Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi
Ruptur uretra merupakan salah satu kasus kegawatdarurratan urologi.
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan
cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma uretra terutama
disebabkan fraktur pelvis pada kecelakaan lalu lintas dan kasus jatuh dari
ketinggian. Trauma saluran kemih bawah dapat membahayakan jiwa ataupun
berdampak pada kualitas hidup (Kusumawijaya, 2018).
B. Etiologi/patofisiologi/faktor risiko
Trauma uretra dapat disebabkan trauma tumpul, trauma tajam, atau trauma
iatrogenik. Trauma tajam paling sering disebabkan oleh luka tembak dan luka
tusuk. Pada fraktur pelvis dapat ditemukan pula ruptur uretra. Trauma
iatrogenik tersering pada instrumentasi endoskopi dan pemasangan kateter
uretra. Penyebab trauma uretra lainnya adalah perilaku seksual, fraktur penis,
dan stimulasi intralumen uretra (Kusumawijaya, 2018).
Trauma dengan fraktur pelvis sebagian besar disertai trauma uretra
posterior. Pada kasus trauma uretra posterior, uretra pars membranasea atau
pars prostatika merupakan bagian prostat yang ruptur. Fraktur pelvis
menembus lantai pelvis dan sfingter volunter, dan robekan ligamen
puboprostatik akan merobek uretra membranosa dari apeks prostat. Kemudian
akan terbentuk hematoma di retropubis dan perivesika (Kusumawijaya, 2018).
Pada kasus straddle injury terjadi trauma tumpul daerah perineum, bagian
uretra yang ruptur adalah uretra pars bulbosa, karena tekanan objek dari luar
menyebabkan kompresi uretra bulbosa dengan simfisis pubis sehingga terjadi
kontusio atau laserasi dinding uretra (Kusumawijaya, 2018).
C. Gejala dan Tanda Klinis
Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan per-
uretram, yaitu terdapat darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah
mengalami trauma. Perdarahan per-uretram ini harus dibedakan dengan
hematuria yaitu urine bercampur darah. Pada trauma uretra yang berat,
seringkali pasien mengalami retensi urine.
D. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Pasien dengan cedera uretra psoterior sering darang dalam keadaan syok
karena terdapat fraktur pelvis/cedera organ lain yang menimbulkan banyak
pendarahan. Ruptura uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang
khas berupa: (1) perdarahan per-uretram, (2) retensi urine, dan (3) pada
pemeriksaan colok dubur didapatkan adanya floating prostate (prostat
melayang) di dalam suatu hematom. Pada pemeriksaan uretrografi retrograd
mungkin terdapat elongasi uretra atau ekstravasasi kontras pada pars prostato-
membranasea (Purnomo, 2003).
Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau
hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya
hematom pada penis atau hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali
pasien tidak dapat miksi. Pemeriksaan uretrografi retrograd pada kontusio
uretra tidak menunjukkan adanya ekstravasasi kontras, sedangkan pada ruptur
uretra menunjukkan adanya ekstravasasi kontras di pars bulbosa (Purnomo,
2003).
Evalusi lanjutan dilakukan untuk mencari cedera pada semua pasien trauma
multipel, terutama jika terdapat darah pada meatus, hematom/ekimosis
penis/perineal, retensi urin, distensi kandung kemih, dan riwayat trauma
(straddle injury). Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa colok dubur,
dimana selain untuk menemukan proostat letak tinggi yang menandakan
adanya ruptur uretra, juga untuk menyingkirkan cedera rektal (Purnomo, 2003).
E. Klasifikasi
Berdasar anatomi dan derajatnya, anatomi dibagi menjadi 2 bagian yaitu
uretra anterior dan posterior. Trauma uretra posterior terjadi jika proksimal dari
membran perinela pada uretra prostatika atau membranasea. Trauma uretra
anterior melingkupi uretra bulbar dan pendulosa sampai ke fosa navikularis.
Menurut derajatnya, ruptur uretra dibagi menjadi ruptur komplit dan inkomplit
Terdapat klasifikasi Goldman untuk menentukan derajat trauma uretra
(Kusumawijaya, 2018).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Ureterografi Retrograd (URG)
Pemeriksaan ini direkomendasikan karena dapat menunjuukan derajat ruptur
uretra, parsial, atau kompplit serta lokasi baik anterior atau posterior. Hal ini
mempermudahtatalkasana akut drainase kandung kemih. RUG meupakan
pemeriksaan awal, dilakukan dengan injeksi 20-3 ml materi kontras sambil
menahan meatus tetap tertutup kemudia balon kateter dikembangkan pada fosa
navikularis. RUG dapat mengidentifikasi lokasi cedera. Ruptur inkomplit
ditandai ekstravasasi uretra saat buli terisi penuh, sedangkan ruptur komplit
ditandai ekstravasasi masif tanpa pengisian buli. Ekstravasasi terlihat hanya di
badan korpus jika fasia Bucks masih intak dan akan terlihat hingga ke skrotum,
perineum, dan abdomen jika fascia Buck’s telah robek (Kusumawijaya, 2018).
2. Ureteroskopi
Ureteroskopi dapat menjadi pilihan terbaik karena berfungksi secara
diagnostik pada cedera akut. Ureteroskopi menjadi plhan pemeriksaan pertama
pada kasus fraktur penis dan pasien perempuan (Kusumawijaya, 2018).
G. Tatalaksana
1. Tatalaksana awal
Penting untuk melakukan tatalksana kegawatdaruratan dengan tujuan
untuk menstabilkan kondisipasien dari syok karena pendarahan, dapat
berupa resusitasi cairan dan balut tekanpada lokasi pendarahan. Perlu juga
dilakukan pemantauan pada hidrasi agresif. Drainase urin harus segera
dilakukan karena adanya ketidakmampuan utnuk berkemih. Dilakukan
pemasangan kateter urin untuk pemantauan status volume serta drainase
urin, namun hal ini masih kontroversial karena dapat menyebabkan ruptur
yang inkompit menjadi komplit akibat prosedur pemasangan. Diversi
dengan kateter suprapubik lebih disarankan (Kusumawijaya, 2018).
a. Trauma uretra anterior laki-laki
- Trauma tumpul
Tatalaksana akut trauma tumpul hanya dengan sistosomi surapubik
atau kateresasi uretra untuk diversi urin. Ureteroplasi segera tidak
diindikasikan, karena sering disertai kontusio spongiosal yang dapat
menyulitkan debridemen dan penilaian anatomi jaringan sekitar.
Uroplasti dapat dilakukan setelah 3-6 bulan.
- Trauma tajam
Tatalaksana dilakukan dengan tindakan operasi secepatnya berupa
eksplorasi dan rekonstruksi. Eksplorasi segera dilakukan pada pasien
stabil, laserasi,a tau luka tusuk kecil yang membutuhkan penutupan
uretra sederhana. Dilakukan anastomosis pada defek sebesar 2-3 cm di
bulbar uretra atau sampai 1.5 cm pada uretra pendulosa. Defek yang
besar disertai dengan infeksi (luka gigitan), tatalaksana dilakukan
dengna marsupialisasi dilanjutkan rekonstruksi dengan graft atau flap
setelah 3 ulan. Semua paien dilakukan kateter suprapubik.
b. Trauma uretra posterior laki-laki
- Trauma tumpul
Tidak dilakukan tindakan eksplorasi dan rekonstruksi dengan
anastomosis karena tingginya angka striktur, inkontinensia, dan
impotensi setelah tindakan. Pada cedera uretra posterior, perlu
dibedakan antara ruptur komplit dan inkomplit. Pada ruptur inkomplit,
dilakukan pemasangan kateter suprapubik atau uretra. Cedera dapat
sembuh sendiri tanpa jaringan parut yang signifikan. Pada ruptur
komplit, tatalkasana dengan realignment, ekplorasi, rekonstruksi, dan
pemasangan kateter suprapubik. Jangka waktu 3-6 bulan cukup unutk
menunda operasi sambil terbentuk jaringan parut yang stabil dan
penyembuhan luka. Tingkatan tindakan berdasarkan saatnya :
Segera : <48 jam
Primer ditunda : 2 hari-2 minggu setelah trauma
Ditunda : > 3 bulan setelah trauma
c. Trauma tajam
Dilakukan eksplorasi segera melalui retropubis dilanjutkan perbaikan
primer atau realignment endoskopik setelah pasien dalam kondisi stabil
dan pada ruptur komplit yang disertai cedera leher buli atau rektal. Pada
pasien gagal operasi atau tidak stabil dilakukan diversi suprapubik
dilannjut dengan ureteroplasti. Oureteroplasti dilakukan tidak lebih dari
14 hari setelah trauma untuk mencegah diversi suprapubik terlalu lama.
d. Trauma uretra perempuan
Tatalaksana dilakukan setelah keadaan stabil. Operasi rekonstruksi
proksimal. Jika cedera pada uretra distal, operasi penjahitan dapat
dilakukan transvaginal.
H. Edukasi
1. Kateter dipertahankan hingga dua minggu lalu kontrol untuk mengetahui
apakah ada komplikasi lanjutan atau tidak (Battaloglu et al., 2019)
2. Penjelasan bahwa ruptur dapat mengakibatkan dapat menyebabkan
komplikasi berupa striktur, infeksi saluran kemih bawah berulang,
inkontinensia, disfungsi ereksi, dan infertilitas (Purnomo, 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Battaloglu, E., Figuero, M., Moran, C., Lecky, F., Porter, K. 2019. Urethral Injury
In Major Trauma. Injury. 50(5):1053-7.

Kusumawijaya. 2018. Diagnosis dan Tatalaksana Ruptur Uretra. Cermin Dunia


Kedokteran.5: 340-342.

Purnomo, B. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Penerbit CV Sagung Seto.


Jakarta. 2003:127-133.

Anda mungkin juga menyukai