Anda di halaman 1dari 10

METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN PENGERTIAN TENTANG POLA ASUH ORANG TUA


DENGAN KEDISIPLINAN DIRI PADA ANAK USIA SEKOLAH DI
SEKOLAH DASAR NEGERI 2 GEGER

Disusun Oleh :
Nama : Nurul Wilkyis ( 0118030 )
Prodi : S1 Keperawatan / 3A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021
TUGAS 2

PERUMUSAN MASALAH DAN TINJAUAN PUSTAKA

1. Identifikasi Topik Penelitian


Kedisiplinan Diri Pada Anak Usia Sekolah

2. Sumber Penemuan
Wilayah Sekolah Dasar Negeri 2 Geger

3. Identifikasi Masalah
 Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua
 Pola Asuh orang tua
 Faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan
 Pengaruh disiplin pada anak

4. Tipe Masalah Penelitian


A. Konsep Pola Asuh
1) Pengertian
Pola asuh merupakan metode mengurus serta tata cara disiplin orangtua
kepada anaknya dengan tujuan membentuk sifat, karakter, serta membagikan nilai-
nilai untuk anak buat bisa membiasakan diri dengan area sekitarnya. Dalam
membagikan ketentuan serta nilai kepada anaknya tiap orangtua hendak membagikan
pola asuh yang berbeda bersumber pada latar balik pengasuhan orangtua sendiri
hendak menciptakan beragam pola asuh yang berbeda dari orang tua yang berbeda
pula. (Epida Ermi. 2017).

2) Klasikasi Pola Asuh


Menurut Baumrind dalam Judi Et All (2012), pola asuh diklasifikasikan dalam 4
macam :
a. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter menuju pada watak kepatuhan serta rasa hormat yang
besar terhadap otoritas anak. Orang tua yang otoriter cenderung mempunyai anak
yang kurang sanggup buat berfikir serta berperan secara mandiri. Orang tua yang
memiliki pola asuh otoriter memiliki kendali memaksa yang tinggi, ketat
menerapkan berbagai aturan, dan tepat dalam menerapkan disiplin, namun
memberikan dukungan yang rendah. Orang tua yang otoriter cenderung
menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, seperti halnya memaksa,
memerintah, menghukum, dan biasanya bersamaan dengan ancaman-ancaman.
Orang tua tipe ini tidak mengenal kompromi dalam komunikasi, bisasnya bersifat
satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk
mngerti mengenai anaknya. Pola asuh ini akan menghasilkan karakteristik anak
yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka
melanggar norma, berkepribadian lemah dan menarik diri.
b. Pola Asuh Demokratis
Keterampilan membesarkan anak dengan menggukan pola asuh yang
demokratis terbukti optimal, karena cara itu menyebabkan perilaku bertanggung
jawab dan kompeten dalam diri anak. Keseimbangan hubungan dan bimbingan
memberikan situasi yang paling kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak yang optimal. Keseimbangan antara bimbingan dan dukungan yang
diberikan oleh orang tua mengahasilkan anak terbimbing dan kompeten. Anak
dengan jenis pola asuh demokratis menunjukan kepercayaan diri yang tinggi,
mencapai kapasitas akademik mereka, memiliki perkembangan kognitif yang
kuat, melatih kreatifirtas, menunjukan prilaku moral seperti kejujuran, dan sifat
dapat dipercaya, dan kompeten dalam keterampilan hidup. Orang tua dalam pola
asuh ini bersikap rasional dimana orang tua selalu mendasari tindakannya pada
rasio atau pemikiran. Orang tua juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak,
memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan
dan pendekatannya pada anak dengan cara yang halus. Pola asuh ini akan
menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, dan
mempunyai hubungan baik dengan temannya.
c. Pola Asuh Tidak Terlibat
Kegiatan pola asuh ini merupakan kegiatan pola asuh yang paling buruk
dibandingkan kegiatan pola asuh yang lain. Jenis pola asuh ini tidak memiliki
kontrol orang tua sama sekali. Orang tua cenderung menolak keberadaan anak dan
tidak memiliki cukup waktu bersama anak karena orang tua sendiri memiliki
banyak masalah. Orang tua sama sekali tidak mengurus anak dan respon anak
cenderung sadis. Orang tua merespon anak dengan cara memenuhi kebutuhan
anak berupa makanan atau mainan, namun tidak berusaha ke hal-hal yang bersifat
jangka panjang, seperti aturan pekerjaan rumah dan standar tingkah laku. Anak
dari kegiatan pola asuh seperti ini cenderung terbatas secara akademis dan sosial.

3) Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua


Setiap orang tua memiliki cara dan kemampuan yang berbeda dalam mengasuh
anaknya, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang dimiliki oleh orang tua akan mempengaruhi kesiapan
orang tua dalam melakukan kegiatan pengasuhan. Menurut hasil riset dari Sir
Godfrey Thomson menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh
lingkungan atas individu untuk menghasilkan berbagai macam perubahan.
Perubahan-perubahan tersebut dapat bersifat tetap atau permanen didalam
kebiasaan tingkah laku, pikiran, dan sikap.
b. Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan orang
tua seperti halnya dalam perkembangan anak.Faktor lingkungan yang sangat
berpengaruh dalam pola asuh ini adalah keluarga, dimana dikatakan bahwa
keluarga merupakan konstanta tetap dalam kehidupan anak. Anak seringkali
mengamati perilaku orang lain kemudian menjadi ciri kebiasaan atau
kepribadiannya.
c. Budaya
Kebanyakan orang tua mempelajari praktek pengasuhan dari orang tua
mereka sendiri.Sebagian praktek tersebut mereka terima, namun sebagian lagi
mereka tinggalkan (Santrock, 2007).
4) Instrumen Pengukuran Pola Asuh
Baumrind dalam Judy et al (2012) menyatakan bahwa terdapat berbagai
macam tipe pola asuh orang tua, sehingga dibuatlah sejumlah pertanyaan yang terdiri
dari 20 pertanyaan untuk mengidentifikasi tipe pola asuh yang kita lakukan pada
anak. Pertanyaan itu terbagi menjadi 2 kategori, yaitu kategori hubungan dan
bimbingan. Berdasarkan nilai total pengisian kuesioner pada kategori hubungan dan
bimbingan, akan di dapatkan nilai perkiraan berdasarkan tabel yang ada yang
mewakili gambaran pola asuh orang tua kepada anaknya. Ibu melakukannya dengan
menyilang jawaban yang terbagi menjadi tiga kategori ( selalu nilainya 3, kadang-
kadang nilainya 2, dan tidak nilainya 1) sesuai dengan kehidupan ibu sehari-hari
mulai dari pertanyaan nomor 1 hingga 20. Semua nilai pada soal nomor 3, 7, 11, 15,
dan 19 ditambahkan untuk menentukan nilai pada kategori hubungan dan nilai yang
diperoleh pada kategori hubungan itu dilingkari dari kiri sampai kanan yang mewakili
nilai jawaban ibu pada hubungan. Semua nilai ditambahkan pada soal nomor 4, 8, 12,
16, dan 20 untuk menentukan nilai pada kategori bimbingan dan nilai yang diperoleh
ibu pada kategori bimbingan itu dilingkari pada nilai yang sesuai dari atas sampai
bawah yang mewakili nilai ibu pada kategori bimbingan. Selanjutnya, titik dimana
kedua nilai tersebut (hubungan dan bimbingan) berpotongan, maka pada perpotongan
itu akan diketahui tipe pola asuh ibu kepada anaknya.

B. Kedisiplinan Anak
1) Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disiplin adalah ketaatan atau
kepatuhan terhadap peraturan. Ketaan berarti kesediaan hati secara tulus untuk
menepati setiap peraturan yang sudah dibuat dan disepakati bersama. Peraturan-
peraturini untuk mengatur dan memudahkan urusan orang dalam banyak hal
misalnya, menempuh ilmu dan berkerja. Disiplin adalah jalan meraih kesuksesan,
dalam bidang apapun. Islam mengajarkan agar memperhatikan dan mengaplikasikan
nilai-nilai kedisiplinan dalam kehidpan sehari-hari untuk membangun kualitas
kehidupan masyarakat yang lebih baik. Kedisiplinan adalah slah satu inti dalam
ajaran agama. Allah SWT memerintahkan kaum beriman untuk membiasakan disiplin
(Ainun Mahya dan Arnina. 2016).

2) Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kedisiplinan Anak


a. Faktor Keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan utama, tapi juga
dapat menjadi penyebab kesulitan disiplin dalam belajar. Itu artinya keluarga
adalah salah satu lembaga pendidikan yang pertama kali yang mendidik anak
menjadi baik. Di dalam keluarga inilah anak didik mendapat pengetahuan pertama
kali tentang apapun, begitu juga dengan sikap disiplin harus pertama kali
ditanamkan pada anak ketika masih berada dalam lingkungan keluarga, karena
keluarga adalah komunitas sosial kecil yang pertama yang di terjuni anak. Ketika
disiplin sudah ditanamkan sejak kecil atau dini dalam lingkungan keluarga maka
sikap disiplin pada anak akan menjadi suatu kebiasaan ketika mereka berada
diluar rumah atau lingkungan keluarga. Hal ini terjadi karena “tiap pengaruh
lingkungan yang menentukan tingkah laku si anak yang terutama ialah dari
keluarga” (Arisandi, 2011).
b. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah ini menyangkut faktor guru, faktor alat sekolah,
faktor kondisi gedung dan faktor waktu sekolah. Semua factor yang termasuk
lingkungan sekolah tersebut dapat berpengaruh terhadap disiplin siswa ketika
mereka berada di lingkungan sekolah. Di antara faktor-faktor yang mempegauhi
kedisiplinan siswa adalah faktor guru, hal ini disebabkan karena kadang-kadang
guru tidak menunjukkan kualitasnya, misalnya sebagi berikut:
a) Dalam pengambilan metode yang digunakan atau dalam mata pelajaran yang
dipegangnya, sehingga dalam penyampaian mata pelajaran kurang pas dengan
metodenya yang menyebabkan anak didik malas mengikuti pelajaran atau
kurang.
b) Hubungan guru dengan murid kurang baik, yang bermula pada sikap guru
yang tidak disenangi oleh murid- muridnya seperti kasar, tidak pernah
senyum, menjengkelkan, suka membentak dan lain- lain.
c) Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar,
misalnya dalam bakat, minat, sifat, kebutuhan-kebutuhan anak dan
sebagainya.
d) Guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak. Artinya ketika
guru menyampaikan pelajaran sedangkan siswa tidak memahaminya, maka
guru masih terus melanjutkan pelajaran yang disampaikan pada murid karena
dia menganggap bahwa pelajaran yang disampaikan pada siswa sudah sesuai
dengan standar. Padahal materi yang diberikan oleh guru tidak dipahami oleh
siswa, sehingga menyebabkan malasnya belajar pada diri siswa (Azhar, 2010).
c. Masyarakat
Masyarakat sebagai suatu lingkungan yang lebih luas daripada keluarga
dan sekolah turut menentukan berhasil tidaknya pendidikan dan pembinaan
disiplin. Situasi masyarakat tidak selamanya konstan atau stabil, sehingga situasi
tersebut dapat menghambat atau memperlancar terbentuknya disiplin anggota
masyarakat. Masyarakat yang dapat dijadikan medan pembinaan disiplin ialah
masyarakat yang mempunyai karakter campuran antara masyarakat yang
menekankan ketaatan dan loyalitas penuh, serta masyarakat yang permisif atau
terlalu terbuka. Dalam situasi mesyarakat seperti ini, tetap menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur kebudayaan dan bersikap terbuka namun selektif terhadap
pengaruh dari luar. Kontrol yang disertai kelonggaran yang bijaksanan akan
mewujudkan pribadi yang semakin matang dan bertanggung jawab (Azhar, 2010).

3) Pengaruh Disiplin Pada Anak


a. Pengaruh Pada Perilaku
Anak yang mengalami disiplin yang keras, otoriter, biasanya akan sangat
patuh bila di hadapan orang – orang dewasa, namun sangat agresif terhadap teman
sebayanya. Sedangkan anak yang orang tuanya lemah akan cenderung
mementingkan diri sendiri, tidak menghiraukan hak orang lain, agresif dan tidak
sosial. Anak yang dibesarkan dengan disiplin yang demokratis akan lebih mampu
belajar mengendalikan perilaku yang salah dan mempertimbangkan hak-hak
orang lain (Leman, 2009).
b. Pengaruh Pada Sikap
Baik anak yang dibesarkan dengan cara disiplin otoriter maupun dengan
cara yang lemah, memiliki kecenderungan untuk membenci orang yang berkuasa.
Anak yang diperlakukan dengan cara otoriter merasa mendapat perlakuan yang
tidak adil. Sedangkan anak yang orang tuanya lemah merasa bahwa orang tua
seharusnya memberitahu bahwa tidak semua orang dewasa mau menerima
perilakunya. Disiplin yang demokratis akan menyebabkan kemarahan sementara,
tetapi kemarahan ini bukanlah kebencian. Sikap-sikap yang terbentuk sebagai
akibat dari metode pendidikan anak cenderung menetap dan bersifat umum,
tertuju kepada semua orang yang berkuasa (Leman, 2009).
c. Pengaruh Pada Kepribadian
Proses-proses psikososial melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek
perasaan, emosi, dan kepribadian individu serta cara yang bersangkutan
berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian perkembangan identitas diri
(self identity) dan krisis-krisis yang menyertainya serta perkembangan cara dan
pola hubungan dengan anggota keluarga, teman sebaya, guru-guru, dan yang
lainnya. Semakin banyak anak diberi hukuman fisik, semakin anak menjadi keras
kepala, dan negativistik. Ini memberi dampak penyesuaian pribadi dan sosial yang
buruk, yang juga memberi ciri khas dari anak yang dibesarkan dengan disiplin
yang lemah. Bila anak dibesarkan dengan disiplin yang demokratis, ia akan
mampu memiliki penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang terbaik
(Arisandi, 2011).

4) Cara Menerapkan Kedisiplinan Anak


a. Disiplin Otoriter
Disiplin otoriter adalah bentuk disiplin yang tradisional yang berdasar
pada ungkapan kuno “menghemat cambukan berarti memanjakan anak”. Pada
model disiplin ini, orang tua atau pengasuh memberikan anak peraturan-peraturan
dan anak harus mematuhinya. Tidak ada penjelasan pada anak mengapa dirinya
harus mematuhi, dan anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya tentang aturan itu. Anak harus mentaati peraturan itu, jika tidak mau
dihukum. Biasanya hukuman yang diberikan pun agak kejam dan keras, karena
dianggap merupakan cara terbaik agar anak tidak melakukan pelanggaran lagi di
kemudian hari. Seringkali anak dianggap sudah benar-benar mengerti aturannya,
dan dianggap sengaja melanggarnya, sehingga anak tidak perlu diberi kesempatan
mengemukakan pendapatnya lagi. Jika anak melakukan sesuatu yang baik, hal ini
juga dianggap tidak perlu diberi hadiah lagi, karena sudah merupakan
kewajibannya. Pemberian hadiah dapat mendorong anak untuk selalu
mengharapkan adanya sogokan agar melakukan sesuatu yang diwajibkan
masyarakat (Leman, 2009).
b. Disiplin Yang Lemah
Disiplin model ini biasanya timbul dan berkembang sebagai kelanjutan
dari disiplin otoriter yang dialami orang dewasa saat dirinya masih anak-anak.
Akibat dahulu ia tidak suka diperlakukan dengan model disiplin yang otoriter,
maka ketika ia memiliki anak, mendididiknya dengan cara yang sangat
berlawanan. Menurut teknik disiplin ini, anak akan belajar bagaimana berperilaku
dari setiap akibat perbuatannya itu sendiri. Dengan demikian anak tidak perlu
diajarkan aturan-aturan, ia tidak perlu dihukum bila salah, namun juga tidak diberi
hadiah bila berperilaku sosial yang baik. Saat ini bentuk disiplin ini mulai
ditinggalkan. Filsafat yang mendasari teknik disiplin ini adalah bahwa melalui
akibat dari perbuatannya sendiri anak akan belajar bagaimana berperilaku secara
sosial. Dengan demikian anak tidak diajarkan peraturan peraturan, ia tidak
dihukum karena sengaja melanggar peraturan, juga tidak ada hadiah bagi anak
yang berperilaku sosial baik (Arisandi, 2011).
c. Disiplin Demokratis
Disiplin jenis ini, menekankan hak anak untuk mengetahui mengapa
aturan-aturan dibuat dan memperoleh kesempatan mengemukakan pendapatnya
sendiri bila ia menganggap bahwa peraturan itu tidak adil. Walaupun anak masih
sangat muda, tetapi daripadanya tidak diharapkan kepatuhan yang buta.
Diupayakan agar anak memang mengerti alasan adanya aturan-aturan itu, dan
mengapa ia diharapkan mematuhinya. Hukuman atas pelanggaran yang dilakukan,
disesuaikan dengan tingkat kesalahan, dan tidak lagi dengan cara hukuman fisik.
Sedangkan perilaku sosial yang baik, dan sesuai dengan harapan, dihargai
terutama dengan pemberian pengakuan sosial dan pujian (Leman, 2009).
5) Cara Mengukur Kedisiplinan Anak
Pengukuran disiplin pada anak didasarkan pada kusioner yang dibuat
berdasarkan teori kedisiplinan. Kuesioner kedisiplinan anak didasarkan pada
kuesioner kedisiplinan berdasarkan orang tua dan kedisiplinan berdasarkan penilaian
guru. Disiplin anak akan dibagi dalam bentuk disiplin yang tinggi dan disiplin yang
rendah.

5. Tinjauan Pustaka
Sedarmayanti & Hidayat, S. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Mandar Maju.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Prof.Dr. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Solihudin, Ichsan. 2016. Hypnosis For Parents. Bandung : Mizan Pustaka

Syamsuddin dan Damiyanti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai