Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

TUBERCULOSIS PARU

Penyusun :
Aisyahra Prasiska 030.13.011
Feni Andriani 030.14.068
Nia Febrina 030.11.214
Nurhadi Kuswoyo 030.14.149

Pembimbing :
dr.Gupita Nareswari

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
PERIODE 04 JUNI-09 JULI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang
berjudul Tuberkulosis Paru tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian referat ini,
terutama kepada dr.Gupita Nareswari selaku pembimbing yang telah memberikan
waktu dan bimbingannya sehingga referat ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan referat ini sangat penulis harapkan. Demikian
yang penulis dapat sampaikan, semoga referat ini dapat bermanfaat dalam bidang
kedokteran, khususnya untuk bidang kesehatan radiologi.

Jakarta, Juli 2018

Penulis

i
Referat:
Tuberculosis Paru
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik
ilmu Radiologi 04 Juni-21 Juli 2018

Disusun Oleh:
Aisyahra Prasiska 03013011
Feni Andriani 03014068
Nia Febrina 03011214
Nuhadi 03014149

Telah diterima dan disetujui oleh dr.Partogi Napitupulu, Sp.Rad dan dr.Gupita
Nareswari selaku pembimbing kepaniteraan klinik ilmu Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, Juli 2018

dr.Gupita Nareswari

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3
2.1 Definisi ...........................................................................................3
2.2 Epidemiologi .................................................................................3
2.3 Etiologi ...........................................................................................3
2.4 Patofisiologi ...................................................................................3
2.5 Manifestasi Klinis ..........................................................................5
2.6 Penegakan Diagnosis .....................................................................6
2.7 Pemeriksaan Penunjang .................................................................8
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................19
BAB III KESIMPULAN ..........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Tuberculosis (TB) merupakan penyakit yang menjadi perhatian global.
Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian
akibat TB telah menurun, namun terdapat 10,4 juta kasus TB). Lebih dari 95%
kematian diakibatkan TB berada di Negara miskin dan Negara menegah.
Indonesia termasuk Negara penyumbang TB terbanyak kedua di bawah India(1,2).
Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan
global bagi kemanusiaan. Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif
untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat
tinggi. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan
masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang
meninggal akibat TB di seluruh dunia. Selain itu, pengendalian TB mendapat
tantangan baru seperti ko-infeksi TB/HIV, TB yang resisten obat dan tantangan
lainnya dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi(3). dalam RPJMN
(Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2015 - 2019, Indonesia tetap
memakai prevalensi TB, yaitu 245 per 100.000 penduduk, sedangkan pada taahun
2013 didapatkan angka prevalensi TB sebesar 297 per 100.000 penduduk,
sehingga terjadi penurunan prevalensi TB yang diharapkan(4). Penyebab utama
meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah kemiskinan pada berbagai
kelompok masalah, seperti pada Negara- Negara yang sedang berkembang.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi dengan disparitas yang terlalu lebar,
sehingga masyarakat masih mengalami masalah dengan kondisi sanitasi, papan,
sandang, dan pangan yang buruk.
Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan kematian
akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 jika dibandingkan dengan data
1990. Angka prevalensi TB pada tahun 1990 sebesar 443 per 100.000 penduduk,
pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000 penduduk. Berdasarkan

1
hasil survey prevalensi TB Tahun 2013, prevalensi TB paru smear positif per
100.000 penduduk umur 15 tahun keatas sebesar 257(1). Pada tahun 2015
ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 330.910 kasus, meningkat bila
dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 yang
sebesar 324.539 kasus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Tuberculosis
Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru- paru.(1)

2.2. Epidemiologi
Dalam laporan WHO tahun 2016 diperkirakan terdapat 10,4 juta kasus TB
pada dan 1,7 juta diantaranya meninggal (termasuk 0,4 juta pasien TB dengan
HIV). Lebih dari 95% kematian diakibatkan TB berada di Negara miskin dan
Negara menegah. Penyakit TB yang tertinggi adalah India, selanjutnya Indonesia,
China, Philipina, Pakistan, Nigerian dan Afrika Selatan. Pada tahun 2016, terdapat
estimasi 1 juta anak menderita TB dan 250.000 anak meninggal karena TB
(termasuk anak yang menderita TB HIV). (2)

Secara keseluruhan, insiden TB meningkat 2% per tahun. Dibutuhkan


percepatan penurunan setiap tahun sekitar 4-5% untuk mencapai 2020 milestones
of the End TB strategy. Didapatkan estimasi 53 juta penduduk yang selamat
karena TB diantara tahun 2000 dan 2016. Pada tahun 20130 diharapkan akhir dari
epidemik TB adalah target tujuan pembanguana berkelanjutan dalam kesehatan.(2)

2.3. Etiologi
TB disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Terdapat
beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M.tuberculosis, M. africanum, M.
bovis, M. leprae dsb. (3)
2.4. Patofisiologi
Paru merupakan port d’entree lebih daru 98% kasus infeksi TB. Bakteri TB
terhirup (droplet nuclei) dan dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, TB
dapat dihancurka seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Jika
seluruhnya tidak dapat dihancurkan, makrofag alveolus memfagosit kuman TB

3
yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi sebagian kecil juga tidak dapat
dihancurka akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya
menyebabkan lisis makrofag. TB akan membentuk lesi di tempat tersebut, yang
dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, bakteri TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis). Gabungan fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya TB hingga terbentuknya kompleks
primer disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi sekitar 2-12 minggu,
biasanya berlangsung 4-8 minggu. Selama masa inkubasi TB berkembang biak
hingga 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas
selular. Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe juga akan mengalami
fibrosis dan enkapsulasi.
Kompleks primer juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru dan
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis akan terjadi kavitas.
Kompleks primer dapat menyebar ke hematogen sehingga dapat menyebar ke
berbagai organ di seluruh tubuh, seperti apeks paru, limpa dan kelenjar limfe
regional. Selain itu dapat bersarang di otak, hati, tulang, ginjal, dan lain lain.(5)

4
Gambar 1 : Patofisiologi TB paru

2.5.Gejala Klinis
Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus.
Gejala umum atau sistemik:
- Batuk berdahak selama lebih dari 2 minggu (dapat disertai dengan darah)
- Sesak napas
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Perasaan tidak enak (malaise), dan lemah.
Gejala khusus:
- Jika terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah disertai sesak.
- Jikaada cairan di rongga pleura dapat disetai dengan keluhan sesak dan
nyeri dada.

5
- Bila mengenai tulang, akan terjadi gejala seperti infeksi tulang. Pada
tulang belakang terjadi spondilitis dengan gejala penonjolan tulang
belakang (gibbus)
- Pada anak anak dapat mengenai meningitis gejalanya demam tinggi,
penurunan kesadaran dan kejang kejang.
- Pada kulit ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi
ulkus.
- Tuberculosis organ- organ lain dicurigai bila ditemukan gejala gangguan
pada organ- organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan dicurigai adanya
infeksi TB seperti TB ginjal.(5,6)

2.6.Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis TB dapat dilihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Pada pemeriksaan fisik Pada permulaan (awal) perkembangan
penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru
pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan
segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani
dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pada
pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada
limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah
ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,

6
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk
suspek TB paru.(6)

Gambar 2. Algoritma Diagnosis TB Paru

7
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Selanjutnya akan
diberikan pewarnaan Ziehl-Nieelsen, dengan pewarnaan Basic fushin dan
Methylien blue. Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan
dengan menggunakan skala International Union Against Tuberculosis
(IUAT) yaitu dalam 100 lapang pandang tidak ditemukan BTA disebut
negatif, namun jika ditemukan :
1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif
2. 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah bakteri yang
ditemukan
3. 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + atau (1+)
4. 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ atau (2+)
5. > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ atau (3+)
b. Molekuler (TCM)
Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM
merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat
dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.(7)
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru, Kelainan pada foto toraks
bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama pada TB.
Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
TB paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan
tanpa menunjukkan gejala. (8)
1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu
ditemukan kelainan pada foto rontgen.

8
2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru,
tetapi pada foto rontgen tidak terlihat kelainan, maka ini
merupakan tanda yang kuat bukan tuberkulosis.
3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum
berarti tidak ada tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto
toraks baru terlihat sekurang kurangnya 10 minggu setelah
infeksi oleh basil tuberkulosis.
4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda
tuberkulosis yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto
toraks.
5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa
penyakit tersebut aktif.
6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat
diperoleh kesan tentang aktivitas penyakit, namun kepastian
diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi dengan hasil
pemeriksaan klinis/laboraturis.
7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan
lokalisasi, proses dan tanda perbaikan ataupun perburukan
dengan melakukan perbandingan dengan foto-foto terdahulu.
8. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil
tindakan terapi seperti Pneumotoraks torakoplastik,
torakoplastik dsb
9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan
dewasa ini bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan
fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen adalah suatu keharusan,
yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai proyeksi-
proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-
lordotik dan tekhnik-tekhnik khusus lainnya.

9
Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB,
yaitu : (8)
 Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien dalam
posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu
kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.
 Proyeksi Lateral Pada proyeksi lateral
posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala.
Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir
inspirasi dalam.
 Proyeksi Top Lordotik
Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini
hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan
dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto
dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat
arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan
klavikula.

10
Gambar 3. foto thoraks normal (8)

Gambar radiologi TB
Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :
Tuberkulosis Primer (9)

Pada foto polos PA tampak gambaran bercak semi opak terletak di suprahiler

(diatas hilus), perihiler (sepanjang limfangitis), dan parakardial (disamping

kor) dengan batas tidak tegas. Tampak pembesaran di hilus, parabronkial,

paratektal. Pada fase lanjut tampak garis-garis fibrosis yang berjalan radier

dari hilus ke arah luar, kalsifikasi di hilus, terdapat cairan di sinus

costophrenicus, pericardial efusion serta atelektasis di perihiler (akibat

stenosis bronkus karena perforasi kelenjar kedalam bronkus). Kelainan

radiologis ini dapat terjadi dimana saja dalam paru-paru, namun sarang dalam

parenkim paru sering disertai pembesaran kelenjar limfe regional (komplek

primer).

11
Gambar 4. TB milier pada anak (9)

Gambar 5. Tb Paru Kiri dengan Konsolidasi(9)

12
Gambar 6. Tb Paru Kiri Dengan Limfadenopati (9)

Gambar 7. Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri

membesar). Foto toraks PA dan lateral(9)

13
Gambar 8. Tb Paru dengan Efusi Pleura(9)

Tuberkulosis sekunder (9)

Pada foto polos thoraks tampak gambaran bercak semi-opak bentuk amorf

seperti kapas batas tidak tegas di infraklavikula (menunjukan infiltrat),

tampak densitas inhomogen bentuk amorf di apeks atau basal paru

(menunjukan fibroeksudatif), tampak garis-garis fibrosis, tampak kaverna

(bulatan opak dengan lusen ditengahnya) bentuk bulat atau oval, tampak

14
bulatan opak batas tegas tepi ireguler inhomogen didalamnya terdapat

kalsifikasi amorf (menunjukan tuberkel/tuberkuloma).

Sarang-sarang yang terlihat pada foto roentgen biasanya berkedudukan

dilapang paru atas dan segmen apikal lobi bawah, walaupun terkadang dapat

terjadi di lapangan bawah paru yang biasanya disertai oleh pleuritis.

Tuberkuloma adalah kelainan menyerupai suatu tumor. Bila terdapat

diotak, bersifat lesi yang mengambil tempat (SOL). Pada hakekatnya

merupakan suatu sarang keju (caseosa) dan biasanya menunjukan penyakit

tidak begitu virulen bahkan tidak aktif, terutama bila batasnya licin, tegas,

dan didalam atau dipinggir terdapat sarang perkapuran. Diagnosa

diferensialnya dengan tumor sejati adalah bahwa didekat tuberkuloma

ditemukan sarang kapur lainnya (satelit).

1. Penyebaran milier, merupakan akibat penyebaran hematogen yang

tampak berupa sarang-sarang kecil 1-2 mm, atau sebesar kepala jarum,

tersebar merata dikedua paru, dapat menyerupai badai kabut (storm

appearanc)

Gambar 9. Tuberculosis dengan cavitas(9)

15
Gambar 10. TB Paru Kanan Aktif Dengan Atelektasis(9)

Gambar11. Tb Paru dengan cavitas`(9)

16
Gambar12. Tb Paru dengan Kalsifikasi(9)

Gambar 9 : TB dengan kaverna(9)

17
Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen.

Salah satunya adalah menurut bentuk kelainan:

1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang

batasnya tidak tegas dengan densitas rendah.

2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya

tegas dan densitasnya sedang.

3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis atau

pita tebal berbatas tegas dengan densitas tinggi

4. Kavitas (lubang)

5. Sarang kapur (kalsifikasi)

18
CT-Scan Thorax

Gambar 10. Menunjukkan Lesi Paru cavitas dalam segmen posterior kiri

atas lobus dan dikaitkan dengan kelenjar limfe yang membesar tepat

paratrakheal dengan pusat nekrosis.(8)

2.2.Penatalaksanaan
Panduan OAT (Obat Anti Tuberculosis) digunakan oleh Program
Pengendalian Tuberculosis di Indonesia adalah:
- Kategori 1 :2(RHZE)/4(HR)3
- Kategori 2 : 2(RHZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
- Kategori Anak : 2(RHZ)/4(HR) atau 2RHZA(S)/4-10HR
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisisn, Levofloksasin,
Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu
pirazinamid dan etambutol
Kategori 1 diberikan untuk pasien baru yang positif TB paru terkonfirmasi
bakteriologis, pasien TB paru terdiagnosis klinis dan pasien TB ekstra paru.

19
Sedangkan untuk kategori 2 diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah
diobati sebelumnya seperti pasien kambuh, pasien gagal pada pengobatan dengan
panduan OAT kategori 1 sebelumnya, dan pasien yang diobati kembali setelah
putus berobat.(3)

Tabel 1. Dosis OAT(3)

Tabel 2. Efek samping dari OAT(3)

20
Tabel 3. Dosis Panduan KDT OAT Kategori 1(3)

Tabel 4. Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 1(3)

Tabel 5. Dosis Panduan KDT OAT Kategori 2(3)

Tabel 6. Dosis Panduan Kombipak OAT Kategori 2(3)

21
BAB III
KESIMPULAN

Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi menular yang menyerang


parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Kuman
batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil
dari pada sel darah merah. Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain
seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limpe. Gejalanya dimulai dengan
demam, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, keringat malam, nyeri dada,
batuk menetap, batuk non produktif pada awalnya, dapat berlanjut sampai sputum
mukopurulen dengan hemoptisis. Pencegahan penyakit tuberculosis paru yaitu
dengan pemeriksaan terhadap individu yang berdekatan erat dengan penderita
tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi test tuberkulin, klinis dan
radiologis. Bila test tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif diberikan BCG
vaksinasi. Bila positif berarti terjadi konversi hasil test tuberkulin dan diberikan
kemoprofilaksis.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Department kesehatan Republik Indonesia.Tuberculosis Temukan Obati Sampai


Sembuh,Ed 2.Jakarta:InfoDATIN;2016.
2. World Health Organization.2017.Tuberculosis. Global Tuberculosis Report 2017.
[Online].[cited 2017 November 23]. Available from World Wide Web:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/
3. Kementerian kesehatan republik Indonesia. Pengendalian Penyakit. Profil
Kesehatan Indonesia.Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.J,2014:160-167.
4. Kementerian Kesehatan RI. Rencana Strategis kementeriam kesehatan tahun
2015-2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.2015:12.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Manajemen dan
Tatalaksana TB Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI,2016:3-7.
6. Asti, Retno. Patofisiologi, Diagnosis, dan klasifikasi Tuberculosis.Jakarta:
Departemen Ilmu kedokteran Komunitas, Okupasi dan Keluarga.2015:5-
7. Peraturan Menteri Keshatan RI Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2016.
8. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2005.
9. Rusdy G. M., editor. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Yogyakarta: Balai penerbit
FKUGM.2008

23
24

Anda mungkin juga menyukai