Anda di halaman 1dari 4

Trauma Buli-Buli/Vesica Urinaria

1.1 Definisi
Ruptur buli disebut juga trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan
keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi
dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan
sepsis. Ruptur kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal dan ekstraperitoneal. Ruptur
buli ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding
depan kandung kemih yang penuh. Cedera pada abdomen bawah sewaktu kandung kemih
penuh menyebabkan ruptur buli intraperitoneal (Purnomo,2003).

1.2 Etiologi
Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi
buli-buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat
sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan
(seperti pada fraktur pelvis), dapat merobek buli-buli. Robeknya buli-buli karena fraktur
pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis merobek dindingnya. Dalam keadaan
penuh terisi urine, buli-buli mudah sekali robek jika mendapatkan tekanan dari luar berupa
benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada daerah fundus dan
menyebabkan ekstravasai urine ke rongga intraperitoneum (Purnomo,2003).
Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenik antara lain
pada reseksi buli-buli transuretral (TUR Buli-buli) atau pada litotripsi. Demikian pula
partus kasep atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenik
pada buli-buli. Ruptura buli-buli dapat pula terjadi secara spontan; hal ini biasanya terjadi
jika sebelumnya terdapat kelainan pada dinding buli-buli. Tuberkulosis, tumor buli-buli,
atau obstruksi infravesikal kronis menyebabkan perubahan struktur otot buli-buli yang
menyebabkan kelemahan dinding buli-buli. Pada keadaan itu bisa terjadi ruptura buli-buli
spontanea (Purnomo,2003).
1.1 Klasifikasi
Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli-buli, cedera buli-
buli ekstra peritoneal, dan cedera intra peritoneal. Pada kontusio buli-buli hanya terdapat
memar pada dindingnya, mungkin didapatkan hematoma perivesikal, tetapi tidak
didapatkan ekstravasasi urine ke luar buli-buli. Cedera intraperitoneal merupakan 25-45%
dari seluruh trauma buli-buli, sedangkan kejadian cedera buli-buli ekstraperitoneal kurang
lebih 45-60% dari seluruh trauma buli-buli. Kadang-kadang cedera buli-buli
intraperitoneal bersama cedera ekstraperitoneal (2-12%). Jika tidak mendapatkan
perawatan dengan segera 10-20% cedera buli-buli akan berakibat kematian karena
peritonitis atau sepsis (Purnomo,2003)

1.2 Diagnosis
Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh nyeri di
daerah suprasimfisis, miksi bercampur, darah atau mungkin pasien tidak dapat miksi.
Gambaran klinis yang lain tergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli yang
mengalami cedera yaitu intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain yang mengalami cedera,
serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur
pelvis, syok, hematoma perivesika, atau tampak tanda sepsis dari suatu peritonitis atau
abses perivesika. Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan
kontras ke dalam buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui
kateter per-uretram (Purnomo,2003).
Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu (1) foto pada saat buli-buli terisi kontras
dalam posisi anterior-posterior (AP), (2) pada posisi oblik, dan (3) wash out film yaitu foto
setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli. Jika didapatkan robekan pada buli-buli, terlihat
ekstravasasi kontras di dalam rongga perivesikal yang merupakan tanda adanya robekan
ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras yang berada di sela-sela usus berarti ada robekan
buli-buli intraperitoneal. Pada perforasi yang kecil seringkali tidak tampak adanya
ekstravasasi (negatif palsu) terutama jika kontras yang dimasukkan kurang dari 250 ml.
Sebelum melakukan pemasangan kateter uretra, harus diyakinkan dahulu bahwa tidak ada
perdarahan yang keluar dari muara uretra. Keluarnya darah ari muara uretra merupakan
tandadari cedera uretra. Jika diduga terdapat cedera pada saluran kemih bagian atas di
samping cedera pada buli-buli, sistografi dapat diperoleh melalui foto PIV
(Purnomo,2003).
Di daerah yang jauh dari pusat rujukan dan tidak ada sarana untuk melakukan
sistografi dapat dicoba uji pembilasan buli-buli, yaitu dengan memasukkan cairan garam
fisiologis steril ke dalam buli-buli sebanyak ± 300 ml kemudian cairan dikeluarkan lagi.
Jika cairan tidak keluar atau keluar tetapi kurang dari volume yang dimasukkan,
kemungkinan besar ada robekan pada buli-buli. Cara ini sekarang tidak dianjurkan karena
dapat menimbulkan infeksi atau menyebabkan robekan yang lebih luas (Purnomo,2003).

1.3 Terapi
Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk
memberikan istirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli sembuh setelah
7- 10 hari. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk
mencari robekan pada bui-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak
dioperasi ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis.
Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang
kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparotomi. Pada cedera
ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal) dianjurkan untuk
memasang kateter selama 7 – 10 hari, tetapi sebagian ahli lain menganjurkan untuk
melakukan penjahitan buli-buli dengan pemasangan kateter sistostomi. Namun tanpa
tindakan pembedahan kejadian kegagalan penyembuhan luka ± 15%, dan kemungkinan
untuk terjadinya infeksi pada rongga perivesika sebesar 12% (Purnomo,2003)
Oleh karena itu jika bersamaan dengan ruptur buli-buli terdapat cedera organ lain
yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli dan pemasangan
kateter sistostomi. Apalagi jika ahli ortopedi memasang plat untuk memperbaiki fraktur
pelvis, mutlak harus dialkukan penjahitan buli-buli guna menghindari tejadinya pengaliran
urine ke fragmen tulang yang telah dioperasi. Untuk memastikan bahwa buli-buli telah
sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan sistografi guna melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urine.
Sistografi dibuat pada hari ke-10-14 pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter
sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu (Purnomo,2003)

1.4 Komplikasi
Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urine ke rongga pelvis yang
dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis. Yang lebih berat
lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal, jika tidak segera dilakukan operasi, dapat
menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urine pada rongga intra-peritoneum.
Kedua keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang dapat mengancam jiwa. Kadang-
kadang dapat pula terjadi penyulit berupa keluhan miksi, yaitu frekuensi dan urgensi yang
biasanya akan sembuh sebelum 2 bulan (Purnomo,2003)

Referensi :
Basuki B. Purnomo.2003.Buku Kuliah Dasar-Dasar Urologi.Jakarta.Perpustakaan Nasional RI:
Katalog Dalam Terbitan (KTD). Hal 123-127

Anda mungkin juga menyukai