Oleh:
Cicik Mei (21409021003)
Pembimbing:
Drg. Nurhaerani, Sp.KGA, PhD
Latar Saat ini, standarisasi penelitian menggunakan tikus untuk diinduksi bahan kimia agar
Belakang menyebabkan ulkus mukosa untuk mengetahui patogenesis ulkus dan
mengembangkan pengobatan untuk ulkusnya belum ada. Penelitian ini bertujuan untuk
membuat ulserasi mukosa bucal pada tikus yang diinduksi bahan kimia
Metode Dilakukan studi in vivo pada pembuatan ulkus menggunakan 9 tikus galur Swiss
Webster. Semua tikus diberi asam asetat 70% pada mukosa buccal kiri dan mukosa
bukal kanan diberikan saline. Pengamatan secara klinis dan histologi pembentukan dan
penyembuhan dilakukan termasuk adanya kemerahan dan pembengkakan, diameter
ulkus, berat badan serta disintegrasi epitel, pelebaran pembuluh darah, dan inflamasi
sel.
ABSTRAK
Hasil Mukosa bukal diberikan 70% asam asetat menghasilkan ulkus pada hari ke-2, mencapai
puncaknya pada hari ke-3 dan sembuh pada hari ke 14. Gambaran histologis inflamasi
juga terlihat pada model ulkus, dan derajat peradangan konsisten dengan proses
penyembuhan ulkus.
Kesimpulan Trauma kimia dengan pemberian 70% asetat asam efektif menginduksi ulserasi pada
mukosa bukal pada tikus, dan metode ini dapat dianggap sebagai novel, direproduksi,
dan model yang relevan secara klinis untuk mempelajari patogenesis dan pendekatan
terapeutik untuk mengobati ulserasi mukosa mulut.
PENDAHULUAN
Penelitian ini bertujuan untuk membuat standar dan seragam model ulkus in vivo
ulkus di mukosa mulut yang diinduksi secara kimiawi menggunakan 70% asam
asetat.
METODE
Dalam studi split-mouth ini, digunakan 9 tikus jantan Swiss Webster (berat tikus
200-350g, usia 8-12mgg) masing-masing tikus diberi asam asetat 70% di mukosa
buccal kiri dan saline pada bucal kanan. Tiga tikus untuk observasi klinis dan
progress dari ulkusnya, dan 6 tikus untuk pengujian histologi mukosa buccal
pada hari ke-2, ke-3 dan ke-14 (terdiri dari 2 tikus yang ditentukan setiap hari)
setelah hari inisiasi (hari 0)
METODE
Tikus dibius secara intraperitoneal dengan injeksi dari 10% ketamin dan 2%
xylazine (2:1) pada 0,12 mL/100gBB. Pemberian asam asetat 70% selama 60 detik
pada mukosa mulut dilakukan dengan menggunakan microbrush ukuran biasa 2.0
mm direndam dalam asam asetat 70% selama 3-5 detik. Pada lokasi kontrol, saline
diterapkan pada mukosa bukal kanan menggunakan yang prosedur yang sama
METODE
Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan Histologi
Pemeriksaan dilakukan setiap hari dari Pada hari ke 2, 3, dan 14, spesimen jaringan
hari ke 0 hingga hari ke 14. Semua mukosa bukal dipotong, difiksasi dengan
tikus diamati termasuk berat badan, formalin 10%, dan diwarnai dengan
adanya kemerahan dan pembengkakan hematoxylin dan eosin. Disintegrasi epitel,
pada mukosa mulut, dan ukuran ulkus. dilatasi pembuluh darah, dan infiltrasi sel
inflamasi diamati di bawah mikroskop
cahaya.
HASIL
• Dalam pengamatan klinis mukosa bukal kiri setelah diberikan asam asetat, dua dari tiga
tikus mengalami kemerahan dari hari 0-14, dengan satu tikus menunjukkan tidak ada
kemerahan pada hari ke-12.
• Keenam tikus pembengkakan di tujuh hari pertama, dan pada hari ke-14, tidak ada
pembengkakan diamati pada semua tikus.
• Pada semua tikus, pembengkakan mencapai mencapai puncaknya pada hari ketiga dan
mempertahankan kondisinya hingga hari ke-4–5.
• Pada hari ke 7, kemerahan dan bengkak terlihat signifikan berkurang dibandingkan hari
sebelumnya.
• Pada control sisi (mukosa bukal kanan) setelah pemberian saline, tidak ada kemerahan dan
pembengkakakn dari hari ke 0 pada semua tikus
HASIL
HASIL
Semua tikus perlakuan mengalami penurunan berat badan dibandingkan pada tikus
sebelum perlakuan. Berat badan menurun mencapainya puncaknya sekitar hari ke-
3/4. Pada hari ke 7, berat badan dimulai meningkat, dan pada hari ke-14, berat badan
dari semua yang diobati sebanding dengan tikus sebelum diobati
HASIL
Pemeriksaan histologi dari mukosa bukal yang diberi perlakuan saline menunjukan jaringan normal
Pemeriksaan histologis mukosa bukal dari kelompok kontrol diwarnai dengan hematoxylin dan
eosin, memperlihatkan jaringan yang ditutupi oleh epitel skuamosa berlapis non-keratin normal
HASIL
Pada hari ke-2 hasil pemeriksaan histologi teramati disintegrasi epitel dengan dilatasi vaskuler
Mukosa bukal yang diberi perlakuan asam asetat 70% pada hari ke-2 setelah diwarnai dengan hematoxylin
dan eosin, menunjukkan disintegrasi epitel di atasnya dari jaringan ikat di bawahnya dengan vasodilatasi
submukosa yang menonjol. (A) panah hitam: disintegrasi epitel; (B) panah putih: dilatasi kapiler
HASIL
Pada hari ke 3 setelah perlakuan asam asetat 70% lapisan epitel tampak deskuamasi dengan
dilatasi vaskuler sekitar ulkus
Ulserasi mukosa bukal pada mulut tikus berhasil dibuat dengan penggunaan
asam asetat 70%. Metode yang digunakan dalam penelitian ini efisien dan
mudah diulang. Waktu pembentukan dan pemulihan ulkus dapat ditentukan
dengan pemeriksaan klinis dan histologis. Model yang dikembangkan dalam
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai standar untuk menginduksi
pembentukan ulkus pada mukosa mulut untuk menguji kemanjuran obat anti-
ulkus pada penelitian selanjutnya.
REFERENSI
1. Hitomi S, Ujihara I, Ono K. Pain mechanism of oral ulcerative mucositis and the therapeutic traditional
herbal medicine hangeshashinto. J Oral Biosci. 2019;61:12–5.
2. Scully C, Shotts R. Mouth ulcers and other causes of orofacial soreness and pain. West J Med 2001;174:421–
4.
3. Lim YS, Kwon SK, Park JH, Cho CG, Park SW, Kim WK. Enhanced mucosal healing with curcumin in
animal oral ulcer model. Laryngoscope. 2016;126:E68–73.
4. Nodai T, Hitomi S, Ono K, Masaki C, Harano N, Morii A, et al. Endothelin-1 elicits TRP-mediated pain in an
acidınduced oral ulcer model. J Dent Res 2018;97:901–8.
5. Jayantini R, Suniarti DF, Sarwono AT. Efficacy of a standardized ethanol extract of roselle calyx in the
treatment of oral mucosa ulceration (ın vivo). Asian J Pharm Clin Res. 2017;10:183–6.
TINJAUAN PUSTAKA
ULKUS
MULUT
DEFINISI ULKUS MULUT
Ulkus merupakan kerusakan jaringan epitel yang sering
berupa cekungan dan memiliki batas tegas, kasus ulkus
seringkali ditemukan pada rongga mulut
Obat-obatan
NSAID, captopril, phenobarbital, Stress
dikaitkan dengan terjadinya RAS
Stress sering dijumpai pada pasien RAS,
namun belum diketahui hubungan
Anemia langsung antara stress dengan RAS
Sebanyak 20% pasien RAS mengalami
Def B12 & anemia Def besi factor
presdiposisi.
PATOFISIOLOGI RAS
Patofisiolofi RAS sama dengan erosi yaitu adanya kerusakan epitel hingga mencapai
stratum korneum dan stratum basalis. Sehingga pasien merasakan adanya adanya nyeri.
Virus ini merupakan kelompok virus DNA rantai ganda. Infeksi terjadi melalui kontak kulit secara
langsung dengan orang yang terinfeksi virus. Transmisi tidak hanya terjadi pada saat gejala manifestasi
HSV muncul, akan tetapi dapat juga berasal dari virus shedding dari kulit dalam keadaan asimptomatis
Penegakkan Diagnosa Stomatitis Herpes
ANAMNESA & PX FISIK
● Luka berbentuk kubah, berbatas tegas, multiple pada bibir, lidah, gusi, langit-langit atau bukal,
ukuran 2-3 mm yang terasa nyeri
● Kadang timbul bau mulut
● Dapat disertai rasa lemas (malaise), demam, dan benjolan pada kelenjar limfe leher
● Terdapat dua jenis stomatitis herpes, yaitu : - Stomatitis herpes primer, yang merupakan episode
tunggal
● Stomatitis herpes rekurens, bila pasien telah mengalami beberapa kali penyakit serupa sebelumnya
● Rekurensi dapat dipicu oleh beberapa factor, seperti: kondisi imunosupresi seperti HIV, penggunaan
kortikosteroid sistemik yang lama dan keganasan
TATALAKSANA STOMATITIS HERPES
Antivirus
- Ad vitam : Bonam
- Ad functionam : Bonam
- Ad sanationam : Dubia
REFERENSI
1. IDI. Panduan Praktik Klinis. Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi 1.
Jakarta: IDI. Cetakan II, 2017. Hal 64-67
2. Vaishnavi V. Management of recurrent apthous stomatitis - A review. Res J Pharm Technol.
2014;7(10):1193–5.
3. Dhar V. Common lesions of the oral soft tissues. In: Kliegman RM, St. Geme JW, Blum NJ,
Shah SS, Tasker RC, Wilson KM, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 21st ed. Philadelphia, PA:
Elsevier; 2020:chap 341.
4. Murthykumar K, Padavala S. Recurrent apthous stomatitis: A short review. Res J Pharm
Technol. 2015;8(11):1580–1.
5. Preeti L, Magesh KT, Rajkumar K, Karthik R. Recurrent aphthous stomatitis. J Oral Maxillofac
Pathol. 2011;15(3):252–6.
THANK YOU!