Anda di halaman 1dari 21

KMB I

ASUHAN KEPERAWATAN SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

DI SUSUN OLEH :
1. ARI RADITYO
2. KARTIKA BR GINTING
3. LARASATI
4. NENSY MEGAWATI

DOSEN PEMBIMBING :
WASIJATI, SKp, M.Si, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

PRODI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 2019-2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lupus Eritematosus sistemik atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah


penyakit radang multi sistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit
yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan ekuaserbasi, disertai oleh
terdapatnya berbagai macam auto antibodi dalam tubuh. (http://www.medicastore.com :
2004)
SLE merupakan prototipe penyakit autoimun multisistem. Berbeda dengan penyakit
autoimun organ spesifik (misalnya diabetes mellitus tipe 1, miastenia gravis, penyakit graver,
dsb) dimana suatu respon autoimun tunggal mempunyai sasaran terhadap suatu jaringan
tertentu dan menimbulkan gejala klinis yang karakteristik, SLE ditandai oleh munculnya
sekumpulan reaksi imun abnormal yang menghasilkan beragam manifestasi klinis.
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan dalam
melawan infeksi. Pada penyakit lupus dan penyakit auto imun lainnya, sistem pertahanan
tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya
sendiri.
Lupus bisa berdampak pada semua organ tubuh dari kulit, paru-paru, jantung, ginjal,
saraf, otak maupun sendi dan menimbulkan kematian. Lupus bisa mengenal siapa saja dari
berbagai usia dan kalangan. Bahkan lupus sama bahayanya dengan kanker, jantung maupun
AIDS.
Penyakit lupus memang belum sepopuler penyakit jantung, kanker, dan lainnya. Padahal
penderita lupus di Indonesia ini cukup banyak dan semakin meningkat. Hingga kini, lupus
memang belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Selain itu, lupus sering disebut sebagai penyakit 1000 wajah karena penyakit ini
menyerupai penyakit lain. Sayangnya, bagi masyarakat penyakit lupus ini masih sangat
awam.
1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan Umum :

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Systemic Lupus Erythematosus.

Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui apa pengertian SLE

2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi SLE

3. Untuk mengetahui patofisiologi SLE

4. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi SLE

5. Untuk mengetahui manifestasi klinis SLE

6. Untuk mengetahui apa saja kriteria diagnosis SLE ?

7. Untuk mengetahui apa saja indikasi rawat pada SLE ?

8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan SLE ?

9. Untuk mengetahui apa saja komplikasi yang muncul pada SLE ?

10. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien SLE ?


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Klasifikasi
2.5 Manifestasi Klinis
2.6 Kriteria Diagnosa
2.7 Penatalaksanaan
2.8 Komplikasi
2.9 Pengkajian
2.10 Diagnosis Keperawatan
2.11 Nursing Care Plan (NCP)

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

SLE (Systemic Lupus Erythematosus) merupakan penyakit radang atau inflamasi


multisistem  yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan
dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem  
imun   dan    produksi    autoantibodi    yang    berlebihan    (Albar, 2003).
Lupus Eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang multisistem yang
penyebabnya belum diketahui , dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan
atau kronik remisi dan aksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi
dalam tubuh.
Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang ditandai
dengan peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit
kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya(WWW. Medicastrore. Com.2004).
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi karena
produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan
manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh
inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode
remisi.
Penyakit Lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan kanker. Tidak
sedikit pengindap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia terdeteksi penyandang penyakit
Lupus mencapai 5 juta orang, lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya.
Arti kata lupus sendiri dalam bahasa Latin berarti “anjing hutan”. Istilah ini mulai
dikenal sekitar satu abad lalu. Awalnya, penderita penyakit ini dikira mempunyai kelainan
kulit, berupa kemerahan di sekitar hidung dan pipi . Bercak-bercak merah di bagian wajah
dan lengan, panas dan rasa lelah berkepanjangan , rambutnya rontok, persendian kerap
bengkak dan timbul sariawan. Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat
menyerang hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh.
2.2 Etiologi

Sampai saat penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum diketahui, diduga ada
beberapa faktor yang terlibat seperti faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut
berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik Lupus Eritematosus). Sistem imun tubuh
kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri.
Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan antibodi secara terus
menerus. Antibodi ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit
inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan
gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel B, hal ini dapat
terjadi sekunder terhadap beberapa faktor :

1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B


2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
1. Infeksi
2. Antibiotik
3. Sinar ultraviolet
4. Stress yang berlebihan
5. Obat-obatan yang tertentu
6. Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus
bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali sering
ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering terserang
penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum
menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormone (terutama
esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung
tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat
dihentikan
2.3 Patofisiologi

Penyakit sistemik lupus eritematosus ( SLE ) tampaknya terjadi akibat terganggunya


regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan auto anti bodi yang berlebihan.
Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia
reproduktif ) dan lingkungan ( cahaya matahari, luka bakar termal ). Obat-obat tertentu
seperti hidralasin ( Apresoline , prokainamid ( Pronestyl ), isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi auto anti bodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel
T-Supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan
jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang anti bodi
tambahan, dan siklus tersebut berulang kembali( Smeltzer dan Suzane,2001).

Bagan patofisiologi

SLE

Auto antibodi berlebih fungsi sel T supresor abnormal

Gangguan imunoregulasi komplek imun, kerusakan jaringan

- Faktor gen hormonal inflamasi


- Lingkungan
- Obat / senyawa kimia menstimulasi antigen

Antibodi bertambah

2.4 Klasifikasi
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu :

a. Chronic Cutaneous Lupus Erythematosus (CCLE)


Dibagi ke dalam dua subtype yaitu :

 Discoid Lupus

Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang
meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul  di kulit
kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat
menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut
di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).

 Hypertrophic Lupus Erythematosus (HLE)

b.      Systemic Lupus Erythematosus

SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh
banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan
disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi
yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai
macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan
kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime pengaktivan komplemen (Epstein,
1998).

c. Subacute Cutaneous Lupus Erythematosus (SCLE)

Memiliki subtype yang jarang terjadi yaitu : Neonatal lupus Erythematosus (NLE)

d.       Lupus yang di induksi oleh obat

Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat
yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat
banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan
dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing  oleh tubuh sehingga tubuh
membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut (Herfindal et al., 2000).
2.5 Manifestasi Klinis
1. Awitan tersembunyi atau akut. Mungkin tak terdiagnosa selama bertahun-tahun.
2. Perjalanan klinis adalah salah satu dari eksaserbasi atau remisi. Gambaran klinis
termasuk nefritis , penyakit kardiopulmonal, ruam kulit, dan banyak bukti tak
langsung terjadinya inflamasi sistemik (demam, keletihan, dan penurunan berat
badan).
3. Sistem muskoloskeletal: artralgia dan artritis (sinovitis) merupakan gambaran yang
umum. Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan nyeri saat pergerakan adalah umum,
disertai kekauan sendi pada pagi hari.
4. Beberapa tipe manifestasi kulit yang berbeda, lupus eritematosus kutan subkutan
(SCLE), dan lupus eritematosus diskoid (DLE).
5. Ruam kupu-kupu pada batang hidung dan pipi, terjadi pada kurang dari 50% pasien,
mungkin menjadi prekursor pada keterlibatan sistemik.
6. Lesi memburuk selama eksaserbasi(“flares”) dan mungkin dicetuskan oleh cahaya
sinar matahari atau ultraviolet buatan.
7. Ulkus oral dapat menyerang mukosa bukal atau langit-langit keras.
8. Perikarditis adalah manifestasi klinis jantung yang paling umum.
9. Pleuritis atau pleural efusi
10. Lesi popular, eritematosusdan purpurik pada ujung jari, jari kaki dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan dapat berkembang menjadi
nekrosis.
11. Limfadenopati terjadi pada 50% dari semua pasien SLE.
12. Keterlibatan ginjal (glomeruli) terjadi pada sekitar 50%.
13. Gambaran neuropsikiatris bervariasi dan sering, umumnya ditunjukkan dengan
perubahan halus pola perilaku. Depresi dan psikosis adalah umum terlihat.

2.6 Kriteria Diagnosa

Diagnosis LES dibuat dengan kombinasi data-data temuan klinis, patologi dan
laboratorium, berdasarkan kriteria dari American College  of Rheumatology (ACR). Kriteria
ini semula disusun untuk kriteria inklusi clinical trials dan studi populasi bukan untuk
diagnosis.  Kriteria ini mempunyai sensitivitas 90% dan spesifisitas 99% untuk dapat
membedakan dengan artritis reumatoid dan penyakit  lainnya.
Kriteria  ACR untuk Klasifikasi Lupus Eritematosus Sistemik :

1. Malar rash/ Ruam pada wajah

Eritema yang rata atau sedikit menimbul diatas permukaan kulit muka, menyerupai kupu-
kupu, biasanya tidak mengenai plika nasolabialis

2. Lupus diskoid

Ruam berbentuk bulatan menimbul diatas pemukaan kulit dengan lapisan terkelupas disertai
penyumbatan folikel. Pada lesi yang lama mungkin berbentuk jaringan parut.

3. Fotosensitif

Ruam kulit timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap sinar matahari, diperoleh dari
anamnesis atau pemeriksaan fisik.

4. Ulserasi oral atau nasofaring

Biasanya tidak terasa nyeri, didapatkan dari pemeriksaan fisik

5. Artritis

Artritis non erosif mengenai  2 sendi atau lebih, bengkak dan terasa nyeri atau terdapat efusi
sinovial.

6. Serositis

 Pleuritis – adanya riwayat nyeri pleura atau terdengar bunyi gesekan pleura pada
pemeriksaan atau ada efusi pleura atau
 Perikarditis –dari EKG atau didapatkannya bunyi gesekan perikardium atau ada efusi
perikardium

7. Kelainan ginjal
 Proteinuria menetap > 0.5 g/hari atau pemeriksaan proteinuria urin sewaktu > 3+ atau
 Celular cast – dapat berupa  sel eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran.

8. Kelainan neurologis

 Kejang – spontan bukan karena obat-obatatn atau gangguan metabolisme seperti


uremia, ketoasidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit.atau
 Psikosis tanpa adanya sebab lain seperti obat-obatan atau gangguan metabolisme
seperti uremia, ketoasidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit.

9. Kelainan hematologik

 Anemia hemolitik dengan retikulositosis atau


 Leukopenia – kurang dari 4000/mm3 pada 2/ lebih pengukuran
 Limfopenia – kurang dari 1500/mm3 pada 2/ lebih pengukuran
 Trombositopenia – kurang dari  100.000/mm3 tanpa obat-obatan yang dapat
menimbulkan trombositopenia

10. Kelainan immunologi

 Anti-DNA: titer abnormal antibodi terhadap native DNA atau


 Anti-SM: adanya antibodi terhadap antigen inti otot polos atau
 Antiphospholipid antibodi positif berdasarkan pada
1. Titer serum abnormal IgG atau IgM antibodi anti-kardiolipin  atau,
2. Antikoagulan lupus positif dengan menggunakan metode standar atau
3. Uji serologis positif semu selama minimal 6 bulan dan dikonfirmasi oelh uji
imobilisasi Treponema pallidum atau uji fluorosensi absorpsi antibodi treponema

11. Antibodi Antinuclear           

Titer ANA abnormal diperiksa dengan metode imunoflurosensi atau cara lain
yang   setara, yang dilakukan pada waktu yang sama atau adanya sindroma lupus
karena obat.
Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria. Untuk kepentingan studi klinis, seseorang
dikatakan LES apabila didapatkan 4 atau lebih dari 11 kriteria, baik secara serial maupun
berkelanjutan selama interval atau observasi. Modifikasi kriteria no.10 dibuat tahun 1997.
Untuk mempermudah kita dalam mengingat kriteria diagnosis LES dari ACR dibuat
singkatan DOPAMIN RASH yaitu:

D iscoid rash, Oral ulcers, Photosensitivity, Arthritis, Malar rash, Immnunologic


disorder, Neurologic disorder, Renal disorder, Antinuclear
antibody, Serositis, Hematologic disorder.

2.7 Penatalaksanaan

Non Farmakologis

1.   Edukasi

Edukasi penderita memegang peranan penting mengingat SLE merupakan


penyakit  yang kronis. Penderita perlu dibekali informasi yang cukup tentang berbagai
macam manifestasi klinis yang dapat terjadi, tingkat keparahan penyakit yang berbeda-beda
sehingga penderita dapat memahami dan mengurangi rasa cemas yang berlebihan. Pada
wanita usia reproduktif sangat penting diberikan pemahaman bahwa bila akan hamil maka
sebaiknya kehamilan direncanakan saat penyakit sedang remisi, sehingga dapat mengurangi
kejadian flare up dan risiko kelainan pada janin maupun penderita selama hamil.

2.   Dukungan sosial dan psikologis.

Hal ini bisa berasal dari dokter, keluarga, teman maupun mengikut sertakan peer
group atau support group sesama penderita lupus. Di Indonesia ada 2 organisasi pasien
Lupus, yakni care for Lupus SD di Bandung dan Yayasan Lupus Indonesia di Jakarta.
Mereka bekerjasama melaksanakan kegiatan edukasi pasien dan masyarakat mengenai lupus.
Selain itu merekapun memberikan advokasi dan bantuan finansial untulk pasienyang kurang
mampu dalam pengobatan.

3.   Istirahat
Penderita SLE sering mengalami fatigue sehingga perlu istirahat yang cukup, selain perlu
dipikirkan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromialgia dan depresi.

4.   Tabir surya

Pada penderita SLE aktifitas penyakit dapat meningkat setelah terpapar sinar matahari,
sehingga dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan dan
menggunakan tabir surya dengan SPF > 30 pada 30-60 menit sebelum terpapar, diulang tiap
4-6 jam.

5.  Monitor ketat

     Penderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga perlu diwaspadai bila terdapat
demam yang tidak jelas penyebabnya. Risiko infeksi juga meningkat sejalan dengan
pemberian obat immunosupresi dan kortikosteroid. Risiko kejadian penyakit kejadian
kardiovaskuler, osteoporosis dan keganasan juga meningkat pada penderita SLE, sehingga
perlu pengendalian  faktor risiko seperi merokok, obesitas, dislipidemia dan hipertensi.

2.8 Komplikasi

Gejala klinis dan perjalanan pada SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul
mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun
dengan gejala satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanya sistem lain. Pada
tipe menahun dimana terdapat remisi dan eksaserbasi, remisinya mungkin berlangsung
bertahun-tahun.

Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak
dengan sinar matahari, infeksi virus/ bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian
kehamilan dan trauma fisik/ psikis.

Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, malaise,
kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, iritabilitas, yang paling menonjol
adalah demam kadang-kadang disertai menggigil, kerusakan organ internal.
2.9 Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri,
kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra
diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi
hari.
5. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau
sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, ataupun manifestasi
SSP lainnya.

Pengkajian Keperawatan

1. Lakukan pengkajian fisik menyeluruh, sistemik, inspeksi kulit terhadap ruam


eritematosus.
2. Amati plak eritematosus kutan dengan penempelan pleque pada kulit kepala, wajah, atau
leher.
3. Perhatiakan area yang mengalami hiperpigmentasi dan depigmentasi bergantung pada
fase dan tipe penyakit.
4. Tanyakan pasien perubahan kulit, terutama sensitivitas terhadap sinar matahari atau
cahaya ultraviolet buatan.
5. Inspeksi kulit kepala terhadap alopesia.
6. Periksa mulut dan tenggorok terhadap ulserasi.
7. Periksa terhadap adanya gesekan friksi perikardial dan bunyi paru abnormal (efusi
pleura).
8. Kaji terhadap keterlibatan vaskuler, eritematosus papular, dan lesi purpurik.
9. Amati terhadap tanda-tanda keterlibatan muskuloskeletal, pembengkakan sendi,
kehangatan, nyeri saat melakukan gerakan, dan kekakuan sendi, keterlibatan sendi sering
simetris.
10 Amati terhadap edema dan hematuria, yang menandaka keterlibatan ginjal.
11 Permudah interaksi dengan pasien dan keluarga untuk memberikan bukti lebih jauh
tentang keterlibatan sistemik.
12 Arahkan penkajian neurologis pada pengidentifikasian dan penguraian keterlibatan
sistem saraf pusat.
13 Tanyakan anggota keluarga mengenai perubahan perilaku, neurosis, atau psikosis.
14 Perhatikan tanda-tanda depresi, laporkan adanya kejang korea, atau menifestasi SSP
lainya.
15 Kaji pengetahuan tentang proses penyakit dan penatalaksanan mandiri.
16 Kaji persepsi pasien tentang dan koping terhadap keletihan, citra tubuh, dan masalah-
masalah lain yang disebabkan oleh penyakit.

2.10 Diagnosis Keperawatan


1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
2) Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan
otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.
4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungqan dengan perubahan dan ketergantungan fisaik
serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan
kompleks imun.

2.11 Nursing Care Plan (NCP)

Diagnosis Tujuan Intervensi


1.Nyeri perbaikan 1) Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan
berhubungan dalam tingkat kenyamanan (kompres panas /dingin, masase, perubahan
dengan kenyamanan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai, teknik
inflamasi dan relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)
kerusakan 2) Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang
jaringan. dianjurkan.
3) Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan
pasien terhadap penatalaksanaan nyeri.
4) Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang
rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya.
5) Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk
menyadari bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada
metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
6) Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang
membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum
terbukti manfaatnya.
7) Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa
nyeri.

2. Keletihan Mengikut 1. Beri penjelasan tentang keletihan :


berhubungan sertakan - Hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan
dengan tindakan - Menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan
peningkatan sebagai sementara melaksanakannya
aktivitas bagian dari - Mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk
penyakit, aktivitas tidur (mandi air hangat dan teknik relaksasi yang
rasa nyeri, hidup sehari- memudahkan tidur)
depresi. hari yang - Menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres
diperlukan. sistemik, artikuler dan emosional
- Menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk
menghemat tenaga
- Kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan
kelelahan.
2. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang
tepat.
3. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.
4. Rujuk dan dorong program kondisioning.
5. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari
makanan dan suplemen.

3. Kerusakan pemeliharaan 1. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi


integritas integritas 2. Hilangkan kelembaban dari kulit
kulit kulit. 3. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera
berhubungan termal akibat penggunaan kompres hangat yang terlalu panas.
dengan 4. Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan
perubahan preparat tabir surya.
fungsi barier 5. Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.
kulit,
penumpukan
kompleks
imun.

4. Kerusakan mendapatkan 1. Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan


mobilitas dan dalam mobilitas.
fisik mempertahan 2. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi :
berhubungan kan mobilitas - Menekankan kisaran gherak pada sendi yang sakit
dengan fungsional - Meningkatkan pemakaian alat bantu
penurunan yang optimal. - Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.
rentang - Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat.
gerak, 3. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.
kelemahan 4. Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika
otot, rasa diperlukan
nyeri pada - Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas
saat - Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan
bergerak, aktivitas
keterbatasan - Menguatkan kembali prinsip perlindungan sendi
daya tahan
fisik.
5. Gangguan mencapai 1. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian
citra tubuh rekonsiliasi gejala penyakit dan penanganannya.
berhubungan antara konsep 2. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
dengan diri dan - Membantu menilai situasi sekarang dan menganli
perubahan erubahan masahnya.
dan fisik serta - Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.
ketergantung psikologik - Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.
an fisik serta yang
psikologis ditimbulkan
yang penyakit
diakibatkan
penyakit
kronik.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistemisc lupus erythematosus ( SLE ) adalah penyakti radang multisistem yang


sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau
kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam
tubuh adapun tanda dan gejalanya seperti sistem muskuloskeletal, sistem integumen, sistem
kardiak, sistem pernapasan, sistem vaskuler, sistem perkemihan, sistem saraf adapun untuk
pengobatannya seperti :
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama
kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.

3.2 Saran

Sebagai tenaga propesional tindakan perawat dalam penanganan masalah keperawatan


khususnya sistemics lupus erythematosus ( SLE ) harus di bekali dengan pengetahuan yang
luas dan tindakan yang di lakukan harus rasional sesuai gejala penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Volume 3, Suzanne C.
Smeltzer & Brenda G. Bare

Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku dari Brunner & Suddarth, Diane C. Baughman &
JoAnn C. Hackley

Carpenito, Lynda Jual.1999.Rencana Asuhan & Dokumeentasi Keperawatan Edisi 2.


Jakarta:EGC.

Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine McCarty.1985.Patofisiologi Konsep Klinik


Proses-Proses Penyakit.Jakarta:EGC.
http.www.google/sistemics lupus erythematosus.com

Anda mungkin juga menyukai