Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KERATITIS
2.1.1 DEFINISI
Keratitis merupakan peradangan pada kornea. Radang kornea biasanya
diklasifikasi dalam lapis kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan
interstisial atau profunda. Keratitis disebabkan oleh virus, bakteri (pneumococci,
streptococci, atau staphylococci), jamur, atau protozoa.4
2.1.2 ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya keratitis4 :
 Defisiensi vitamin A
 Reaksi konjungtivitis menahun
 Trauma dan kerusakan epitel
 Lensa kontak dapat mengakibatkan infeksi sekunder dan non infeksi keratitis
 Daya imunitas yang berkurang
 Musim panas dan daerah yang lembab
 Pemakaian kortikosteroid
 Herpes genital
2.1.3 PATOFISIOLOGI
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan
imunologikyang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah
mengalami dilatasi, kemudianterjadi kebocoran serum dan elemen darah yang
meningkat dan masuk ke dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah
makrofag, leukosit polimorf nuklear, limfosit, protein C-reaktif immunoglobulin
pada permukaan jaringan yang utuh membentuk garis pertahanan yang pertama.5
Karena tidak mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi
dengan pengenalan antigen yang lemah, sehingga sel-sel proinflamasi tersebut
dapat merusak kornea. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya
jaringan nekrosis yang dapat dipengaruhi adanya toksin, protease atau
mikroorganisme. Secara normal kornea yang avaskuler tidak mempunyai
pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi juga pertumbuhan pembuluh
limfe dilapisi sel. Sehingga kornea yang seharusnya avaskuler menjadi

1
tervaskularisasi dan menyebabkan kornea tidak jernih serta menggangu dalam
pembiasan cahaya. Pada keratitis herpetika yang kronik dan disertai dengan neo-
vaskularisasi akan timbul limfosit yang sensitif terhadap jaringan kornea.5
2.1.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi keratitis berdasarkan penyababnya terdiri dari :
 Keratitis Superfisial
Radang epitel/subepitel, yang dapat disebabkan oleh infeksi, keracunan,
degenerasi, maupun alergi. Gambaran klinis: tampak titik-titik putih atau
pungtat yang merata, infiltrat di bagian atas (pada trakoma), di celah mata
(keratitis sika) atau akibat sinar ultraviolet, dan di bagian bawah
(blefarokonjungtivitis stafilokokus).5
 Keratitis Virus Herpes Simpleks
Keratitis ini bisa digolongkan menurut lokasi dan bentuknya. Keratitis
epitelialis (keratitis dendritika, keratitis geografika), di mana virus menyerang
epitel basal. Keratitis metaherpetik atau pascainfeksi, bentuk linear tidak
teratur sehingga hampir sama dengan keratitis geografika, kesembuhan sangat
lambat (8-12 minggu). Keratitis interstitialis virus, putih seperti keju
(nekrosis), ada radang limbus, harus dibedakan dengan keratitis karena infeksi
sekunder atau jamur. Keratitis diskiformis, kekeruhan bentuk cakram di
parenkim kornea yang edema tanpa nekrosis.5

Gambar 2.1 Keratitis Herpes Simpleks5

2
Gambar 2.2 Keratitis Herpes Gambar 2.3 Keratitis Epitelial Herpes5
Simpleks dengan Simpleks
Sekunder Infeksi Bakteri5

Dalam suatu penelitian di RS Dr. Sardjito, Yogyakarta, kebanyakan


penderita ulkus kornea datang dalam tingkat keparahan derajat sedang sampai
berat (66,3%). Sebanyak 63% penderita pertama kali diobati bukan oleh dokter
mata, yang sangat mungkin tidak tepat untuk kasus ulkus kornea. Tingkat
kesadaran penderita akan risiko komplikasi ulkus kornea ternyata masih
rendah.
 Keratitis Virus Herpes Zoster
Infeksi akut yang mengenai ganglion Gasseri, jarang bilateral, sakit saat
awal, timbul vesikula pada kulit dahi, kelopak mata sampai ujung hidung,
konjungtiva hiperemis, sensitivitas kornea menurun.5
 Keratitis Jamur
Keratitis jamur lebih sering ditemukan pada petani, sukar sembuh,
infiltrat abu-abu, kadang ada hipopion, gejala inflamasinya berat dimulai
dengan ulserai superfisial, disertai infiltrat satelit ditempat lain seperti induk-
anak ayam, ada satu tumpukan infiltrate yang luas dan di sekitarnya ada
infiltrate kecil-kecil, ulkus meluas sampai endotel, tepi ulkus tidak teratur
(banyak karena Candida).5
2.1.5 GEJALA KLINIS
Gejala keratitis bisa sakit ringan sampai berat, silau, mata berair dan kotor, lesi
kornea disertai penglihatan berkurang.5
Gambaran klinik keratitis dibedakan :

3
Tabel 2.1 Gambaran Klinik Keratitis
Keratitis Epitelialis Mengenai Uji fluooresensi Uji plasido (+)
Supefisialis kornea depan (+)
membrane
Bowan
Subepitel Mengenai Uji fluoresensi (-) Uji plasido (+)
kornea dibawah
epitel kornea
Profunda/Interstisial Didalam stroma Didalam stroma Uji fluoresensi (-) Uji plasido (-)
kornea kornea

2.1.6 PENATALAKSANAAN
Tabel 2.2 Pengobatan Keratitis Bakterial, Fungal dan Amoeba
Organisme Terapi Awal6 Terapi alternatif6

Tak ada organisme; ulkus Moxiflaxacin, gatifloxacin, Ciprofloxacin, levofloxacin,


mengesankan infeksi bakteri atau tobramycin dan cefazolin ofloxacin, gentamicin,
ceftadizime, atau vancomycin
Kokus gram-positif: bentuk- Moxifloxacin, gatifloxacin, Levofloxacin, ofloxacin,
lancet dengan kapsul = S atau cefazolin penicillin G, vancomycin, atau
pneumoniae ceftaxidime
Kokus gram-positif: Vancomycin
methacilin-resistant S aureus
(MRSA)
Batang gram-positif: langsing Amikacine, moxifloxacin, atau Fluoroquinolone lain
dan panjangnya bervariasi- gatifloxacin
Mycobacterium fortuitum,
spesies Nocardia, spesies
Actinomyces.
Organisme gram-positif lain : Cefazoline, moxifloxacin, atau Fluoroquinolon lain, penicillin
kokus atau batang gatifloxacin G, vancomycin, ceftazidime
Kokus gram-negatif Ceftriaxone Penicillin G, cefazolin, atau
vancomycin

4
Batang gram-negatif: kurus = Moxifloxacin, gatifloxacin, Fluoroquinolon lain,
Pseudomonas ciprofloxacin, tobramycin, atau polymyxin B, atau
gentamicin carbenicillin
Batang gram-negatif: Moxifloxacin, gatifloxacin, Tobramycin atau gentamicin
diplobacilli besar, berujung atau ciprofloxacin dan cefazolin, atau peniciliin G
persegi = Moraxella
Batang gram-negatif lain Moxifloxacin, gatifloxacin Ceftazidime, gentamicin atau
atau tobramycin carbenicillin
Taka ada organisme; ulkus Natamycin atau voriconaole Amphotericin B, nystatin,
mengesankan infeksi jamur miconazole, atau flucytosine
Organisme mirip-ragi = Voriconazole atau Amphotericin B, nystatin,
Candida sp amphotericin B miconazole, atau flucytosine
Organisme mirip-hifa = ukus Natamycin atau voriconazole Amphotericin B atau nystatin
fungi
Kista, trofozoit = Propamidine dan/atau Chlorhexidine atau neomycin
Acanthamoeba polyhexamethylene biguanide

2.1.7 KOMPLIKASI
Penyulit keratitis yang dapat terjadi pada keratitis adalah sebagai berikut4 :
 Radang kornea menahun
 Infeksi virus pada kornea kronik dan menahun
 Luka terbuka pada kornea (ulkus kornea)
 Kornea edema dan parut pada kornea
 Penglihatan menurun. Bisa sampai mengakibatkan kebutaan, akibat jaringan
parut perforasi kornea, dan edoftalmitis

2.2 ULKUS KORNEA


2.2.1 DEFINISI
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel
radang.7

5
2.2.2 KLASIFIKASI
Dikenal 2 bentuk ukus pada kornea yaitu sentral dan marginal atau perifer.
Ulkus kornea perifer dapat disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun dan
infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya oleh kuman Stafilokokus aureous,
H.inluenza dan M.lacunata. Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik
pasien, besar dan virulensi inoculum. Selain radang dan infeksi, penyebab lain
ulkus kornea ialah defisiensi vitamin A, lagoftalmos akibat parese saraf ke VIII,
lesi saraf ke III atau neurotropik dan ulkus Mooren.7
Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba, dan herpes
simpleks. Bakteri yang sering mengakibtkan ulkus kornea adalah Streptokokus
alfa hemolitik, Stafilokokus aureus, Moraxella likuefasiens, pseudomonas
aeruginosa, Nocardia asteroids, Alcaligenes sp., Streptokokkus anerobik,
Streptokokkus betahemolitik, Enterobakter hafniae, Proteus sp, Stafilokokkus
epidermidis, infeksi campuran aeruginosa dan Moraxella sp.7
Pada ulkus kornea yang disebabkan jamur dan bakteri akan terdapat efek epitel
yang dikelilingi leukosit polimorfonuklear. Bila infeksi disebabkan virus, terlihat
reaksi hipersensitivitas disekitarnya. Bentuk ulkus marginal dapat fokal,
multifocal atau difus yang disertai dengan masuknya pembuluh darah
kedalamnya. Perjalanan penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau
membentuk jaringan parut. Pada proses kornea yang progresif dapat terlihat
infiltrasi sel leukosit dan limfosit yang memakan bakteri atau jaringan nekrotik
yang terbentuk. Pembentukan jaringan parut terdapat epitel, jaringan kolagen baru
atau fibroblast.7
 Tukak (Ulkus) Marginal
Ulkus marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk
khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan
limbus kornea. Diduga 50% dasar kelainannya ialah suatu reaksi
hipersensitivitas terhadap eksotoksin stafilokokkus. Penyakit infeksi lokal
dapat mengakibatkan keratitis kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis
marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya
blefarokonjungtivitis.7
Ulkus yang terdapat terutama dibagian perifer kornea, yang biasanya
terjadi akibat alergi, toksik, infeksi, dan penyakit kolagen vaskular. Ulkus
6
marginal merupakan ulkus kornea yang didapatkan pada orang tua yang sering
dihubungkan dengan reumatik dan debilitas. Dapat juga terjadi Bersama-sama
dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch
Weeks atau Proteus vulgaris. Pada beberapa keadaan berhubungan dengan
alergik terhadap makanan. Perjalanan penyakit dapat berubah-ubah, dapat
sembuh cepat dapat pula timbul/kambuh dalam waktu singkat. Pada kerokan
dan biakan yang diambil dari ulkus biasanya terdapat bakteri bersifat rekuren,
dengan kemungkinan terdapatnya Streptococcus pneumonie, Hemophilus
aegepty, Moraxella lacunta, dan Ecrichia.
Infiltrat dan ulkus yang terlihat diduga merupakan timbunan kompleks
antigen-antibodi. Secara histopatologik terlihat sebagai ulkus atau abses yang
epiteial atau subepitelial. Penglihatan pasien dengan ulkus marginal akan
menurun disertai dengan rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, terdapat pada satu
mata blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrate atau ulkus yang
memanjang, dan dangkal.7
 Tukak (Ulkus) Mooren
Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superfisial yang dimulai dari
tepi kornea dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa
kecenderungan perforasi ataupun hipopion. Lambat laun ulkus ini mengenai
seluruh kornea. Penyebab ulkus Mooren sampai sekarang belum diketahui.
Banyak teori yang diajukan dan diduga penyebabnya hipersensitivitas terhadap
protein tuberculosis, virus, autoimun, dan alergi terhadap toksin ankilostoma.
Merupakan ulkus kornea idiopatik unilateral ataupun bilateral. Penyakit ini
lebih sering terdapat pada wanita usia pertengahan dan pada usia lanjut
biasanya unilateral dengan rasa sakit dan merah.7
Tukak ini menghancurkan membrane Bowman dan stroma kornea,
neovaskularisasi tidak terlihat pada bagian yang sedang aktif, bila kronik akan
terlihat jaringan parut dengan jaringan vaskularisasi. Pasien terlihat sakit berat
dan 25% mengalami bilateral proses yang terjadi mungkin kematian sel yang
disusul dengan pengeluaran kolagenase.7
 Tukak (Ulkus) Sentral
Penyebab ulkus sentral adalah bakteri (pseudomonas, pneumokokkus,
Moraxella liquefaciens, streptokokkus betahemolitik, klebsiea pneumonia,

7
e.coli, proteus), virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur (candida albikan,
fusarium solani, spesies nokardia, sefalosporium, dan aspergilus).
Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel yang
sehat. Terdapat faktor presdiposisi untuk terjadinya ulkus kornea seperti erosi
pada kornea, keratitis neurotropik, pemakai kortikosterois/imunosupresif, obat
lokal anestetika, I.D.U., pasien diabetes melitus dan penyakit tua.7
2.2.3 PATOFISIOLOGI
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan
pada waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang
mengandung banyak vaskularisasi. Dengan adanya defek atau trauma pada
kornea, maka badan kornea, wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada
stroma kornea segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi di perikornea.
Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma,
leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan permukaan
tidak licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan
terjadilah ulkus kornea.8
Ulkus kornea dapat menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma.
Kalau terjadi peradangan yang hebat, tetapi belum ada perforasi ulkus, maka
toksin dari peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar dengan
melalui membrana Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke camera oculi
anterior (COA). Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah
kekeruhan di cairan COA disusul dengan terbentuknya hipopion (pus di dalam
COA). Hipopion ini steril, tidak mengandung kuman. Karena kornea pada ulkus
menipis, tekanan intra okuler dapat menonjol ke luar dan disebut keratektasi. Bila
peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membrana Descemet dapat
timbul tonjolan pada membrana tersebut yang disebut Descemetocele atau mata
lalat. Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik
dapat sembuh dengan tidak meninggalakan sikatrik.8
Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir dengan terbentuknya
sikatrik, yang dapat berbentuk nebula yaitu bercak seperti awan yang hanya dapat
dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan, makula yaitu bercak putih yang
tampak jelas di kamar terang, dan leukoma yaitu bercak putih seperti porselen
8
yang tampak dari jarak jauh. Bila ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan
terjadinya perforasi. Adanya perforasi membahayakan mata oleh karena timbul
hubungan langsung dari bagian dalam mata dengan dunia luar sehingga kuman
dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan timbulnya endoftalmitis,
panoftalmitis dan berakhir dengan ptisis bulbi. Dengan terjadinya perforasi cairan
COA dapat mengalir ke luar dan iris mengikuti gerakan ini ke depan sehingga iris
melekat pada luka kornea yang perforasi dan disebut sinekia anterior atau iris
dapat menonjol ke luar melalui lubang perforasi tersebut dan disebut iris prolaps
yang menyumbat fistel.8
2.2.4 GEJALA KLINIS
Ulkus kornea menyebabkan nyeri, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan
peningkatan pembentukan air mata, yang kesemuanya bisa bersifat ringan. Pada
kornea akan tampak bintik nanah yang berwarna kuning keputihan. Kadang ulkus
terbentuk di seluruh permukaan kornea dan menembus ke dalam. Pus juga bisa
terbentuk di belakang kornea. Semakin dalam ulkus yang terbentuk, maka gejala
dan komplikasinya semakin berat.8
Gejala lainnya adalah : gangguan penglihatan, mata merah, mata terasa
gatal, kotoran mata. Dengan pengobatan, ulkus kornea dapat sembuh tetapi
mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang menyebabkan pembentukan
jaringan parut dan menganggu fungsi penglihatan. Penegakan diagnosis dari ulkus
kornea juga ditemukan tes fluoresin positif disekitar ulkus.8
2.2.5 PENATALAKSAAN
Ulkus kornea sembuh dengan dua cara : migrasi sel-sel epitel sekeliling
ulkus disertai dengan mitosis dan masuknya vaskularisasi dari konjungtiva. Ulkus
superfisial yang kecil akan sembuh dengan cara yang pertama, ulkus yang lebih
besar dan dalam biasanya akan mengakibatkan munculnya pembuluh darah untuk
mensuplai sel-sel radang. Leukosit dan fibroblas menghasilkan jaringan granulasi
dan sikatrik sebagai hasil penyembuhan.9
Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik,
antibiotika yang sesuai dengan topikal dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat, dan perlunya obat sistemik. Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan
menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang
dengan steroid. Secara umum ulkus diobati sebagai berikut: Tidak boleh dibebat,
9
karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai inkubator. Sekret
yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari. Diperhatikan kemungkinan terjadinya
glaukoma sekunder. Debridemen sangat membantu penyembuhan. Diberi
antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali bila keadaan
berat. Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat terang,
kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah
1-2 minggu. Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila
dengan pengobatan tidak sembuh dan terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan.9
2.2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi dari ulkus kornea, antara lain8 :
 Infeksi di bagian kornea yang lebih dalam (Endophtalmitis, Panophtalmitis)
 Perforasi kornea (pembentukan lubang), descemetocele.

2.3 KONJUNGTIVITIS
2.3.1 DEFINISI
Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva atau radang selaput
lender yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut
maupun kronis.10
2.3.2 ETIOLOGI
Paling sering disebabkan oleh virus, dan sangat menular. Banyak sebab lain
konjungtivitis, antara lain klamidia, parasit (jarang terjadi, namun bila terjadi
sifatnya kronis), autoimunitas, zat kimia, idiopatik, dan sebagai penyulit dari
penyakit lain. Penyebab bacterial untuk yang hiperakut atau purulen adalah
Neisseria gonorrhoe dan N. Meningitidis. Untuk yang perjalanannya akut dengan
sekret mukopurulen, penyebabnya adalah pneumokokus dan Haemophillus
aegyptius. Untuk yang subakut penyebabnya H. influenza. Adapun konjungtivitis
bacterial kronik, termasuk blefarokonjungtivitis, umumnya disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan Moraxella lacunata. Bentuk yang jarang (akut,
subakut, kronik) disebabkan oleh streptococci, coliforms, Moraxella catarrhalis,
Proteus spp, Corynebacterium diphteriae, dan Mycobacterium tuberculosis. Suatu
konjungtivitis nonpurulen dengan hiperemia dan infiltrasi minimal, sering
merupakan penyerta penyakit-penyakit rickettsial sistemik yang jarang misalnya

10
tifus, tifus Murine, Scrub typhus, Rocky mountain spotted fever, demam
mediteran, dan demam Q. Adapun jamur jarang menyebabkan konjungtivitis.
Candida spp. dapat menyebabkan suatu konjungtivitis eksudatif yang kronik.
Reaksi granulomatosa bisa terjadi akibat infeksi jamur oleh spesies-spesies
Rhinosporidium seeberi, Coccidioides immitis, dan Sporothrix schenckii.10
2.3.3 PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi
menyebabkan kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup
dan membuka sempurna. Karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi
menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena
adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah, edema,
rasa nyeri dan adanya sekret mukopurulen.10
Konjungtiva, karena posisinya terpapar pada banyak organisme dan faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Ada beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari substansi luar, seperti air mata. Pada film air mata, unsur
berairnya mengencerkan infeksi bakteri, mucus menangkap debris dan
mekanisme memompa dari palpebra secara tetap akan mengalirkan air mata ke
ductus air mata. Air mata mengandung substansi anti mikroba termasuk lisozim.
Adanya agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti
edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertropi epitel atau granuloma.
Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertropi
lapis limfoid stroma atau pembentukan folikel. Sel-sel radang bermigrasi melalui
epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan pus dari
sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan
tepian palpebra pada saat bangun tidur.10
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi
pembuluh-pembuluh mata konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang
tampak paling nyata pada formiks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi
konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertropi papilla yang
sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas atau gatal. Sensasi
ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh
darah yang hiperemi dan menambah jumlah air mata.10

11
2.3.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan perjalanannya konjungtivitis dibedakan menjadi
konjungtivitis akut, subakut, subkronis, dan kronis. Berdasarkan sifat eksudatnya
dibedakan menjadi mukus,serosa, purulen, dan hemoragis. Konjungtivitis juga
bisa dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi infeksi, alergi, perlukaan dll.10
 Konjungtivitis Bakteri
 Konjungtivitis Bakterial Sederhana
Penyebabnya antara lain Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus
aureus, dan Streptococcus pneumoniae. Gambaran klinisnya adalah
kejadiannya akut, terdapat hiperemia, sensasi benda asing, sensasi terbakar
dan sekret mukopurulen. Fotofobia muncul bila kornea terlibat. Saat bangun
tidur mata terasa lengket. Kejadiannya bilateral walaupun kedua mata tidak
terinfeksi bersamaan. Visus tidak terganggu pada konjungtivitis. Terapi
antibiotik awal biasanya menggunakan tetes mata kloramfenikol (0,5% - 1%)
6 kali sehari minimal diberikan selama 3 hari, atau dapat juga diberikan tetes
mata antibiotik berspektrum luas 6 kali sehari.10
 Keratokonjungtivitis Gonokokus
Pada orang Dewasa Penyebabnya Neiseria gonorrhoeae. Bakteri gonore
lebih sering ditemukan di mukosa genital. Gambaran klinis: sekret purulen
berlimpah, kemosis (konjungtiva sangat oedem) mata menutup dan terlihat
bengkak. Bisa terdapat pseudomembran dan limfadenopati preaurikular.
Dapat terjadi keratitis akibat penumpukan sel-sel polimorfonuklear, dan kalau
sudah nekrosis akan terbentuk ulkus, kemudian perforasi. Iris bisa hanyut
keluar, diikuti dengan turunnya tekanan intraokular sehingga bola mata
kempis. Kemudian bisa terjadi endoftalmitis (vitreus dan aquous menjadi
nanah), dan akhirnya buta. Pengelolaannya tergantung kondisi klinis.
Perawatan inap diperlukan untuk memudahkan pengawasan secara ketat.
Kultur harus dilakukan untuk uji sensitivitas antibiotika. Irigasi harus
dikerjakan secara hati-hati, terutama sewaktu akan membuka mata pasien,
karena secret yang sangat banyak tersebut bisa menciprat. Oleh karenanya
dokter yang akan melakukan tindakan ini disarankan memakai kacamata
khusus (google). Pemberian antibiotika dilakukan berdasarkan hasil kultur.10

12
 Konjungtivitis Virus
 Keratokonjungtivitis Adenovirus
Kondisi ini bisa dikelompokkan menjadi dua berdasarkan penyebabnya.
 Demam Faringokunjungtiva
Penyebabnya adalah adenovirus tipe 3 dan 7. Sebanyak 30% kasus akan
terjadi keratitis. Tiga tanda kardinal pada demam faringokunjungtiva
adalah demam, faringitis, dan konjungtivitis. Terdapat limfadenopati
preaurikular tanpa rasa nyeri tekan. Lebih sering pada anak-anak daripada
dewasa.10
 Keratokonjungtivitis Epidemika
Penyebabnya adalah adnovirus tipe 8 dan 19. Sebanyak 80% kasus akan
terjadi keratitis. Karakteristik penyakit ini adalah adanya limfadenopati
preaurikular dengan nyeri tekan. Gambaran klinisnya bersifat akut dengan
hiperemia, nrocos (mata berair terus), rasa tidak nyaman, dan fotofobia.
Pada 60% kasus bersifat bilateral dengan edem palpebra, reaksi folikular,
dan terdapat limfadenopati preaurikular. Terdapat gambaran bercak-
bercak keputihan pada kornea. Pada kasus berat terdapat pendarahan
subkonjungtiva karena eksudat yang sangat banyak sehingga sel-sel darah
merah ikut ekstravasasi, timbul kemosis, dan pseudomembran.
Pengelolaan hingga saat ini tidak memuaskan. Namun demikian perbaikan
spontan bisa terjadi dalam 2 minggu, tergantung status gizi penderita.
Steroid dihindarkan kecuali inflamasi sangat berat dan infeksi virus herpes
simpleks dapat disingkirkan.10
 Konjungtivitis Kamidia
 Konjungtivitis Inklusi Dewasa
Penyebabnya adalah Chlamydia trachomatis serotipe D – K. Secara
klinis kondisi ini terjadi unilateral, kronis, sekretnya mukopurulen, dan
terdapat folikel pada fornix (pada kasus yang berat folikel banyak pada
palpebra superior, limbus dan konjungtiva palpebra). Dapat terjadi kemosis,
limfadenopati preaurikular, keratitis epitelial marginal, infiltrat, dan
mikropannus superior. Kondisi ini dikelola dengan pemberian salep tetrasiklin
topikal q.i.d. dan pemberian sistemik doksisiklin, tetrasiklin, dan
eritromisin.10

13
 Trakoma
Penyebabnya adalah Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba, dan C.
Banyak terjadi pada daerah dengan hygiene dan sanitasi yang buruk. Penyakit
ini termasuk penyebab kebutaan utama di dunia. Secara klinis ditemukan
folikel pada konjungtiva bulbi dan konjungtiva palpebra, infiltrasi papil yang
difus, sikatriks konjungtiva, trikiasis (bulu mata masuk kedalam mata, terjadi
karena sikatrix pada tarsus palpebranya mengkerut, dan ini bisa merusak
kornea), dan Herbert’s pits pada kornea. (Herbert’s pits adalah folikel-folikel
di limbus yang pecah kemudian menjadi sikatriks).10
 Konjungtivitis Alergika
 Konjungtivitis Alergika Akut
Gambaran klinisnya: akut, gatal, lakrimasi, hiperemia, kemosis ringan,
dan reaksi papilar yang difus. Pada kasus yang berat terdapat edema palpebra.
Kornea tidak terkena. Keadaan ini dikelola dengan pemberian stabilisator sel
mast topikal yaitu sodium kromoglikat 2 % dan iodoxamin 0,1 %.10
 Keratokonjungtivitis Vernalis
Kondisi ini bersifat rekuren, bilateral, mengenai anak-anak serta
dewasa muda, dan lebih sering pada laki-laki. Individu dengan keadaan ini
memiliki riwayat atopi positif. Gambaran klinisnya: gatal, lakrimasi,
fotofobia, sensasi benda asing, rasa terbakar, sekret mukus yang tebal, dan
ptosis (palpebra jatuh dan bisa menutup pupil). Palpebra terasa berat bila
diangkat dan di bagian konjungtiva palpebra superior ada reaksi papilar
raksasa. Oleh karena itu lebih tepat disebut peudoptosis karena bukan masalah
otot. Penyakit ini bisa diikuti keratitis dan infeksi palpebra superior. Terdapat
3 bentuk: palpebral, limbal dan campuran. Bisa ada gambaran arkus senilis.
Kondisi ini dikelola dengan steroid topikal. Steroid topikal ini tidak boleh
untuk pemakaian jangka panjang, karena walaupun efek obatnya cepat, tapi
bisa menimbulkan efek samping berupa glaukoma dan katarak. Selain steroid,
bisa dipakai topical mast cell stabilizer.10

14
Gambar 2.4 Konjungtivitis Vernalis

 Konjungtivitis Neonatal (Oftalmia Neonatorum)


 Konjungtivitis Klamidia
Terjadi dalam 5 – 14 hari setelah dilahirkan. Penularannya melalui jalan
lahir. Gambaran klinisnya antara lain: reaksi papilar, akut, dan sekret
mukopurulen. Pengelolaannya dengan tetrasiklin topikal dan eritromisin
secara oral. Selain itu diperlukan pengobatan kedua orangtua, karena kondisi
ini terkait dengan penyakit menular seksual.10
 Konjungtivitis Gonokokus
Terjadinya 1 – 3 hari setelah dilahirkan, juga melalui jalan lahir,
biasanya ibu tertular pada trimester terakhir dari suaminya yang menderita
gonore. Bakteri infeksius pada kornea biasanya baru bisa menginfeksi kalau
korneanya tidak utuh, tapi gonokokus bisa menginfeksi kornea yang intak
karena bakteri ini punya suatu enzim yang bisa merusak kornea.
Konjungtivitis gonokokus bisa menyebabkan kebutaan. Gambaran klinisnya
antara lain bersifat hiperakut, sekret purulen, kemosis dan dapat terjadi
membran atau pseudomembran. Pengelolaannya dengan penisilin topikal dan
sistemik dan pengobatan kedua orangtua.10

15
Gambar 2.5 Konjungtivitis Gonokokus

2.3.5 GEJALA KLINIS


Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi
tergores atau terbakar, sensasi penuh disekeliling mata, gatal dan fotofobia. Tanda
penting konjungtivitis adalah hyperemia, mata berair, eksudasi, pesudomembran
dan membrane, granuloma, dan adenopati pre-aurikular.11
Hiperemia adalah tanda klinis konjungtivitis akut yang paling menyolok.
Kemerahan paling jelas di forniks dan makin berkurang kea rah limbus karena
dilatasi pembuluh darah konjungtiva posterior. (Dilatasi perilimbus atau
hyperemia siliaris mengesankan adanya radang kornea atau struktur yang lebih
dalam). Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakteri, dan tampilan
putih-susu mengesankan konjungtivitis alergika. Hyperemia tanpa infiltrasi sel
mengesankan iritasi oleh penyebab fisik seperti angina, matahari, asap, dll. Tetapi
sesekali bisa muncul pada penyakit yang berhubungan dengan ketidakstabilan
vaskular (mis, acne rosacea).11
Mata berair (epifora) sering kali menyolok pada konjungtivitis. Sekresi
air mata diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau
tergores, atau oleh rasa gatalnya. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh-
pembuluh yang hiperemik dan menambah jumlah air mata tersebut. Kurangnya
sekresi air mata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sika.11
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudatnya
berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada
konjungtivitis alergika. Pada hampir semua jenis konjungtivitis, didapatkan
banyak kotoran mata di palpebra saat bangun tidur; jika eksudat sangat banyak

16
dan palpebranya saling melengket, agak-agaknya konjungtivitis disebabkan oleh
bakteri atau klamidia.
Pseudotopsis adalah terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot
Muller. Keadaan ini dijumpai pada beberapa jenis konjungtivitis berat, mis,
trakoma dan keratokonjungtivitis epidemika. 11
Hipertrofi papilar adalah reaksi konjungtiva non spesitik yang terjadi
karena konjungtiva terkait pada tarsus atau limbus dibawahnya oleh serabut-
serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang membentuk substansi papilla
(bersama unsur sel dan eksudat) mencapai membrane basal epitel, pembuluh ini
bercabang-cabang diatas papilla mirip jeruji payung. Eksudat radang mengumpul
di antara serabut-serabut dan membentuk tonjolan-tonjolan konjungtiva. Pada
penyakit-penyakit nekrotik (mis., trakoma), eksudat dpat digantikan oleh jaringan
granulasi atau jaringan ikat.11
Bila papianya kecil, tampilan konjungtiva umumnya licin, seperti beludru.
Konjungtiva dengan papilla merah mengesankan penyakit bakteri ata klamidia
(mis., konjungtiva tarsal merah mirip beludru adalah khas pada trakoma akut).
Pada infiltrasi berat konjungtiva dihasilkan papilla raksasa. Pada
keratokonjungtivitis vernal, papilla ini disebut juga “papilla cobblestone” karena
tampilannya yang rapat.11

Tabel 2.3 Perbedaan Gejala Klinis Pada Konjungtivitis

17
2.3.6 PENATALAKSANAAN
 Non Farmakologi
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus
diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau
mata orang lain. Perawat dapat memberikanintruksi pada pasien untuk tidak
menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yangsehat,
mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan
menggunakan kain lap,handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk
membersihkan mata yang sakit. Asuhan khususharus dilakukan oleh personal
asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar pasien.12
 Farmakologi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan
agen mikrobiologinya. Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas
dengan garam fisiologis.12
- Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri
Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik
dengan antibiotic tunggal seperti12:
 Kloramfenikol
 Gentamisin
 Tobramisin
 Eritromisin
 Sulfa

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3-5 hari maka


pengobatan dihentikan danditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.
Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya dimintakanpemeriksaan sediaan
langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa) untuk mengetahui
penyebabnya. Bila ditemukan kumannya maka pengobatan disesuaikan.
Apabila tidak ditemukan kuman dalamsediaan langsung, maka diberikan
antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atausalep mata
4-5x/hari. Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi
salep mata (sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam
1 minggu, bila mungkin dilakukan pemeriksaanresistensi, kemungkinan
difisiensi air mata atau kemungkinan obstruksi duktus nasolacrimal.12

18
- Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus
Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik
diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu
akan sembuh dengan sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali
bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks
telah dieliminasi.12
Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat
sembuh sendiri sehinggapengobatan hanya bersifat suportif, berupa
kompres, astrigen, dan lubrikasi. Pada kasus yang beratdiberikan antibodi
untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal. Konjungtivitis
herpetikdiobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari.
Steroid tetes deksametason 0,1 % diberikan bila terdapat episkleritis,
skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapatmengakibatkan
penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa
sakit.Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi ulkus
kornea perlu dilakukandebridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus
dengan swab kapas kering, tetesi obat antivirus,dan ditutup selama 24
jam.12
- Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi
Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan
seperti ringan sampai adakegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan
menjadi tingkat sedang. Penyakit ringan sampaisedang biasanya
mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi konjungtiva papiler
yangringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat
mempunyai giant papila padakonjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan
perisai (steril) ulkus kornea.12
 Alergi Ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair,
mata merah yang timbul musiman dan berespon terhadap tindakan
suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres dingin. Air mata
artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator
peradangan yang mungkin ada pada permukaan okuler.12

19
 Alergi Sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan
mata merah yang timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin
topikal dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan antihistamin oral
jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.Mast cell stabilizer mencegah
degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai termasuk
sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai
masa kerja cepat yangmeredakan rasa gatal dan kemerahan
dan mempunyai sedikit efek samping; tersedia dalam bentuk kombinasi
dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang mempunyai masa
kerja lebih lama,dapat digunakan bersama, atau lebih baik
dari, antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalamkombinasi
dengan topikal antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega
jangka pendek terhadap injeksi pembuluh darah, tapi dapat
menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva. Topikal
NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika
diperlukantambahan efek anti-peradangan.12
 Alergi Berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala
menahun dan dihubungkan denganperadangan yang lebih hebat
dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal adalah bentuk
konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal
ulcer. Rujukan spesialis harus dipertimbangkan pada kasus berat atau
penyakit alergi yang resisten, dimana memerlukan tambahan terapi
dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama dengan
antihistamintopikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal
NSAID dapat ditambahkan jika memerlukan efekanti-inflamasi yang
lebih lanjut. Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka panjang
terhadapmata termasuk penyembuhan luka yang terlambat, infeksi
sekunder, peningkatan tekananintraokuler, dan pembentukan katarak.
Kortikosteroid yang lebih baru seperti loteprednol mempunyai efek
samping lebih sedikit dari prednisolon. Siklosporin topikal
dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat

20
dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama
sekali berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau
konjungtivitis vernal.12
2.3.7 PROGNOSIS
Bila segera diatasi konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun
jika penyakit pada radang mata tidak segera ditangani atau diobati dapat
menyebabkan kerusakan pada mata dan dapat menimbulkan komplikasi seperti
glaukoma, katarak maupun ablasio retina.12

2.4 UVEITIS
2.4.1 DEFINISI
Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun
demikian, sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai
bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang
ada di dekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun
autoimun. Uveitis juga banyak dikaitkan dengan berbagai penyakit sistemik,
sehingga penegakan diagnosis uveitis memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan laboratorik yang teliti dan perhatian khusus terhadap sistem lain yang
mungkin terkait. Uveitis merupakan suatu penyakit yang mudah mengalami
kekambuhan, bersifat merusak, menyerang pada usia produktif, dan kebanyakan
berakhir dengan kebutaan. Hubungan yang baik antara dokter dan penyandang
uveitis sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil penanganan yang optimal.
Dalam beberapa hal pasien uveitis perlu dikonsulkan ke psikolog.13
2.4.2 KLASIFIKASI
Secara anatomis, uveitis dibedakan atas uveitis anterior, intermedia,
posterior, dan panuveitis. Uveitis anterior disebut juga iritis jika inflamasi
mengenai bagian iris dan iridosiklitis jika inflamasi mengenai iris dan bagian
anterior badan silier. Uveitis intermedia jika peradangan mengenai bagian
posterior badan silier dan bagian perifer retina. Uveitis posterior jika peradangan
mengenai uvea di belakang vitreous base. Panuveitis merupakan uveitis anterior,
intermedia dan posterior yang terjadi secara bersamaan. Urutan uveitis dari yang
paling sering terjadi adalah uveitis anterior, posterior, panuveitis, dan intermedia.
Secara klinis, uveitis dibedakan atas uveitis akut dan kronis. Uveitis akut terjadi
apabila awitan gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung 6 minggu atau kurang.
21
Uveitis kronik adalah apabila perjalanan penyakit terjadi dalam hitungan
bulan atau tahun. Uveitis kronik lebih sering ditemukan daripada yang akut.
Berdasarkan etiologinya, uveitis bisa dikelompokkan menjadi uveitis endogen dan
eksogen. Uveitis endogen terjadi akibat infeksi mikroorganisme atau agen lain
dari pasien sendiri. Contohnya adalah kasus ekstraksi gigi yang mengalami karies
tanpa premedikasi. Gigi berlubang merupakan tempat berkumpulnya bakteria.
Itulah alasan mengapa setelah dicabut giginya, pasien diberi antibiotika untuk
mecegah infeksi yang dapat timbul pasca pencabutan gigi. Pencabutan gigi telah
membuka jalan lebar-lebar bagi bakteri untuk masuk ke peredaran darah (lewat
luka). Padahal seperti halnya ginjal, sirkulasi darah di daerah uvea sangat deras.
Sel-sel endotel pembuluh darah di sini berupa tight junction, sehingga bakteri
sering terperangkap di sini dan menjadi infeksi. Suatu penelitian kasus kontrol di
RS Dr. Sardjito, Yogyakarta, menunjukkan bahwa penderita TB paru mempunyai
risiko menderita uveitis anterior 4,18 kali, dan penderita sinusitis 2,18 kali
dibandingkan kelompok kontrol. Sedangkan kelainan gigi tidak dapat dikatakan
sebagai faktor risiko terjadinya uveitis anterior (RR = 0,87). Uveitis endogen bisa
berhubungan dengan penyakit sistemik (misalnya pada spondilitis ankilosa),
infeksi bakteria (TB), fungi (kandidiasis), virus (herpes Zoster), protozoa
(toxoplasma), dan cacing (toxokariasis). Infeksi oleh fungi banyaknya pada
penderita dengan kelemahan sistem imun, sedangkan herpes zoster menyerang n.
optikus dan banyak terjadi pada orang tua.13
 Toxoplasmosis
Toxoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, suatu parasit
obligat intrasel. Infeksi biasanya terjadi karena makan daging mentah yang
mengandung kista toxoplasma, air yang terkontaminasi, atau dapat juga
melalui penularan transplasental ibu kepada janinnya. Toxoplasma
diperkirakan menginfeksi 50% dari seluruh populasi dunia. Di Amerika,
sebagian kasus toxoplasmosis dikaitkan dengan infeksi kongenital. Walaupun
toxoplasmosis hanya merupakan 7 – 15% dari seluruh kasus uveitis, namun
sangat penting karena menyerang dan merusak struktur yang sangat penting
dari mata. Di samping itu, toxoplasmosis juga berespon baik terhadap terapi
antimikroba, oleh karena itu waktu penegakan diagnosis sangat penting.13
Toxoplasmosis menginfeksi kedua mata pada 40% kasus. Uveitis
toxoplasmika dapat bersifat granulomatosa atau nongranulomatosa. Ini
22
merupakan penyebab paling sering dari peradangan segmen posterior bola
mata, meliputi 30 – 50 % dari kasus uveitis posterior. Keluhan pasien
tergantung dari lokasi lesi.13
Pada umumnya segmen anterior mata tidak terlibat pada saat onset
toxoplasmosis. Mata masih menunjukkan gambaran normal seperti mata
sehat, namun sebagian besar pasien mengeluhkan adanya suatu titik yang
melayang-layang atau pandangan kabur. Pemeriksaan dengan oftalmoskopi
direk maupun indirek menunjukkan adanya kekeruhan pada vitreus.
Predileksi toxoplasma paling banyak di daerah makula. Kurang lebih pada
76% kasus toxoplasmosis didapatkan lesi pada makula. Diagnosis
toxoplasmosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan fisik. Pada
pemeriksaan fundus sering ditemukan adanya focal necrotizing
retinochoroiditis yang khas pada toxoplasmosis. Disamping itu, diagnosis
juga sebaiknya ditunjang dengan pemeriksaan antibodi antitoxoplasma pada
serum pasien. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya beberapa
penyakit yang juga bermanifestasi sebagai lesi nekrotik pada fundus terutama
sifilis, sitomegalovirus, dan jamur.13
Pada kasus-kasus toxoplasmosis dengan gejala sedang, lesi dapat
hilang secara spontan dalam kurun waktu 3 minggu sampai 6 bulan. Tanpa
pengobatan, retinitis toksoplasma dapat sembuh sendiri dengan meninggalkan
bekas berupa jaringan parut korioretina yang berwarna biru kehitaman,
berbatas tegas, dengan berbagai ukuran. Pada pemeriksaan didapatkan
aktivasi peradangan pada tepi parut luka lama atau timbulnya retinitis ”satelit”
baru di sekitar parut luka lama. Terapi perlu dipertimbangkan pada pasien
tanpa gangguan sistem imun apabila lesinya dalam jarak 2 hingga 3 mm dari
diskus dan atau makula, mengancam vasa besar retina, adanya perdarahan
yang cukup banyak, atau apabila vitritis cukup berat sehingga menurunkan
visus hingga 2 baris atau lebih. Pada orang dewasa, terapi lini pertama selama
3 hingga 6 minggu mencakup pirimetamin 200 mg per oral bolus diikuti 25
mg 2 kali sehari, asam folat 10 mg 2 kali seminggu, dan sulfadiazin 2 g per
oral dosis awal bolus diikuti 1 g per oral 4 kali sehari. Prednison bisa
ditambahkan 20 – 40 mg per oral per hari, 12 – 24 jam setelah antibiotik
dimulai. Klindamisin 450 – 600 mg per oral 4 kali sehari adalah alternatif
pirimetamin. Kortikosteroid topikal (prednisolone asetat 1% 4 kali sehari) dan
23
sikloplegia (sikllopentolat 1% – 2% 3 kali sehari) biasanya diberikan pada
kasus toxoplasmosis dengan uveitis anterior, sedangkan pada kasus
toxoplasmosis dengan vitritis yang nyata dan lesi pada nervus optikus yang
mengancam kebutaan, obat-obat antiprotozoa seharusnya diberikan. Terapi
sistemik tersebut tidak boleh diberikan pada wanita hamil.13

Gambar 2.6 Sikatrik Pada Toksoplasmosis

2.4.3 PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung
suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Bentuk uveitis paling sering terjadi
adalah uveitis anterior akut (iritis), umumnya unilateral dan ditandai dengan
adanya riwayat sakit, fotopobia dan penglihatan kabur, mata merah, dan pupil
kecil serta ireguler. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral,
biasanya terjadi pada orang dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus
penyebabnya tidak diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis
besar uveitis: yang non-granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Uveitis
non-granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus ini, yaitu iris dan
korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit
dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis
yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen
endogen).13
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor
aqueus) yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Radang iris dan badan
siliar menyebabkan rusaknya blood aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan

24
protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil
dengan gerak Brown (efek tyndall). Dengan adanya peradangan di iris dan badan
siliar, maka timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar,
pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma
sekunder. Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui
oleh sel darah putih, sel darah merah, dan eksudat yang akan mengakibatkan
tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan
glaukoma.13
Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar
lensa iris, dan pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh
karena iris banyak mengandung pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan
berat jenis cairan berkurang, sehingga cairan akan bergerak ke atas. Di daerah
kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis
cairan bertambah, sehingga di sini cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun
sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik
presipitat yang dari depan tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin
ke bawah semakin besar. Di sudut kamera okuli anterior cairan melalui trabekula
masuk ke dalam kanalis Schlemn untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila
keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan mata akan berada pada
batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut
kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma
sekunder. Galukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit.13
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-
sel radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun
migrasi eritrosit ke dalam BMD dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang
dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila
dipermukaan iris disebut Busacca nodules.13
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan antara
iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun
antara iris dengan endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Pada kasus
berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.
Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-
25
sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik
mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan
mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombe dan menyebabkan
sudut kamera okuli anterior menyempit, dan timbullah glaukoma sekunder.
Perlekatan-perlekatan iris pada lens menyebabkan bentuk pupil tidak teratur.13
Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi
jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar dapat pula menyebabkan
kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti kekeruhan karena debu. Dengan
adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa terganggu dan dapat
mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun
dapat mengakibtakan organisasi jaringan yang tampak sebagai membrana yang
terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskularisasi dari retina yang disebut
retinitis proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi
retina.13

Gambar 2.7 Patofisiologi Uveitis13

26
2.4.4 GEJALA KLINIS
 Uveitis Anterior
Gejala uveitis anterior dapat berupa fotofobia, nyeri, mata merah,
penurunan tajam penglihatan, dan lakrimasi. Tandatandanya dapat berupa
injeksi perikorneal, presipitat keratik, nodul iris, sel-sel aquous, flare, sinekia
posterior, dan sel-sel vitreus anterior. Keratik presipitat atau presipitat keratik
(KP), merupakan timbunan sel di atas endotel kornea. Sifat dan distribusi
letaknya dapat memberikan informasi kemungkinan jenis uveitis yang
dialami. KP yang kecil adalah khas untuk herpes zoster dan sindrom uveitis
Fuchs. KP sedang terjadi hampir pada semua tipe uveitis anterior akut dan
kronis. KP besar biasanya tipe ’mutton fat’ dan memberikan gambaran seperti
berminyak, terjadi pada uveitis granulomatosa. KP segar cenderung berbentuk
bulat dan berwarna putih.14
Presipitat keratik merupakan gejala khas untuk uveitis jenis
granulomatosa. Nodul iris merupakan gambaran dari inflamasi
granulomatosa. Nodul Koeppe bentuknya kecil dan terletak pada batas pupil
dan iris. Nodul Busacca berukuran besar dan terletak pada permukaan iris,
jauh dari pupil. Sel-sel aquous adalah sel-sel yang bermigrasi ke cairan
aquous. Merupakan tanda inflamasi yang aktif. Berat-ringannya inflamasi
dapat dilihat dari ini jumlah sel. Terlihatnya 5-10 sel diberi nilai +1; 11-20 sel
bernilai +2; 21-50 sel bernilai +3; dan apabila ada lebih dari 50 sel nilainya
+4. Aqueous flare terjadi karena bocornya protein plasma ke humor aqueous
melalui pembuluh darah iris yang rusak. Ini bukan merupakan indikasi adanya
inflamasi aktif. Flare yang samar (just detectable) diberi nilai +1; flare sedang
yaitu dengan detil iris jelas terlihat bernilai +2; flare yang jelas dengan detil
iris kabur bernilai +3; dan flare yang berat, dengan eksudat fibrin berat,
bernilai +4. Sinekia posterior merupakan perlekatan antara permukaan
anterior lensa dengan iris. Hal ini karena eksudat dari iris juga mengeluarkan
fibrin sehingga lengket. Sel-sel vitreus anterior kepadatannya sebaiknya
dibandingkan dengan yang ada di dalam aqueous. Pada iritis, sel aqueous jauh
lebih banyak daripada sel-sel vitreous, sedangkan pada iridosiklitis, antara
aqueous cell dan vitreous cell sama.14

27
 Uveitis Intermedia
Uveitis intermedia disebut juga pars planitis. Gejala dapat berupa
floaters (benda apung). Penurunan tajam penglihatan disebabkan oleh edema
makular kistik kronik. Tandanya terdapat inflitrasi sel ke vitreous (vitritis)
dengan sedikit sel pada ruang anterior dan tidak ada lesi inflamasi fokal pada
fundus.14
 Uveitis Posterior
Gejala berupa floaters dan penurunan tajam penglihatan. Pada pasien
dengan lesi di perifer akan mengeluh pandangannya sedikit kabur. Pada
koroiditis aktif dengan keterlibatan fovea atau macula penglihatan sentral bisa
hilang. Tanda-tanda kondisi ini antara lain sebagai berikut. (i) Perubahan
vitreus, meliputi sel, flare, opasitas, dan yang tersering adalah lepasnya bagian
posterior vitreus. (ii) Koroiditis, ditandai dengan bercak kuning atau keabu-
abuan dengan garis demarkasi yang jelas. (iii) Retinitis, menyebabkan
gambaran retina menjadi putih berawan. Garis demarkasi antara retina yang
sehat dan yang mengalami inflamasi susah dibedakan. (iv) Vaskulitis,
merupakan inflamasi pada pembuluh darah retina. Kalau yang terkena vena,
disebut periflebitis. Kalau yang terkena arteriola, disebut periarteritis.
Peripheblitis lebih sering ditemukan daripada periarteritis. Periflebitis aktif
ditandai dengan adanya gambaran seperti bulu berwarna putih yang
mengelilingi pembuluh darah.14
Ada 3 bentuk utama uveitis posterior. Tipe unifokal terjadi misalnya pada
toxoplasma uveitis. Tipe multifokal terjadi pada misalnya histoplasmosis
okular. Tipe geografis terjadi pada misalnya retinitis sitomegalovirus.14
2.4.5 PENATALAKSANAAN
Terapi pada uveitis bertujuan untuk mencegah komplikasi lanjut yang
membahayakan penglihatan pasien. Selain itu tujuannya adalah mengurangi rasa
tidak nyaman yang dialami pasien, dan jika memungkinkan, untuk mengobati
kasus yang melatarbelakanginya.14
Terapi uveitis dapat dibagi menjadi 4 kelompok: (i) midriatikum, (ii)
steroid, (iii) obat-obatan sitotoksik, dan (iv) siklosporin (immunosupresan). Pada
pasien yang menderita uveitis akibat infeksi, harus diberi terapi antimikrobial atau
antivirus yang sesuai. Ada 4 kelompok obat-obatan yang saat ini digunakan untuk
terapi pada uveitis. Indikasi pemberian midriatikum adalah untuk memberikan
28
rasa nyaman dengan mengurangi spasme m. ciliaris dan m. sphincter pupillae yang
terjadi pada uveitis anterior akut. Dapat dilakukan dengan pemberian atropin.
Biasanya atropin tidak digunakan lebih dari 1 – 2 minggu. Jika inflamasi sudah
mulai reda dapat diganti dengan midriatikum yang bekerja singkat, seperti
tropikamid atau siklopentolat. Midriatikum juga penting untuk mencegah
terjadinya sinekia posterior, dengan menggunakan midratikum kerja singkat yang
akan menjaga pupil tetap mobil. Selain itu midriatikum bermanfaat untuk
melepaskan sinekia yang telah terjadi, jika memungkinkan. Dengan menggunakan
midriatikum topikal (atropin, fenilefrin) atau injeksi subkonjungtiva midrikain
(adrenalin, atropin, dan prokain). Steroid topikal diberikan hanya untuk uveitis
anterior, karena dengan cara ini obat tidak dapat mencapai konsentrasi yang cukup
untuk jaringan di belakang lensa. Steroid yang dipakai adalah yang kuat, seperti
deksametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi yang timbul akibat
pemberian steroid secara topical berupa glaukoma, katarak subkapsular posterior,
komplikasi pada kornea, dan efek sistemik lain. Steroid bisa juga diberikan dengan
cara injeksi periokular. Dengan cara ini konjungtiva harus dianestesi terlebih
dahulu. Cara ini ada 2 macam, yaitu: (i) injeksi anterior subTenon, yang
digunakan untuk uveitis anterior yang parah atau yang resisten; dan (ii) injeksi
posterior sub-Tenon, yang digunakan untuk uveitis intermedia atau sebagai
alternatif dari terapi sistemik pada uveitis posterior.14
Terapi sistemik untuk uveitis dilakukan dengan pemberian prednison 5 mg
atau tablet salut enterik (2,5 mg) untuk pasien dengan ulkus gastrik. Selain itu bisa
juga dengan injeksi hormone adrenokortikotropik (ACTH) untuk untuk pasien
yang intoleran terhadap terapi oral. Pada uveitis posterior seperti penyakit Behcet,
sering digunakan klorambusil, meskipun azatriopin dan siklosporin juga bisa.
Oftalmia simpatika merupakan indikasi relatif penggunaaan obat-obatan
sitotoksik karena pada umumnya dapat dikontrol dengan terapi steroid yang
adekuat. Agen sitotoksik yang digunakan klorambusil dan siklofosfamid. Pada
uveitis intermedia digunakan azatioprin, klorambusil, dan siklofosfamid. Untuk
uveitis yang resisten terhadap steroid atau obat-obatan sitotoksik, siklosporin bisa
menjadi pilihan. Komplikasi utamanya adalah hipertensi dan nefrotoksisitas.14

29
2.4.6 KOMPLIKASI
Komplikasi uveitis dapat berupa sinekia posterior (30%), katarak (20%),
glaukoma karena sinekia perifer anterior (15%), dan keratopati pita atau band
keratopathy (10%).13

2.5 GLAUKOMA AKUT


2.5.1 DEFINISI
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan
intraokular (TIO) yang (relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan
pandang dan atrofi papil saraf optik. Jadi, di sini TIO tidak harus selalu (absolut)
tinggi, tetapi TIO relatif tinggi untuk individu tersebut. Misal, untuk populasi
normal TIO sebesar 18 mmHg masih normal, tetapi pada individu tertentu tekanan
sebesar itu sudah dapat menyebabkan glaukoma (glaukoma normotensi atau
glaukoma tekanan rendah).15
2.5.2 PATOFISIOLOGI
Cairan akuos mengisi camera oculi anterior (COA) dan camera oculi
posterior (COP). Cairan akuos diproduksi oleh prosesus siliaris dan kemudian
dicurahkan ke COP. COP dibatasi oleh permukaan belakang iris, korpus siliaris,
badan kaca, dan lensa. Dari COP, cairan akuos dialirkan menuju ke COA melalui
pupil. COA dibatasi oleh permukaan depan iris, kapsul lensa, dan kornea. Pada
tepi COA erdapat sudut iridokorneal (sudut antara iris dan kornea), dan pada
apeksnya terdapat kanalis Schlemm. COA dihubungkan dengan kanalis Schlemm
melalui anyaman trabekulum (trabeculum meshwork). Dari COA, cairan akuos
dibuang melalui trabekulum menuju kanalis Schlemm, kemudian ke sistem vena
episklera untuk kembali ke jantung. Adapun fungsi cairan akuos adalah
memberikan nutrisi ke organ avaskular yaitu kornea dan lensa, serta
mempertahankan bentuk bola mata. Pada glaukoma, perjalanan cairan akuos tidak
lancar sehingga terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan.15
Volume cairan akuos sangat menentukan TIO, apabila produksinya berlebih
atau pembuangannya terganggu maka TIO akan meningkat. Sesuai dengan hukum
Pascal, tekanan yang tinggi dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah
dengan besar yang sama, termasuk ke belakang. Saraf optik yang berada di
belakang akan terdesak dan lambat laun akan mengalami atrofi. Gangguan
dinamika cairan akuos akan mengakibatkan perubahan TIO. Produksi cairan
30
akuos yang meningkat tetapi aliran dan pembuangannya normal, atau produksi
berlebih dan pembuangan terganggu dapat menaikkan TIO. Hambatan pada aliran
humor aqueus juga meningkatkan TIO, misalnya blockade (hambatan) pada pupil,
dengan faktor predisposisi yaitu kontak iris dengan lensa luas sehingga terjadi
blokade aliran dari COP ke COA (seperti pada sinekia posterior), dan iris perifer
terdesak ke arah sudut iridokorneal sehingga sudut tersebut tertutup. Midriasis
akan menyebabkan sudut iridokorneal tertutup. Pada pemberian sulfas atropin
yang menyebabkan midriasis, iris menutup sudut bilik mata depan sehingga aliran
cairan akuos terganggu. Selain itu, pada orang tua yang tenderita katarak
imatur/insipien yang menyebabkan intumesensi lensa (lensa membengkak karena
cairan meresap ke dalamnya), bilik mata dipersempit ke depan dan mengakibatkan
glaukoma sudut tertutup. Pembuangan cairan akuos terdiri dari 2 aliran yaitu
aliran trabekular (80 – 89%) dan aliran uveoscleral (5 – 15%). Kenaikan TIO dapat
juga terjadi karena adanya hambatan pada pembuangan cairan akuos. Hambatan
ini dapat terjadi sebelum anyaman trabekulum, pada anyaman trabekulum, kanalis
Schlemm (83-89%), saluran kolektor, dan vena episklera.15
2.5.3 KLASIFIKASI
Glaukoma diklasifikasikan menjadi glaukoma primer sudut terbuka,
glaukoma primer sudut tertutup, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma
sekunder sudut tertutup, dan glaucoma kongenital.16
 Glaukoma Primer
- Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Keadaan ini disebut sebagai glaukoma primer karena sebabnya tidak
jelas/idiopatik. Kelainan biasanya bersifat genetic yang diturunkan secara
multifaktorial atau bersifat poligenik. Sedangkan yang dimaksud ‘sudut’ disini
adalah sudut iridokorneal. Sekurang-kurangnya 90 % dari kasus glaukoma
primer adalah sudut terbuka. Jadi, pada glaukoma sudut terbuka iris tidak
menutupi trabekulum. Hambatan aliran cairan akuos terjadi pada trabekulum
itu sendiri, yaitu pada celah-celah trabekulum yang sempit sehingga cairan
akuos tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas. Secara lebih detail lagi,
sempitnya celah-celah trabekulum itu disebabkan oleh timbunan-timbunan
matriks interseluler.16
Glaukoma primer sudut terbuka biasanya bersifat bilateral,
perjalanannya progresif sangat lamban, sifatnya tenang, dan sering tidak
31
menimbulkan keluhan sehingga sulit untuk menegakkan diagnosis pada
stadium dini. Kalau penderita sudah mulai mengeluh dan datang ke dokter,
biasanya penyakitnya sudah dalam keadaan lanjut dimana lapangan
pandangnya sudah sangat sempit. Gejalanya tidak ada atau sangat ringan,
biasanya keluhannya hanya rasa tidak nyaman/pegal-pegal di mata.
Penglihatan tetap jelas pada fase awal, karena penglihatan sentral belum
terlibat. Selanjutnya lapangan pandang mulai menyempit. Gejala lain adalah
kesulitan berjalan, misalnya sering tersandung atau “kejeglong” kalau naik/
turun tangga atau tidak tahu benda disampingnya (karena hilangnya lapangan
pandang perifer). Di tahap akhir terjadi kebutaan.16
Tanda-tanda pada mata antara lain mata bisa tampak tenang.
Maksudnya, tampak luar mata biasa-biasa saja, tidak merah, kornea jernih,
COA dalam, pupil normal. Funduskopi menunjukkan atrofi papil saraf optik
(CD ratio > 0,6). CD ratio adalah perbandingan antara diskus dan
cupping/lekukan dan diskus pada papil saraf optik. Semakin luas lekukan
(semakin besar CD ratio), menandakan atrofi semakin parah. TIO biasanya
>21 mmHg. Dapat ditemukan tanda-tanda papil granulomatosa yaitu lamina
kribrosa Nampak jelas, atrofi retina, dan pemeriksaan neurooftalmologis
menunjukkan adanya kelainan lapang pandang dan atau skotoma.16
Penanganannya dengan menurunkan TIO dengan obat hingga 20 – 50%
TIO awal. Lapangan pandang perlu diperiksa tiap 6-12 bulan untuk
mengontrol kerusakan lebih lanjut. Kalau perlu operasi filtrasi (pembuatan
saluran). Operasi ini dilakukan bila TIO tidak dapat dikelola dalam batas-batas
normal setelah pemberian obatobatan, sementara lapang pandang terus
memburuk. Cara filtrasi antara lain trepanasi, sklerektomi, sklerostomi termal,
dan trabekulektomi.16
- Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut
Pada glaukoma primer sudut tertutup, trabekulum tertutup oleh iris,
sehingga aliran cairan akuos terhambat. Kenaikan TIO terjadi secara
mendadak karena terhambatnya aliran cairan akuos ke trabekulum.
Perjalanannya akut dan menimbulkan gejala yang berat. Faktor predisposisi
keadaan ini antara lain bilik mata depan yang dangkal misalnya pada penderita
hiperopia dan sudut iridokorneal sempit. Selain itu iris yang mempunyai busur
singgung yang luas dengan permukaan depan lensa, sehingga akan menambah
32
resistensi aliran cairan akuos dari COP ke COA. Tekanan di COP akan
meningkat dan mendorong iris ke depan (iris bombe).16
Hal ini menyebabkan bertambah sempitnya sudut iridokorneal dan
mungkin terjadi penutupan sudut secara tiba-tiba. Faktor predisposisi lainnya
adalah lensa yang lebih tebal, terletak lebih ke depan dibandingkan normal.
Pada keadaan normal, lensa terus membesar sedikit demi sedikit dengan
penuaan. Faktor pencetus glaukoma tipe ini adalah peningkatan volume cairan
akuos yang mendadak di COP, yang mana akan mendorong iris ke depan
sehingga sudut bilik mata yang memang sudah sempit akan mendadak
tertutup. Selain itu, pada pemberian midriatikum, mata dengan sudut
iridokorneal yang sempit akan bertambah sempit atau menjadi tertutup jika
terjadi dilatasi pupil. Dilatasi ini menyebabkan iris bagian tepi menebal dan
menutup sudut tadi.16
Gejala-gejala yang dialami pasien antara lain mata merah, penglihatan
menurun, seperti melihat pelangi di sekitar lampu, rasa sakit pada mata yang
berdenyut, sakit kepala sebelah, dan mual serta muntah. Sedangkan tanda-
tanda yang mungkin ditemukan adalah spasme palpebra, hiperemia
konjungtiva, dan edema kornea (keruh seperti kaca es). Pada tahap awal,
penurunan visus bukan karena kerusakan saraf optik melainkan karena
kekeruhan kornea. Selain itu bilik depan dangkal dan pupil luas karena
kelumpuhan m. sphincter pupillae. Pada serangan yang sudah terjadi
berulangulang, lensa menjadi keruh/katarak yang tampak di atas permukaan
kapsula lensa depan sebagi bercak putih (disebut glaucoma flecken).
Oftalmoskopi mengungkap gambaran papil yang tidak khas (edema,pucat).
Tonomoteri menunjukkan TIO > 21 mmHg, bisa mencapai 50-60 mmHg.
Penderita dengan kondisi ini harus segera dirawat inap, turunkan TIO, dan
evaluasi sudut iridokornea, apakah sudut iridokornea bisa terbuka atau tidak.
Kalau dapat terbuka, maka lakukan prevensi supaya sudut tidak menutup lagi
yaitu dengan operasi iridektomi, namun apabila tidak bisa terbuka, dilakukan
penanganan operasi filtrasi misal trabekulektomi.16

33
Gambar 2.8 Edema Kornea Pada Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut16

 Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan karena penyakit
lain, bisa penyakit lokal pada mata atau penyakit sistemik.16
- Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka
Pada glaukoma ini terjadi sumbatan cairan akuos pada anyaman
trabekulum atau produksi cairan akuos yang berlebih dan pada glaukoma
sekunder ditemukan sebab yang jelas. Glaukoma sekunder sudut terbuka bisa
terjadi karena adanya sumbatan sebelum trabekulum (misal oleh lapisan
endotel, selaput peradangan, atau membran fibrovaskular), sumbatan pada
trabekulum (misal karena sumbatan darah, makrofag, sel neoplastik, partikel
pigmen, protein, dan zonula lensa), serta sumbatan setelah trabekulum (misal
sumbatan di kanalis Schlemm, tekanan vena episklera yang meningkat karena
trombus atau sumbatan lain).16
Gejala yang timbul dapat akut misal yang disebabkan uveitis; dan dapat
pula kronis. Yang kronis dapat terjadi pada glaucoma karena pengobatan
steroid jangka panjang atau pasca trauma. Gejalanya seperti pada glaukoma
primer sudut terbuka, antara lain: tidak terasa sakit, mata tenang, sedikit atau
tidak menimbulkan keluhan. Secara lebih spesifik, glaukoma sekunder dapat
disebabkan antara lain oleh16 :
 Uveitis
Pada uveitis terjadi proses radang, termasuk terbentuknya eksudat-
eksudat serta adanya infltrasi sel radang sehingga celahcelah trabekulum
dapat tertutup yang mengakibatkan aliran keluar humor aqueus terhambat.

34
Terjadinya sembab trabekulum, sembab badan siliar, dan iris mengurangi
kemampuan pengaliran humor aqueus keluar.16
 Lensa hipermatur
Pada katarak yang dibiarkan, lama kelamaan korteks lensa bisa mencair
kemudian keluar dari kapsul. Produk protein lensa yang keluar dari kapsul
dapat berperan sebagai antigen yang kemudian mengakibatkan reaksi radang
dalam mata (uveitis). Debris protein dan sel-sel radang yang tersangkut dalam
celah trabekulum mengakibatkan terhambatnya aliran keluar humor aqueus.
Glaukoma semacam ini disebut glaukoma fakolitik.16

Gambar 2.9 Glaukoma Fakolitik16 Gambar 2.10 Katarak Hipermatur


dengan Glaukoma Fakolitik16

 Trauma
Glaukoma terjadi apabila terdapat kerusakan jaringan trabekulum cukup
luas sehingga mengganggu aliran keluar cairan akuos. Misal trauma karena
benturan/ lemparan bola.16

- Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup


Pada glaukoma ini, aliran humor aqueus tidak lancar karena tertutupnya
trabekulum oleh iris oleh sebab yang jelas. Penyebabnya dijelaskan sebagai
berikut16 :
 Uveitis
Pada uveitis, glaukoma dapat terjadi karena terbentuknya
perlekatan iris dengan permukaan depan lensa (sinekia posterior). Hal ini
disebabkan oleh eksudat dari iris menghasilkan fibrin yang lengket.
Sinekia posterior menyebabkan aliran cairan akuos dari COP ke COA
terhambat. Selanjutnya akan terjadi iris bombe yang akan menutup sudut

35
iridokorneal. Uveitis juga akan menyebabkan perlekatan iris bagian
perifer (sinekia anterior) sehingga iris menutupi jaringan trabekulum.
Pengelolaan glaukoma sekunder mencakup penanganan untuk glaukoma
dan untuk penyakit yang mendasari. Jadi penyakit uveitis yang mendasari
juga ditangani.
 Lensa maju/membesar
Luksasi lensa ke depan menyebabkan COA menjadi dangkal. Iris
akan terdorong ke kornea sehingga menutup jaringan trabekulum.
Pembengkakan lensa akibat meresapnya sejumlah cairan ke dalam lensa
pada proses katarak juga mempersempit COA. Penanganannya dapat
dengan pembedahan setelah glaucoma teratasi.
 Tumor intraocular
Tumor yang berasal dari uvea dapat menyempitkan rongga bola
mata atau mendesak iris ke depan dan menutup COA. Misal: melanoma
maligna. Melanoma yang berasal dari uvea tumbuh cepat dan dapat
menyebabkan kenaikan TIO, karena perubahan volume, gangguan pada
sudut filtrasi, atau penyumbatan vena korteks. Diperlukan tindakan
enukleasi.
 Neovaskularisasi sudut
Sering terjadi pada penderita retinopati DM dan penyakitpenyakit
vaskular retina. Bila retinopati terus berlanjut, selanjutnya akan terjadi
iskemik retina. Kondisi iskemik akan merangsang terbentuknya pembuluh
darah baru yang rapuh (neovaskularisasi). Kalau neovaskularisasi ini
mencapai iris, maka akan menutup sudut bilik mata sehingga aliran cairan
akuos terganggu dan TIO meningkat. Tindakan pencegahan dilakukan
dengan terapi fotokoagulasi retina untuk mengurangi respon iskemia,
sehingga tidak terjadi neovaskularisasi.
Tanda dan gejala yang timbul seperti pada glaukoma primer sudut
tertutup, khas disertai dengan rasa sakit, mata merah, dll.
 Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongetinal terjadi karena saluran pembuangan tidak
terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Glaukoma

36
kongenital dibagi menjadi dua, yaitu tipe infantil dan tipe yang berhubungan
dengan kelainan kongenital lainnya.16
- Glaukoma Kongenital Primer/Glaukoma Infantil
Biasanya sejak lahir bayi sudah menderita glaukoma, atau pada umur
tahun pertama. Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur
sudut sejak dalam kandungan (kira-kira saat janin berumur 7 bulan).16

Gambar 2.11 Gambar Glaukoma Kongenital16

Pada glaukoma sekunder, sejak lahir penderita memiliki bola mata


besar (buftalmos) yang disebabkan kenaikan TIO saat masih dalam
kandungan dan mendesak batas luar mata bayi yang masih lentur. Bayi akan
takut melihat cahay karena kornea yang keruh memecah sinar yang datang
sehingga bayi merasa silau. Bayi cenderung rewel, karena peningkatan TIO
menyebabkan rasa tegang/sakit pada mata; dan apabila dilakukan
pemeriksaan dengan tonometer, menunjukkan TIO > 21 mmHg.16

- Glaukoma Kongenital Berhubungan dengan Kelainan Kongenital Lain


Yang termasuk kelompok ini adalah glaukoma berpigmen, aniridia,
sindrom Axenfeld, anomali Peter, dan sindrom Rieger. Terapi yang dilakukan
pada glaukoma kongential yaitu membuat lubang supaya ada saluran
pembuangan. Pembuatan lubang dapat dilakukan dengan goniotomi, yaitu
operasi membuat torehan sudut, dilakukan untuk sudut terbuka dan kedalaman
bilik depan mata yang normal. Selain itu bisa dilakukan trabekulektomi, yaitu
pembuatan fistula antara COA dengan ruang subkonjungtiva melalui

37
pengangkatan sebagian jaringan trabekular secara bedah, dilakukan untuk
memudahkan drainase humor aqueus pada glaukoma. Trabekulotomi
memiliki prinisip yang sama seperti goniostomi, tetapi pada trabekulotomi
tidak dilakukan pengangkatan jaringan trabekulum, namun trabekulumnya
Cuma disobek sehingga terjadi hubungan langsung dari COA ke kanalis
Schlemm. Sebelum dilakukan operasi tetap diberi obat untuk menurunkan TIO
supaya kerusakan saraf optik tidak lebih parah.16
2.5.4 DIAGNOSIS
Macam Pemeriksaan Glaukoma17 :
 Oftalmoskopi
Untuk pemeriksaan saraf mata (papil saraf optik) apakah mengalami
degenerasi/atrofi serta melihat penggaungan (cupping) papil. Tanda atrofi
papil adalah warna pucat, batas tegas, dan lamina kribosa tampak jelas. Tanda
penggaungan: pinggir papil temporal menipis. Ekskavasi melebar, diameter
vertikal lebih lebar daripada diameter horizontal. Pembuluh darah seolah
menggantung di pinggir dan terdorong ke arah nasal. Jika tekanan cukup
tinggi akan terlihat pulsasi arteri. Oftalmoskopi merupakan pemeriksaan yang
paling sensitif untuk saraf mata.
 Tonometri
Untuk mengukur tekanan bola mata. Beberapa cara tonometri untuk
mengetahui TIO adalah sebagai berikut. Palpasi adalah cara yang paling
mudah tetapi juga yang paling tidak teliti (memerlukan pengalaman). Bisa
dilakukan dengan membandingkan antara mata kanan dan kiri atau dengan
mata pemeriksa. Penderita diminta melirik ke bawah tanpa menutup mata
kemudian letakkan dua jari pemeriksan di atasnya dengan satu jari yang lain
menahan secara bergantian. Tonometri Schiotz merupakan prosedur yang
cukup terjangkau. Cara pemeriksaan yaitu penderita berbaring dan matanya
diberi anestesi lokal (pantokain 0,5 %) kemudian tonometer yang telah diberik
beban tertentu diletakkan perlan di atas kornea. Pembacaan pada skala
diterjemahkan ke dalam mmHg dengan menggunakan tabel konversi.
Kelemahannya bila sklera terlalu lembek (misal: pasien miop) maka hasil
pembacaan menjadi terlalu rendah. Pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan jika
terdapa infeksi luar bola mata dan leukoma kornea. Dengan tonometry
aplanasi Goldman efek-efek resistensi/kekakuan kornea dapat dihilangkan
38
sehingga hasil lebih tepat. Pneumotonomer nonkontak/air-puff tonometer
tidak menyentuh mata, tetapi cukup mengindra defleksi kornea sebagai reaksi
terhadap hembusan udara yang bertekanan.
 Gonioskopi
Dilakukan untuk memeriksa saluran pembuangan yaitu dengan
memerika sudut bilik mata depan (COA) dengan menggunakan lensa kontak
khusus. Gonioskopi dapat membedakan glaukoma sudut terbuka atau tertutup
serta adanya perlekatan iris bagian perifer. Perimetri, untuk memeriksa
lapangan pandang.
2.5.5 PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, terapi glaukoma dibagi menjadi terapi medikamentosa dan
operatif. Tujuannya untuk menurunkan TIO sehingga aman bagi penderita.
Masing-masing individu mempunyai ambang toleransi TIO yang berbeda-beda.
Target penurunan biasanya 30–50% dari TIO awal. Suatu tekanan sebesar ‘x’
mmHg dapat diketahui sudah aman bagi suatu individu dengan cara melakukan
evaluasi setiap 6 bulan dengan pemeriksaan lapangan pandang. Kalau sudah
stabil, artinya tidak ada lagi penurunan lapang pandang secara progresif berarti
TIO sebesar ‘x’ mmHg aman bagi individu tersebut.17
Terapi glaukoma selalu memegang prinsip-prinsip tertentu. Pertama,
semakin tinggi tekanan intraokular (TIO), semakin besar risiko kerusakan. Kedua,
terdapat faktor lain selain TIO dalam glaukoma. Misalnya pada penderita
hipertensi, hipotensi, atau DM, aliran darahnya buruk sehingga mudah terjadi
kerusakan saraf optik. Ketiga, follow-up terus menerus. Keempat, pertimbangkan
efek samping & biaya, karena biasanya terapi untuk glaucoma jangka panjang,
bahkan seumur hidup. Kelima, pertahankan penglihatan yang baik dengan efek
samping minimal dan biaya ringan.17
Cara penurunan TIO ialah dengan menurunkan produksi atau menambah
pembuangan cairan akuos. Selain itu bisa dengan merusak badan silier, dengan
laser atau krio, dan dengan membuang cairan akuos ke tempat lain (operasi
filtrasi).17
 Obat Topikal
Penyekat reseptor beta menurunkan TIO dengan cara mengurangi
produksi cairang akuos oleh korpus siliaris. Timolol merupakan penyekat beta
yang tidak selektif, bekerja juga pada reseptor di jantung (memperlambat
39
denyut jantung dan menurunkan tekanan darah) dan bronkus
(bronkokonstriksi). Betaxolol adalah selektif reseptor-β1 sehingga efek
samping sistemiknya cenderung tidak menyebabkan bronkokonstriksi. Agen
kolinergik menurunkan TIO dengan menaikkan kemampuan aliran keluar
cairan akuos. Obat ini merangsang saraf parasimpatik sehingga menyebabkan
kontraksi m. longitudinalis ciliaris yang menarik taji sklera. Ini akan
membuka anyaman trabekular sehingga meningkatkan aliran keluar. Selain
itu, agen ini juga menyebabkan kontraksi m. sfingter pupil sehingga terjadi
miosis. Contohnya antara lain adalah pilokarpin dan asetilkolin.17
Prostaglandin (PG) bekerja dengan menaikkan aliran keluar
uveosklera. PG akan menaikkan pengeluaran cairan akuos dengan
merelaksasikan m. siliaris dan menurunkan matriks ekstraselular sekitar otot.
Contohnya LatanoprostR dan TravaprostR. Cukup digunakan 1 tetes sehari,
namun sangat mahal. Agonis adrenergik bekerja dengan menurunkan
produksi humor aqueus dengan vasokontstriksi vasa yang menuju ke korpus
siliaris, menaikkan aliran keluar uveosklera, dan diduga juga bertindak
sebagai neuroprotektor (belum terbukti). Contoh obat ini adalah epinefrin dan
dipiverin (agonis adrenergik tidak selektif) dan apraclonidin dan bromonidin
(selektif agonis adrenergik-α2).17
Prostamid, contohnya BimatoprostR. bekerja dengan cara menaikkan
aliran keluar trabekulum dan uveoskleral. Inhibitor karbonik anhidrase (CA
inhibitor) menurunkan produksi cairan akuos dengan menurunkan sekresi
bikarbonat yang diikuti penurunan aliran sodium ke COP. Contohnya
DiamoxR (asetazolamid), dorsolamid, dan bronzolamid.17
Terapi medikamentosa glaukoma juga dapat dilakukan untuk
mengurangi volume badan kaca (humor vitreus). Untuk mengurangi volume
badan kaca digunakan zat hiperosmotik (untuk menyedot/ menarik air dari
vitreus). Obat ini penting untuk keadaan akut dimana TIO sangat tinggi
sehingga harus cepat diturunkan. Obat hiperosmotik akan membuat tekanan
osmotik darah menjadi tinggi sehingga air di vitreus bisa terserap ke darah.
Preparat yang dapat diberikan berupa manitol (5 cc/kgBB IV dalam 1 jam),
ginjal harus baik karena manitol diekskresi lewat ginjal; urea (intravena); dan
gliserin (oral), kontraindikasi pada DM.17

40
DAFTAR PUSTAKA

4. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata : Keratitis. Edisi 5.Jakarta:Badan Penerbit
FKUI;2015.Hal.152
5. Subronto YJ. 2004. Imunopatologi Penyakit Infeksi. Pusat Kedokteran Tropis,
Yogyakarta.
6. Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum : Pengobatan Keratitis Bakterial, Fungal dan
Amoeba. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2015. Hal.129.
7. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata : Uklus Kornea. Edisi 5.Jakarta:Badan
Penerbit FKUI;2015.Hal.167
8. Suwono, W. ulkus Kornea. 2007, Maret 22. Cermin Dunia Kedokteran. Available:
http://www.medicastore.co.id/files/cdk/files/06Ulkuskornea10.pdf
9. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Mata RSUP Sanglah
Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2001
10. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata : Konjuntivitis. Edisi 5.Jakarta:Badan
Penerbit FKUI;2015.Hal.124
11. Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum : Gejala Klinis Konjungtivitis. Edisi ke-17.
Jakarta: EGC; 2015. Hal.97.
12. Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum : Penatalaksanaan Konjungtivitis. Edisi ke-17.
Jakarta: EGC; 2015. Hal.101.
13. AAO 2003 - 2004. Intraocular inflammation and uveitis. BCSC Sec-9. AAO - San
Francisco.
14. Foster CS, Vitale AT. 2002. Diagnosis and Treatment of Uveitis. WB Saunders
Company.
15. AAO 2004 - 2005. Glaucoma. BCSC Sec-10. AAO - San Francisco.
16. Boyd BF, Luntz M. 2002. Innovations in the Glaucomas. Dalam Highlights of
Ophthalmology.
17. Hingginbotham EJ, Lee DA. 2004. Clinical Guide to Glaucoma Management.
Butterworth Heinemann.

41
42

Anda mungkin juga menyukai