Anda di halaman 1dari 18

Trauma kandung kemih

Trauma kandung kemih

Keadaan darurat di bidang Urologi

Penatalaksanaan segera

Komplikasi : peritonitis dan sepsis kematian


Trauma kandung kemih
Trauma Abdomen Trauma Kandung Kemih

Trauma Kandung Kemih 2-6% Trauma Abdomen Trauma Tumpul 85% Trauma Tajam 15%

• Sekitar 83 - 100% (rata-rata 90%) berhubungan dengan fraktur pelvis


• Kira-kira 6 - 10% (rata-rata 9%) fraktur pelvis akan mencederai kandung
kemih
Trauma Kandung Kemih Keluhan Trauma Kandung Kemih

Trauma Ekstraperitoneal 62% Gross Hematuria 95%


Trauma Intraperitoneal 25% Hematuria Mikroskopik 5%

• Angka kematian sebesar 12 - 22% dan ini sangat berhubungan dengan


cedera yang sifatnya multipel dan berat
Anatomi

• Kandung kemih : organ berongga, sebagian besar terletak ekstraperitoneal dan bagian kecil terutama dome yang
terletak intraperitoneal. Saat kempis, sulit diraba, bila penuh melewati kapasitas tampungnya dapat diraba
• Pada bagian postero-inferior bermuara ureter kiri dan kanan , diperdarahi oleh arteri vesikalis superior, media dan
inferior lengkap dengan vena-venanya yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna
• Organ ini berfungsi sebagai penampung urin. Pada orang dewasa kapasitasnya antara 350 - 450 cc
Trauma tumpul : 90% karna kecelakaan lalu lintas, benturan
keras perut bagian bawah, terjatuh

Ruptur spontan : keadaan


patologis karna
tuberkulosis, tumor dan Etiologi Trauma tajam : karna
luka tusuk dan tembak
obstruksi.
Faktor presipitasi :
mengangkat beban berat
Partus, muntah-muntah
hebat
Iatrogenik : intrumentasi urologis, operasi
daerah pelvis. Misal : op hips di ortopaedi,
reseksi retrosigmoid di bedah digestive, op
gineko
Ruptura buli-buli :
A. Intraperitoneal robeknya buli-buli pada derah fundus, menyebabkan ekstravasasi urine
ke rongga intraperitoneum
B. Ekstraperitoneal akibat fraktura tulang pelvis.
Klasifikasi
American Assocciation for the Surgery of Trauma membagi trauma kandung kemih atas :
 Grade 1 : Hematoma : kontusio, hematoma intramural
Laserasi : tidak mengenai seluruh ketebalan dinding
 Grade 2 : Laserasi : Laserasi ekstraperitoneal < 2 cm.
 Grade 3 : Laserasi : Laserasi ekstraperitoneal  2 cm atau
intraperitoneal < 2 cm.
 Grade 4 : Laserasi : Laserasi intraperitoneal  2 cm.
 Grade 5 : Laserasi : Laserasi ekstraperitoneal atau intraperitoneal
yang mengenai bladder neck atau muara
ureter
Diagnosis
1. Anamnesis :
• riwayat cedera perut bawah, nyeri perut bagian bawah
• tidak bisa buang air kecil setelah trauma
• buang air kecil berdarah

2. Pemeriksaan fisik :
• dijumpai jejas dan atau hematoma didaerah suprapubic
• luka tikam
• luka tembak
• Pada ruptur intraperitoneal  tanda-tanda cairan bebas intraperitoneal dan tanda-tanda
peritonitis
• Bila disertai fraktur tulang pelvis biasanya terdapat perdarahan yang hebat, sehingga sering
sampai di rumah sakit dalam keadaan syok
3. Laboratorium
• Ditemukan hematuri baik mikroskopik maupun gross
• Dapat ditemukan penurunan hemoglobin dan hematokrit yang berhubungan dengan
perdarahan akibat fraktur pelvis
4. Pencitraan
• Dengan sistogram dapat ditentukan ada tidaknya cedera kandung kemih dan jenisnya
• Kontusio kandung kemih, dimana dijumpai gambaran buli seperti
buah pir (pear shaped appearance) atau seperti gambaran air mata
terbalik (tear drops deformity) yang sebenarnya merupakan kompresi
hematoma perivesikal yang menekan kandung kemih.
• Ruptur buli ekstraperitoneal, • Ruptur buli intraperitoneal.
ekstravasasi (ditunjuk dengan Cystogram menunjukan kontras
panah) terlihat di luar kandung mengelilingi usus.
kemih di dalam pelvis pada
cystogram.
Tatalaksana
• Bila penderita datang dalam
keadaan syok, maka dilakukan
tindakan mengatasi syok
terlebih dahulu baik dengan
cairan intravena maupun
dengan transfusi.
• Setelah kondisinya stabil baru
dilanjutkan dengan
penatalaksanaan definitif
Prinsip tatalaksana :
1. Pembersihan urin ekstravasasi sebersih-bersihnya
2. Debridement dan penutupan defek kandung kemih
3. Mengistirahatkan kandung kemih secara fisiologis
4. Drainase yang adekuat
Tatalaksana :
• Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan
tujuan untuk memberikan istirahat pada buli-buli. Dengan cara ini
diharapkan buli-buli sembuh setelah 7- 10 hari.
• Pada cedera robekan intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi
laparotomi untuk mencari robekan pada bui-buli serta kemungkinan
cedera pada organ lain. Jika tidak dioperasi, ekstravasasi urine ke
rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis. Rongga
intraperitoneum dicuci sebersih mungkin dari sisa-sisa urin dan
bekuan darah, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian
dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan
laparotomi.
• Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal)
dianjurkan untuk memasang kateter selama 7 – 10 hari, tetapi sebagian ahli lain
menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli dengan pemasangan kateter
sistostomi. Namun tanpa tindakan pembedahan kejadian kegagalan
penyembuhan luka ± 15%, dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga
perivesika sebesar 12%. Oleh karena itu jika bersamaan dengan ruptur buli-buli
terdapat cedera organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan
penjahitan buli-buli dan pemasangan kateter sistostomi. Tindakan eksplorasi
biasanya dilakukan bila ada indikasi operasi oleh bagian lain, seperti operasi
reposisi fragmen fraktur, operasi eksplorasi organ lain misalnya organ-organ
intraabdominal dan lain-lain.
Komplikasi
• Abses pelvis.
• Peritonitis.
• Sepsis.
• Kebocoran yang menetap.

Anda mungkin juga menyukai