Anda di halaman 1dari 14

TRAUMA SALURAN KEMIH

Disusun oleh :
Dela Intan Permatasari
03014045

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 1 OKTOBER- 8 DESEMBER 2018
BAB I
PENDAHULUAN

Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja. Trauma genitourinaria
terjadi sekitar 10-15% dari pasien yang menderita trauma abdomen dan pelvis. Cedera yang
mengenai organ urogenitalia bisa merupakan cedera dari luar berupa trauma tumpul, maupun
trauma tajam, dan cedera iatrogenik akibat tindakan dokter pada saat operasi atau petugas
medik yang lain. Pada trauma tajam, baik berupa trauma tusuk maupun trauma tembus oleh
peluru, harus difikirkan untuk kemungkinan melakukan eksplorasi; sedangkan trauma tumpul
sebagian besar hampir tidak diperlukan tindakan operasi

Trauma tumpul merupakan penyebab utama cedera saluran kemih. Kejadian trauma tumpul
pada ginjal bias bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma tumpul langsung
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olahraga, kecelakaan kerja, atau perkelahian.

Trauma tidak langsung, misalnya jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.Keadaan
ini menyebabkan robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.
Kerusakan ginjal spontan jarang terjadi, tetapi ginjal yang abnormal, seperti
hidronefrosis,tumor, atau ginjal polikistik, lebih rentan terhadap trauma.

Trauma tajam,seperti tikaman atau tembakan, merupakan 10-20% penyebab trauma pada
ginjal. Baik luka tikam atau tusuk pada perut bagian atas atau pinggang maupun luka tembak
pada abdomen yang disertai hematuria merupakan tanda pasti cedera pada ginjal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma ginjal


Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung di sebelah
posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya; karena itu cedera ginjal
tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. Trauma ginjal merupakan
trauma terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen
mendcederai ginjal.

Cedera ginjal dapat terjadi secara: (1) langsung akibat benturan yang mengenai daerah
pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal
secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum. Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat
merupakan cedera tumpul, luka tusuk, atau luka tembak.

Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal


sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu
terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri
renalis beserta cabang-cabangnya.

Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara lain
hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.

Penderajatan Trauma Ginjal

 Grade I, kontusio ginjal; terdapat perdarahan di ginjal tanpa adanya kerusakan


jaringan, kematian jaringan, maupun kerusakan kaliks. Hematuria dapat mikroskopik
atau makroskopik. Pencitraan normal.
 Grade II, hematom subkapsular atau perineal yang tidak meluas, tanpa adanya
kelainan parenkim.
 Grade III, laserasi ginjal tidak melebihi 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks dan
tidak terjadi ekstravasasi.
 Grade IV, laserasi lebih dari 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau ekstravasasi
urin. Laserasi mengenai korteks, medula, dan pelviokaliks.
 Grade V, cedera pembuluh darah utama, avulsi pembuluh darah yang mengakibatkan
gangguan perdarahan ginjal, laserasi luas pada beberapa tempat/ginjal yang terbelah.

Diagnosis

Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat:

1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas


 dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu. 


2. Hematuria 


3. Fraktur kosta sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra 


4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang 


5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.

Pemeriksaan IVP (dengan dosis tinggi dan tomografi) merupakan pilihan pertama saat ini
karena ketersediaan yang relatif luas. Adanya trauma ginjal akan terlihat pada IVP berupa
ekskresi kontras yang berkurang (bandingkan dengan kontralateral), garis psoas atau kontur
ginjal yang menghilang karena tertutup oleh ekstravasasi urin atau hematoma, skoliosis yang
menjauhi sisi yang terkena trauma karena kontraksi otot psoas serta gambaran ekstravasasi

kontras.
 Gambaran IVP yang normal menunjukan trauma ginjal yang ringan. Adanya

bagian ginjal yang sulit atau tidak terlihat menandakan adanya laserasi dalam, avulsi ataupun
oklusi pembuluh darah. Penentuan beratnya kerusakan ginjal yang lebih akurat memerlukan
pemeriksaan penunjang lain (CT-scan atau ateriografi). Tidak adanya ekskresi kontras pada
IVP (nonvisualized) dapat disebabkan oleh avulsi pembuluh darah, robekan intima yang
disertai dengan thrombosis dan kadang-kadang dapat pula karena spasme. Setengah dari
kasus nonvisualized ginjal disebabkan oleh cedera pada pedikel ginjal. Tidak jarang, ekskresi
kontras pada IVP tidak cukup tinggi, tetapi tidak dibantu dengan tomografi. Keadaan ginjal
kontralateral perlu dinilai sebagai bahan pertimbangan bila akan dilakukan nefrektomi.
 Penatalaksanaan

Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus dipikirkan untuk melakukan
tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar tidak memerlukan operasi.
Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah :

 Konservatif

Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukanobservasi tanda
vital ( tensi, nadi, suhu, pernapasan), kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang,
adanya pembesaran lingkar perut, pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, serta endapan urin.
Penyulit yang megancam ialah perdarahan retroperitoneum yang tidak berhenti sendiri.
 Operatif
Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera menghentikan
perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debridement, reparasi ginjal ( berupa
renorafi atau penyambungan vaskular) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial
bahkan total karena kerusakan yang berat.

TRAUMA URETER

Cedera ureter sangat jarang dijumpai dan merupakan 1% dari seluruh cedera traktus
urogenitalia. Cedera ini dapat terjadi karena trauma dari luar yaitu trauma tumpul maupun
trauma tajam, atau trauma iatrogenik.

Cedera yang terjadi pada ureter akibat tindakan operasi terbuka dapat berupa: ureter terikat,
crushing karena terjepit oleh klem, putus (robek), atau devaskularisasi karena banyak
jaringan vaskuler yang dibersihkan.

Diagnosis

Pada cedera ureter akibat trauma tajam biasanya ditemukan hematuria mikroskopik. Pada
cedera uterer bilateral terdapat peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Pemeriksaan
kadar kreatinin dan ureum dari cairan fistel dapat memastikan apakah cairan tersebut urin
atau bukan.
Pemeriksaan pielografi intravena dapat menunjukan ekstravasasi kontras serta lokasi cedera
uretra. Apabila pielografi intravena tidak memberi keterangan yang jelas, pielografi
retrograde dapat menunjukan cedera serta letaknya.

Pada trauma iatrogenik, yaitu:

Saat operasi - Lapangan operasi banyak cairan


- Hematuria
- Anuria/oliguri jika ceder bilateral
Pasca bedah - Demam
- Ileus
- Nyeri pinggang akibat obstruksi
- Luka operasi selalu basah
- Sampai beberapa hari cairan drainase
jernih dan banyak
- Heaturia persisten dan hematoma
urinoma di abdomen
- Fistula ureterokutan fistula urerovagina
TATALAKSANA

Pada setiap trauma tajam harus dilakukan tindakan eksplorasi untuk menilai ada tidaknya
cedera ureter. Yang paling penting adalah melakukan drainase urin yang mengalami
ekstravasasi dan menghilangkan obstruksi.
Rekonstruksi ureter bergantung pada jenis,bentuk,luas, serta letak cedera. Untuk cedera ureter
bagian atas, dapat dilakukan uretero-ureterostomi, nefrostomi, uretero-kutaneostomi,
autotransplantasi, dan nefrektomi bila rekonstruksi tidak memungkinkan. Pada cedera ureter
bagian tengah dapat dilakukan uretero-ureterostomi atau transuretero-ureterostomi.
Alternatif rekonstruksi ureter distal adalah uretero-ureterostomi, uretero-neosistostomi,
misalnya melalui tabung yang dibuat dari dinding kandung kemih yang disebut Boari flap atau
nefrostomi.

TRAUMA BULI-BULI

Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen. Namun semakin
bertambahnya usia, tempatnya turun dan terlindung di dalam kavum pelvis; sehingga
kemungkinan mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi. Angka kejadian trauma pada buli-
buli pada beberapa klinik urologi kurang lebih 2% dari seluruh truma pada sistem
urogenitalia.

Etiologi

Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-buli pada
tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat sehingga cedera
deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur
pelvis), dapat merobek buli-buli. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi
akibat fragmen tulang pelvis merobek dindingnya (Gambar 6-3A).

Dalam keadaan penuh terisi urine, buli-buli mudah sekali robek jika mendapatkan tekanan
dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada daerah fundus
dan menyebabkan ekstravasai urine ke rongga intraperitoneum (Gambar 6-3B).

Klasifikasi

Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli-buli, cedera buli-buli ekstra
peritoneal, dan cedera intra peritoneal. Pada kontusio buli-buli hanya terdapat memar pada
dindingnya, mungkin didapatkan hematoma perivesikal, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi
urine ke luar buli-buli.

Cedera intraperitoneal merupakan 25-45% dari seluruh trauma buli-buli, sedangkan kejadian
cedera buli-buli ekstraperitoneal kurang lebih 45-60% dari seluruh trauma buli-buli. Kadang-
kadang cedera buli-buli intraperitoneal bersama cedera ekstraperitoneal (2-12%). Jika tidak
mendapatkan perawatan dengan segera 10-20% cedera buli-buli akan berakibat kematian
karena peritonitis atau sepsis.

Diagnosis
Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda da gejala klinis serta hematuria. Pada foto pelvis atau
foto polos perut terlihat fraktur tulang pelvis. Pemeriksaan radiologic lain untuk menunjang
diagnosis adalah sistogram, yang dapat memberi keterangan ada tidaknya ruptur buli-buli, dan
lokasi ruptur apakah intra atau ekstraperitoneum.
Pemeriksaan sistogram dilakukan dengan memasukkan medium kontras ke buli-buli sebanyak
300-400Ml, kemudian dibuat foto antero-posterior. Buli-buli lalu dikosongkan dan dibilas, dan
dibuat foto sekali lagi. Bila tidak dijumpai ekstravasasi, diagnosisnya adalah kontusio buli-
buli. Pada ruptur ekstraperitoneum, gambaran ekstravasasi terlihat seperti nyala api pada
daerah perivesikal, sedangkan pada ruptur intraperitoneum terlihat kontras masuk ke rongga
abdomen.
TATALAKSANA
1. Pada Kontusio buli-buli : dilakukan pemasangan kateter, memberikan waktu istirahat
pada buli-buli, dan diharapkan kondisi membaik setelah 7-10 hari
2. Cidera intraperitoneal : eksplorasi laparotomy untuk mencari robekan pada buli-buli
serta kemungkinan cidera pada organ lain.
3. Cidera ekstraperitoneal : pada robekan yang sederhana dilakukan pemasangan kateter
selama 7-10 hari, dianjurkan pemasangan kateter sistosomi. Jika terdapat cidera organ
lain sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli dan pemasangan kateter sistosomi.

2.4 Trauma uretra


KLASIFIKASI
Berdasarkan anatomi, ruptur uretra dibagi atas ruptur uretra posterior yang terletak proksimal
diafragma urogenital dan ruptur uretra anterior yang terletak distal diafragma urogenital. Hal
ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda gejala klinis,
pengelolaan serta prognosisnya.
1. TRAUMA URETRA POSTERIOR
Trauma uretra posterior yang terdiri dari pars membranacea dan pars prostatika.Trauma uretra
posterior hampir selalu disertai fraktur tulang pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis, terjadi
robekan pars membranacea karena prostat dengan uretra pars prostatika tertarik ke cranial
bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra pars membranasea terikat di diafragmaurogenital.
Trauma uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplet. Pada trauma total,uretra terpisah
seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke
cranial. Diafragma urogenital yang mengandung otot-otot yang berfungsisebagai spincter
urethra melekat atau menempel pada daerah os pubis bagian bawah. Bilaterjadi trauma tumpul
yang menyebabkan fraktur daerah tersebut, maka urethra parsmembranacea akan terputus pada
daerah apeks prostat pada prostato membranaeous junction

ETIOLOGI
Trauma uretra posterior biasanya disebabkan oleh karena trauma tumpul dan fraktur pelvis.
Uretra biasanya terkena pada bagian proksimal dari diafragma urogenital dan terjadi perubahan
posisi prostat kearah superior (prostat terapung =floating prostat ) dengan terbentuknya
hematoma periprostat dan perivesika.

GEJALA KLINIS
Pada ruptur uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubic dan
abdomen bagian bawah, dijumpai jejas, hematom, dan nyeri tekan. Bila disertai ruptur kandung
kemih, bias ditemukan tanda rangsangan peritoneum.

Klasifikasi trauma uretra Colapinto & McCallum 1976 melalui gambaran uretrogram:
- Tipe I : Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan).
Fotouretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak
memanjang.
- Tipe II : Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranacea,
sedangkandiafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan
ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.
- Tipe III : Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah
proksimalikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas
hingga di bawahdiafragma urogenitalia sampai ke perineum.

DIAGNOSIS
Trauma uretra posterior dapat didiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada ruptur uretra posterior harus dicurigai bila terdapat sedikit darah
di meatus uretra disertai patah tulang pelvis. Selain tanda setempat, pada pemeriksaan colok
dubur ditemukan prostat seperti mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma
urogenital. Pemeriksaan colok dubur harus dilakukan dengan hati-hati karena fragmen tulang
dapat mencederai organ lain,seperti rectum. Pemeriksaan radiologi dapat menunjukkan adanya
fraktur pelvis dan retrograde urethrogram akan menunjukkan elongasi uretra atau ekstravasasi
kontras pada pars membranacea.

TERAPI
Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain(abdomen dan
fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan. Oleh karenaitu sebaiknya
dibidang urologi tidak perlu melakukan tindakan yang invasif pada uretra.Tindakan yang
berlebihan akan menyebabkan timbulnya perdarahan yang lebih banyak padakavum pelvis dan
prostat serta menambah kerusakan pada uretra dan struktur neurovaskuler di sekitarnya.
Kerusakan neurovaskuler menambah kemungkinan terjadinya disfungsi ereksidan
inkontinensia.Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi untuk
diversi urine. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary
endoscopicrealigment yaitu melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint melalui
tuntunanuretroskopi. Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah dapat
salingdidekatkan. Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca ruptura dan kateter
uretradipertahankan selama 14 hari.Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi uretra
(uretroplasti) setelah 3 bulan pascatrauma dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra
telah stabil dan matang sehinggatindakan rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik.

2. TRAUMA URETRA ANTERIOR


Etiologi
Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle injury
(cedera selangkangan) terjadi akibat jatuh terduduk atau terkangkang yaitu uretra terjepit
diantara tulang pelvis dan benda tumpul atau objek yang keras, seperti batu, kayu,atau palang
sepeda, dengan tulang simfisis. Selain oleh cedera kangkang, juga dapat disebabkan oleh
instrumentasi urologik, seperti pemasangan kateter, businasi, dan bedahendoskopi.Jenis
kerusakan uretra yang terjadi berupa : kontusio dinding uretra, ruptur parsial,atau ruptur total
dinding uretra.

Gejala Klinis
Pada ruptur uretra anterior terdapat daerah memar atau hematom pada penis dan skrotum.
Beberapa tetes darah serah di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi
ruptur uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi trauma, dan nyeri
perut bagian bawah dan daerah suprapubic. Pada perbaaan mungkin ditemukan kandung kemih
yang penuh. Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena edema atau
bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan
atau tanpa darah dapat meluas jauh, bergantung pada fasia yang turut rusak. Pada ekstravasasi
ini mudah timbul infiltrate yang disebut infiltrate urin yang mengakibatkan selulitis dan
septisemia bila terjadi infeksi.

Diagnosis
Kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang atau instrumentasi
dan darah yang menetes dari meatus uretra sehingga pasien mengeluh adanya perdarahan per-
uretram atau hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum,terlihat adanya
hematom pada penis atau hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat
miksi.Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila
terjadi ruptur uretra total, penderita mengeluh tiak bisa buang air kecil sejak terjaditrauma, dan
nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan mungkin ditemukan kandung
kemih yang penuh.Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena
udem atau bekuan darah. Abses periuretrial atau sepsis mengakibatkan demam. Ekstravasasi
urin denganatau tanpa darah dapat meluas jauh, tergantung fasia yang turut rusak. Pada
ekstravasasi inimudah timbul infiltrat yang disebut infiltrat urin yang mengakibatkan selulitis
dan septisemia bila terjadi infeksi.Pemeriksaan uretrografi retrograd pada kontusio uretra tidak
menunjukkan adanyaekstravasasi kontras, sedangkan pada ruptur uretra menunjukkan adanya
ekstravasasi kontrasdi pars bulbosa sehingga dapat memberi keterangan letak dan tipe ruptur
uretra.

Terapi
Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini
dapatmenimbulkan penyakit striktura uretra di kemudian hari, maka setelah 4 –6 bulan
perludilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan. Pada ruptur uretra parsial dengan
ekstravasasiringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urine. Kateter
sitostomidipertahankan sampai 2 minggu sampai terjadi epitelisasi uretra yang cedera, dan
dilepas setelah diyakinkan melalui pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada
ekstravasasikontras atau tidak timbul striktura uretra dan bila saat kateter sistostomi diklem
ternyata penderita bisa buang air kecil. Namun jika timbul striktura uretra, dilakukan reparasi
uretra atau sachse. Pada ruptur uretra anterior total, langsung dilakukan pemulihan uretra
dengan anastomosis ujung ke ujungmelalui sayatan parineal. Dipasang kateter silikon selama
tiga minggu. Tidak jarang ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan
hematomyang luas sehingga diperlukan debridement dan insisi hematoma untuk mencegah
infeksi.

2. 5 Trauma penis
Trauma yang mencederai penis dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, terkena mesin
pabrik, ruptur tunika albuguinea, atau strangulasi penis. Pada trauma tumpul atauterkena
mesin, jika tidak terjadi amputasi total, penis cukup dibersihkan dan dilakukan penjahitan
primer. Jika terjadi amputasi penis total dan bagian distal dapat diidentifikasi,dianjurkan dicuci
dengan larutan garam fisiologis kemudian disimpan di dalam kantung es,dan dikirim ke pusat
rujukan. Jika masih mungkin dilakukan replantasi (penyambungan) secara mikroskopik.

Fraktur Penis
Fraktur penis adalah ruptura tunika albuginea korpus kavernosum penis yangterjadi pada saat
penis dalam keadaan ereksi. Ruptura ini dapat disebabkan karenadibengkokkan sendiri oleh
pasien pada saat masturbasi, dibengkokkan oleh pasangannya,atau tertekuk secara tidak
sengaja pada saat hubungan seksual. Akibat tertekuk ini, penismenjadi bengkok (angulasi) dan
timbul hematoma pada penis dengan disertai rasa nyeri.Untuk mengetahui letak ruptura, pasien
perlu menjalani pemeriksaan foto kavernosografiyaitu memasukkan kontras ke dalam korpus
kavernosum dan kemudian diperhatikanadanya ekstravasasi kontras keluar dari tunika
albuginea.

Tatalaksana
Eksplorasi ruptura dengan sayatan sirkuminsisi, kemudian dilakukan evakuasihematoma.
Selanjutnya dilakukan penjahitan pada robekan tunika albuginea. Robekanyang cukup lebar
jika tidak dilakukan evakuasi hematom dan penjahitan, dapat menyebabkan terbentuknya
jaringan ikat pada tunika yang menimbulkan perasaan nyeri pada penis dan bengkok sewaktu
ereksi.

Strangulasi Penis
Strangulasi penis adalah jeratan pada pangkal penis yang menyebabkan gangguanaliran darah
pada penis. Gangguan aliran darah ini mengakibatkan penis menjadi iskemiadan edema yang
jika dibiarkan akan menjadi nekrosis. dapat terjadi pada orang dewasa maupun pada anak-anak.
Pada orangdewasa penjeratnya berupa logam, tutup botol, atau karet yang biasanya dipasang
pada batang penis untuk memperlama ereksi. Pada anak kecil biasanya jeratan pada
penisdipasang oleh ibunya untuk mencegah ngompol (enuresis) atau bahkan secara tidak
sengaja terjadi pada bayi yang terjerat tali popok atau rambut ibunya. Jeratan pada penisharus
segera ditanggulangi dengan melepaskan cincin atau penjerat yang melingkar pada
penis.Karena edema yang begitu hebat, jeratan oleh cincin logam sulit untuk
dilepaskan.Beberapa cara untuk melepaskan cincin yang menjerat batang penis adalah: (1)
memotonglogam itu dengan gerinda atau gergaji listrik, tetapi dalam hal ini energi panas
yangditimbulkan dapat merusak jaringan penis, (2) melingkarkan tali pada penis pada
sebelahdistal logam dan kemudian melepaskannya perlahan-lahan seperti pada Gambar 6-7,
atau(3) melakukan insisi pada penis yang telah mengalami edema dengan tujuan
membuangcairan (edema) sehingga logam dapat dikeluarkan.

Trauma Genitalia Eksterna


Trauma yang dapat terjadi pada genitalia eksterna berupa: avulsi, crushing, lukatajam, luka
tumpul, atau luka bakar.

Avulsi
Avulsi adalah kehilangan sebagian atau seluruh dinding skrotum. Biasanya terjadi pada pekerja
pabrik atau petani yang mempergunakan mesin pengolah lading. Celana dan kulit skrotum atau
kulit penis terjerat pada mesin yang sedang berputar. Tindakan pertolongan pertama adalah
memberikan analgetika, sedative, serta traquilizer untuk menenangkan pasien. Kemudian
dilakukan pencucian luka dari debris dan rambut yangmenempel dengan melakukan irigasi
memakai air bersih dan kalau tersedia dengan garamfisiologis. Tidak diperkenankan menyikat
jaringan dan melakukan irigasi dengan antiseptic .Dilakukan debridement jaringan yang
mengalami nekrosis, tetapi diusahakan sedapatmungkin jangan terlalu banyak membuang kulit
skrotum yang masih hidup, karena skrotum penting untuk membungkus testis.Jika kulit
skrotum yang tersisa tidak cukup membungkus testis, dianjurkan membuatkantong di paha atau
di inguinal untuk membungkus testis. Kantong di inguinal lebih mudah membuatnya dari pada
kantong di paha, akan tetapi karena suhunya sama dengan suhu di dalam rongga abdomen,
testis yang diletakan di inguinal seringkali mengalami gangguandalam proses spermatogenesis.
Karena itu pada pasien yang masih muda, sebaiknya testis diletakkan pada kantong yang dibuat
di paha.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, Basuki B.Trauma Urogenitalia dalam Dasar-Dasar Urologi. Jakarta:Sagung
Seto; 2012.
2. R. Sjamsuhidajat, et al. Buku ajar Ilmu Bedah: Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (2)
Ed.4. Jakarta:EGC;2017
3. McAninch JW, Carroll PR. Major Bladder Trauma. Journal Urology. 2014.
4. Santucci RA, Wessels H, Bartsch G. Evaluation And Management of Renal
Injuries.Journal Urology International. 2004.
5. Devine PC, et al. Posterior Urethral Injuries Associated With Pelvic Fractures .Journal
Urology. 2003.
6. Koraitim, et al. Pelvic Fracture Urethral Injuries Journal Urology. 2012

Anda mungkin juga menyukai