Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA BULI BULI

Nama Mahasiswa

Agustin Mega Astutik (0118005)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunianya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Dimana
makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
(KMB) dengan asuhan keperawatan yang berjudul TRAUMA BULI BULI.

Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman – teman
yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saya sangat mengharapkan
kritik dan saran pembaca yang membangun. Semoga dengan selesainya tugas ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman- teman.

Mojokerto, 21 Februari 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat untuk
mendiagnosa, karena seorang penolong korban kecelakan hanya perhatian dengan
luka-luka yang ada ditubuh dan anggota gerak saja. Keterlamabatn ini biasanya
menimbulkan komplikasi yang sangat berat yaitu perdarahan hebat dan peritonitis,
jadi setiap ada kecelakan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan
bahwa itu ada trauma atau tidak. Biasanya trauma saluran kemih ini tidak hanya
mengenai satu organ saja, dan yang harus diingat adalah keadaan umum dan TTV
harus selalu diperhatikan dan dipertahankan, sebelum melangkaj kepengobatan yang
lebih spesifik.
Trauma sistem perkemihan bisa terjadi karena trauma tumpul dan trauma
tajam. Trauma tumpul lebih besar terjadi dibandingkan trauma tajam. Trauma
perkemihan ada beberapa, tetapi disisni saya membahas tentang trauma vesika
urinaria.Dengan melihat akibat trauma urinaria, maka saya menjelaskan makalah
laporan pendahuluan dan konsep asuhan keperawatan tentang trauma buli-buli/vesika
urinaria/kandung kemih.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang definisi dari trauma buli buli/vesika urinaria/kandung kemih?
2. Apa saja klasifikasi trauma buli buli?
3. Bagaimana etiologi dari trauma buli buli?
4. Bagaimana patofisiologi dari trauma buli buli?
5. Bagaimna pathway dari trauma buli buli?
6. Bagaimana manifestasi klinis trauma buli buli?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik trauma buli buli?
8. Bagaimana tata laksana trauma buli buli?
9. Apa saja komplikasi dari trauma buli buli?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan trauma buli buli?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep teori trauma buli
buli.
2. Mahasisawa mampu memahami dan mengerjakan konsep asuhan keperawatan
taentang trauma buli buli.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori Trauma Buli Buli
1. Anatomi
Buli disebut juga kandung kemih, vesika urinaria, urinary bladder. Buli-buli
bekerja sebagi penampung urine. Organ ini berbentuk seperti buah pir. Letaknya
di dalam panggul besar, dibelakang simfisis pubis (Pearce, 2009).
Buli-buli menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung urine, buli-buli
mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang
lebih adalah 300-450 ml (Purnomo, 2007).
Jadi, buli – buli bisa desebut juga kandung kemih yaitu salah satu organ sistem
perkemihan setelah ureter . Yang berfungsi sebagai menampung urine kemudian
akan dikeluarkan melalui uretra dalam mekanisme berkemih.

2. Definisi
Trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat
bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi
dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat,
peritonitis dan sepsis. Secara anatomic buli-buli terletak di dalam rongga
pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera
(Mutaqqin, 2011) .
Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau  penetrasi.
Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi menurut isi kandung kemih
sehingga bila kandung kemih penuh akan lebih mungkin untuk menjadi luka
daripada saat kosong .Trauma kandung kemih adalah suatu keadaan dimana
terjadinya ruda paksa pada area vesika urianaria baik saat vesika urinaria
dalam keadaan penuh ataupun tidak.Trauma bledder adalah rusaknya kandung
kencing ( organ yang menampung uruin dari ginjal) atau uretra (saluran yang
menghubungkan kandung kencing dengan dunia luar). Trauma bledder atau
vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan
pelaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat
menimbulkan komplikasi seperti peritoritis dan sepsis (Mutaqqin, 2011).
3. Klasifikasi
Cidera vesika urinaria diklasifikasikan menurut American Association for the
Surgery of Trauma ( A AST) – Organ Injury Scale (OIS).

Grade (AAST) Jnis Cedera Deskripsi Kerusakan


I Hematoma Kontusio dan hematoma
Laserasi intramural
Laserasi sebagian dari
dinding buli buli
II Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal buli buli
< 2cm
III Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal > 2 cm
atau intraperitoneal <
2cm
IV Laserasi Laserasi dari dinding
ekstraperitoneal > 2 cm
V Laserasi Laserasi intraperitoneal
atau ekstraperitoneal
yang meluas ke dalam
kandung kemih leher
atau muara uretra
trigonium

4. Etilogi
Penyebab tersering trauma urologi seperti trauma ginjal dan buli-buli adalah
trauma tumpul yang disebabkan oleh jatuh dan kecelakaan lalu lintas.
Ruptur kandung kemih terutama terjadi akibat kecelakaan yang
menyebabkan patah tulang pelvis, fraktur tulang, trauma tumpul pada panggul
,trauma tajam.(dikutip pada jurnal Zuhirman, Z., & Amelia, S. M.
(2014). Gambaran Klinis Trauma Urologi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Periode Januari 2009–Desember 2013).
5. Patofisiologi
Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma,,maka akan terjadi
peningkatan tekanan intra vesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli pecah
keadaan ini dapat menyebabkan rutura intraperitonial.
Secara anatomik buli-buli atau bledder terletak didalam rongga pelvis
sehingga jarang mengalami cidera.Ruda paksa kandung kemih karena kecelakaan
kerja dapat menyebabkan fragmen patah tulang pelvis sehingga mencederai buli-
buli. Jika faktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung
kemih,tetapi hanya terjadi memar pada diding buli-buli dengan hematura tanpa
ekstravasasi urin. Ruda paksa tumpul juga dapat menyebabkan ruptur buli-buli
terutama bila kandung kemih penuh atau dapat kelainan patogenik seperti
tubercolosis,tumor atau obtruksi sehingga ruda paksa kecil menyebabkan ruptur.
6. Pathway
7. Manifestasi klinis
a) Gejala utama adalah adanya darah dalam air kemih atau kesulitan untuk
berkemih. Rasa sakit di area panggul dan perut bagian bawah. Sering buang
air kecil atau sukar menahan keinginan berkemih( ini terjadi jika bagian
terbawah kandung kemih mengalami cidera).
b) Umumnya fraktur tulang dan pelvis disertai pendarahan hebat sehingga
penderita datang dalam keadaan anemik bahkan sampai syok.
c) Pada abdomen, bagian bawah tampak jejas atau hematom dan terdapat nyeri
tekan pada daerah supra publik (perut bagian bawah pusar) ditempat
hematom.
d) Pada ruptur buli buli intraperitinial urine yang srng masuk ke rongga
peritonial sehingga memberi anda cairan intra abdomen dan rangsangan
peritonial.
e) Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan tanda infitrat urine dirongga
peritonial yang sering menyebabkan septisema.
f) Nyeri pada daerah supra publik baik publik maupun saat palpasi
g) Hematura
h) Ketidakmampuan buang air kecil
i) Ekstravasase urine
j) Suhu tubuh meningkat
k) Syok
l) Tanda tanda peritonitis
8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hematokrit menurun
2. Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine kandung kemih dapat pindah
atau tertekan yaitu suatu prosedur di mana pewarna radioaktif (senyawa
kontras) yang dapat dilihat dengan X-ray, disuntikan ke dalam kandung
kemih.
3. Prosedur selanjutnya adalah melakukan CT scan atau X-ray untuk melihat
kebocoran. Sementara untuk luka kandung kemih yang terjadi selama prosedur
operasi biasanya diketahui tepat pada waktunya sehingga rangkain tes tesebut
tidak perlu dilakukan.
9. Tata Laksana
a. Atasi syok dan pendarahan
b. Istirahat baring sampai hematuri hilang
c. Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesika urinaria intra
peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.
d. Robekan kecil (laserasi) bisa diatasi dengan memasukkan kateter ke dalam
uretra untuk mengeluarkan air kemih selama 7-10 hari dan kandung kemih
akan membaik dengan sendirinya.
e. Untuk luka yang lebih berat, biasanya dilakukan pembedahan untuk
menentukan luasnya cedera dan untuk memperbaiki setiap robekan.
Selanjutnya air kemih dibuang dari kandung kemih dengan menggunakan 2
kateter, 1 terpasang melalui uretra( kateter trans-uretra) dan yang lainya
terpasang langsung ke dalam kandung kemih melalui perut bagian bawah
( kateter suprapubik). Kateter tersebut dipasang selama 7-10 hari atau diangkat
setelah kandung kemih mengalami penyembuhan yang sempurna.
10. Komplikasi
 Urosepsis
 Klien lemah akibat anemia

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA BULI BULI

1. Pengkajian
a. Anamesa
 Nama pasien :
 Umur : Disini umur mempengaruhi trauma buli buli, yaitu pada penelitian
ini didapatkan kelompok umur tersering yang terkena trauma urologi
adalah usia 20-30 tahun yaitu sebesar 30,5%. . Usia 20-30 tahun
merupakan usia produktif, dimana masyarakat lebih sering menghabiskan
waktu di luar rumah untuk bekerja sehingga menuntut mobilitas yang
tinggi. ( dikutip pada jurnal Zuhirman, Z., & Amelia, S. M.
(2014). Gambaran Klinis Trauma Urologi di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru Periode Januari 2009–Desember 2013).
 Jenis kelamin : Kasus trauma urologi terbanyak dialami oleh laki-laki
(82,6%) sedangkan perempuan (17,4%). ( dikutip pada jurnal Zuhirman,
Z., & Amelia, S. M. (2014). Gambaran Klinis Trauma Urologi di RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari 2009–Desember 2013).
 Alamat rumah :

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit/nyeri pada perut bagian bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pemeriksaan pada klien secara umum di dapatkan adanya syok
hipovelemik yang berhubungan dengan trauma pelvis dan pendarahan
dalam massif. Tanda –tanda klinis cedera kandung kemih relavif spesifik,
triase gejala ( gross hematuria, nyeri suprapubik, kesulitan atau
ketidakmampuan untuk miksi)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
5. Data Subyektif biasanya :
 Klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah (bledeer) yang
terkena benturan pembatas jalan maupun benturan dengan benda
yang keras.
 Klien mengatakan kencungnya bercampur darah
 Klien mengatakan ada memar pada abdomen bawah setelah dia
terjatuh.
6. Data Obyektif
 Nyeri pada daerah trauma
 Hematuri
 HT menurun
 HB menurun
 Pada pemeriksaan BNO : Memperlihatkan suatu daerah yang
berwarna abu-abu di daerah trauma dan memperlihatkan
ekstravasase urine
 Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi/ ekstravasase
urine pada sisi yang terkena
 CT Scan : Meperlihatkan adanya hematom retropenial dan
konfigursi ginjal
c. Pola Kebutuhan
A (Air Way)
 Biasanya tidak ada gangguan jalan nafas
 Tidak ada suara tambahan
 Tidak ada jejas di daerah dada

B (Breathing)

 Biasanya tejadi peningkatan frekuensi nafas


 Nafas dangkal
 Distress pernafasan
 Menggunakan otot otot perfanasan

C (Circulation)

 Biasanya TD menurun
 Nadi perifer teraba lemah
 Terjadi hematuria

D (Disability)

 GCS : E : 4, M: 5, V:6
 Kesadaran : compos mentis

E (Exposure)

 Biasanya terdapat jejas dibagian perut bawah

F ( Full Vital Sign)

 TTV : TD: biasanya mengalami penurunan tekanan darah


 Biasanya terpasang kateter urine

d. Pemfis
1. Kepala
Bentuk simetris, kulit bersih, posisi kepala tegak, tidak ada jahitan luka
2. Rambut
Bersih,hitam
3. Mata
Terlihat bersih, struktur simetris, sklera tidak ikteik, konjungtiva tidak
anemis
4. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada pendarahan, tidak ada polip dan
peradangan,tidak ada kotoran
5. Telinga
Bentuk simetris, fungsi baik, bersih
6. Mulut dan gigi
Mukosa bibir, kebersihan lidah,kebersihan gigi, fungsi semestinya
7. Leher
Kebersihan leher, tidak ada pembesaran getah bening maupun kelenjar
tiroid.
8. Thorax
Berbentuk simetris, frekuensi nafas normal, tidak terlihat sesak nafas/
tidak menggunakan alat bantu pernafasan, dada teraba datar, tidak ada
nyeri tekan dan tidak ada bunyi tambahan wheezing dan ronchi.
9. Abdomen
- Inspeksi :bentuk simetris , tampak kebiruan pada perut bagian
bawah.
- Auskultasi : bising usus normal
- Perkusi : -
- Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah.
10. Reproduksi
Terpasang kateter dan keluar darah saat BAK melalui kateter.
11. Ekstremitas
- Ekstremitas bagian atas sebelah kiri terdapat pemasangan infus.
- Ekstremitas bagian bawah tidak terjadi apa apa
12. Integumen
Turgor kulit menurun , terdapat jejas dan hematom pada abdomen.

e. Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


1 Ds Luka tusuk /luka Hipovolemia
-Wajah pucat tembak
-Merasa lemah
-Mengeluh haus Robekan dinding
Do kandung kemih
-Frekuensi nadi meningkat
-Nadi teraba lemah Pendarahan
-Td menurun
-Tekanan nadi menyempit Anemia
-Turgor kulit menurun
-Membran mukosa kering Hipovolemia
-Volume urine menurun
-Hematokrit meningkat

2 Ds Kecelakan Inkontinesia
-Keluarnya urine konstan Urine Berlanjut
tanpa distensi Patah tulang pelvis
-Nokturia lebih dari 2 kali
sepanjang tidur Trauma kandung
-Berkemih tanpa sadar kemih
-Tidak sadar inkontensia
urin Kerusakan refleks
Do kontraksi detrusor
-
Inkontinesia Urin
Berlanjut
3 Ds Jejas pada abdomen Nyeri Akut
-Mengeluh nyeri
Do Nyeri tekan supra
-Tampak meringis publik
-Bersikap protektif
-Gelisah Nyeri akut
-frekuensi nadi meningkat
-Sulit tidur
-TD meningkat
4 Ds Efek pemasangan Resiko infeksi
Do kateter

Resiko infeksi

2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia b.d pendarahan berlebihan d.d Frekuensi nadi meningkat ,Nadi
teraba lemah,TD menurun
2. Inkontinesia b.d obstruksi jalan keluar urin d.d Kandung kemih distensi,
Sedikit berkemih
3. Nyeri akut b.d jejas pada abdomen d.d mengeluh nyeri, tampak meringis,
gelisah
4. Resiko infeksi b.d efek pemasangan kateter

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Hipovolemia b.d pendarahan Selama dilakukan tindakan Observasi
berlebihan d.d Frekuensi nadi keperawatan selama 1 x 24 1. periksa tanda dan gejala
meningkat ,Nadi teraba jam, dapat mengembalikan hipovolemia
lemah,TD menurun keseimbangan cairan 2. identifikasi penyebab
dengan kriteria: 3. monitorstatus
TD membaik hemodinamik
Denyut nadi membaik 4. monitor intake dan
Frekuensi nadi membaik output cairan
5. monitor tanda
hemokosentrasi
6. monitor kecepatan infus
secara ketat
7. monitor efek samping
diuretik
Terapeutik
1. timbang berat badan
setiap hari pd waktu yg
sama
2. batasi asupan cairan dan
garam
3. tinggikan kepala tempat
tidur 30-40 derajat
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urin <0,5
mL/kg dalam 6 jam
2. anjurkan melapor jika
BB bertambah > 1 dkg
dlm sehari
3. ajarkan cara membatasi
cairan
Kalaborasi
1. kalaborasi
pemberian diuretik
2. -kalaborasi
penggatian
kehilangan kalium
akibat diuretik
3. -kalaborasi
pemberian
continuous renal
replacement
therappy
2 Inkontinesia Urin Berlanjut b.d Selama dilakukan tindakan Observasi
Kerusakan refleks kontraksi keperawatan selama 1 x24 1. periksa kondisi px
detrusor jamdapat mengembalikan 2. siapkan peralatan
pola kebiasaan buang air dan ruang tindakan
kecil membaik dengan 3. siapkan px dorsal
kriteria : rekumbendan
Distensi KM menurun suspine, bebaskan
Dribling menurun pakain bagian
bawah
4. pasang sarung
tangan
5. bersihkan daerah
perineal atau
preposium dengan
NaCl atau aquades
6. lakukan insersi
kateter urine dengan
menerapkan prinsip
aseptik
7. sambungkan kateter
urine dengan urine
bag
8. isi balon dengan
NaCl sesuai anjuran
pabrik
9. fiksasi selang katetr
diatas simpisis atau
di paha
10. pastikan kanung
urin lebih rendah
dari pada kandung
kemih
11. -berikan label pda
saat pemasangan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemasangan kateter
urine
2. Anjurkan menarik
nafas saat insersi
selang kateter

3 Nyeri akut b.d jejas pada Selama dilakukan tindakan Observasi


abdomen d.d mengeluh nyeri, keperawatan selama 1 x 1. identifikasi lokasi,
tampak meringis, gelisah 24 jam dapat mengurangi karakteristik, durasi,
tingkat nyeri dengan frekuensi, kualitas,
kriteria: intensitas nyeri.
Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala
Meringis menurun nyeri
Gelisah menurun 3. Identifikasi respon
nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
10. Identifikasi alerg
obat
11. Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesik dengan
tingkat keparahan
nyeri
12. Monitor tanda tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
Terapeutik
1. Berikan tekhnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
2. Kontrol lingkungan
dengan
memperberat rasa
nyeri
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
5. Diskusikan jenis
analgesikyang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal
6. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinyu atau bolus
oploid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
7. Dokumentasikan
respon terhadap
efek analgesik dan
efek yg tidak
diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Jeaskan efek terapi
dan efek samping
obat
4. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
5. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
6. Ajarkan tekhnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
4 Resiko infeksi b.d efek Selama dilakukan tindakan Observasi
pemasangan kateter keperawatan kateterisasi 1. Monitor tanda dan
dapat menimbulkan resiko gejala infeksi lolak
infeksi dan sistemik
Terapeutik
1. Batasi jumlah
pengunjung
2. Berikan perawatan
kulit pada area
edema
3. Cuci tangan sesudah
dan sebelum kontak
dengan px
4. Pempertahankan
teknik aseptik
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara
memcuci tangan
dengan benar
3. Anjarkan etika
batuk
4. Ajarka cara
memeriksa kondisi
luka atau luka op
5. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kalaborasi
1. Kaloborasi
pemberian
imunisasi

4.Evaluasi

Diagnosa Evaluasi
Hipovolemia b.d pendarahan S : pasien tidak merasa lelah
berlebihan d.d Frekuensi nadi O: keseimbangan cairan
meningkat ,Nadi teraba membaik, TD membaik, Denyut
lemah,TD menurun nadi membaik, Frekuensi nadi
membaik
A: Masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi 2,3,4
Inkontinesia Urin Berlanjut b.d S : Pasien tidak merasakan
Kerusakan refleks kontraksi berkemih
detrusor O : Distensi KM membaik,
Dribling membaik
A : Masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi 3,4
Nyeri akut b.d jejas pada S : Pasien tidak merasakan nyeri
abdomen d.d mengeluh nyeri, O : Keluhan nyeri
tampak meringis, gelisah murun,Meringis menurun,
Gelisah menurun
A : Masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi 4
Resiko infeksi b.d efek S : Pasien tidak merasakan sakit
pemasangan kateter bagian katetrerisasi
O : Keluhan nyeri menurun,
tidak ada 3 kolor,dolor,tumor
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Daftar pustakta

Evelyn, C. Pearce. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.


Purnomo . 2007, Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan. Yogyakarta : Rapha
Publishing.

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:Salemba


Medika.

Zuhirman, Z., & Amelia, S. M. (2014). Gambaran Klinis Trauma Urologi di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru Periode Januari 2009–Desember 2013(Doctoral dissertation, Riau
University).

Indonesia, P. P. N. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.

Indonesia, P. P. N. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.

Indonesia, P.P.N. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:PPNI

Anda mungkin juga menyukai