Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KENDALI MUTU

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN


PADA KASUS EFUSI PLEURA

Disusun oleh :
- Aulia Erica Lutfiyanti 151510383003
- Fresta Yuanita K. D. 151510383025
- Septian Bayu Aji 151510383026
- Safira Faradila 151510383034
- Ainun Nucha Aprilita 151510383035
- Aditya Wahyu Aji Nugroho 151510383048

Pembimbing :
Risalatul Latifah, S.Si, M.Si

PROGRAM STUDI DIV RADIOLOGI


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan pada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat-Nya lah penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan lancar.
Makalah ini sengaja kami bentuk untuk memenuhi kebutuhan informasi, menjadi
pendamping, terutama menjadi fasilitas dalam pelaksanaan perkuliahan.

Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen


pembimbing kami dalam mata kuliah kendali mutu, serta haturan terima kasih
kepada teman-teman semua yang telah berkontribusi dalam pembentukan makalah
ini.

Dalam penyusunan makalah ini, kami berusaha untuk menghasilkan suatu


sumber pembelajaran yang berkualitas dan semoga berguna untuk pembahasan
materi. Dilengkapi dengan penjelasan yang mudah difahami dan terperinci.
Makalah ini disajikan untuk membantu pemahaman materi tentang pendidikan
anti-korupsi dalam mata kuliah kewarganegaraan.

Dengan mengikuti alur skenario pembelajaran, kami harapkan antara


dosen pembimbing dan mahasiswa dapat saling memahami proses pembelajaran
dan dapat menjadi fasilisator yang mampu mengantarkan dalam penguasaan
kompetensi pembelajaran secara terpadu, sehingga mahasiswa dapat menerapkan
ilmu yang diperoleh.

Semoga makalah ini cukup untuk menjadi pemandu yang bijak.

Surabaya, 26 September 2016

penulis

DAFTAR ISI

1
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................... 2
BAB II..................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 3
2.1 Diagnosa efusi pleura.......................................................................3
2.2 SOP pemeriksaan fisik.....................................................................4
2.3 SOP pemeriksaan USG thorax............................................................7
2.4 SOP pemeriksaan x-ray thorax............................................................9
2.5 SOP pemeriksaan pleurography/medical thoracoscopy............................13
BAB III................................................................................................... 15
PENUTUP.............................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan................................................................................. 15
Daftar Pustaka...................................................................................... 16
LAMPIRAN............................................................................................. 17
A. Profil The Joint Commision................................................................17
B. Profil Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)........................................24
C. Job description................................................................................ 27

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Cavum thorax merupakan rongga tubuh yang dibatasi oleh cervical di bagian
superior dan abdomen di bagian inferior. Rangka thorax tersusun dari vertebra,
sternum, costae, dan cartilage costae. Di dalam cavum thorax terdapat organ-
organ penting bagi tubuh diantaranya jantung, paru-paru, esofagus, trakea, dan
pembuluh darah. Dalam cavum thorax terdapat pula cavum pleura yang
mengandung sedikit cairan sebagai pelumas. Namun apabila cairan menumpuk
dan melebihi batas, maka terjadilah efusi pleura.

Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.
(Baughman C Diane, 2000)

Transudat merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler


yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena ketidakseimbangan tekanan
hidrostaltik atau ankotik. Sedangkan eksudat adalah ekstravasasi cairan ke dalam
jaringan atau kavitas.

Efusi pleura bukanlah penyakit yang dapat diabaikan. Justru merupakan gejala
penyakit serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Sehingga dibutuhkan
penatalaksanaan diagnostik imejing yang tepat dalam diagnosa penyakit ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pemeriksaan dengan modalitas apa saja yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa adanya efusi pleura?
2. Bagaimana Standart Operasional Prosedur pemeriksaan efusi pleura pada
tiap-tiap modalitas?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui modalitas yang dapat digunakan untuk diagnosa efusi pleura.
2. Memahami Standart Operasional Procedures pemeriksaan efusi pleura
pada tiap-tiap modalitas.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diagnosa efusi pleura

Gejala klinis efusi pleura bervariasi dan seringkali bergantung pada penyakit
yang mendasari. Gejala yang paling sering ditemui adalah sesak napas, batuk,
dan nyeri dada. Batuk pada penderita efusi pleura umumnya ringan dan tidak
berdahak. Nyeri dada disebabkan oleh iritasi pleura, dapat bersifat ringan sampai
berat, dirasakan sebagai nyeri yang tajam, dan memburuk dengan tarikan napas
dalam (nyeri dada pleuritik). Nyeri dapat menyebar ke bahu di sisi yang sama
atau perut bagian atas.

Adanya gejala lain menujukkan penyakit yang mendasari efusi pleura.


Pembengkakan tungkai, sesak saat berbaring, dan riwayat terbangun tiba tiba
karena sesak merupakan gejala gagal jantung. Tuberkulosis paru menyebabkan
gejala keringat malam, demam, batuk darah, dan penurunan berat badan. Batuk
darah juga dapat ditemui pada keganasan, gangguan saluran napas, dan kematian
jaringan paru. Efusi pleura pada radang paru paru (pneumonia) menimbulkan
gejala demam, batuk berdahak, dan sesak napas.

Langkah-langkah dasar yang disertakan dalam pengobatan yang


menyebabkan masalah ini, dengan cara mengeluarkan cairan dan mengobati
penyakit penyebab efusi (seperti pneumonia, ventrikel kolaps dll). Langkah
pertama diagnosa adalah penyinaran rontgen pada dada. Tapi mengkonfirmasikan
adanya kelebihan cairan pleural dilakukan setelah ultrasonik atau CT scan atau
keduanya. Langkah penting berikutnya dalam diagnosis adalah untuk mengetahui
apa yang menyebabkan cairan menumpuk di pleura. Penyebabnya dapat
ditentukan dengan mendapatkan sampel cairan. Proses yang terlibat dalam
mengeluarkan sampel cairan ini dan menghilangkan sejumlah besar cairan itu,
disebut terapi thoracentesis. Jumlah cairan dikeluarkan dalam kisaran 30 ml
sampai 2 liter. Dalam kasus-kasus tertentu, cairan diambil dengan memasukkan
saluran interkostal ke pleura. Dalam kasus pasien yang menderita kanker, cairan
diambil dengan memasukkan tabung dada, dan memungkinkan cairan mengalir

3
keluar. Proses ini dapat berlangsung lebih dari satu hari. Jika cairan terakumulasi
terus menerus, kemudian mengulang efusi cairan yang dilakukan melalui
pleurodesis kimia atau bedah. Terlepas dari proses apa pun yang dilakukan untuk
mengeluarkan cairan, antibiotik wajib diberikan.

Langkah terakhir dalam perawatan adalah menangani penyebab dasar. Dalam


kasus pasien yang menderita bakteri efusi pleura, antibiotik hanya dapat
digunakan. Orang yang menderita kanker diobati dengan kemoterapi, terapi
radiasi atau operasi. Diuretik diberikan kepada orang yang menderita efusi pleura
karena disebabkan oleh masalah jantung.

2.2 SOP pemeriksaan fisik

Tujuan :

1. Mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi, keadaan kuiat pada dinding


dada
2. Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan
3. Mengetahui adanya massa, nyeri, peradangan, taktil vremitus
4. Mengetahui keadaan paru-paru dan cavum pleura
5. Mengetahui batas paru-paru dengan organ lain
6. Mengkaji aliran udara melalui batang tracheobrancheal
7. Mengetahui adanya sumbatan aliran udara

Peralatan medis : Peralatan non-medis :


1. Stetoskop 1. Alat tulis
2. Masker 2. Buku
3. Sarung tangan

Prosedur tetap pra pemeriksaan :

1. Mempersiapkan alat
2. Memberikan salam, senyum, dan perkenalkan diri sebagai bentuk
komunikasi therapeutic

4
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan kepada pasien/keluarga
dengan bahasa yang universal
4. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum dilakukan
pemeriksaan
5. Menyiapkan ruangan
6. Mengambil dan menempatkan alat di dekat pasien
7. Mencuci tangan
8. Memasang masker dan sarung tangan
9. Melakukan pemeriksaan fisik

Pemeriksaan pada pasien dengan cara :

1. Inspeksi
2. Auskultasi
3. Palpasi
4. Perkusi

Prosedur inspeksi dada :

1. Membuka baju pasien


2. Memosisikan pasien berbaring telentang atau duduk atau berdiri
3. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
4. Menganjurkan pasien untuk rileks
5. Amati bentuk dada dari 4 sisi
6. Menghitung frekuensi respirasi
7. Mengamati keadaan kulit dada pasien
8. Catat hasil inspeksi

Prosedur palpasi ekspansi dada :

1. Memberitahu pasien untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya


2. Berdiri di depan pasien dan letakkan kedua tangan secara datar pada
dinding dada pasien
3. Menganjurkan pasien untuk inspirsi penuh
4. Bandingan pergerakan dinding dada kanan dan kiri
5. Berdiri di belakang pasien dan letakkan tangan pada sisi lateral dada
pasien
6. Menganjurkan pasien untuk inspirasi penuh
7. Perhatikan pergeseran kesamping saat inspirasi
8. Letakkan kedua tangan di punggung pasien
9. Menganjurkan pasien untuk inspirasi penuh
10. Observasi ibu jari pemeriksa

5
11. Catat hasil palpasi ekspansi paru

Prosedur perkusi dada :

1. Atur posisi pasien untuk supine


2. Perkusi paru-paru anterior
3. Bandingkan sisi kanan dan kiri
4. Perkusi paru-paru posterior
5. Bandingkan sisi kanan dan kiri
6. Perintahkan pasien untuk inspirasi panjang dan tahan
7. Perkusi sepanjang garis scapula sampai resonan berubah
8. Beri tanda dimana resonan mulai redup
9. Catat hasilnya

Auskultasi paru-paru :

1. Gunakan stetoskop
2. Letakkan stetoskop pada area intercostalis
3. Instruksikan pasien inspirasi dalam dan pelan
4. Mulai auskultasi
5. Dengarkan irama inspirasi-ekspirasi pada tiap tempat
6. Catat hasilnya

Prosedur tetap pasca pemeriksaan :

1. Menjelaskan pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai


2. Memberikan ucapan terima kasih dan semoga lekas sembuh sebagai
bentuk komunikasi therapeutic
3. Bersihkan peralatan pemeriksaan
4. Lepaskan sarung tangan dan masker
5. Cuci tangan
6. Catat pemeriksaan pada lembar catatan pemeriksaan
7. Evaluasi

2.3 SOP pemeriksaan USG thorax

Peralatan medis : Peralatan non-medis :


1. Seperangkat USG 1. Alat tulis
2. Gel 2. Buku
3. Masker
4. Sarung tangan
Prosedur tetap pra pemeriksaan :

1. Pasien membawa surat pengantar dari dokter


2. Pasien mendatangi unit radiologi

6
3. Pasien menyerahkan surat pengantar pada administrasi unit radiologi
4. Pasien menyelesaikan administrasi
5. Radiografer mencuci tangan
6. Radiografer memasang masker dan sarung tangan
7. Radiografer mempersiapkan alat
8. Pasien masuk ke ruang pemeriksaan
9. Radiografer memberikan salam, senyum, dan perkenalkan diri sebagai
bentuk komunikasi therapeutic
10. Radiografer menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan kepada pasien
dengan bahasa yang universal
11. Memastikan persetujuan pasien untuk dilakukan pemeriksaan
12. Pasien mengikuti prosedur pemeriksaan yang dilakukan radiografer

Prosedur pemeriksaan :

1. Pasien membuka baju


2. Posisikan pasien tidur miring
3. Oleskan gel pada punggung pasien
4. Arahkan transducer setinggi thoracal 11 untuk melihat bagian inferior
paru-paru kanan dan kiri
5. Posisikan pasien duduk tegak
6. Oleskan gel pada punggung pasien
7. Lakukan prosedur yang sama seperti ketika pasien diposisikan tidur miring
8. Posisikan pasien tidur telentang
9. Arahkan transducer setinggi inferior sternum untuk melihat bagian inferior
paru-paru kanan dan kiri
10. Posisikan pasien untuk tidur tengkurap dengan tangan mengarah ke atas
11. Oleskan gel pada bagian lateral pasien
12. Arahkan transducer di bawah axilla

Prosedur tetap pasca pemeriksaan :

1. Menjelaskan pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai


2. Memberikan ucapan terima kasih dan semoga lekas sembuh sebagai
bentuk komunikasi therapeutic
3. Bersihkan peralatan pemeriksaan
4. Lepaskan sarung tangan dan masker
5. Cuci tangan
6. Catat pemeriksaan pada lembar catatan pemeriksaan
7. Evaluasi

7
2.4 SOP pemeriksaan x-ray thorax

Peralatan medis : Peralatan non-medis :


1. Pesawat sinar x dan control table 1. Alat tulis
2. Image Reseptor 2. Buku
3. Marker R/L
4. Masker
5. Sarung tangan

Prosedur tetap pra pemeriksaan :

1. Pasien membawa surat pengantar dari dokter


2. Pasien mendatangi unit radiologi
3. Pasien menyerahkan surat pengantar pada administrasi unit radiologi
4. Pasien menyelesaikan administrasi
5. Radiografer mencuci tangan
6. Radiografer memasang masker dan sarung tangan
7. Radiografer mempersiapkan alat
8. Pasien masuk ke ruang pemeriksaan
9. Radiografer memberikan salam, senyum, dan perkenalkan diri sebagai
bentuk komunikasi therapeutic
10. Pasien berganti baju dan melepas semua asesoris yang dapat menganggu
hasil citra
11. Radiografer menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan kepada pasien
dengan bahasa yang universal
12. Memastikan persetujuan pasien untuk dilakukan pemeriksaan
13. Pasien mengikuti prosedur pemeriksaan yang dilakukan radiografer

Teknik pemeriksaan pada kasus efusi pleura :

1. Thorax PA erect
2. Thorax AP erect
3. Latera decubitus

Prosedur pemeriksaan x-ray thorax pada kasus efusi pleura :

1. Prosedur thorax PA erect


Posisikan pasien : menghadap bucky stand, dada menempel bucky
stand, kedua bahu sejajar menempel bucky stand, dagu diatas
bucky stand, kedua tangan berpegangan pada tempat yang tersedia

8
Atur FFD : 180 cm
Atur center point : thoracal 5-6 (18 cm di bawah cervical 7)
Atur center ray : kaset
Atur kolimasi sinar : superior setinggi cervical 7, inferior di bawah
sinus costrophrenicus
Posisikan marker R/L
Berikan instruksi dari ruang operator untuk menahan napas pada
inspirasi kedua
Expose
2. Prosedur thorax AP erect
Posisikan pasien : membelakangi bucky stand, kedua bahu bagian
belakang sejajar menempel bucky stand, kedua tangan diangkat ke
atas
Atur FFD : 180 cm
Atur center point : thoracal 5-6 (18 cm di bawah cervical 7)
Atur center ray : kaset
Atur kolimasi sinar : superior setinggi cervical 7, inferior di bawah
sinus costrophrenicus
Posisikan marker R/L
Berikan instruksi dari ruang operator untuk menahan napas pada
inspirasi kedua
Expose
3. Prosedur lateral decubitus
Posisikan pasien : lateral recumbent dextra atau sinistra, pasien
tidur miring dengan ganjalan bantal atau busa di bagian bawah,
kaset di posisikan di depan pasien secara vertikal, kedua lutut
fleksi
Atur FFD : 180 cm
Atur center point : thoracal 5-6 (18 cm di bawah cervical 7)
Atur center ray : kaset
Atur kolimasi sinar : superior setinggi cervical 7, inferior di bawah
sinus costrophrenicus
Posisikan marker R/L
Berikan instruksi dari ruang operator untuk menahan napas pada
inspirasi kedua
Expose

9
Prosedur tetap pasca pemeriksaan :

1. Menjelaskan pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai


2. Memberikan ucapan terima kasih dan semoga lekas sembuh sebagai bentuk
komunikasi therapeutic
3. Bersihkan peralatan pemeriksaan
4. Lepaskan sarung tangan dan masker
5. Cuci tangan
6. Catat pemeriksaan pada lembar catatan pemeriksaan
7. Evaluasi

Optimasi proteksi radiasi


Tiga azas proteksi radiasi
1. Azas Jastiftkasi, yaitu setiap kegiatan yang dapat mengakibatkan
paparan radiasi hanya boleh dilaksanakan setelah dilakukan pengkajian
yang cukup mendalam dan diketahui bahwa manfaat dari kegiatan
tersebut cukup besar dibandingkan dengan kerugian yang mungkin
ditimbulkannya.
2. Azas Limitasi, yaitu dosis yang diterima oleh seseorang dalam
menjalankan tugas / kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas yang
telah ditetapkan.
3. Azas Optimisasi yaitu paparan yang berasal dari suatu kegiatan harus
ditekan serendah rendahnya dengan mempertimbangkan faktor
ekonomi dan sosial.

Optimisasi proteksi mencakup beberapa kegiatan, yaitu: (1) Penentuan kondisi


radiologi sebelum memulai suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan
terjadinya paparan radiasi pada manusia. (2) Perencanaan operasi agar dosis
individu maupun kolektif dapat ditekan serendah mungkin dengan
menghindari terjadinya penyinaran yang tidak diperlukan. (3) Penggunaan
peralatan maupun perlengkapan yang memadai, serta (4) Mengikuti prosedur
(baik prosedur penggunaan peralatan maupun prosedur kerja) yang telah
disusun dan ditetapkan.

10
Untuk memperkecil penerimaan dosis radiasi oleh pasien dalam pemeriksaan
dengan sinar-x, pada jendela tempat keluarnya sinar-x (focal spot) biasanya
diberi filter Al dengan ketebalan tertentu sebagai filter bawaan pesawat
(inherent filter).

Kriteria pencapaian optimisasi proteksi didasarkan pada penerimaan dosis


yang bisa ditekan lebih rendah melalui pengaturan kVp dan mAs pesawat
sinar-x yang digunakan untuk pemeriksaan foto thorax.

Pengoperasian pesawat sinar-X diagnostik dengan kVp tinggi dan mAs rendah
dapat memperkecil penerimaan dosis radiasi oleh pasien yang menjalani
pemeriksaan foto thorax. Pengaturan kondisi operasi pesawat secara tepat
dapat mengurangi penerimaan dosis radiasi oleh pasien sekitar 20%.

1.5 SOP pemeriksaan pleurography/medical thoracoscopy

Pemeriksaan Thoracoscopy/Pleuroscopy merupakan pemeriksaan yang aman


dan efektif untuk mendiagnosis dan pengobatan beberapa penyakit pleura.
Thoracoscopy/pleuroscopy sangat aman dilakukan ketika pasien dievaluasi
dengan hati-hati, thoracoscopist yang terlatih, kontraindikasi diamati, dan
komplikasi dicegah. Meskipun pemeriksaan ini memiliki resiko yang sangat
rendah namun, tetap perlu diperhatikan untuk melakukan tindakan pencegahan
yang memadai termasuk prosedur teknis yang dianjurkan, pemantauan jantung
dan parameter hemodinamik serta saturasi oksigen selama prosedur. Pemeriksaan
ini dapat dilakukan jika metode sederhana gagal untuk menghasilkan diagnosis
atau jika tindakan terapeutik tidak tersedia atau kurang menjanjikan dan
pemeriksaan dilakukan dibawah pengawasan langsung dari thoracoscopist.
Adapun teknik-teknik pemeriksaan thoracoscopy/pleuroscopy sebagai berikut :

1 Persiapan Peralatan
Sistem listrik harus benar-benar terisolasi

11
Ruangannya harus bersih
Instrumen sterilisasi harus disediakan
Trocar,
Thoracoscope / pleuroscope, Diameter biasa dari thoracoscope kaku
adalah 9 mm, yang semi-kaku pleuroscope 7 mm.
Tang biopsi,
Forsep koagulasi unipolar,
Sumber cahaya,
Sistem video,
Sistem aspirasi,
Tabung thorax dan sistem drainase.

2 Persiapan Pasien
Pasien harus berpuasa selama 6-8 jam sebelum prosedur dilakukan untuk
mengurangi risiko aspirasi
Pasien diposisikan dalam posisi decubitus lateral pada bagian yang sehat
Pasien dilakukan anestesi lokal. Untuk pasien yang memiliki kepekaan
yang istimewa, atau pasien cemas, kurang kooperatif termasuk anak-anak
dan pasien yang alergi terhadap anestasi lokal lebih baik menggunakan
anastesi umum.
Memasukkan pleuroscope kedalam rongga pleura pasien yang telah
ditentukan oleh landmark permukaan anatomi
Kulit pasien harus steril
Hemithorax yang dimasukkan dengan penjepit melewati tulang rusuk dan
melalui pleura
Setelah ruang akses dibuat, rongga pleura yang terletak dibawah diperiksa
untuk memastikan ruang pleura tersedia sehingga dapat memasukkan
pleuroscope dengan aman
Pleuroscope dimasukkan kedalam rongga pleura dengan penglihatan
langsung
Cairan dievakuasi menggunakan kateter suction melewati saluran
Biopsi pleura parietal dilakukan dengan tang biopsi melewati saluran
Setelah pemeriksaan dan prosedur selesai, pleuroscope ditarik, dan
pneumotoraks tersebut dievakuasi
Dilakukan oleh dokter thoracoscopy, asisten endoskopi dan perawat

12
Dampak dari prosedur pemeriksaan diatas, yaitu menyebabkan pasien
mengalami hipoksia karena depresi saat anestesi, saturasi oksigen biasanya
menurun dan dengan penghapusan efusi pleura besar, salah satu harus
waspada terhadap perkembangan hipotensi karena hilangnya volume yang
cukup besar. Prosedur pemeriksaan juga dapat ditunda jika pasien mengalami
batuk terus-menerus, demam, dan untuk pasien yang telah melakukan infark
miokard atau dalam menghadapi aritmia serius.
2.5

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Efusi pleura merupakan suatu kelainan yang terjadi akibat banyaknya jumlah
cairan yang terdapat dirongga pleura melebihi jumlah normal karena disebabkan
oleh beberapa faktor pemicu produksi jumlah cairan pada rongga pleura berlebih
misal: tuberculosis, pneumonia, dsb.

Dalam mendeteksi kelainan efusi pleura terdapat beberapa tindakan


diantaranya pemeriksaan fisik dan/atau pemeriksaan dengan menggunakan
modalitas. Modalitas yang dimaksud seperti USG, x ray, dan pleuroscopy.

Setiap tindakan pemeriksaan yang dilakukan memiliki standar operasional


yang telah ditetapkan. Dengan maksud menjaga/meingkatkan kualitas hasil
pemeriksaan, baik dari segi keakurasian hasil pemeriksaan maupun dari segi
compassion terhadap klien.

Dapat disimpulkan bahwa, agar terjaganya kualitas maka haruslah dibuat suatu
standar atau parameter, sehingga dapat diketahui layak tidaknya sesuatu untuk
dipergunakan. Hal itulah yang mengendalikan kualitas/mutu segala sesuatu.

14
Daftar Pustaka

Hooper CE, Lee YCG, Maskell NA. Setting up a specialist pleural disease
service. Respirology 2010

R. Loddenkemper, P. Lee, M. Noppen, P.N. Mathur. Medical


thoracoscopy/pleuroscopy: step by step. Breathe 2011
Rajiv Malhotra. Medical thoracoscopy. Medscape 2015
Apri Lyanda, Budhi Antariksa, Elisna Syahruddin. Ultrasonografi toraks. 2011
www.kars.or.id

www.pelkesi.or.id

www.rsibnusina.or.id

www.jointcommision.org

https://kuatkitabersama.wordpress.com/2012/05/11/konsep-pasien-safety/
http://nugraasriani.blogspot.co.id/2013/05/proteksi-radiasi-pada-radiologi.html

15
LAMPIRAN

A. Profil The Joint Commision

The Joint Commision

Organisasi nirlaba independen yang bertugas untuk mengevaluasi dan


menginspirasi organisasi dan program pelayanan kesehatan. Tujuan dari adanya
evaluasi terhadap organisasi dan program pelayanan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan keunggulan dalam memberikan pelayanan yang aman dan efektif
dengan nilai dan kualitas terbaik.

Akreditasi yang dikeluarkan oleh JCAH (the Joint Commision of Accreditation


Healthcare) menjadi standar dan gambaran kualitas dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan diakui di seluruh negara. Suatu
organisasi pelayanan kesehatan harus menjalani survei di lokasi oleh tim JCAH
setiap 3 tahun sedangkan laboratorium setiap 2 tahun. Hampir dari 21.000
organisasi dan program pelayanan kesehatan di Amerika Serikat telah mendapat
akreditasi dari JCAH.

Misi :

Mengembangkan pelayanan kesehatan masyarakat yang berkelanjutan, bekerja


sama dengan pemegang kepentingan, mengevaluasi organisasi pelayanan
kesehatan dan menginspirasi mereka untuk melampaui dalam menyediakan rasa
aman dan pelayanan bernilai dan kualitas tinggi yang efektif

Visi :

Semua orang selalu mengalami pelayanan kesehatan yang paling aman, kualitas
tertinggi, dan nilai terbaik di segala keadaan

Timeline sejarah perkembangan The Joint Commision

16
1910-1913 Ernest Codman, M. D. mengajukan end result system of
hospital standardization
Dibentuk American College of Surgeons dan sistem
penilaian dilakukan ACS secara objektif

1917-1918 ACS membentuk standar minimal rumah sakit dan


melakukan inspeksi

1926 Standar manual pertama yang berisi 18 lembar dicetak

1950-1951 ACS membentuk the Joint Commision on Accreditation


of Hospitals dengan bekerja sama dengan American
College of Physicians, American Hospital Association,
American Medical Association, Canadian Medical
Association

1952 ACS memindahkan Program Standarisasi Rumah Sakit


pada JCAH
Edwin L. Crocby, M. D. menjadi pimpinan pertama
JCAH

1953 JCAH menerbitkan Standart Akreditasi Rumah Sakit


Akreditasi Rumah Sakit mulai diterapkan pada bulan
Januari
Kenneth Babcock, M. D. menjadi pimpinan JCAH
1964 JCAH memulai pengisian survei

1965 Kongres Amandemen Pengawasan Sosial menghasilkan


ketentuan bahwa Rumah Sakit yang telah di akreditasi
oleh JCAH telah diakui dalam pemenuhan sebagian
besar pelayanan kesehatan dan dapat bergabung pada
program pelayanan kesehatan
John D. Porterfield III, M.D menjadi pimpinan JCAH

1966-1969 Akreditasi jangka panjang dimulai

17
JCAH mendirikan 4 dewan akreditasi untuk membentuk
standar dan survei prosedur akreditasi

1970 Dewan akreditasi untuk fasilitas kesehatan jiwa terbentuk


Dimulainya komunitas program kesehatan jiwa

1971-1972 Dewan akreditasi pelayanan jangka panjang didirikan


Isu pertama Perspective on Accreditation diterbitkan

1975-1977 Dewan akreditasi untuk pelayanan kesehatan rawat jalan


terbentuk
Akreditasi untuk pelayanan kesehatan yang dapat
berpindah dimulai
John E. Affeldt, M.D. menjadi pimpinan JCAH

1978-1979 JCAH membentuk perjanjian dengan College of


American Pathologist
American Dental Association bergabung dalam anggota
JCAH
Komite profesional dan laporan teknis terbentuk untuk
setiap program akreditasi
Dewan akreditasi dibubarkan

1982-1983 Siklus akreditasi dirubah dari 2 tahun menjadi 3 tahun

1986 Quality Healthcare Resources dibentuk sebagai cabang


dari JCAH
Dennis S. OLeary, M.D. menjadi pimpinan JCAH

1987-1989 Kinerja organisasi menjadi penekanan utama dalam


proses akreditasi
Pengembangan IMSystem (indikator pengukuran sistem)

1990 Pusat konferensi dan markas JCAH dibuka di Oakbrook


Terrace, Illinois

18
1992 Dikeluarkannya kebijakan larangan merokok di seluruh
rumah sakit

1994 Laporan kinerja organisasi spesifik diterbitkan untuk


pertama kali
Penggunaan systemwide dan orientasi lintas departemen
sebagai proses survei baru
Quality Healthcare Resources bekerja sama dengan
JCAH membentuk Joint Commision International untuk
menyediakan pendidikan dan layanan konsultasi kepada
klien internasional

1995 Pemerintah mengakui layanan akreditasi laboratorium


JCAH
Peluncuran proyek Orion di Pennsylvania dan Arizona
sebagai pengujian inovasi dalam peningkatan pelayanan
akreditasi

1996 The Centers for Medicare & Medicaid Services


mengumumkan bahwa pusat-pusat bedah rawat jalan
yang diakreditasi oleh JCAH dianggap memenuhi atau
melebihi persyaratan sertifikasi pelayanan kesehatan
Kebijakan the Sentinel Event diterbitkan
JCAH meluncurkan situs www.jcaho.org

1997 JCAH meluncurkan ORYX The Next Evolution in


Accreditation
Quality Check diluncurkan di website JCAH

1998 Sentinel Event Alert edisi pertama diterbitkan


JCAH menggantikan Quality Healthcare Resources

1999 Penetapan hotline bebas pulsa untuk pasien mengenai


masalahmutu pelayanan di organisasi pelayanan
kesehatan terakreditasi

19
2000 Penetapan standar dan proses survei untuk organisasi
yang menyediakan jasa asuh
Joint Commision International menerbitkan standar
kualitas internasional pertama dan memberikan
penghargaan akreditasi pertama

2001 Pengenalan program akreditasi praktik operasi berbasis


kantor
Peluncuran program akreditasi rumah sakit akses kritis

2002 National Patient Safety Goals tahun pertama diluncurkan


Peluncuran Speak Up
Peluncuran program sertifikasi layanan penyakit khusus
Pemberian pertimbangan otoritas untuk rumah sakit akses
kritis
Peluncuran penghargaan John M. Eisenberg Patient
Safety
Pembentukan Franklin Award of Distinction

2003 JCAH mengumumkan Universal Protocol


Pengembangan program sertifikasi perawatan stroke
primer yang pertama

2004 Proses akreditasi baru yang berfokus pada proses


perawatan dan sistem organisasi diluncurkan
Program sertifikasi pegawai pelayanan kesehatan
diluncurkan
Program sertifikasi bedah paru dikembangkan

2005 WHO menunjuk JCAH bersama dengan Joint Commision


Internasional untuk pusat kerja sama untuk soslusi patient
safety
Peluncuran program sertifikasi manajemen penyakit
ginjal kronis

2006 Dimulainya ulasan akreditasi dan sertifikasi secara


mendadak

20
Program sertifikasi rawat inap pelayanan diabetes
diumumkan
Peluncuran standar peningkatan inisiatip

2007 JCAH berubah nama menjadi the Joint Commision


Penerbitan laporan mutu dan keamanan
Pengumuman perjanjian kerja sama Joint Commision
International dengan Departemen Kesehatan Republik
Rakyat China
Peluncuran sertifikasi manajemen PPOK

2008 Mark R. Chassin, M.D., M.P.P., M.P.H. menjadi pimpinan


dari the Joint Commision
Pembangunan Kompendium strategi untuk mencegah
infeksi pada rumah sakit pelayanan akut
Akreditasi manual versi elektronik diluncurkan

2009 Sertifikasi program pelayanan penyakit khusus gagal


jantung diumumkan
Penandatanganan persetujuan dengan pemerintah korea
selatan

2010 Penunjukan sebagai akreditor pusat imejing diagnostik


Peluncuran Target Solution Tool
2011 Peluncuran sertifikasi program pelayanan paliatif

2012 Perilisan Target Solution Tool untuk keamanan operasi


Pendirian SafeCare Foundation
Peluncuran program CJCP (Certified Joint Commision
Professional)

2013 Peluncuran akreditasi rehabilitasi pusat

2014 Peluncuran alat pendidikan online yang inovatif

2015 Peluncuran sistem keamanan pasien


B. Profil Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit)

21
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) adalah lembaga independen pelaksana
akreditasi rumah sakit yang bersifat fungsional, non struktural dan bertanggung
jawab kepada Menteri Kesehatan. KARS dibentuk pertama kali pada tahun 1995
dan setiap 3 (tiga) tahun peraturan diperbarui, yang terakhir diperbarui melalui
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 417/Menkes/Per/II/2011 tentang Komisi
Akreditasi Rumah Sakit, dengan tugas dan fungsi melaksanakan akreditasi di
Indonesia

Visi :

Menjadi badan akreditasi yang memiliki kredibilitas tinggi ditingkat nasional dan
internasional.

Misi :

Membimbing dan membantu rumah sakit untuk meningkatkan mutu


pelayanan dan keselamatan pasien melalui akreditasi.
Memperoleh pengakuan internasional sebagai badan akreditasi berkelas
internasional oleh ISQua (International Society Quality in Healthcare) dan
memperoleh pengakuan masyarakat baik ditingkat nasional maupun
internasional.

Tujuan :

Diperolehnya pengakuan internasional oleh ISQua (International Society


Quality in Healthcare) dan masyarakat.
Meningkatnya mutu pelayanan rumah sakit melalui akreditasi.
Meningkatnya keselamatan pasien di rumah sakit melalui akreditasi.

Berdasarkan standar akreditasi versi 2007, terdapat 3 tahapan dalam pelaksanaan


akreditasi yaitu :

1. Akreditasi tingkat dasar

22
Akreditasi tingkat dasar menilai lima kegiatan pelayanan di rumah sakit,
yaitu: Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan
Keperawatan, Pelayanan Gawat Darurat dan Rekam Medik.

2. Akreditasi tingkat lanjut

Akreditasi tingkat lanjut menilai 12 kegiatan pelayanan di rumah sakit,


yaitu: pelayanan yang diakreditasi tingkat dasar ditambah Farmasi,
Radiologi, Kamar Operasi, Pengendalian Infeksi, Pelayanan Resiko
Tinggi, Laboratorium serta Keselamatan Kerja, Kebakaran dan
Kewaspadaan Bencana (K-3)

3. Akreditasi tingkat lengkap.

Akreditasi tingkat lengkap menilai 16 kegiatan pelayanan di rumah sakit,


yaitu: pelayanan yang diakreditasi tingkat lanjut ditambah Pelayanan
Intensif, Pelayanan Tranfusi Darah, Pelayanan Rehabilitasi Medik dan
Pelayanan Gizi.

Rumah sakit boleh memilih akan melaksanakan akreditasi tingkat dasar (5


pelayanan), tingkat lanjut (12 pelayanan) atau tingkat lengkap (16 pelayanan)
tergantung kemampuan, kesiapan dan kebutuhan rumah sakit baik pada saat
penilaian pertama kali atau penilaian ulang setelah terakreditasi.

Kode etik surveyor

Bersikap ramah, santun dan terbuka.

Bersikap jujur dan tidak memihak.

Sadar akan kedudukannya, hak dan kewajibannya sebagai wakil KARS.

Menampilkan diri sebagai penasehat dan pembimbing.

Memegang teguh rahasia yang berkaitan dengan tugasnya.

Menjaga kondisi kesehatan dan menghilangkan kebiasaan tidak sehat.

Patuh terhadap ketentuan setempat di rumah sakit.

23
Menjaga penampilan di rumah sakit dalam hal berpakaian.

Menguasai dan mengikuti perkembangan IPTEK, dalam bidang


keahliannya terutama dalam bidang pelayanan kesehatan, peningkatan
mutu, praktek klinis, manajemen RS dan instrumen akreditasi.

Bekerja sesuai pedoman dan kode etik yang ditetapkan oleh KARS.

Tidak menggunakan KARS untuk kepentingan pribadi atau golongan


tertentu atau melakukan promosi diri dengan tujuan memperoleh imbalan.

24
C. Job description

1. Aulia Erica Lutfiyanti


SOP pemeriksaan fisik, SOP pemeriksaan USG thorax, SOP pemeriksaan
X-ray thorax, profil The Joint Commision
2. Fresta Yuanita Kharisma D.
Efusi pleura, editor
3. Septian Bayu Aji
BAB I makalah
4. Safira Faradila
BAB III makalah, powerpoint SOP, editor
5. Ainun Nucha Aprilita
SOP pemeriksaan X-ray thorax, patient safety
6. Aditya Wahyu Aji Nugroho
Profil KARS
7. Denok Khoirotun Nasikhah
SOP pemeriksaan usg thorax, SOP pemeriksaan X-ray thorax, SOP
pemeriksaan pleuroscopy

25

Anda mungkin juga menyukai