Anda di halaman 1dari 15

KELOMPOK 4

 Erwin Yolanda
 Lia Ari Rahayu
 Novita Saputri G
 Rima Dyah Metasari
 Rismala sari Ramadhani
 Yunita Dwi
Trauma Vesika Urinaria
Cedera kandung kemih
disebabkan oleh trauma tumpul
atau penetrasi. Kemungkinan
cedera kandung kemih bervariasi
menurut isi kandung kemih
sehingga bila kandung kemih
penuh akan lebih mungkin untuk
menjadi luka dari pada saat
kosong (arifmuttaqin : 211)
Trauma buli-bulu atau trauma
vesika urinaria merupakan
keadaan darurat bedah yang
memerlukan penatalaksanaan
segera, bila tidak ditanggulangi
dengan segera dapat menimbulkan
Penyebab
Trauma Vesika Urinaria
Ada beberapa factor penyebab terjadinya trauma
vesika urinaria diantarannya adalah:
 Kecelakaan lalu lintas/ kerja yang menyebabkan patah
tulang pelvis
 Fraktur tulang panggul
 Ruptur kandung kemih
 Trauma tumpul
 Trauma tajama kibat tusuk atau tembak
 Ketegangan otot dinding perut bawah
 Trauma tulang panggul
Tanda dan gejala
Trauma Vesika Urinaria
1. Pada abdomen bagian bawah tampak jejas atau
hematom dan terdapat nyeri tekan pada daerah
supra pubik di tempat hematom.
2. Pada rupture buli-buli intra peritoneal urin masuk
kerongga peritoneal sehingga memberi tanda
cairan intra abdomen dan rangsangan peritoneal
3. Lesi ekstra peritoneal memberikan gejala dan
tanda infiltrate urin di rongga peritoneal yang
sering menyebabkan septisemia (darah terdapat
bakteri)
Klasifikasi
Trauma Vesika Urinaria
1. Rupture ekstra peritoneal kandung kemih.
 Ruptur ekstra peritoneal biasanya berhubungan dengan fraktur
panggul (89%-100%). Sebelumnya ,mekanisme cidera di yakini
dari perforasi langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat
cidera kandung kemih secara langsung berkaitan dengan
tingkat keparahan fraktur.
2. Rupture kandung kemih intra peritoneal.
 Rupture kandung kemih intra peritoneal digambarkan sebagai
masuknya urine secara horizontal ke dalam kompartemen
kadung kemih. Mekanisme cidera adalah peningkatan tingkat
tekanan intravesikel secara tiba-tiba kekandung kemih yang
penuh. Kekuatan daya trauma tidak mampu ditahan oleh
kemampuan dinding kandung kemih sehingga terjadi perforasi
dan urine masuk kedalam peritoneum.
3. Kombinasi rupture intraperitonealdanekstraperitoneal.
Pemeriksaan Diagnostik
Trauma Vesika Urinaria
Test diagnostik pada trauma bladder meliputi:
1. IVP dengan lateral views
2. CT scan saat bladder kosong dan penuh,
Memperlihatikan adanya hematom
retroperineal dan konfigurasi ginjal.
3. csytogram.
Jika darah keluar dari meatus, disrupsi
uretra l mungkin telah terjadi. Pada kasus
ini, klien tidak boleh dikateterisasi sampai
disrupsi tersebut teratasi. menunjukkan
ekstravasase urine, vesika urinaria dapat
pindah atau tertekan.
Penatalaksanaan
Trauma Vesika Urinaria
 Atasi syok dan perdarahan.
 Istirahat baring sampai hematuri hilang.
 Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai
rupture vesica urinaria intra peritoneal dilakukan
operasi sectioalta yang dilanjutkan dengan
laparatomi.
Komplikasi
1. Urosepsis.
Keracunan septic dari penahanan
dan absorbsi substansi urin.
3. Klien lemah akibat anemia.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
 Kaji Riwayat atau adanya factor factor resiko:
 Riwayat terjatu atau terbentur didaerah perut bagian bawah
 Riwayat pembedahan dibagian perut bawah
 Reptur kandung kemih sepontan yang biasa terjadi jika
sebelumnya terdapat
 kelainan pada dinging kandung kemih seperti
tuberkolosis,tumor atau okstruksi.
 Kaji keluhan nyeri di daerah suprasimfisis, miksi becampur
darah atau mungkin pasian tidak dapat miksi. pemeriksaan
secara umum
 sering didapatkan adanya syok hipovolemik yang
berhubungan dengan fraktur pelvis dan perdarahan dalam
massif.
 Sering didapatkan adanya tanda dan gejala sepsis
peritonesis akibat masuknya urine kedalam
peritoneum.tanda-tanda klinis cedera landing kemih relative
Lanjutan
 Pemeriksaan abdominal distensi, guarding, rebound
tenderness, hilangnya/ penurunan suara usus dan
tanda-tanda iritasi [eritoneal menunjukan
kemungkinan pecahnya kandung kemih
intraperitoneal.
 Pemeriksaan dubur harus dilakukan untuk
mengevalasi posisi prostat. Posisi prostat yang
melayang atau pada posisi anatomis normal
mengidinkasikan adanya cedera kandung kemih
disertai adanya cedera kandung kemih disertai
adanya ruptur pada uretra.
 Pemeriksaan rigiditas cincin panggul dilakukan untuk
menentukan stabilitas panggul apabila didapatkan
adanya riwayat trauma paggul.
DX 1. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b/d Kerusakan jaringan ( trauma )
pada daerah bladder.
Kriteria Hasil:
-Nyeri berkurang
-Wajah Nampak rileks
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri, catat lokasi, lama, intensitas dan
karakteristiknya.
Rasional : Perubahan dalam lokasi atau intensitas
tidak umum tetapi dapat menunjukkan adanya
komplikasi .
2. Atur posisi sesuai indikasi, misalnya semi fowler.
Rasional : Mmemudahkan drainase cairan / luka
karena gravitasi dan membantu meminimalkan nyeri
karena gerakan .
3. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya nafas dalam,
tekhnik relaksasi / visualisasi.
Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dengan
memfokuskan perhatian pasien .
4. Kolaborasi untuk pemberian analgesik
DX.2 Gangguan eliminasi urine s/d trauma bladder
ditandai dengan hematuria.
Kriteria Hasil:
 Tidak terdapat darah saat BAK
 Pola eliminasi urine normal kembali
Intervensi :
1. Kaji pola berkemih seperti frekwensi dan jumlahnya.
Rasional : Mengidentifikasi fungsi kandung kemih,
fungsi ginjal dan keseimbangan cairan.
2. Observasi adanya darah dalam urine.
Rasional : Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan /
ginjal dapat menyebabkan sepsis.
3. Istirahat baring sekurang-kurangnya seminggu sampai
hematuri hilang.
Rasional : Menurunkan metabolisme tubuh agar energi
yang tersedia difokuskan untuk proses penyembuhan
DX 3. Gangguan pemenuhan aktifitas s/d kelemahan fisik
sekunder terhadap trauma,
Kriteria Hasil:
 Klien tidak tampak lemah
 klien mampu beraktifitas sendiri tanpadibantu oleh
orang lain / keluarga.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan fungsional dengan skala 0 – 4.
Rasional : Untuk menentukan tingkat aktifitas dan bantuan
yang diberikan.
2. Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah seluruh tubuh dan
mencegah penekanan pada daerah tubuh yang menonjol.
3. Lakukan rentang gerak aktif dan pasif.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma dan
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah penurunan
tonus .

Anda mungkin juga menyukai