dengan transabdominal atau transvaginal two-layer closure secara efektif menangani 98%
kasus dan sisanya dikelola dengan drainase kateter Foley
Algoritma

Algoritma 1. Evaluasi dan penanganan trauma pada traktus urinarius bawah


(Wessels H, McAninch JW. Urological Emergencies.New Jersey: Humana Press Inc 2005)
Komplikasi
• Inkontinensia
• Fistula
• Demam
• Sepsis
• Abses pelvis
• Peritonitis

Anda mungkin juga menyukai