Anda di halaman 1dari 20

KASUS BEDAH

Suspek Appendicitis Akut (Periapendicular Infiltrat)

Disusun oleh:
Nama
: dr. Fariz Maulana
Pendamping: dr. Judy Dermawan, M.MKes
NRP
: 71060495 (Komisaris Polisi)

RS Polri Bhayangkara Tk. III


Palu, Sulawesi Tengah
2013
LEMBAR PENGESAHAN

Portofolio yang berjudul Suspek Appendisitis Akut (Periapendicular Infiltrat)


telah diterima dan disetujui
pada tanggal

November 2013

oleh pembimbing sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Program Internsip Dokter Indonesia

Rumah Sakit Polri Bhayangkara Palu


Palu, November 2013

dr. Judy Dermawan M.MKes


NRP 71060495

KASUS 3
Nama Peserta
Nama Wahana
Topik
Tanggal (kasus)
Nama Pasien
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
No. RM
Pendamping
Obyek presentasi

: dr. Fariz Maulana


: RS Polri Bhayangkara Tk. III Palu, Sulawesi Tengah
: Suspek Appendicitis Akut (Periapendicular Infiltrat)
: 20 Agustus 2013
: Tn. A
: 29 tahun
: Laki-laki
: Poe Bongo, kota Palu
: 005146
: dr. Judy Dermawan, M.MKes (Komisaris Polisi NRP 71060495)
: Keilmuan Keterampilan
Penyegaran Tinjauan pustaka
DiagnostikManajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus Bayi
Anak Remaja
Dewasa Lansia
Ibu Hamil
Deskripsi
: Laki-laki, 29 tahun datang dengan keluhan perut kanan bawah sakit
Tujuan
: Diagnostik dan Manajemen
Bahan bahasan
: Tinjauan pustaka Riset
Kasus
Audit
Cara Membahas
: Diskusi Presentasi&diskusi
Email
Pos
Diagnosis kerja
: Suspek Appendicitis Akut (Periapendicular Infiltrat)
Riwayat pengobatan
: (-)
Riwayat kesehatan/penyakit : Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat keluarga
: (-)
Riwayat pekerjaan
: Pasien bekerja sebagai karyawan swasta
Lain-lain
: Riwayat alergi (-)

Hasil Pembelajaran
20 Agustus 2013

1. Subyektif
Laki-laki, 29 tahun datang ke IGD dengan keluhan perut kanan bawah sakit sejak 1
minggu yang lalu. Pasien juga merasa sejak 4 hari sebelum masuk RS perut kanan
bawahnya seperti ada benjolan, benjolan tersebut tidak hilang timbul dan tidak
membesar. Keluhan tersebut disertai demam, BAB cair, muntah-muntah dan buang air
kecil jarang sejak 2 hari yang lalu serta badan terasa lemah. Riwayat trauma pada
perut disangkal.
2. Obyektif
Keadaan umum : lemah, GCS: E4 V5 M6
Tekanan darah: 100/70, Nadi: lemah, sulit diraba, RR: 30 x/menit, Suhu: 38,3 C.
Kepala
: CA(-/-), SI (-/-), Mata cekung (+/+)
Mulut
: Bibir sianosis (-), bibir kering (+)
Leher
: Otot bantu pernafasan (-/-), limfonodi tidak teraba
Thorax
: Simetris, retraksi supracalivular (-), retraksi intercosta (-), ketinggalan
gerak (-), sonor (+/+), vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-), Cor:
Abdomen

Murmur (-), Gallop (-)


: Inspeksi : Datar, bekas luka (-), perut kanan bawah tampak benjolan
Auskultasi : BU (+) meningkat
Perkusi
: Timpani, pekak pada regio iliaka dekstra
Palpasi
:
Teraba massa di regio iliaka dekstra diameter 10 cm, konsistensi
keras, batas tidak tegas, immobile, permukaan rata, nyeri tekan.
Defans muscular (-), NT (+) titik Mc Burney, Nyeri tekan lepas

(+), Psoas sign (+), Turgor 1-2 detik


Ekstremitas : Akral dingin, nadi lemah
3. Assessment :
Suspect Appendicitis Akut (Periapendicular Infiltrat)

4. Plan
Penunjang

: Darah Lengkap

Penanganan :
Perbaikan KU
O2 3 liter/menit
IVFD RL guyur 2 flabot selanjutnya 40 tpm
Inj. Cefotaxim 2x1 gr iv
Inj. Ranitidin 2x1 amp iv
Metronidazole 3x500 mg
Mecodiar 2-1-1
Mirasic 4x1 tab
Curcuma 3x1 tab
Diet: Bubur
Hasil Laboratorium
Parameter

Hasil

Nilai Normal

Hb
Leukosit
Trombosit
Hitung Jenis Leukosit:

12,0 g/dl
17.500 /mm3
230.000 /mm3

L: 14-16 g/dl
4.000-11.000 /mm3
150.000-450.000 /mm3

MXD (Eosinofil/ Basofil/ Monosit)


Netrofil (Stab/ Segmen)
Limfosit
LED
Eritrosit
Ht
MCV
MCH
MCHC

4,5 %
89,1 %
6,4 %
80 mm/jam
4.960.000/mm3
38,1 %
76,8 fl
25,8 pg
37,0 g/dl

3-4 %
37-74 %
20-40 %
L: 0-15 mm/jam
4-5 juta/mm3
L: 43-45%
76-96 fl
27-32 pg
32-36 g/dl

Rujuk Sp.B jika KU sudah membaik

PEMBAHASAN
Appendicitis adalah infeksi bacterial pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan
segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk Jika telah terjadi perforasi,
maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan
komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi.
A. Definisi
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa
apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena
daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang. 1

Gambar: Appendicitis
B. Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit
merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah
hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah
serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena
colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis
juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal.

2,3

Frekuensi

obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan


pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis
6

gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan
rupture. 2
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya

pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya

akan

mempermudah terjadinya apendisits akut. 4


C. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. 5
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun

elastisitas

dinding

appendiks

mempunyai

keterbatasan

sehingga

menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya


sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen
sekitar 60 cmH20. Manusia kurang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi
yang cukup tinggi ini sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi. 2
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. 5,6
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
7

setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. 5
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 5
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang. 5
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 4
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah. 5
Kecepatan

rentetan

peristiwa

tersebut

tergantung

pada

virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,


usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). 7
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
8

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan


bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 4
D. Manifestasi Klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut
biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan,
yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif. 5
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik
setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan
peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. 4
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak
ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri
timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari
dorsal. 4
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel kekandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. 4
9

Kelainan patologi

Keluhan dan tanda

Peradangan awal

Kurang enak ulu hati/daerah pusat,


mungkin kolik

Apenditis mukosa

Nyeri tekan kanan bawah (rangsaganan


automik)

Radang di seluruh ketebalan dinding

Nyeri sentral pindah ke kanan bawah,


mual dan muntah

Apendisitis komplet radang


peritoneum parietale apendiks

Rangsangan peritoneum lokal (somatik)


nyeri pada gerak aktif dan pasif,
defans muskuler lokal

Radang alat/jaringan yang menempel Genitalia interna, ureter,


pada apendiks
kantung kemih, rektum
Perforasi
Pendindingan (Infiltrat)
Tidak berhasil

m.psoas,

Demam sedang, takikardia, mulai toksik,


leukositosis
s.d.a + demam tinggi, dehidrasi,
syok, toksik

Berhasil

Massa perut kanan bawah, keadaan


umum berangsur membaik

Abses

Demam remiten, keadaan umum toksik,


keluhan dan tanda setempat

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak


ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak
tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak
sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan
timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala
yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 8090 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 4
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak
jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi. 4
10

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 4

Tanda awal:
Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan
anoreksi
Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik mcburney
Nyeri tekan
Nyeri lepas
Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (rovsing)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (blumberg)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan

E. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 0C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rektal sampai 1 0C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung

sering

terlihat

pada

penderita

dengan

komplikasi

perforasi.

Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya


penonjolan di perut kanan bawah. 4
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di perut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal
diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 4

11

Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa
iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses)
juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas
massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT
(Rectal Touche) sebagai massa yang hangat. 7
Peristaltik usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan
colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari
telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. 4
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada
anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila
apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,
pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. 4
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada
hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. Dasar anatomi dari tes psoas.
Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang
saat dilakukan manuver.
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada
tahanan pada sisi samping dari lutut, menghasilkan rotasi femur kedalam. Dasar
Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak denhgan
otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver. 8
F. Pemeriksaan Penunjang

12

Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan


umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada
apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis.
Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen
dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks
yang meradang menempel pada ureter atau vesika. 9
Pemeriksaan Radiologi, foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa
atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah.
Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran
garis permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat
gambar fekalit.9
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan
kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.
Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih dari
normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah
seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal, divertikulum meckels,
endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif
palsu pada hasil USG. 8
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.
Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih
dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada
periapendik.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. 5 Tetapi untuk
apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena
dapat menyebabkan rupture apendiks. 7
G. Diagnosis
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma
sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu
13

juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan


kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan
Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang
khas. 4
Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan
umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan
colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor caecum yang sering adalah
sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara
lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau
tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang,
biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan,
kadang-kadang teraba massa. 7
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:

Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi

Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis

Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat


pergeseran ke kiri
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai

dengan:

Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi

Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan


hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan

Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal. 9

H. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa
yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini
dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
14

peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga


penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah,
semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. 10
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan
mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam
massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena
massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi
berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah
didrainase. 10
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.
Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas
disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi
lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.
Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik
sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita
boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar
perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu
dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit. 4
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 9

15

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan


bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih
bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan
atau pun tanpa peritonitis umum. 9
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik
atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. 4
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka
luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada
periapendikular infiltrat :

Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.

Diet lunak bubur saring

Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif


terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar
6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses,
dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu
kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan
jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat
dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.4,7

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja.

Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda.


Bila

gejala

menghebat,

tandanya

terjadi

perforasi

maka

harus

dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda


(demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7 massa mulai mengecil dan
terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan
massa harus segera dibuka dan didrainase. 7
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik
ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks
dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat
16

menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan


dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila
pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi
sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal
5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. 7
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang:
LED
Jumlah leukosit
Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila:
Anamnesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur
rectal dan aksiler)
Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat:
Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil
dibanding semula.
Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
Bila LED telah menurun kurang dari 40
Tidak didapatkan leukositosis
Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak
mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa:
Apakah penderita sudah bed rest total
Pemberian makanan penderita
Pemakaian antibiotik penderita
Kemungkinan adanya sebab lain.
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan.

17

Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses
dan terapi adalah drainase. 7
I. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus. 4
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu
peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali
Nadi semakin cepat
Defance muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

Pelvic Abscess

Subphrenic absess

Intra peritoneal abses lokal 7

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga


abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian 11

J. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan. Diagnosis pasien mengarah pada periappendicular infiltrat
dengan dehidrasi berat. Dari anamnesis, didapatkan keluhan pasien yaitu perut
kanan bawah sakit sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga merasa sejak 4 hari
18

sebelum masuk RS perut kanan bawahnya seperti ada benjolan, benjolan tersebut
tidak hilang timbul dan tidak membesar. Keluhan tersebut disertai demam, BAB
cair, muntah-muntah dan buang air kecil jarang sejak 2 hari yang lalu serta badan
terasa lemah. Riwayat trauma pada perut disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, tanda tanda vital pasien tekanan darah: 100/70,
Nadi: lemah, sulit diraba, RR: 30 x/menit, Suhu: 38,3 C, dari pemeriksaan
abdomen didapatkan pada inspeksi perut datar, bekas luka (-), perut kanan bawah
tampak benjolan, dari auskultasi BU (+) meningkat, pada perkusi pekak pada
regio iliaka dekstra dan pada palpasi teraba massa di regio iliaka dekstra diameter
10 cm, konsistensi keras, batas tidak tegas, immobile, permukaan rata, nyeri
tekan. Defans muscular (-), NT (+) titik Mc Burney, Nyeri tekan lepas (+), Psoas
sign (+), Turgor 1-2 detik. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis appendicitis. Hasil laboratorium darah, angka leukosit
penderita mangalami peningkatan. Terapi pada pasien ini dilakukan secara
konservatif menunggu KU stabil dengan pemberian terapi cairan, antibiotik
spectrum luas dan untuk kuman aerob dan anaerob, serta anti diare dan diet bubur.
Setelah KU pasien baik, pasien dirujuk ke Sp.B.

19

DAFTAR PUSTAKA
1.

Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara.
Jakarta.

2.

Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent


edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma
an Enigma Electronic Publication.

3.

Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa


Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.

4.

De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.

5.

Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.

6.

Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
www.emedmag.com

7.

Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran


UNAIR. Surabaya.

8.

Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American
Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science
Center, Temple, Texas. http://www.aafg.org

9.

Gray,

H.(1826-1861).

1918.

Anatomy

of

The

Human

Body.

www.Bartleby.com
10. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
11. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human
Services. National Institute of Health. NIH Publication No. 044547.June
2004. www.digestive.niddk.nih.gov

20

Anda mungkin juga menyukai