Anda di halaman 1dari 21

Trauma Uretra

Disusun Oleh:
Adinda Iza Putri Widarjanto ( 406201024)
Putu Agus Satya Permana (406201031)
Yensen Yestianto (406201040)
Pembimbing:
Dr. Nicholas Tambunan, Sp.U

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Definisi
Trauma uretra adalah trauma atau cedera yang mengenai uretra yang
terjadi tekanan dari luar atau yang diakibatkan instrumentasi pada
uretra. Atau juga bisa disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian.
Epidemiologi
Cedera saluran kemih memiliki proporsi 10% dari seluruh kasus trauma.
Trauma uretra mencakup 4% dari seluruh trauma saluran kemih,
terutama disebabkan fraktur pelvis pada kecelakaan lalu lintas dan
kasus jatuh dari ketinggian. Kasus trauma uretra lebih sering pada laki-
laki. Sejumlah 65% kasus merupakan ruptur komplit dan 35% inkomplit.
Trauma saluran kemih bawah dapat membahayakan jiwa ataupun
berdampak pada kualitas hidup.

Kusumajaya C. Diagnosis dan Tatalaksana Ruptur Uretra. Departemen Ilmu Bedah,


Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. CDK. 2018; 45 (5).
Etiologi
• Trauma uretra dapat disebabkan:
• trauma tumpul (kecelakaan kendaraan, jatuh mengangkang, trauma tumpul
pada perineum)
• trauma tajam (luka tembak, luka tusuk, gigitan anjing)
• trauma iatrogenik (instrumentasi endoskopi dan pemasangan kateter uretra)
• Penyebab lain (perilaku seksual, fraktur penis, dan stimulasi intralumen
uretra).

Kusumajaya C. Diagnosis dan Tatalaksana Ruptur Uretra. Departemen Ilmu Bedah,


Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. CDK. 2018; 45 (5).
Anatomi

https://link.springer.com/chapter/10.1007/ https://www.slideshare.net/HasnaIbadurra
978-3-030-21447-0_2 hmi/review-anatomi-gus
Klasifikasi
• Klasifikasi sesuai dengan anatomi dan derajatnya.
• Secara anatomi:
• Uretra Anterior (melingkupi uretra bulbar dan pendulosa sampai ke fosa navikularis)
• Uretra Posterior (jika terjadi proksimal dari membran perineal pada uretra prostatika
atau uretra membranasea)
• Menurut derajatnya:
• ruptur inkomplit
• ruptur komplit

Kusumajaya C. Diagnosis dan Tatalaksana Ruptur Uretra. Departemen Ilmu Bedah,


Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. CDK. 2018; 45 (5).
http://2.bp.blogspot.com/-Xif4tkQ2dVQ/Ugn_QnOsXWI/AAAAAAAAAo
Q/cE8mJFOpaR0/s1600/Plate363.jpg
Kusumajaya C. Diagnosis dan Tatalaksana Ruptur Uretra. Departemen Ilmu Bedah,
Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. CDK. 2018; 45 (5).
Patofisiologi
• Ruptur uretra sering terjadi bila seorang penderita patah
tulang panggul karena jatuh atau kecelakaan lalu lintas.
Ruptur uretra dibagi menjadi 2 yaitu ; rupture uretra
posterior dan anterior.
• Ruptura uretra posterior paling sering disebabkan oleh
fraktur tulang pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau
simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin
pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-
membranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh
darah yang berada di dalam kavum pelvis menyebabkan
hematoma yang luas dikavum retzius sehingga jika
ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat
beserta bulibuli akan terangkat ke kranial
Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum
penis. Korpus spongiosum bersama dengan korpora
kavernosa penis dibungkus oleh fasia Buck dan fasia
Colles.
Jika terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum,
darah dan urine keluar dari uretra tetapi masih terbatas
pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma
yang terbatas pada penis.
Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urine dan
darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah
dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding
abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan
gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly
hematoma atau hematoma kupu-kupu
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko ruptur uretra, antara lain:
• Laki-laki lebih berisiko ruptur uretra, karena uretra laki-laki yang lebih
panjang dibandingkan perempuan, serta uretra perempuan
yang mobile tanpa perlekatan signifikan ke tulang pubis
• Adanya kelainan prostat, baik pembesaran maupun kanker; berisiko
ruptur uretra akibat iatrogenik (kateterisasi, radiasi, tindakan operatif
transuretra)
Manifestasi Klinis
a) Perdarahan per-uretra post trauma.
b) Retensi urine.
c) Merupakan kontraindikasi pemasangan kateter.
Lebih khusus:
Pada Posterior
• Perdarahan per uretra
• Retensi urine.
• Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat.
• Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis.
Pada Anterior:
• Perdarahan per-uretra/ hematuri.
• Sleeve Hematom/butterfly hematom
• Kadang terjadiretensi urine
Diagnosis

gambaran yang khas berupa:


1. perdarahan per-uretram
2. retensi urine
3. pada pemeriksaan colok dubur didapatkan adanya floating prostate
(prostat melayang) di dalam suatu hematom
4. segera menemui penyedia layanan kesehatan. Penyedia layanan
kesehatan akan mencoba memasukkan kateter melalui uretra. Jika tidak
bisa memasukkan selang ke dalam uretra, ini adalah tanda pertama
cedera uretra
Purnomo, BP. Dasar-dasar Urologi: Trauma Urogenitalia.
Edisi Kedua. Jakarta. CV Sagung Seto.
Pemeriksaan Penunjang
• Lab. : urinalisis -> eritrosit positif
• Cystography : "Pie in the sky“
• Retrograde urethrography : ekstravasi
• AP pelvic foto
• Sistotomi
• primary endoscopic realigment

Purnomo, BP. Dasar-dasar Urologi: Trauma Urogenitalia.


Edisi Kedua. Jakarta. CV Sagung Seto.
Tatalaksana
• Cedera uretra anterior perlu segera diperbaiki dengan pembedahan.

• Cedera minor diobati dengan kateter melalui uretra ke dalam


kandung kemih (mencegah urine menyentuh uretra sehingga bisa
sembuh. Kateter sering dibiarkan selama 14 - 21 hari.) Lalu dilakukan
rontgen untuk melihat apakah cedera telah sembuh. Jika sudah,
kateter bisa dikeluarkan. Jika rontgen masih menunjukkan kebocoran,
kateter bisa dibiarkan lebih lama
• Jika trauma uretra yang serius terlihat pada x-ray, sebuah tabung
digunakan untuk membawa urin menjauh dari area yang terluka agar
tidak bocor. Bocornya urine di dalam tubuh dapat menyebabkan:
1. Pembengkakan
2. Peradangan
3. Infeksi
4. Jaringan parut

• Perawatan untuk cedera uretra posterior lebih rumit karena hampir


selalu terlihat dengan cedera parah lainnya
• Hal yang dilakukan pertama kali adalah memasang kateter di kandung
kemih pada saat cedera dan menunggu selama 3 hingga 6 bulan. Ini
dilakukan untuk memberi waktu tubuh umenyerap kembali
perdarahan dari fraktur panggul. lebih mudah untuk memperbaiki
uretra setelah pembengkakan di jaringan akibat cedera panggul telah
turun.

• Sebagian besar cedera uretra posterior memerlukan operasi untuk


menghubungkan 2 tepi uretra yang robek. Ini paling sering dilakukan
melalui sayatan di perineum.
After Treatment

• Jika operasi sudah dilakukan, kateter yang tertinggal di kandung kemih


bisa jadi tidak nyaman dan dapat mengganggu kandung kemih,
menyebabkan berkontraksi dengan sendirinya dan menyebabkan
nyeri. Gejala ini sering hilang setelah kateter dilepas.

• Bekas luka setelah operasi dapat menghalangi aliran urin,


menyebabkan alirannya menjadi lemah. Dapat diperbaiki dengan
memperlebar bagian bekas luka.
Diagnosis Banding
• Acute Bacterial Prostatitis and Prostatic Abscess
• Bladder Stones
• Cervical Cancer
• Chronic Pelvic Pain in Women
• Urinary Tract Infection (UTI) and Cystitis (Bladder Infection) in Females
• Endometriosis
• Fistula-in-Ano
• Gonorrhea
• Urethritis
• Urinary Tract Infection (UTI) in Males
Komplikasi Trauma Uretra

a. Striktur uretra
b. Disfungsi ereksi
c. Inkontinensia urine

Purnomo, BP. Dasar-dasar Urologi: Trauma Urogenitalia.


Edisi Kedua. Jakarta. CV Sagung Seto.
Prognosis
• Prognosis pada pasien dengan ruptur uretra ketika penanganan awal baik
dan tepat akan lebih baik.
• Ruptur uretra anterior mempunyai prognosis yang lebih baik ketika
diketahui tidak menimbulkan striktur uretra karena apabila terjadi infeksi
dapat membaik dengan terapi yang tepat.
• ruptur uretra posterior ketika disertai dengan komplikasi yang berat
maka prognosis akan lebih buruk

Palinrungi AM. Lecture notes on urological emergencies & trauma.


Makassar: Division of Urology, Departement of Surgery, Faculty of Medicine,
Hasanuddin University; 2009. p. 131-6

Anda mungkin juga menyukai