Anda di halaman 1dari 25

TRAUMA BULI BULI

Anatomi Buli-buli

Organ berongga yang terletak dibelakang simfisis pubis dan


menempati sebagian besar rongga pelvic.
Fungsi utama : menampung urin (capacity : 200-400 cc)
• Berbentuk segitiga dengan dasar posterior, apeks anterior dan
leher inferior dengan dua permukaan inferolateral.  
• Trigonum buli adalah area segitiga mukosa halus yang
ditemukan di dasar permukaan bagian interna buli.
• Sudut superolateral dibentuk oleh orifisium ureter dan sudut
inferior dibentuk oleh orifisium uretra interna.
• Uretra muncul dari leher buli-buli dan dikelilingi oleh sfingter
uretra internal.
• Dilapisi oleh epitel transisional yang kasar dan mempunyai
trabekulasi kecuali di bagian trigonum.

Saat buli-buli terisi dengan urin, ia menjadi berbentuk bulat telur


dan meluas ke superior ke dalam rongga perut. Kontraksi
difasilitasi oleh otot detrusor.
Trauma Buli

 Keadaan kegawatdaruratan pada bedah dan perlu tatalaksana segera


 Angka kejadian trauma buli  41% terjadi pada kecelakaan kendaraan
bermotor, 8% jatuh dari ketinggian, 2 % karena crush injury, 0,6% akibat
luka tusuk dan 49 % akibat iatrogenic injury
 Sekitar 60 - 90 % dari pasien trauma buli akibat trauma tumpul yang
didapat dari kecelakaan kendaraan bermotor biasanya disertai dengan
fraktur pelvis
Klasifikasi

Berdasarkan Lokasi Berdasarkan Etiologi

1. Extraperitoneal 1. Non-iatrogenic (luka tumpul /


2. Intraperitoneal luka tusuk)
3. Kombinasi 2. Iatrogenik (External dan
internal)
Extraperitoneal
 Cedera ekstraperitoneal hampir selalu dikaitkan dengan fraktur pelvis
 Hal ini biasanya disebabkan oleh distorsi cincin panggul, dengan gaya
geser dinding kandung kemih anterolateral di dekat dasar kandung
kemih atau karena contrecoup sisi berlawanan
 Risiko tertinggi cedera kandung kemih ditemukan pada :
1. Gangguan lingkar panggul dengan displacement> 1 cm
2. diastasis simfisis pubis> 1 cm
3. fraktur rami pubis
Intraperitoneal
 Disebabkan oleh peningkatan tiba-tiba tekanan intravesikal dari
distensi dinding buli-buli akibat pukulan/benturan di panggul atau
perut bagian bawah.
 Apeks buli-buli adalah titik terlemah dari buli-buli dan di daerah ini
biasanya ditemukan ruptur pada kasus kecelakaan.
 Biasanya dapat disebabkan luka tumpul akibat benturan di area perut
bagian bawah dan luka tusuk.
Lokasi Trauma
Blunt Trauma
 Dapat terjadi akibat pukulan/trauma langsung ke area perut bawah,
biasanya saat buli-buli terdistensi penuh dengan urine.
 Ketika tekanan intravesikal meningkat oleh kekuatan traumatis, buli-buli
mengalami ruptur terutama di daerah apex.
 Buli-buli yang kosong biasanya terlindungi dengan baik di dalam tulang
panggul dan dapat terluka oleh spikula tulang yang tajam ketika terjadi
fraktur pelvis
 Contoh klasik dari jenis ruptur ini dapat terjadi tanpa gangguan cincin
panggul yang terkait sebagai akibat dari kecelakaan mobil dan pasien
menggunakan sabuk pengaman.
Pentrating trauma
 Luka tembus di area buli jarang terjadi
 Dilaporkan 0,6% luka tembus pada buli-buli terjadi karena tembakan
senjata api.
 Cedera tembus buli-buli juga sering dikaitkan dengan cedera perut
dan vaskular mayor, dengan angka kematian 12% - 14% pada pasien
stabil dan 50% pada mereka yang mengalami syok
Iatrogenic Bladder Trauma
 Buli-buli adalah organ urologi yang paling sering terkena cedera iatrogenik
 Trauma dapat terjadi melalui dinding bagian luar (eksternal) maupun bagian
dalam (interna) :
1. IBT eksternal terjadi paling sering selama prosedur kebidanan dan
ginekologi, diikuti oleh operasi urologi dan bedah umum. Faktor risiko
utama adalah operasi sebelumnya, peradangan dan keganasan.
2. IBT internal terutama terjadi selama reseksi transurethral kandung kemih
(TURB). Faktor risiko yang dilaporkan adalah tumor besar, lansia dan
buli-buli yang telah diobati sebelumnya (TURB sebelumnya, instilasi
intravesika)
Incidence of iatrogenic bladder trauma during various procedures
Diagnosis
 Tanda dan gejala :
1. Hematuria
2. Ketidakmampuan untuk buang air kecil atau inadequate urine output
3. Nyeri perut bagian bawah
4. Distensi abdomen akibat terdapat asites urin
5. Jejas luka masuk / keluar di perut bagian bawah, perineum atau bokong

Indikasi mutlak untuk pencitraan kandung kemih meliputi :


 Hematuria dan adanya fraktur pelvis

 Hematuria tidak terlihat dikombinasikan dengan fraktur pelvis berisiko tinggi (gangguan lingkaran

panggul dengan dispalcement > 1 cm atau diastasis simfisis pubis> 1 cm)


 Trauma uretra posterior
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
 Urine : hematuria (seringkali gross, jarang mikroskopik)

 Kultur urin

Radiologi
 Foto polos abdomen

 Sistografi

 Sistoskopi

 Ultrasound
SISTOSKOPI
 Sistoskopi adalah metode pilihan untuk mendeteksi adanya trauma
iatrogenik kandung kemih saat operasi.
 Pada pemeriksaan dengan sistoskopi, kandung kemih harus dalam
keadaan terdistensi secara adekuat, lalu sistoskop dimasukkan dengan
sudut 70 derajat. Sistoskopi dengan distensi kandung kemih yang
adekuat dapat secara langsung memperlihatkan adanya laserasi.
 Namun, kurangnya distensi kandung kemih saat sistoskopi memberi
kesan adanya perforasi yang besar.
USG
 Pemeriksaan USG yang menunjukkan adanya cairan pada intra-
maupun ekstraperitoneal mengesankan adanya perforasi kandung
kemih. Namun, USG saja tidak cukup untuk mendiagnosis adanya
trauma kandung kemih
SISTOGRAFI
 Sistografi adalah modalitas pilihan pada trauma kandung kemih non
iatrogenik dan pada kecurigaan akan adanya trauma kandung kemih
iatrogenik saat setelah operasi.
 Sistografi konvensional dan CT kedua-duanya memiliki sensitivitas
90-95% dan spesifisitas 100%.
 Pada ruptur intraperitoneal, dapat terlihat adanya ekstravasasi media
kontras yang terlihat pada sela-sela usus.
 Pada ruptur ekstraperitoneal akan terlihat ekstravasasi kontras pada
jaringan lunak perivesikal (flame-shaped areas)
Sistografi

Ruptur buli ekstraperitoneal, Ekstravasasi (ditunjuk dengan panah) terlihat di luar


kandung kemih di dalam pelvis pada cystogram.
(Hohenfellner M, Santucci RA. Emergencies in Urology. Berlin Heidelberg: Springer ;
2007)
Ruptur buli intraperitoneal. Cystogram menunjukkan kontras mengelilingi usus.
(Hohenfellner M, Santucci RA. Emergen0cies in Urology. Berlin Heidelberg:Springer ;2007)
Tatalaksan Trauma Buli
 Prioritas utama tatalaksana pada trauma buli adalah stabilisasi kondisi
pasien dan tatalaksana yang bersifat life-threatening.
 Pada multiple trauma dapat mengakibatkan terjadinya asidosis,
hipotermi dan koagulopati. Hal tersebut harus dicegah karena
meningkatkan mortalitas
 Fokus pertama tatalaksana trauma di IGD yaitu dengan melakukan
primary survey (meliputi prinsip ABCDE) dan secondary survey.
 Setelah kondisi pasien stabil, mulai pertimbangkan tatalaksana
definitif yaitu dengan tindakan bedah.
Tindakan Bedah

Extraperitoneal Ruptures
 Pemasangan kateter drainase, meskipun terdapat ekstravasasi luas ekstraperitoneal

maupun ekstravasasi pada skrotum. Intervensi pembedahan diperlukan jika trauma


melibatkan bagian leher kandung kemih, adanya fragmen tulang pada dinding kandung
kemih, adanya cedera rectum, atau adanya dinding kandung kemih yang terjebak
 Laparatomy

Intraperitoneal Ruptures
Surgical bladder repair Ruptur intraperitoneal akibat trauma tumpul harus selalu ditangani
dengan tindakan pembedahan, karena ekstravasasi urine intraperitoneal dapat menyebabkan
peritonitis, sepsis, dan kematian. Jika terdeteksi adanya urinoma, maka harus didrainase.
Jika tidak ada trauma intra-abdomen lain, penjahitan secara laparoskopik pada ruptur
ekstraperitoneal dapat dilakukan.
Algoritma

Algoritma 1. Evaluasi dan penanganan trauma pada traktus urinarius bawah


(Wessels H, McAninch JW. Urological Emergencies.New Jersey: Humana Press Inc
2005)
Komplikasi
 Inkontinensia
 Fistula
 Demam
 Sepsis
 Abses pelvis
 Peritonitis

Anda mungkin juga menyukai