DI SUSUN OLEH :
1. ARI RADITYO
2. KARTIKA BR GINTING
3. LARASATI
4. NENSY MEGAWATI
DOSEN PEMBIMBING :
WASIJATI, SKp, M.Si, M.Kep
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2019-2020
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Umum :
Tujuan Khusus :
BAB I PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Klasifikasi
2.5 Manifestasi Klinis
2.6 Kriteria Diagnosa
2.7 Penatalaksanaan
2.8 Komplikasi
2.9 Pengkajian
2.10 Diagnosis Keperawatan
2.11 Nursing Care Plan (NCP)
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Sampai saat penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum diketahui, diduga ada
beberapa faktor yang terlibat seperti faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut
berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik Lupus Eritematosus). Sistem imun tubuh
kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri.
Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan antibodi secara terus
menerus. Antibodi ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit
inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan
gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel B, hal ini dapat
terjadi sekunder terhadap beberapa faktor :
Bagan patofisiologi
SLE
Antibodi bertambah
2.4 Klasifikasi
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu :
Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang
meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit
kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat
menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut
di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh
banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan
disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi
yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai
macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan
kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime pengaktivan komplemen (Epstein,
1998).
Memiliki subtype yang jarang terjadi yaitu : Neonatal lupus Erythematosus (NLE)
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat
yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat
banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan
dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut (Herfindal et al., 2000).
2.5 Manifestasi Klinis
1. Awitan tersembunyi atau akut. Mungkin tak terdiagnosa selama bertahun-tahun.
2. Perjalanan klinis adalah salah satu dari eksaserbasi atau remisi. Gambaran klinis
termasuk nefritis , penyakit kardiopulmonal, ruam kulit, dan banyak bukti tak
langsung terjadinya inflamasi sistemik (demam, keletihan, dan penurunan berat
badan).
3. Sistem muskoloskeletal: artralgia dan artritis (sinovitis) merupakan gambaran yang
umum. Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan nyeri saat pergerakan adalah umum,
disertai kekauan sendi pada pagi hari.
4. Beberapa tipe manifestasi kulit yang berbeda, lupus eritematosus kutan subkutan
(SCLE), dan lupus eritematosus diskoid (DLE).
5. Ruam kupu-kupu pada batang hidung dan pipi, terjadi pada kurang dari 50% pasien,
mungkin menjadi prekursor pada keterlibatan sistemik.
6. Lesi memburuk selama eksaserbasi(“flares”) dan mungkin dicetuskan oleh cahaya
sinar matahari atau ultraviolet buatan.
7. Ulkus oral dapat menyerang mukosa bukal atau langit-langit keras.
8. Perikarditis adalah manifestasi klinis jantung yang paling umum.
9. Pleuritis atau pleural efusi
10. Lesi popular, eritematosusdan purpurik pada ujung jari, jari kaki dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan dapat berkembang menjadi
nekrosis.
11. Limfadenopati terjadi pada 50% dari semua pasien SLE.
12. Keterlibatan ginjal (glomeruli) terjadi pada sekitar 50%.
13. Gambaran neuropsikiatris bervariasi dan sering, umumnya ditunjukkan dengan
perubahan halus pola perilaku. Depresi dan psikosis adalah umum terlihat.
Diagnosis LES dibuat dengan kombinasi data-data temuan klinis, patologi dan
laboratorium, berdasarkan kriteria dari American College of Rheumatology (ACR). Kriteria
ini semula disusun untuk kriteria inklusi clinical trials dan studi populasi bukan untuk
diagnosis. Kriteria ini mempunyai sensitivitas 90% dan spesifisitas 99% untuk dapat
membedakan dengan artritis reumatoid dan penyakit lainnya.
Kriteria ACR untuk Klasifikasi Lupus Eritematosus Sistemik :
Eritema yang rata atau sedikit menimbul diatas permukaan kulit muka, menyerupai kupu-
kupu, biasanya tidak mengenai plika nasolabialis
2. Lupus diskoid
Ruam berbentuk bulatan menimbul diatas pemukaan kulit dengan lapisan terkelupas disertai
penyumbatan folikel. Pada lesi yang lama mungkin berbentuk jaringan parut.
3. Fotosensitif
Ruam kulit timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap sinar matahari, diperoleh dari
anamnesis atau pemeriksaan fisik.
5. Artritis
Artritis non erosif mengenai 2 sendi atau lebih, bengkak dan terasa nyeri atau terdapat efusi
sinovial.
6. Serositis
Pleuritis – adanya riwayat nyeri pleura atau terdengar bunyi gesekan pleura pada
pemeriksaan atau ada efusi pleura atau
Perikarditis –dari EKG atau didapatkannya bunyi gesekan perikardium atau ada efusi
perikardium
7. Kelainan ginjal
Proteinuria menetap > 0.5 g/hari atau pemeriksaan proteinuria urin sewaktu > 3+ atau
Celular cast – dapat berupa sel eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran.
8. Kelainan neurologis
9. Kelainan hematologik
Titer ANA abnormal diperiksa dengan metode imunoflurosensi atau cara lain
yang setara, yang dilakukan pada waktu yang sama atau adanya sindroma lupus
karena obat.
Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria. Untuk kepentingan studi klinis, seseorang
dikatakan LES apabila didapatkan 4 atau lebih dari 11 kriteria, baik secara serial maupun
berkelanjutan selama interval atau observasi. Modifikasi kriteria no.10 dibuat tahun 1997.
Untuk mempermudah kita dalam mengingat kriteria diagnosis LES dari ACR dibuat
singkatan DOPAMIN RASH yaitu:
2.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologis
1. Edukasi
Hal ini bisa berasal dari dokter, keluarga, teman maupun mengikut sertakan peer
group atau support group sesama penderita lupus. Di Indonesia ada 2 organisasi pasien
Lupus, yakni care for Lupus SD di Bandung dan Yayasan Lupus Indonesia di Jakarta.
Mereka bekerjasama melaksanakan kegiatan edukasi pasien dan masyarakat mengenai lupus.
Selain itu merekapun memberikan advokasi dan bantuan finansial untulk pasienyang kurang
mampu dalam pengobatan.
3. Istirahat
Penderita SLE sering mengalami fatigue sehingga perlu istirahat yang cukup, selain perlu
dipikirkan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromialgia dan depresi.
4. Tabir surya
Pada penderita SLE aktifitas penyakit dapat meningkat setelah terpapar sinar matahari,
sehingga dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan dan
menggunakan tabir surya dengan SPF > 30 pada 30-60 menit sebelum terpapar, diulang tiap
4-6 jam.
5. Monitor ketat
Penderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga perlu diwaspadai bila terdapat
demam yang tidak jelas penyebabnya. Risiko infeksi juga meningkat sejalan dengan
pemberian obat immunosupresi dan kortikosteroid. Risiko kejadian penyakit kejadian
kardiovaskuler, osteoporosis dan keganasan juga meningkat pada penderita SLE, sehingga
perlu pengendalian faktor risiko seperi merokok, obesitas, dislipidemia dan hipertensi.
2.8 Komplikasi
Gejala klinis dan perjalanan pada SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul
mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun
dengan gejala satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanya sistem lain. Pada
tipe menahun dimana terdapat remisi dan eksaserbasi, remisinya mungkin berlangsung
bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak
dengan sinar matahari, infeksi virus/ bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian
kehamilan dan trauma fisik/ psikis.
Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, malaise,
kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, iritabilitas, yang paling menonjol
adalah demam kadang-kadang disertai menggigil, kerusakan organ internal.
2.9 Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri,
kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra
diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi
hari.
5. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau
sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, ataupun manifestasi
SSP lainnya.
Pengkajian Keperawatan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Volume 3, Suzanne C.
Smeltzer & Brenda G. Bare
Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku dari Brunner & Suddarth, Diane C. Baughman &
JoAnn C. Hackley