Disusun oleh:
Nama
: dr. Fariz Maulana
Pendamping: dr. Judy Dermawan, M.MKes
NRP
: 71060495 (Komisaris Polisi)
November 2013
KASUS 3
Nama Peserta
Nama Wahana
Topik
Tanggal (kasus)
Nama Pasien
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
No. RM
Pendamping
Obyek presentasi
Hasil Pembelajaran
20 Agustus 2013
1. Subyektif
Laki-laki, 29 tahun datang ke IGD dengan keluhan perut kanan bawah sakit sejak 1
minggu yang lalu. Pasien juga merasa sejak 4 hari sebelum masuk RS perut kanan
bawahnya seperti ada benjolan, benjolan tersebut tidak hilang timbul dan tidak
membesar. Keluhan tersebut disertai demam, BAB cair, muntah-muntah dan buang air
kecil jarang sejak 2 hari yang lalu serta badan terasa lemah. Riwayat trauma pada
perut disangkal.
2. Obyektif
Keadaan umum : lemah, GCS: E4 V5 M6
Tekanan darah: 100/70, Nadi: lemah, sulit diraba, RR: 30 x/menit, Suhu: 38,3 C.
Kepala
: CA(-/-), SI (-/-), Mata cekung (+/+)
Mulut
: Bibir sianosis (-), bibir kering (+)
Leher
: Otot bantu pernafasan (-/-), limfonodi tidak teraba
Thorax
: Simetris, retraksi supracalivular (-), retraksi intercosta (-), ketinggalan
gerak (-), sonor (+/+), vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-), Cor:
Abdomen
4. Plan
Penunjang
: Darah Lengkap
Penanganan :
Perbaikan KU
O2 3 liter/menit
IVFD RL guyur 2 flabot selanjutnya 40 tpm
Inj. Cefotaxim 2x1 gr iv
Inj. Ranitidin 2x1 amp iv
Metronidazole 3x500 mg
Mecodiar 2-1-1
Mirasic 4x1 tab
Curcuma 3x1 tab
Diet: Bubur
Hasil Laboratorium
Parameter
Hasil
Nilai Normal
Hb
Leukosit
Trombosit
Hitung Jenis Leukosit:
12,0 g/dl
17.500 /mm3
230.000 /mm3
L: 14-16 g/dl
4.000-11.000 /mm3
150.000-450.000 /mm3
4,5 %
89,1 %
6,4 %
80 mm/jam
4.960.000/mm3
38,1 %
76,8 fl
25,8 pg
37,0 g/dl
3-4 %
37-74 %
20-40 %
L: 0-15 mm/jam
4-5 juta/mm3
L: 43-45%
76-96 fl
27-32 pg
32-36 g/dl
PEMBAHASAN
Appendicitis adalah infeksi bacterial pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan
segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk Jika telah terjadi perforasi,
maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan
komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi.
A. Definisi
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa
apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena
daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. 1
Gambar: Appendicitis
B. Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit
merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah
hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah
serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena
colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis
juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal.
2,3
Frekuensi
gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan
rupture. 2
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya
akan
elastisitas
dinding
appendiks
mempunyai
keterbatasan
sehingga
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. 5
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 5
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang. 5
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 4
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah. 5
Kecepatan
rentetan
peristiwa
tersebut
tergantung
pada
virulensi
Kelainan patologi
Peradangan awal
Apenditis mukosa
m.psoas,
Berhasil
Abses
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 4
Tanda awal:
Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan
anoreksi
Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik mcburney
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (rovsing)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (blumberg)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan
E. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 0C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rektal sampai 1 0C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung
sering
terlihat
pada
penderita
dengan
komplikasi
perforasi.
11
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa
iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses)
juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas
massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT
(Rectal Touche) sebagai massa yang hangat. 7
Peristaltik usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan
colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari
telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. 4
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada
anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila
apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,
pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. 4
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada
hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. Dasar anatomi dari tes psoas.
Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang
saat dilakukan manuver.
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada
tahanan pada sisi samping dari lutut, menghasilkan rotasi femur kedalam. Dasar
Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak denhgan
otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver. 8
F. Pemeriksaan Penunjang
12
Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis
dengan:
Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi
H. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa
yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini
dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
14
15
Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
gejala
menghebat,
tandanya
terjadi
perforasi
maka
harus
17
Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses
dan terapi adalah drainase. 7
I. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus. 4
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu
peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali
Nadi semakin cepat
Defance muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
Pelvic Abscess
Subphrenic absess
J. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan. Diagnosis pasien mengarah pada periappendicular infiltrat
dengan dehidrasi berat. Dari anamnesis, didapatkan keluhan pasien yaitu perut
kanan bawah sakit sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga merasa sejak 4 hari
18
sebelum masuk RS perut kanan bawahnya seperti ada benjolan, benjolan tersebut
tidak hilang timbul dan tidak membesar. Keluhan tersebut disertai demam, BAB
cair, muntah-muntah dan buang air kecil jarang sejak 2 hari yang lalu serta badan
terasa lemah. Riwayat trauma pada perut disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, tanda tanda vital pasien tekanan darah: 100/70,
Nadi: lemah, sulit diraba, RR: 30 x/menit, Suhu: 38,3 C, dari pemeriksaan
abdomen didapatkan pada inspeksi perut datar, bekas luka (-), perut kanan bawah
tampak benjolan, dari auskultasi BU (+) meningkat, pada perkusi pekak pada
regio iliaka dekstra dan pada palpasi teraba massa di regio iliaka dekstra diameter
10 cm, konsistensi keras, batas tidak tegas, immobile, permukaan rata, nyeri
tekan. Defans muscular (-), NT (+) titik Mc Burney, Nyeri tekan lepas (+), Psoas
sign (+), Turgor 1-2 detik. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis appendicitis. Hasil laboratorium darah, angka leukosit
penderita mangalami peningkatan. Terapi pada pasien ini dilakukan secara
konservatif menunggu KU stabil dengan pemberian terapi cairan, antibiotik
spectrum luas dan untuk kuman aerob dan anaerob, serta anti diare dan diet bubur.
Setelah KU pasien baik, pasien dirujuk ke Sp.B.
19
DAFTAR PUSTAKA
1.
Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara.
Jakarta.
2.
3.
4.
De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
5.
Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
6.
Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
www.emedmag.com
7.
8.
Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American
Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science
Center, Temple, Texas. http://www.aafg.org
9.
Gray,
H.(1826-1861).
1918.
Anatomy
of
The
Human
Body.
www.Bartleby.com
10. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
11. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human
Services. National Institute of Health. NIH Publication No. 044547.June
2004. www.digestive.niddk.nih.gov
20