Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN SISTEMIK

LUPUS ERITEMATOSUS DI RUANG MARWAH RUMAH SAKIT


MUHAMMADIYAH
LAMONGAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN DASAR

Disusun oleh :
Widodo Trianugrah Rendymuliawan Sutanto
201510461011020

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
1

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
DEPARTEMEN KEPERAWATAN DASAR
2015

Mahasiswa
Widodo Trianugrah Rendymuliawan Sutanto
201510461011020

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Pembimbing Lahan

(
2

Tinjauan Teori
1. Definisi
Lupus

Eritematosus

Sistemik

adalah

penyakit

otoimun

yang

mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan sel yang dimediasi karena


kompleks imun dan autoantibodi yang berikatan dengan antigen jaringan.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang
terjadi karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri
yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau
beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh
darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun
yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala
dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk
didiognisis.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit radang multisistem
yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin
akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh
terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.

2 Etiologi
Sampai saat penyebab LES (Lupus eritematsus sistemik) belum
diketahui, Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti paktor
genetic,inpeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES (Lupus
eritmatosus sistemik).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan
antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi
imunologi ini dapat menghasilkananti bodi secara terus menerus. Anti bodi
ini juga berperan dalam komplek imun sehingga mencetuskan penyakit
3

implamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis


melibatkan gangguan
Penelitian terakhir yang menunjukkan beberapa gen berikut HLA_DR
2 dan HLA-DR 3 berperan dalam mengkode unsur sistem imun. Gen lain
yang

ikut

berperan

seperti

gen

yang

mengkode

sel

reseptor

T,

imunoglobulin, dan sitokin. Sistem neuroendokrin ikut berperan melalui


pengaruhnya terhadap sistem imun. Penelitian menunjukkan bahwa sistem
neuroendokrin dengan sistem imun saling mempunyai hubungan timbal
balik. Beberapa penelitian berhasil menunjukkan bahwa hormon prolaktin
dapat merangsang respon imun.
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu pada individu yang
mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong
abnormal pada sel CD4 mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap
self antigen. Akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang menyebabkan
induksi dan ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun
yang berupa sel memori. Wujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian
diduga hormon seks, sinar UV, infeksi. 1
Pada SLE autoantibodi terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA,
protein histon dan non histon. Kebanyakan di antaranya adalah dalam
keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan kompleks
protein RNA. Ciri khas autoantigen ini mereka tidak tissue spesific dan
merupakan komponen integrasi dari semua jenis sel.
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti nuclear antibodi).
Dengan antigen spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar di
sirkulasi.

Klirens

kompleks

imun

menurun,

meningkatnya

kelarutan

kompleks imun, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan


penurunan uptake kompleks imun pada limpa terjadi pada SLE. Sehingga
kompleks imun tersebut deposit ke luar sistem fagosit mononuklear.
Endapannya

di

berbagai

organ

mengakibatkan

aktivasi

komplemen

sehingga terjadi peradangan. Organ tersebut bisa berupa ginjal, sendi,


pleura, pleksus koroideus, kulit, dll.
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita
oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun
wanita, meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita.

Faktor

hormonal yang menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus


daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum
menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon
(terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip
lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan

3. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan

peningkatan

autoantibody

yang

berlebihan.

Gangguan

imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor genetic,


hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa
kimia atau obat-obatan. Pda SLE, peningkatan produksi autoantibody
diperkirakan terjadi akibat funsi sel T supresor yang abnormal sehingga
timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibody tambahan dan
siklus tersebut berulang kembali.

4. Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul
mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam
tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat
5

laun diikuti oleh gejala yang terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun
terdapt remisi dan eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung bertahuntahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi
seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap
serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu
makan berkurang, kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang
paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.

Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal,

berupa artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal
proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku
dan pergelangan kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat
efusi sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas,
kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid. Nekrosis
vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan pada pasien
yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat yang
paling sering terkena ialah kaput femoris.

Gejala Mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus

SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lasi kulit akut,
subakut, diskoid, dan livido retikularis.
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus
pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini
dapat sembuh tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar
matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi
ini termasuk lesi kulit akut.Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis
dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi,
tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah
berlangsung lama akan berbentuk silikatriks.
6

Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil


sampai

yang

besar.

Sering

juga

tampak

perdarahan

dan

eritema

periungual.Livido retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering


ditemui pada SLE.

Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling

sering ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik


kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang
urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus
dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang
paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi
serta

gangguan

fungsi

ginjal

sedang

sampai

berat.

Nefritis

lupus

membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik,


gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin
berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah
pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu
penyebab kematian SLE kronik.

Susunan Saraf Pusat


Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu

psikosis organik dan kejang-kejang.


Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala
aktif SLE pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi
disamping gejala khas organik otak seperti sukar menghitung dan tidak
snggup mengingat kembali gambar-gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara
klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara
keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis
steroid yang dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan
dan sebaliknya.
7

Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan


lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.

Mata
Kelainan

mata

dapat

berupa

konjungtivitas,

perdarahan

subkonjungtival dan adanya badan sitoid di retina

Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,

endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi


sebagai akibat keadaan tersebut.

Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi

pluera (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari


kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.

Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual

dan diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya


mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh
peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus
yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan
pankreatitis.

Hemik-Limfatik
Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal,

dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah
splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien
berupa infark atau trombosis berkaitan dengan adanya lupus antikoagulan.
Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan penyakit LES, yang
diperantai oleh proses imun dan non-imun.
5 Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan adalah dari American College of
Rheumatology 1997 yang terdiri dari 11 kriteria, dikatakan pasien tersebut
8

SLE jika ditemukan 4 dari 11 kriteria yang ada. Berikut ini adalah 11
kriteria tersebut.1,7
No
1

Kriteria
Rash malar

Batasan
Eritema, datar atau timbul di atas
eminensia malar dan bisa meluas ke

Discoid rash

lipatan nasolabial
Bercak kemerahan dengan keratosis
bersisik dan sumbatan folikel. Pada

Fotosensitivitas

SLE lanjut ditemukan parut atrofi


Ruam kulit akibat reaksi abnormal

Ulkus oral

terhadap sinar matahari


Ulserasi oral atau nasofaring yang

Artritis

tidak nyeri
Melibatkan 2 atau lebih sendi perifer

nonerosif

dengan

Pleuritis

dan bengkak
atau a. Pleuritis:

perikarditis

karakteristik

efusi,

nyeri

nyeri,

pleuritik,

ditemukannya pleuritik rub atau


efusi pleura
b. Perikarditis: EKG dan pericardial

Gangguan renal

friction rub
a. Proteinuria persisten > 0,5 gr per
hari atau kualifikasi >+++
b. Sedimen
eritrosit,
granular,

Gangguan
neurologis

tubular atau campuran


a. Kejang- tidak disebabkan
gangguan

oleh

metabolik

maupun

seperti

uremia,

obat-obatan
ketoasidosis,

ketidakseimbangan

elektrolit
b. Psikosis- tanpa disebabkan obat
maupun
9

Gangguan
hematologi

atas
a. Anemia

kelainan

metabolik

hemolitik

retikulositosis
9

di

dengan

10

Gangguan
imunologi

b.
c.
d.
a.
b.
c.

Leukopenia < 4000/uL


Limfopenia < 1500/uL
Trombositopenia< 100,000/uL
antiDNA meningkat
anti Sm meningkat
antibodi antifosfolipid: IgG IgM
antikardiolipin
koagulasi

meningkat,

lupus

(+)

tes

dengan

metode standar, hasil (+) palsu


dan

dibuktikan

pemeriksaan

dengan
imobilisasi

T.pallidum 6 bulan kemudian atau


11

Antibodi

fluoresensi absorsi antibodi


Titer ANA meningkat dari normal

antinuklear
(ANA)

5. WOC
faktor genetik

Factor lingkungan
(sinar ultraviolet)

Keterlibatan gen
Gangguan kulit
Gen membawa
SLE pada
keturunan
selanjutnya
Faktor pemicu
(mengikat
komplemen)

infeksi
Obat-obatan
tidak cocok

faktor hormonal
Hormon proklatin
Merangsang
system imun
Pembentukan
kompleks
imun

Stres berlebihan
Aktivasi
komplemen
Perubahan reaksi imun
(reaksi Hipersensitivitas
dan
10
Autoimun)

Obat-obatan
(Hidration)
Obat
terakumulasi
dalam tubuh
Obat berikatan
dengan kompleks
anti bodi
Imun kompleks

Lupus Eritematosus Sistemik


Kulit akut

artritis

Ruam kulit
berbentuk
kupu-kupu

Sendi
interfalngeal
proksimal

Eritema
dan
purpura

Efusi sendi

pembekakan

Reaksi inflamasi
nyeri

nyeri
Gangguan
mobilitas
MK : gg.
Integritas
kulit

Efusi pleura

kelelahan
n

Pneumonitis lupus

Meningkatnya
beban kerja

Kompleks
imun pada
alveolus

Merangsang
system imun

Sesak napas

Mk :
ketidakefektifan
pola napas

Mk : gg rasa
nyaman (nyeri
kronik)

Pembentukan
komples antibodi

Anemia

MK : intoleransi
aktivitas

6. Penatalaksanaan

Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan


jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah
kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa
dipantau dari

pemeriksaan serologis.

Monotoring

dan evaluasi bisa

dilakukan dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan


aktivitas penyakit.
a. Pendidikan terhadap Pasien
Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya
(perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap
positif terhadap penanggulangan penyakit.
11

b. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE


1. Monitoring yang teratur
2. Penghematan enersi
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol.
Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan
pentingnya tidur yang cukup.
3. Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat
juga digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar
matahari langsung.
4. Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas
sebabnya, pasien harus memeriksanya.
5. Merencanakan kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang
mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif.
c. pengobatannya

Lupus diskoid
Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal.

Krim luocinonid 5% lebih efektif dibandingkan krim hidrokrortison 1%.


Terapi dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin
efektif terhadap 50% pasien.

Serositis lupus (plueritis, perikarditis)


Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap

gangguan ginjal), anti-malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis


rendah.

Arthritis lupus
Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan

pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan ati-malaria. Sedangkan


12

untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake


inhibitor antidepresan (amitriptilin)

Miositis lupus
Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan

prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen
meningkat mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan
untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara
pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak
lebih 150-250 mg) metrotreksat atau azathioprine.

Fenomena Raynaud
Standar

terapinya

adalah

calcium

channel

blockers,

misalnya

nifedipin dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.

Lupus nefritis
Lupus

nefritis

kelas

II

mempunyai

prognosis

yang

baik

dan

membutuhkan terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai


karna menggambarkan perubahan status penyakit menjadi lebih parah.
Lupus nefritis III memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan DPGN.
Pada lupus nefritis IV kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid
intravena. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14
hari

pemberian,

diperiksa

kadar

leukositnya.

Dosis

siklofosfamid

selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah


leukositnya (normalnya 3.000-4.0000/ml). Pada lupus nefritis V regimen
terapi yang di berikan adalah (1) monoterapi dengan kortikosteroid. (2)
terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A. (3) sikofosfamid,
azathioprine atau klorambusil. Pada lupus nefritis V tahap lanjut, pilihan
terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.

Gangguan hematologis
Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini

adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi


hemolitik, terapi yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan
spelenektomi.
13

Pneumonitis intersititialis lupus


Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan

siklfosfamid intravena.

Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting


Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan

siklfosfamid intravena

7. Komplikasi
Komplikasi LES meliputi :
Hipertensi (41%)
Gangguan pertumbuhan (38%)
Gangguan paru-paru kronik (31%)
Abnormalitas mata (31%)
Kerusakan ginjal permanen (25%)
Gejala neuropsikiatri (22%)
Kerusakan muskuloskeleta (9%)
Gangguan fungsi gonad (3%)

8. Pemeriksaaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorim
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan :
1. Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia
2. Kelainan Imunologis
Ditemuka sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti
DNA, faktor reumatitoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.
b. Histopatologi

Umum :

14

Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin,


lesi onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa
Libman-Sacks.

Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus
membranosa

Kulit
Pemeriksaan

imunofluoresensi

direk

menunjukkan

deposit

igG

granular pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang


aktif (90%) maupun pada kulit yang tak terkena (70%). Yang paling
karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak
terkena dan terpanjan.

KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawianan, pekerjaan, pendidikan
terakhir, alamat
2. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang seperti demam, kelemahan, nafsu makan


berkurang dan berat badan menurun.

Riwayat kesehatan dahulu


Apakah pernah mengalami Hipertensi, gangguan pada mata, nyeri

sendi.

Riwayat kesehatan keluarga


Apakah ada di antara keluarga pasien ada yang mengalami penyakit
yang sama dengan penyakit yang dialami pasien.

3.Kebiasaan sehari-hari

Pola makan : frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan,


makanan yang disukai dan tidak disukai
15

Pola minum : frekuensi

Pola tidur : jumlah jam tidur, kesulitan dalam tidur

Pola eliminasi (BAK dan BAB) ; frekuensi

Aktivitas sehari-hari : kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur


sampai mau tidur kembali

Rekreasi

rekreasi

yang

pernah

dilakukan,

bersama

siapa,

frekuensinya.
4.Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : klien tampak lemah, gelisah, cemas dan kesakitan

TTV :
-

TD : 140/90 mmHg

ND : 100 x/i

RR : 18 x /i

: 40 C

BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg)

Kulit : adanya ruam kupu-kupu pada wajah

Mulut : Terdapat luka

Paru ; adanya cairan di sekitar paru-paru

Sendi : adanya artritis

Darah :
-

Anemia

Leukosit < 4000 sel/mm

Limfosit < 1500 sel/mm

Trombosit < 100.000 sel/mm

5. Pemeriksaan Penunjang

Rontgen dada : menunjukkan pleuritis

Pemeriksaan dada dengan bantuan stestokop menunjukkan adanya


gesekan pleura

Pada kulit terdapat ruam kulit atau lesi yang khas


16

Hitung jenis darah : menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis


sel darah

Pada sendi adanya pembekakan dan rasa nyeri bila digerakkan

2. Dasar Data Pengkajian Pasien


1. Aktivitas
Gejala : Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakan
Tanda : Penurunan semangat bekerja
Toleransi terhadap aktivitas rendah
Penurunan rentang gerak sendi
Gangguan gaya berjalan
2.Sirkuasi
Gejala : Nyeri dada
Tanda : TD : tekanan nadi melebar
Desiran (menunjukkan mekanisme anemia)
Warna kulit : pucat/sianosis, membaran mukosa
Kulit terdapat ruam
3.Integritas Ego
Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang lain
Harga diri buruk
Kekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang mendekat
Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri
4. Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar
Tanda : Nyeri tekan pada abdomen
Urine encer : terdapat darah atau protein
5. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah, anoreksia
Haus
Kesulitan menelan
Adanya penurunan BB
17

Tanda : turgor kulit buruk berbentuk ruam


Lidah tampak merah daging
Bibir : disudut bibir terdapat luka
6. Higiene
Gejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia berat)
Berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan pribadi
Tanda : ceroboh, tak rapih
Kurang bertenaga
7. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut pusing
Penurunan penglihatan, bayangan pada mata
Kelemahan, keseimbangan buruk
Kesemutan pada ekstremitas
Tanda : kelemahan otot
Penurunan kekuatan otot
Kejang
Pembekakan sendi simetris
8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi
Sakit kepala berulang, tajam, sementara
Nyeri tekan abdomen
Nyeri dada
Tanda : menahan sendi pada posisi nyaman
Sensitivitas terhadap palpitasi pada area yang sakit
9. Penapasan
Gejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru
Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
Tanda : takipnea
Distres pernapasan akut
Bunyi napas menurun
10. Keamanan
18

Gejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa


Demam ringan menetap
Lesi kulit
Gangguan penglihatan
Penyembuhan luka buruk
Tanda : berkeringat
Mengigil berulang, gemetar
Luka pada wajah
12. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi
Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka/perdarahan
Pertimbangan rencana pemulangan :
DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari
Memerlukan bantuan dalam perawatan diri, pemeliharaan rumah
13. pemeriksaan diagnostik

Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun


sebab penyebab AR

Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembekuan pada jaringan


lunak, erosi sendi, memperkecil jarak sendi

Kerapuhan erirosit : menurun

Jumlah trombosit : menurun

JDL : memungkinkan berkembangannya pneumonia bakterial

Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi
dan sesak
3. intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan
kebutuhan O2 (anemia)
19

3. Analisa Data
No
1

Data
DO :

Klien tampak lemah

Klien tampak gelisah dan

Etiologi
Gangguan

Keperawatan
Gangguan

mobilitas

integritas pada
kulit

cemas

TTV :
-

TD : 140/90 mmHg

ND : 100 x/i

RR : 18 x/i

: 40 C

Terdapat ruam kupu-kupu


pada tulang pipi dan pangkal
hidung

Ruam pada kulit memburuk


karena terkena sinar
matahari

Masalah

Ruam tersebar di bagian


tubuh yang terkena/terpapar
sinar matahari

20

DO :

Adanya efusi

Gangguan rasa

sendi dan sesak

nyaman (nyeri

Klien tampak merasa

kronik)

kesakitan

Kilen tampak kesulitan


bernapas

Klien tampak gelisah

Adanya Artritis dan efusi


sendi

TTV :
- TD : 140/90 mmHg
- ND : 100 x /i
- RR : 18 x /i

Pernapasan dangkal

Hasil rontgen menunjukkan


pleuritis

Pemeriksaan dada dengan


bantuan stestokop
menunjukkan adanya
gesekan pleura

21

DO :

Tidak

Intoleransi

Klien tampak lemah dan

seimbangnya

aktivitas

demam

suplai dan

Nafsu makan klien

kebutuhan O2

berkurang

TTV :
- TD : 140/90 mmHg
- ND : 100 x/i
- S

: 40 C

Klien sering mual dan


muntah

BB : 58 kg (turun 2 kg dari
60 kg)

Ada luka di bibir

Hb : 10,5 gr/dl

Leukosit < 4000 sel/mm

Limfosit < 1500 sel/mm

Trombosit < 100.000


sel/mm

4. Rencana Asuhan keperawatan (NCP)


N

Diagnosa

Keperawata

Tujuan

Kriteria

Intervensi

Kolaborasi

Hasil

n
Gangguan

setelah

integritas

dilakukan

hankan

kulit

intervensi

integritas

integritas

dipengaru

berhubunga

keperawata

kulit

kulit,

hi oleh

n dengan

n selama

Mengiden

catat

sirkulasi

gangguan

3x24 jam,

tifikasi

perubaha

dan

Memperta Mandiri :

22

1. Kaji

1. Kondisi
kulit

mobilitas

diharapkan

faktor

n pada

mobilitas

gangguan

resiko/per

turgor, gg.

jaringan

integritas

ilaku klien

Warna,

dapat

kulit

untuk

eritema

menjadi

berkurang

mncegah

2. Bantu

rapuh dan

cedera

untuk

cenderun

dermal

latihan

g untuk

Melakuka

rentang

infeksi

n aktivitas

gerak

berat

sehari-

pasif atau

hari

aktif

Observasi

3. Inspeksi

2. Meningka
tkan
sirkulasii

perbaikan

kulit/titik

jaringan,

luka/peny

tekanan

mencegah

embuhan

secara

statis

lesi bila

teratur

3. Potensial

ada

untuk

jalan

kemeraha

masuk

n, berikan

untuk

pijatan

organisme

lembut

patogen,

4. Awasi

23

pada

tungkai

adanya

terhadap

gg. Sistem

kemeraha

imun, ini

n,

meningka

perhatika

tkan

n dengan

resiko

ketat

infeksi/pel

terhadap

ambatan

pembentu

penyembu

kan ulkus
Kolaborasi

han
4. Menungk
atkan

:
5. Gunakan

aliran

pelindung,

balik vena

mis :

menurunk

lotion

an statis

sesuai

vena/pem

dengan

bentukan

indikasi

edema
5. Menghind
ari
kerusakan
kulit
dengan
mencegah
/menurun
kan
tekanan
terhadap
permukaa

2.

n kulit
1. Nyeri

Menyatak

Mandiri :

dilakukan

an nyeri

1. Tentukan

(nyeri

intervensi

hilang/ter

karakteris

biasanya

kronik)

keperawata

kontrol

tik nyeri,

ada dalam

berhubunga

n selama

Menunjuk

mis :

beberapa

n dengan

3x24 jam,

kan rileks,

tajam,

derajat

efusi sendi

diharapkan

istirahat/ti

ditusuk.

pada

dan sesak

rasa nyeri

dur,

Selidiki

pneumoni

berkurang

peningkat

perubaha

a, juga

Gangguan

Setelah

rasa nyaman

24

dada

dan

an

dapat

berangsur-

aktivitas

lokasi/inte

timbul

angsur

dengan

nsitas

komplikas

menghilang

cepat

nyeri

Menggabu 2. Pantau
ngkan
keterampi

tanda vital
3. Berikan

pneumoni
a seperti
perikardit

lan

tindakan

is dan

relaksasi

nyaman,

endokardi

dan

mis :

tis

aktivitas

relaksasi/l

hiburan

atihan

ke dalam

napas

frekuensi

program

4. Dorong

2. Perubaha

jantung

kontrol/ny

untuk

menunjuk

eri

sering

kan

mengubah

pasien

posisi.

merasa

Bantu

nyeri.

pasien

3. Tindakan

25

untuk

non-

bergerak

analgesik

di atas

diberikan

tempat

dengan

tidur,

sentuhan

songkong

lembut

sendi

dapat

yang sakit

menghilan

di atas

gkan

dan

ketidakny

dibawah,

amanan

hindari

dan

gerakan

memperb

yang

esar efek

menyenta

terapianal

gesik

5. Anjurkan
pasien

Mencegah

untuk

terjadinya

mandi air

kelelahan

hangat.

umum dan

Sediakan

kekakuan

waslap

sendi.

hangat

Menstabil

untuk

kan sendi,

mengomp

menguran

res sendi-

gi

sendi

gerakan/r

yang sakit

asa sakit

beberapa

pada

kali

sendi

sehari.
6. Berikan

26

4.

5. Panas
meningka

masae

tkan

yang

relaksasi

lembut

otot dan

Kolaborasi :

mobilitas,

7. Bantu

menurunk

dengan

an rasa

terapi fisik

sakit dan

mis : bak

melepask

mandi

an

dengan

kekakuan

kolam

di pagi

bergelomb

hari.

ang

Sensitivita
s
terhadap
panas
dapat
dihilangka
n dan luka
dermal
dapat
disembuh
kan
6. Menigkat
kan
relaksasi/
menguran
gi
tegangan
otot
7. Memberik
an
dukungan
panas
untuk
sendi
yang

3.

Intoleransi

Setelah

aktivitas

dilakukan

Adanya

Mandiri :

peningkat

1. Kaji

27

sakit.
1. Mempeng
aruhi

berhubunga

intervensi

an

kemampu

pilihan

n dengan

keperawata

toleransi

an pasien

intervensi

tidak

n 3x24 jam,

aktivitas

untuk

/bantuan

seimbangnya diharapkan

(termasuk

melakuka

suplai dan

menunjukk

aktivitas

n tugas.

si

kebutuhan

an

sehari-

Catat

kardiopul

O2 (anemia)

penurunan

hari)

laporan

monal

Berpartisi

kelelahan

dari

fisiologis

pasi

dan

upaya

intorelansi

dalam

keletihan

jantung

tanda

aktivitas

2. Awasi TD,

2. Manifesta

dan paru

sehari-

nadi

untuk

hari

pernapasa

membawa

sesuai

n, selama

jumlah

tingkat

dan

oksigen

kemampu

sesudah

adekuat

an

aktivitas.

ke

3. Rencanak
an

28

jaringan
3. Meningka

kemajuan

tkan

aktivitas

secara

dengan

bertahap

pasien,

tingkat

termasuk

aktivitas

aktivitas

sampai

yang

normal

pasien

dan

pandang

memperb

perlu

ailai tonus

4. Gunakan

otot tanpa

teknik

kelemaha

penghema

n.

tan energi 4. Mendoron


5. Anjurkan

g pasien

pasien

melakuka

berhenti

n banyak

bila

dengan

terjadi

membatas

nyeri

dada,

penyimpa

kelemaha

ngan

n atu

energi

pusing

dan

terjadi

mencegah

Kolaborasi :

kelemaha

6. Berikan

oksigen
tambahan

5. Sters
berlebiha
n dapat
menimbul
kan
kegagalan
.
6. Memaksi
malkan
sediaan
oksigen
untuk
kebutuha
n seluler

29

1.Kesimpulan
Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan
banyak organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan
penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan
kekambuhan yang menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang
yang ditimbulkannya. Gejala utama Lupus Eritmatosus Sistemik (LES)
adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam dan kehilangan
berat badan. Penyebab dari penyakit lupus meliputi pengaruh faktor
genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respons imun.
penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis
gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah
kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa
dipantau dari pemeriksaan serologis.

2.Saran

Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari Lupus Erimatosus


Sistemik.

Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit Lupus Erimatosus


Sistemik dengan cepat, teliti dan terampil.

Perawat dapat bekerjasama dengan baik dengan tim kesehatan lain


maupun pasien dalam tahap pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : FKUI
30

Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2004. Patofisiologi. Edisi 4. Volume


2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Volume
2 Jakarta : EGC
Albar, Zuljasri. 2004. Ilmu Penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta : FKUI
Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai